Kementrian Lembaga: Kejaksaan

  • Tak Semua Petani Tembakau Dapat Pupuk Gratis, Pemkab Bondowoso Siapkan Langkah Antisipasi Protes

    Tak Semua Petani Tembakau Dapat Pupuk Gratis, Pemkab Bondowoso Siapkan Langkah Antisipasi Protes

    Bondowoso, (beritajatim.com) – Pemerintah Kabupaten Bondowoso melalui Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) menerapkan strategi mitigasi risiko sosial dalam penyaluran bantuan pupuk gratis untuk petani tembakau.

    Pasalnya, dari total 8.000 hektare luas lahan tembakau, pupuk gratis hanya cukup untuk sekitar 500 hektare.

    Kepala DPKP Bondowoso, Hendri Widotono, menyampaikan bahwa keterbatasan anggaran dan stok menjadi kendala utama.

    Oleh karena itu, penyaluran bantuan dilakukan secara selektif, hanya diberikan kepada petani dengan luasan lahan maksimal 0,2 hektare (200 deseare). Petani dengan lahan seperempat hektare atau lebih, belum mendapatkan jatah pada tahun ini.

    “Kita memitigasi agar tidak terjadi keributan di lapangan. Karena kebutuhan pupuk jauh lebih besar dari jumlah yang tersedia. Jadi distribusi harus tepat sasaran dan adil,” ujar Hendri diwawancarai media, Selasa (17/6/2025).

    Menurutnya, alokasi pupuk gratis senilai 130 ton ini merupakan bentuk komitmen Pemkab di tengah keterbatasan fiskal.

    “Pak Bupati sudah mengalokasikan anggaran Rp2 miliar untuk program ini. Itu sudah luar biasa di tengah upaya efisiensi anggaran,” tambahnya.

    Langkah mitigasi ini meliputi verifikasi ketat data petani penerima. Hendri menjelaskan bahwa pendataan dilakukan secara bertahap dan selektif.

    Tak sedikit nama yang terpaksa dicoret dari daftar karena tidak memenuhi kriteria, salah satunya terkait luasan lahan.

    “Pak Kades (salah satu peserta rapat) tadi sempat bertanya, kenapa banyak yang dicoret? Karena kita harus meminimalkan potensi konflik. Kita saring benar-benar agar bantuan ini tepat sasaran dan tidak menimbulkan kecemburuan,” terangnya.

    Ia juga menegaskan bahwa pengawasan dilakukan ketat oleh inspektorat, Kejaksaan, hingga UPT, karena program ini masuk dalam Proyek Strategis Daerah (PSD).

    “Inspektorat mendampingi sejak perencanaan hingga distribusi. Kejaksaan juga ikut mengawal,” kata Hendri.

    Program pupuk gratis ini menyasar 52 desa di 9 kecamatan sentra tembakau. Karena pupuk bersubsidi tidak diperuntukkan bagi tembakau, maka Pemkab mengambil langkah alternatif melalui program ini.

    “Pak Bupati sudah membuka ‘kunci’-nya dulu. Tahun ini kita mulai dengan anggaran yang ada. Kalau tahun depan pagunya memungkinkan, bisa saja ditambah,” pungkasnya. [awi/aje]

  • Penjelasan Tentang Proses Ekstradisi Paulus Tannos dari Singapura

    Penjelasan Tentang Proses Ekstradisi Paulus Tannos dari Singapura

    Bisnis.com, JAKARTA — Proses pemulangan atau ekstradisi buron kasus korupsi e-KTP, Paulus Tannos dari Singapura ke Indonesia menunggu putusan hakim pada persidangan 23-25 Juni 2025 pekan depan.

    Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyebut sistem hukum di Singapura mengatur, proses ekstradisi seseorang yang terlibat kasus pidana dari negara tersebut harus didahului oleh putusan pengadilan. Para pihak masih bisa mengajukan upaya hukum sekali setelah putusan hakim. 

    Setelah upaya hukum lanjutan itu, maka putusannya nanti langsung berkekuatan hukum tetap dan bisa dieksekusi. 

    “Jadi sistem hukum mereka ya, untuk permintaan ekstradisi ini, masing-masing pihak boleh mengajukan sekali upaya hukum. Dan itu setelah putusan itu, itu inkrah,” ujar Supratman pada konferensi pers di kantor Kementerian Hukum, Jakarta, Selasa (17/6/2025). 

    Mantan Ketua Baleg DPR itu menjelaskan, ada dua persidangan di Singapura yang dijalani oleh Paulus setelah penahanannya secara sementara sejak 17 Januari 2025. Persidangan itu meliputi soal penangguhan penahanan dengan jaminan atau provisional arrest yang diajukan Paulus, serta terkait dengan ekstradisi dari Singapura ke Indonesia. 

    Saat ini, Hakim Pengadilan Singapura baru mengeluarkan putusan soal provisional arrest terhadap pria bernama asli Thian Po Tjhin itu. Pada putusannya, hakim menolak permohonan Paulus. 

    Sementara itu, sidang untuk memutuskan nasib ekstradisinya masih akan digelar pada pekan depan. 

    “Bahwa yang diputus sekarang ini adalah permohonan penangguhan penahanan dengan jaminan. Belum masuk ke pokok perkaranya terkait dengan permintaan kita untuk ekstradisi. Nah ini tanggal 23 dan 25 [Juni] baru akan menentukan itu,” terangnya.

    Kendati hanya bisa melakukan upaya hukum sekali setelah putusan pengadilan, Supratman menyebut upaya pemulangan Paulus Tannos masih akan memakan proses yang panjang. 

    “Ini prosesnya masih panjang teman-teman semua, karena setelah keputusan kalau ternyata nanti dinyatakan permohonan ekstradisi kita diterima, masing-masing pihak baik kita sebagai pemohon maupun yang bersangkutan masih memungkinkan untuk mengajukan upaya banding sekali dan karena itu kita tunggu,” ujarnya.

    Perdebaan Sistem Hukum

    Di sisi lain, Ketua KPK Setyo Budiyanto juga telah menjelaskan bahwa sistem hukum di Singapura dan Indonesia berbeda. Untuk diketahui, Indonesia menerapkan civil law, sedangkan Singapura melaksanakan sistem hukum berdasarkan common law. 

    Namun demikian, dia memastikan KPK sudah memenuhi seluruh permintaan pemerintahan Singapura, dalam hal ini Attorney General Chambers (AGC) atau Kejaksaan, terkait dengan kelengkapan syarat ekstradisi. 

    “Itu dari dokumen, surat, semuanya kita serahkan. Kurang kita tambahin, masih butuh apa kita lengkapi. Nah, kemudian apa yang kemudian nanti akan diputuskan oleh pemerintah Singapura ya pastinya kembali kepada sistem hukum. Namun sampai dengan hari ini berdasarkan kerja sama, koordinasi dengan kementerian hukum, dengan aparat penegak hukum yang ada di kita, semuanya masih optimis, merupakan ekstradisi yang pertama ini mudah-mudahan bisa terealisasi, bisa terwujud,” ujar Setyo di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta, Jumat (13/6/2025). 

    Untuk diketahui, Tannos menggugat penahannya secara sementara oleh otoritas di Singapura usai ditangkap pada 17 Januari 2025. Dia merupakan satu dari lima buron yang kini belum ditahan atau masih dikejar KPK.  

    Sementara itu, di Indonesia, proses penyelesaian kasus e-KTP masih berlangsung. Penyidik KPK masih mengusut dugaan korupsi e-KTP terhadap dua orang tersangka, yakni Tannos dan mantan anggota DPR, Miryam S. Haryani. 

  • 4
                    
                        Tangis Marcella Saat Akui Bikin Isu Negatif soal RUU TNI hingga Prabowo
                        Nasional

    4 Tangis Marcella Saat Akui Bikin Isu Negatif soal RUU TNI hingga Prabowo Nasional

    Tangis Marcella Saat Akui Bikin Isu Negatif soal RUU TNI hingga Prabowo
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Di sebuah ruangan konferensi pers Gedung Bundar Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus)
    Kejaksaan Agung
    , Jakarta, wajah
    Marcella Santoso
    muncul di layar.
    Melalui tayangan video, suara Marcella terdengar lirih, pelan, namun penuh penyesalan.
    Ia bukan sedang membela diri. Sebaliknya, perempuan yang kini menyandang status tersangka dugaan
    perintangan penyidikan
    itu memilih mengakui perbuatannya.
    Ia berbicara tentang konten-konten yang pernah dibuat dan disebarkannya, konten yang secara langsung menyasar institusi Kejaksaan Agung dan sejumlah tokoh penting di dalamnya.
    “Antara lain, terkait dengan isu kehidupan pribadi Bapak Jaksa Agung, isu Jampidsus, isu Bapak Dirdik,” kata Marcella, dalam video yang diputar Selasa (17/6/2025).
    Pengakuannya bukan hanya soal Kejaksaan saja. Marcella juga menyebut narasi yang menyerang pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
    “Dan bahkan, terdapat juga isu pemerintahan Bapak Presiden Prabowo seperti petisi RUU TNI dan juga Indonesia Gelap,” lanjutnya.
    Marcella tidak menyebut secara perinci isi dari konten-konten tersebut.
    Namun, dalam pernyataannya yang terekam kamera, ia mengaku menyesal.
    Ia juga menyebut bahwa ada konten yang diproduksi timnya tanpa pemeriksaan lebih lanjut dari dirinya.
    “Bahwa saya sangat menyesali dan sangat menyadari bahwa apa pun dan bagaimanapun ceritanya, baik itu kelalaian saya yang tidak mengecek ulang isi konten, ataupun kelalaian dan luputnya saya mengecek dan meneliti kembali serta fokus terhadap apa yang saya sampaikan,” kata dia.
    Namun demikian, Marcella menekankan bahwa tak ada kebencian pribadi terhadap institusi kejaksaan maupun pemerintahan.
    “Bahwa saya sejujurnya tidak pernah merasa ada ketidaksukaan atau kebencian secara pribadi, baik dengan institusi, ataupun dengan pemerintahan, ataupun dengan personal,” ucapnya.
    Marcella bahkan mengeklaim pernah menyampaikan pujian terhadap kinerja para penyidik.
    “Karena di dalam chat saya dan institusi, masukkan dalam berita acara pemeriksaan (BAP). Salah satu itu terdapat percakapan antara saya dan rekan saya. Dan, saya sampaikan bahwa ada baiknya juga APH ini seperti Bapak Febrie (Jampidsus),” katanya.
    Permintaan maaf disampaikannya di akhir pernyataan, disertai suara bergetar dan isak.
    “Saya sebagai manusia, saya hanya bisa meminta maaf. Saya hanya mendoakan bahwa rasa sakit, rasa ketidaknyamanan yang dialami oleh pihak-pihak yang terkait dan terdampak akan dipulihkan,” ujar Marcella.
    Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, menyatakan bahwa penyidik Jampidsus tidak masuk lebih dalam ke isu konten dari institusi lain.
    Namun, karena konten-konten itu ditemukan dalam barang bukti elektronik, pertanyaan tetap diajukan.
    “Kemudian, untuk institusi lain, kami tidak masuk di wilayah itu. Tapi, karena di barang bukti elektronik ada, ini kami tanyakan, apa maksud dia membuat konten Indonesia Gelap,
    konten negatif
    ? Apa kaitan dengan RUU TNI, ini kami tidak tahu, tapi yang tahu mereka yang bersangkutan,” kata Qohar.
    Namun dalam konferensi pers, tidak satu pun konten yang dimaksud diperlihatkan secara terbuka kepada publik.
    Pihak kejaksaan juga menyatakan bahwa narasi-narasi negatif itu ditujukan untuk menggiring opini yang menyesatkan.
    “Itu (narasi negatif) adalah dengan maksud dan tujuan untuk menggagalkan penyidikan dan penuntutan. Dengan maksud dan tujuan memuat opini publik dan opini di masyarakat, ke majelis hakim, bahwa apa yang dilakukan penyidik itu adalah tidak benar,” ujar Qohar.
    Dalam perkara ini, Marcella tak sendirian. Kejaksaan telah menetapkan empat orang sebagai tersangka kasus perintangan penyidikan.
    Modusnya melibatkan penyebaran konten negatif hingga pengorganisasian aksi massa.
    Salah satu tersangka adalah Ketua Cyber Army, M Adhiya Muzakki. Dia disebut memimpin 150 buzzer dan menerima Rp 864,5 juta dari Marcella untuk menyebarkan narasi-narasi tersebut.
    Tersangka lain adalah Tian Bahtiar. Eks Direktur Pemberitaan JakTV itu diduga menerima Rp 487 juta dari Marcella untuk memberitakan konten yang dinilai menjatuhkan institusi kejaksaan.
    Marcella bukan satu-satunya advokat yang terlibat dalam perkara ini. Ia terjerat bersama pengacara bernama Junaedi Saibih.
    Keduanya disangka menyelenggarakan seminar dan aksi unjuk rasa yang ditujukan agar dapat diliput dan diangkat ke ruang publik oleh jaringan buzzer mereka.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Terbesar Dalam Sejarah, Kejagung Sita Rp 11,8 Triliun Uang Kasus CPO Wilmar Group

    Terbesar Dalam Sejarah, Kejagung Sita Rp 11,8 Triliun Uang Kasus CPO Wilmar Group

    Terbesar Dalam Sejarah, Kejagung Sita Rp 11,8 Triliun Uang Kasus CPO Wilmar Group
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Tumpukan uang pecahan Rp 100.000 menggunung di Gedung Bundar
    Kejaksaan Agung
    , Jakarta, Selasa (17/6/2025). Jika dihitung, tingginya mencapai dua meter di sejumlah sisi, dengan jumlah mencapai Rp 2 miliar.
    Namun, uang yang asal usulnya berasal dari penyitaan kasus yang menyeret
    Wilmar Group
    itu belum semuanya dipamerkan oleh Kejagung. Sebab, ada Rp 11,8 triliun lain yang disita penyidik dalam kasus ini.
    “Barangkali, hari ini merupakan konferensi pers terhadap penyitaan uang, dalam sejarahnya, ini yang paling besar (angka penyitaan dan jumlah barang buktinya),” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar.
    Secara keseluruhan ada Rp 11.880.351.802.619 uang yang dikembalikan lima korporasi di bawah naungan Wilmar Group ke Kejagung terkait kasus pemberian fasilitas ekspor 
    crude palm oil
    (CPO) periode Januari 2021 hingga Maret 2022.
    Kelima korporasi itu yakni PT Multimas Nabati Asahan; PT Multinabati Sulawesi; PT Sinar Alam Permai; PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia.
    Uang tersebut tadinya nyaris hilang, usai Pengadilan Tindak Pidana
    Korupsi
    (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan vonis lepas atau
    ontslag van alle rechtsvervolging
    dalam perkara
    a quo
    .
    Melansir laman resmi Mahkamah Agung (MA), tiga korporasi yang terlibat dalam perkara ini, yaitu PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group, dibebaskan dari semua tuntutan jaksa penuntut umum (JPU).
    Dalam putusannya, majelis hakim menyebut ketiga terdakwa terbukti melakukan perbuatan hukum sebagaimana dakwaan JPU. Tapi, perbuatan para terdakwa ini dinyatakan bukan suatu tindak pidana. Para terdakwa kemudian dibebaskan dari semua dakwaan JPU, baik primair maupun sekunder.
    Belakangan, putusan itu berbuntut panjang. Tiga hakim yang menyidangkan perkara itu, Djuyamto (hakim ketua), Agam Syarif Baharuddin (hakim anggota), dan Ali Muhtarom (hakim
    ad hoc
    ), ditetapkan sebagai tersangka usai diduga turut menikmati uang suap atau gratifikasi bersama Ketua PN Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta sebesar Rp 60 miliar.
    Ketiga hakim itu diduga mendapat imbalan Rp 22,5 miliar atas putusan yang mereka buat.
    Direktur Penuntutan Kejaksaan Agung, Sutikno mengatakan, uang yang telah dikembalikan Wilmar Group itu akan dimasukkan ke dalam memori kasasi untuk diserahkan kepada Mahkamah Agung.
    Sutikno menegaskan, kasus CPO masih belum berkekuatan hukum tetap alias inkrah. Oleh karena itu, ia berharap uang yang disita ini dapat memperkuat berkas jaksa di level kasasi.
    “Memasukkan uang yang telah kami sita tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari memori kasasi sehingga keberadaannya dapat dipertimbangkan oleh hakim agung yang memeriksa kasasi,” kata Sutikno.
    Ia berharap majelis hakim kasasi dapat mempertimbangkan uang yang telah disita sebagai kompensasi dari kerugian negara yang ditimbulkan oleh Wilmar Group cs.
    “Uang tersebut supaya dikompensasikan untuk membayar seluruh kerugian negara yang ditimbulkan akibat perbuatan
    korupsi
    yang dilakukan para terdakwa korporasi,” lanjutnya.
    Sementara itu, Sutikno juga berharap agar dua perusahaan lain yang turut divonis lepas di tingkat pertama, yaitu Permata Hijau Group dan Musim Mas Group, dapat mengikuti jejak Wilmar Group mengembalikan uang.
    Sebagai informasi, dalam tuntutannya, jaksa menuntut pidana denda sebesar Rp 1 miliar masing-masing kepada setiap terdakwa korporasi. Selain itu, mereka juga diminta membayar pidana tambahan dengan jumlah berbeda-beda.
    Wilmar Group sebesar Rp 11,88 triliun, Musim Mas Group sebesar Rp 4,89 triliun, dan Permata Hijau Group sebesar Rp 937,5 miliar.
     
    Sutikno mengatakan, dua korporasi ini masih mengupayakan pengembalian kerugian negara yang dimaksud.
    “Mereka sedang berproses, kita harapkan mereka akan mengembalikan secara utuh juga,” kata Sutikno lagi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Marcella Santoso Akui Buat Konten “Serang” Prabowo hingga Jaksa Agung

    Marcella Santoso Akui Buat Konten “Serang” Prabowo hingga Jaksa Agung

    Bisnis.com, JAKARTA — Pengacara sekaligus tersangka Marcella Santoso mengakui telah membuat konten yang telah menyudutkan Jaksa Agung (JA) ST Burhanuddin dan jajarannya.

    Hal tersebut disampaikan Marcella melalui video yang dikirimkannya kepada Kejaksaan Agung (Kejagung). Video itu kemudian diputar di sela-sela konferensi pers di Kejagung pada Selasa (17/6/2025).

    Awalnya, Dirdik Jampidsus Kejagung RI, Abdul Qohar mengungkit kembali perkara perintangan yang dilakukan oleh Marcella, Direktur Jak TV non-aktif Tian Bahtiar hingga pimpinan buzzer Adhiya Muzakki.

    Pada intinya, konten itu dibuat untuk menggiring opini publik yang dinilai dapat mempengaruhi penuntutan dan penyidikan alias kinerja Kejaksaan RI. 

    Di samping itu, Qohar juga menyatakan pihaknya telah mengantongi bukti Marcella Cs telah melakukan upaya perintangan atau obstruction of justice.

    “Untuk lebih jelasnya mungkin bisa diputar video Marcella Santoso,” ujar Qohar di Kejagung, Selasa (17/6/2025).

    Setelah itu, video klarifikasi Marcella diputar di depan awak media. Nampak, dia menggunakan kemeja putih dan dibalut dengan rompi tahanan khas Kejaksaan Agung RI.

    Dalam video itu, Marcella mengakui telah membuat konten yang menyerang Jaksa Agung Burhanuddin, Jampidsus Febrie Adriansyah hingga Presiden Prabowo Subianto.

    “Antara lain terkait dengan isu kehidupan pribadi Bapak Jaksa Agung, isu Bapak Jampidsus, isu Bapak Dirdik, dan bahkan terdapat juga isu pemerintahan Bapak Presiden Prabowo, seperti petisi RUU TNI dan juga Indonesia Gelap,” tutur Marcella dalam video tersebut.

    Kemudian, pengacara yang menangani perkara korupsi CPO hingga Timah itu menyampaikan permohonan maaf atas segala perbuatan yang telah merugikan pihak-pihak terkait.

    “Bahwa saya sejujurnya tidak pernah merasa ada ketidaksukaan atau kebencian secara pribadi, baik dengan institusi, ataupun dengan pemerintahan, ataupun dengan personal,” pungkas Marcella.

  • Jaksa yang Tilap Uang Korban Investasi Bodong Rp 11,7 M Dituntut 4 Tahun Penjara

    Jaksa yang Tilap Uang Korban Investasi Bodong Rp 11,7 M Dituntut 4 Tahun Penjara

    Jaksa yang Tilap Uang Korban Investasi Bodong Rp 11,7 M Dituntut 4 Tahun Penjara
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Jaksa nonaktif Kejaksaan Negeri Jakarta Barat (Kejari Jakbar) Azam Akhmad Aksya dituntut 4 tahun penjara dalam kasus dugaan korupsi terkait penipuan
    investasi bodong

    Robot Trading Fahrenheit
    .
    Jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta menilai, Azam terbukti bersalah menerima suap dari kuasa hukum terkait pengembalian uang korban investasi bodong tersebut.
    “Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Azam Akhmad Aksya dengan hukuman penjara 4 tahun dikurangkan sepenuhnya dengan lamanya terdakwa ditahan,” kata jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (17/6/2025).
    Selain pidana badan, jaksa juga menuntut Azam dihukum membayar denda Rp 250 juta subsidair 3 bulan kurungan.
    Pada persidangan yang sama, jaksa juga menuntut dua terdakwa lain yang diketahui merupakan kuasa hukum korban investasi bodong.
    Mereka adalah Bonifasius Gunung dan Oktavianus Setiawan.
    Keduanya dituntut 4 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsidair 3 bulan kurungan.
    Dalam perkara ini, Azam didakwa menilap uang pengembalian kasus investasi bodong tersebut sebesar Rp 11,7 miliar.
    Menurut jaksa, Azam menggunakan kedudukannya untuk mengambil uang itu secara paksa dari barang bukti kasus investasi bodong Robot Trading Fahrenheit yang seharusnya dikembalikan kepada korban.
    Azam yang menjadi jaksa dalam kasus investasi bodong itu justru menyalahgunakan wewenang (memeras) untuk menguntungkan diri sendiri.
    Ia diduga berkongsi dengan pengacara korban investasi bodong guna mengambil barang bukti berupa uang yang seharusnya dikembalikan, termasuk di antaranya adalah membuat paguyuban palsu yang seolah-olah mewakili 137 korban Robot Trading Fahrenheit di Bali.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Anggota DPR buka peluang revisi UU Polri hingga UU MK usai RUU KUHAP

    Anggota DPR buka peluang revisi UU Polri hingga UU MK usai RUU KUHAP

    “Barangkali ini akan menyusul perampasan aset kah, Undang-Undang Polri kah atau revisi kembali Undang-Undang Kejaksaan, atau revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, dan lain sebagainya,”

    Jakarta (ANTARA) – Anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil membuka kemungkinan bahwa akan membahas revisi Undang-Undang (UU) Polri hingga revisi UU Mahkamah Konstitusi setelah pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau KUHAP selesai.

    “Barangkali ini akan menyusul perampasan aset kah, Undang-Undang Polri kah atau revisi kembali Undang-Undang Kejaksaan, atau revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, dan lain sebagainya,” kata Nasir di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa.

    Dia mengatakan bahwa penegakan hukum harus terintegrasi melalui KUHAP yang baru, mulai dari penyidik, penuntut, pengadilan, sampai ke tingkat lembaga pemasyarakatan. Dengan KUHAP yang baru, maka semua produk hukum pun harus terintegrasi.

    Menurut dia, penyerapan aspirasi yang dilakukan Komisi III DPR RI dengan mengundang berbagai lembaga dan pakar sudah menuju tahap akhir. Di masa sidang selanjutnya, dia mengatakan bahwa RUU KUHAP akan mulai digulirkan ke tahap pembahasan.

    Dia mengatakan bahwa KUHAP yang baru harus rampung pada tahun ini guna menyesuaikan dengan pemberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mulai 2026.

    Menurut dia, tidak mungkin jika KUHP yang diberlakukan adalah yang baru sedangkan aturan hukum acara pidananya masih menggunakan produk lama. Jangan sampai, kata dia, para pencari keadilan merasa khawatir dan cemas jika KUHAP baru belum rampung.

    Untuk itu, dia mengatakan bahwa KUHAP yang baru ditargetkan rampung paling lambat pada Desember 2025.

    “Karena kalau kita lihat sejarahnya, hukum acara pidana ini sebenarnya disahkan itu di Desember tahun 1981. Nah kita ingin mengulangi lagi, mudah-mudahan di tahun 2025, di bulan Desember yang baru ini bisa kita sahkan,” katanya.

    Sepekan sebelum masa sidang selanjutnya dibuka, menurut dia, Komisi III DPR akan mengundang berbagai pihak yang memiliki kepentingan dan pengetahuan untuk menyampaikan aspirasinya mengenai KUHAP. Selain lembaga-lembaga, sejumlah organisasi mahasiswa pun turut diundang dalam rapat tersebut.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Ke mana Uang Triliunan yang Disita dalam Kasus Ekspor CPO Wilmar Group? Ini Penjelasan Kejagung

    Ke mana Uang Triliunan yang Disita dalam Kasus Ekspor CPO Wilmar Group? Ini Penjelasan Kejagung

    Ke mana Uang Triliunan yang Disita dalam Kasus Ekspor CPO Wilmar Group? Ini Penjelasan Kejagung

    GELORA.CO  – Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menyita uang tunai senilai Rp11.800.351.802.619 dari pengembangan kasus korupsi koorporasi bergerak bidang sawit Wilmar Group.
    Uang triliun rupiah tersebut, ditampilkan saat konferensi pers di Gedung Bundar Kejaksaan Agung RI, Jakarta Selatan, Selasa (17/6/2025).
    Tumpukan uang pecahan 100 ribuan pun terlihat di antara para pejabat Kejagung. 
    Uang tunai yang disita itu, merupakan pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya.
    Direktur Penuntutan Kejaksaan Agung, Sutikno, menerangkan tumpukan yang yang ditampilkan dalam konferensi pers hanya Rp2 triliun.
    Menurutnya, tidak seluruh uang bisa dibawa ke tempat konferensi pers.
    “Karena keterbatasan tempat dan alasan keamanan kami kira uang Rp2 triliun ini bisa mewakili uang yang disita,” jelasnya.
    Ketika ditanya awak media terkait mau dikemanakan uang sitaan Kejagung tersebut, Sutikno memberikan penjelasan. 
    Sutikno menerangkan, uang sitaan Kejagung itu, akan disesuaikan dengan perkara pidananya. 
    “Uang yang disita ini mau diapakan? apakah untuk pembangunan tata kelola sawit atau bagaimana? terkait uang penyitaan ini hubungannya dengan perkara tindak pidana.”
    “Maka uang ini nantinya akan dikemanakan? akan disesuaikan perkara pidana itu sendiri. Jadi tidak ada kaitannya dengan kegiatan Satgas Penanganan Kawasan Hutan (PKH),” katanya. 
    “Jadi ini murni penanganan perkara tindak pidana korupsi, yang nantinya ke mana uang larinya akan dilaksanakan sesuai putusan Mahkamah Agung setelah diputus,” imbuhnya. 
    Hal senada juga disampaikan Kepala Pusat penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar.
    “Artinya bahwa saya sampaikan tadi, perlu adanya tata kelola di industri kelapa sawit kita. Karena pengembalian kerugian keuangan negara ini menjadi salah satu contoh, bahwa ada sesuatu yang missing karena ada masalah, bahwa nanti terkait putusannya seperti apa, tentu nanti akan disampaikan jaksa selaku eksekutor,” ungkapnya. 
    Dalam kesempatan yang sama, Harli juga menyebut, uang sitaan Kejagung senilai Rp11,8 triliun kasus suap ekspor CPO itu, menjadi yang terbesar.
    “Penyitaan uang ini dalam sejarah yang paling nanti akan disampaikan secara substansi oleh Pak Direktur Penuntutan,” ungkapnya. 

    Uang yang disita ini, kata Harli, sebagai bentuk pengembalian kerugian keuangan negara yang dilakukan dalam tahap penuntutan.
    “Karena kasus ini belum berkekuatan hukum tetap maka uang ini kami sita,” jelasnya. 
    Delapan Tersangka Korupsi Vonis Lepas CPODiketahui, dalam perkara ini, Kejagung telah menetapkan delapan tersangka. Mereka diduga terlibat dalam rekayasa vonis bebas terhadap terdakwa kasus korupsi CPO di Pengadilan Tipikor.
    Para tersangka ini, terdiri dari unsur hakim, advokat, dan pejabat pengadilan.
    Empat hakim itu, bersama tiga orang lain, menjadi tersangka terkait vonis lepas pengurusan perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (CPO) periode Januari-April 2022 dengan terdakwa tiga korporasi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat
    Berikut delapan tersangka kasus dugaan suap vonis lepas perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO, dengan terdakwa tiga korporasi:
    Muhammad Arif Nuryanta (MAN), Ketua Pengadilan Negeri Jakarta SelatanWahyu Gunawan, panitera muda PN Jakarta UtaraMarcella Santoso, advokatAriyanto Bakrie, advokatDjuyamto, hakim Pengadilan Tipikor Jakarta PusatAli Muhtarom, hakim Pengadilan Tipikor Jakarta PusatAgam Syarif Baharudin, hakim Pengadilan Tipikor Jakarta PusatMuhammad Syafei, Head of Social Security Legal PT Wilmar Group
    Sumber : Tribunnews 

    ‘;if(c’};urls.splice(0,urls.length);titles.splice(0,titles.length);document.getElementById(‘related-posts’).innerHTML=dw};
    //]]>

  • Usai Wilmar, Musim Mas & Permata Hijau Diminta Serahkan Uang Pengganti Kerugian Negara

    Usai Wilmar, Musim Mas & Permata Hijau Diminta Serahkan Uang Pengganti Kerugian Negara

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) meminta Musim Mas Group dan Permata Hijau Group menyerahkan uang terkait kerugian negara perkara pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) korporasi.

    Direktur Penuntutan (Dirtut) Jampidsus Kejagung RI, Sutikno mengatakan langkah penyerahan kembali uang terkait kerugian negara itu telah dilakukan oleh Wilmar Group.

    “Saat ini yang telah mengembalikan kerugian keuangan negara akibat perbuatan korupsi yang dilakukan oleh lima grup Wilmar telah utuh dikembalikan,” ujarnya di Kejagung, Selasa (17/6/2025).

    Dia menambahkan, total uang yang telah diserahkan kembali dan disita Kejagung dari Wilmar Group mencapai Rp11,8 triliun. Uang belasan triliun itu berasal dari lima korporasi yang tergabung di Wilmar Group.

    Lima korporasi itu yakni PT Multimas Nabati Asahan; PT Multi Nabati Sulawesi; PT Sinar Alam Permai; PT Wilmar Bioenergi Indonesia; dan PT Wilmar Nabati Indonesia.

    Dalam hal ini, Sutikno berharap dua grup korporasi yang telah menjadi terdakwa lainnya agar bisa segera mengambil langkah serupa dengan Wilmar Group.

    “Untuk Permata Hijau dan Musim Mas Grup, kita berharap ke depan mereka juga membayar seperti yang dilakukan oleh Wilmar. Nanti akan kita rilis juga seperti kalau ada pengembalian yang dilakukan oleh kedua grup tersebut,” pungkasnya.

    Dalam catatan Bisnis, jaksa penuntut umum (JPU) sebelumnya telah menuntut uang pengganti kepada Permata Hijau Group mencapai Rp937.558.181.691,26. Sementara itu, Musim Mas Group Rp4.890.938.943.794,1. Keduanya juga dibebankan denda Rp1 miliar.

    Adapun, perkara CPO korporasi ini telah divonis ontslag atau bebas oleh hakim PN Tipikor Jakarta Pusat. Namun, Kejagung telah mengajukan kasasi terkait dengan vonis itu. Alhasil, saat ini perkara tersebut tengah bergulir di Mahkamah Agung (MA).

  • Menteri Hukum Sebut Prabowo Tak Bahas Soal Paulus Tannos Saat Temui PM Singapura

    Menteri Hukum Sebut Prabowo Tak Bahas Soal Paulus Tannos Saat Temui PM Singapura

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mendapatkan kabar soal putusan Pengadilan Singapura atas penangguhan penahanan buron kasus korupsi e-KTP, Paulus Tannos saat kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke Singapura.

    Untuk diketahui, saat itu Supratman menjadi salah satu menteri yang ikut mendampingi Prabowo bertemu dengan Presiden maupun Perdana Menteri (PM) Singapura. Pada saat itu, dia turut mendapatkan kabar soal putusan hakim pengadilan Singapura yang menolak penangguhan penahanan dengan jaminan (provisional arrest) terhadap Paulus Tannos. 

    “Kemarin tanggal 16, kami di Kementerian Hukum, saya didampingi oleh Pak Dirjen AHU dan juga Staf Khusus Menteri telah menerima pemberitahuan dari Otoritas Pusat di Singapura terkait dengan keputusan Pengadilan Singapura terkait dengan permohonan penangguhan penahanan dengan jaminan atau yang kita kenal dengan istilah provisional arrest,” ungkapnya pada konferensi pers di kantor Kementerian Hukum (Kemenkum), Jakarta, Selasa (17/6/2025). 

    Adapun Supratman mengaku pada pertemuan Presiden Prabowo serta Presiden Singapura Tharman Shanmugaratnam, serta PM Singapura Lawrence Wong, turut membicarakan soal komitmen dalam menjalankan perjanjian atau mutual legal assistance (MLA) masalah pidana, termasuk di dalamnya terkait dengan ekstradisi. 

    Akan tetapi, politisi Partai Gerindra tersebut memastikan bahwa pemimpin kedua negara tidak membahas secara spesifik soal kasus Paulus Tannos. 

    “Kemarin tapi tidak membicarakan kasus sama sekali, hanya menyampaikan bahwa baik Presiden Singapura maupun Perdana Menteri juga menyampaikan hal yang sama,” tuturnya. 

    Adapun dengan putusan pengadilan tersebut, Paulus ditetapkan harus tetap berada di tahanan sembari menunggu persidangan untuk memutuskan soal nasib ekstradisinya pada 23 Juni 2025 mendatang. 

    Atas hal tersebut, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyambut positif ketetapan dari hakim pengadilan di Singapura yang memerintahkan agar Paulus tetap berada di tahanan.

    “Selanjutnya sidang pendahuluan dijadwalkan pada tanggal 23 hingga 25 Juni 2025,” ungkap Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan, Selasa (17/6/2025). 

    Dengan ditolaknya penangguhan penahanan, KPK berharap proses ekstradisi terhadap Paulus akan berjalan lancar. Ketua KPK Setyo Budiyanto juga telah menjelaskan bahwa sistem hukum di Singapura dan Indonesia berbeda. 

    Namun demikian, dia memastikan KPK sudah memenuhi seluruh permintaan pemerintahan Singapura, dalam hal ini Attorney General Chambers (AGC) atau Kejaksaan, terkait dengan kelengkapan syarat ekstradisi.

    “Itu dari dokumen, surat, semuanya kita serahkan. Kurang kita tambahin, masih butuh apa kita lengkapi. Nah, kemudian apa yang kemudian nanti akan diputuskan oleh pemerintah Singapura ya pastinya kembali kepada sistem hukum. Namun sampai dengan hari ini berdasarkan kerja sama, koordinasi dengan kementerian hukum, dengan aparat penegak hukum yang ada di kita, semuanya masih optimis, merupakan ekstradisi yang pertama ini mudah-mudahan bisa terealisasi, bisa terwujud,” ujar Setyo di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta, Jumat (13/6/2025). 

    Untuk diketahui, Tannos menggugat penahannya secara sementara oleh otoritas di Singapura usai ditangkap pada 17 Januari 2025. Dia merupakan satu dari lima buron yang kini belum ditahan atau masih dikejar KPK.  

    Sementara itu, di Indonesia, proses penyelesaian kasus e-KTP masih berlangsung. Penyidik KPK masih mengusut dugaan korupsi e-KTP terhadap dua orang tersangka, yakni Tannos dan mantan anggota DPR, Miryam S. Haryani.