Kementrian Lembaga: Kejaksaan

  • Saling Klaim Kejagung Vs Wilmar Soal Status Uang Rp11,8 Triliun pada Kasus Korupsi CPO

    Saling Klaim Kejagung Vs Wilmar Soal Status Uang Rp11,8 Triliun pada Kasus Korupsi CPO

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Wilmar Group saling klaim terkait dengan status uang senilai Rp11,8 triliun ats perkara dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) alias minyak goreng korporasi.

    Sitaan fantastis oleh penyidik korps Adhyaksa ini kemudian menuai sorotan lantaran penyitaan tersebut berlangsung ketika perkara belum berkekuatan hukum tetap alias inkrah.

    Dalam hal ini, Wilmar Group selaku salah satu terdakwa kasus ekspor CPO yang menyerahkan uang ke penyidik Kejagung. Tak cuma-cuma, Wilmar menyatakan bahwa uang tersebut merupakan dana jaminan.

    Oleh karena itu, uang tersebut bisa dikembalikan apabila hakim agung di tingkat kasasi menguatkan vonis pengadilan pertama PN Tipikor Jakarta Pusat.

    Artinya, menguatkan vonis lepas alias ontslag. Vonis itu pada intinya telah menggugurkan kewajiban tiga terdakwa korporasi untuk membayar denda maupun uang pengganti senilai Rp17,7 triliun.

    “Dana jaminan akan dikembalikan kepada pihak Wilmar tergugat apabila Mahkamah Agung Republik Indonesia menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,” tulis Wilmar International Limited dalam siaran pers yang diterima Bisnis, Rabu (18/6/2025).

    Sebaliknya, apabila hakim pada Mahkamah Agung (MA) menyatakan Wilmar Group bersalah, maka korporasi sudah bersedia menyerahkan uang belasan triliun itu disita sebagian atau sepenuhnya ke pengacara negara.

    Di samping itu, Wilmar Group menyatakan tidak ada alasan lain terkait penyerahan uang Rp11,8 triliun ke Kejagung. Pasalnya, hal tersebut merupakan bentuk itikad baik perusahaan untuk penegakan hukum yang ada.

    “Pihak Wilmar [selaku] tergugat tetap menyatakan bahwa seluruh tindakan yang dilakukan telah dilakukan dengan itikad baik dan tanpa niat koruptif apa pun,” pungkasnya.

    Kejagung Bantah Ada Dana Jaminan

    Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar menekankan bahwa dalam proses penanganan tindak pidana korupsi tidak memiliki istilah dana jaminan. Oleh karena itu, uang Rp11,8 triliun tersebut berstatus sitaan.

    “Dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi terkait kerugian keuangan negara tidak ada istilah dana jaminan, yang ada uang yang disita,” ujarnya saat dihubungi, Rabu (18/6/2025).

    Dia menambahkan, uang yang disita itu merupakan barang bukti untuk memulihkan kerugian keuangan negara akibat adanya uang perkara rasuah tersebut.

    Sebagai tindak lanjut, Harli menyatakan bahwa uang belasan triliun itu nantinya akan dimasukkan dalam barang bukti pada memori kasasi. Nantinya, hal itu diharapkan dapat dipertimbangkan oleh hakim agung pada pengadilan tingkat kasasi.

    “Karena perkaranya masih sedang berjalan maka uang pengembalian tersebut disita untuk bisa dipertimbangkan dalam putusan pengadilan,” imbuhnya.

    Lebih jauh, Harli tidak menjelaskan secara eksplisit terkait dengan nasib uang Rp11,8 triliun itu ketika MA memutuskan untuk memperkuat putusan ontslag atau bebas pada pengadilan sebelumnya. Meskipun begitu, Kejagung menyatakan sikap optimistis atas pengajuan kasasi tersebut.

    “Kita harus optimis Mas karena kita juga menyitanya sdh mendapatkan persetujuan dari pengadilan dan JPU sesuai rilis telah memasukkan tambahan memori kasasi terkait penyitaan uang tersebut,” pungkas Harli.

    Dua Korporasi Diminta Serahkan Uang

    Direktur Penuntutan (Dirtut) Jampidsus Kejagung RI, Sutikno meminta agar Musim Mas Group dan Permata Hijau Group melakukan langkah yang serupa dengan Wilmar group.

    Dalam catatan Bisnis, jaksa penuntut umum (JPU) sebelumnya telah menuntut uang pengganti kepada Permata Hijau Group mencapai Rp937,56 miliar. Sementara itu, Musim Mas Group Rp4,9 miliar. Keduanya juga dibebani juga denda Rp1 miliar.

    “Untuk Permata Hijau dan Musim Mas Grup, kita berharap kedepan mereka juga membayar seperti yang dilakukan oleh Wilmar. Nanti akan kita rilis juga seperti kalau ada pengembalian yang dilakukan oleh kedua grup tersebut,” ujar Sutikno di Kejagung, Selasa (18/6/2025).

  • Buron Bertahun-tahun, Pelarian Koruptor dari Banjarnegara Berakhir di Cileungsi

    Buron Bertahun-tahun, Pelarian Koruptor dari Banjarnegara Berakhir di Cileungsi

    GELORA.CO -Usai bertahun-tahun buron, Ramlan bin Sihombing akhirnya berhasil diringkus oleh Tim Satgas Intelijen Reformasi dan Inovasi (SIRI) Kejaksaan Agung. 

    Ramlan merupakan terpidana kasus korupsi pengadaan alat peraga SD serta sarana dan prasarana teknologi informasi di Dinas Pendidikan dan Olahraga Kabupaten Banjarnegara tahun anggaran 2011.

    Ia ditangkap tanpa perlawanan di Perumahan Grand Nusa Indah, Cileungsi, Kabupaten Bogor, Selasa, 17 Juni 2025 sekitar pukul 17.20 WIB.

    “Ramlan merupakan warga Jl. Kampung Jembatan No. 49, Cakung, Jakarta Timur. Ia telah dijatuhi hukuman berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Semarang Nomor 163/Pid.Sus/2013/PN.Smg. Usai ditangkap langsung dibawa ke Banjarnegara untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya,” ujar Kepala Seksi Intelijen Kejari Banjarnegara, Taufik Hidayat dikutip Kantor Berita RMOLJateng, Rabu, 18 Juni 2025.

    Dalam putusan tersebut, Ramlan divonis 4 tahun 6 bulan penjara, denda Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan, serta uang sebesar Rp274,3 juta dirampas untuk negara.

    Penangkapan Ramlan berlangsung lancar karena ia bersikap kooperatif saat diamankan. Usai penangkapan, Ramlan langsung diserahkan kepada Tim Jaksa Eksekutor Kejari Banjarnegara untuk menjalani masa hukumannya.

    Taufik menambahkan, keberhasilan ini menjadi bukti keseriusan Kejaksaan Agung dalam memberantas korupsi dan memburu para buronan yang masih berkeliaran.

    “Jaksa Agung telah menegaskan pentingnya penegakan hukum tanpa pandang bulu. Kepada seluruh DPO Kejaksaan RI, kami sampaikan pesan tegas: menyerahkan diri adalah satu-satunya pilihan. Tidak ada tempat aman bagi pelaku kejahatan,” pungkasnya.

  • 10
                    
                        Tenaga Ahli KPK Terima Rp 200 Juta dari Adhi Kismanto Usai Buat Software Clandestine
                        Megapolitan

    10 Tenaga Ahli KPK Terima Rp 200 Juta dari Adhi Kismanto Usai Buat Software Clandestine Megapolitan

    Tenaga Ahli KPK Terima Rp 200 Juta dari Adhi Kismanto Usai Buat Software Clandestine
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Raihan (22), tenaga ahli di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menerima uang Rp 200 juta dari terdakwa
    Adhi Kismanto
    usai membuat
    software
    bernama Clandestine yang dirancang untuk mengumpulkan atau meng-
    crawling
    situs-situs judi
    online
    (judol).
    Software
     ini dibuat Raihan berdasarkan kesepakatan personal dengan Adhi karena yang saat itu mengaku mempunyai proyek dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), kini bernama Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).
    Hal tersebut diungkapkan Raihan saat dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan sebagai saksi dalam sidang kasus melindungi situs judol agar tidak terblokir Kementerian Kominfo, klaster koordinator.
    Dalam kasus ini, Raihan berperan sebagai pengembang
    software
    Clandestine dan tidak terlibat dalam pengoperasiannya.
    Raihan bercerita bahwa dia mengenal Adhi sejak 2021 karena kerap bekerja sama tentang pembuatan
    software
    Information Technology (IT) atau aplikasi. Setelah sudah tidak lama bersua, keduanya bertemu pada akhir 2023.
    Dalam kesempatan itu, Adhi meminta Raihan membuat
    software
    Clandestine yang sedang dibutuhkan oleh Kominfo untuk meng-
    crawling
    situs-situs judol lalu diblokir.
    “Saya bagian
    development
    (dari software Clandestine),” kata Raihan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu (18/6/2025).
    Kendati demikian, saat itu Raihan belum mengetahui secara pasti apakah Adhi sudah bekerja sebagai tengah ahli di Kementerian Kominfo atau belum.
    “Karena saya sudah
    lost
    kontak beberapa tahun, baru berhubungan lagi. Namun saya belum tahu apakah dia sudah bekerja di Kominfo atau belum. Tapi yang saya tahu, dia memiliki proyek di Kominfo,” ucap dia.
    Terlepas dari itu, Adhi menjadikan tukang parkir kecanduan judol sebagai latar belakang cerita hendak membuat
    software
    Clandestine melalui Raihan.
    “Dia pernah cerita kepada saya, dia cukup sedihlah melihat tukang parkir, main judi
    online
    . ‘Tukang parkir kan enggak ada duitnya, terus ditipu lagi dengan judi
    online
    . Akhirnya dia makin sengsara’. Dari situ saya, ‘oh iya benar juga’, saya juga ikut tergerak kalau ini harus dijadikan,” ungkap dia.
    Sepengetahuan Raihan, software Clandestine ini ini akan digunakan oleh sebuah tim bernama “Tim Galaxy”. Namun, ia mengaku tidak mengetahui secara pasti apakah tim tersebut merupakan bagian dari struktur resmi Kominfo atau hanya tim yang dibentuk oleh Adhi.
    “Saya tidak diceritakan secara detail. Tapi, yang saya tahu, yang diceritakan dia adalah, Tim Galaxy ini tugasnya untuk memverifikasi apakah
    link
    yang dihasilkan oleh
    tools
    Clandestine ini merupakan situs judi atau bukan,” ungkap dia.
    Dari pembuatan
    software
    Clandestine ini, Raihan mendapatkan pembayaran senilai Rp 200 juta.
    “Saya pernah diberikan pembayaran sebesar Rp 200 juta dari Adhi Kismanto. Untuk nilai pagunya atau semacamnya, saya kurang tahu, karena saya hanya bekerja sama dengan Adhi Kismanto. Jadi, saya
    deal-dealan
    harganya melalui Adhi Kismanto,” tegas dia.
    Usai
    software
    Clandestine dibuat dan digunakan, Adhi sempat beberapa kali memberi kabar kepada Raihan mengenai performa perangkat lunak tersebut.
    “Adhi Kismanto pernah menceritakan kepada saya, ketika
    tolls
    Clandestine ini digunakan, dia bisa meng-
    crawling
    sampai 100.000
    link
    per harinya, yang di mana nanti, dari Tim Galaxy, kata Adhi, akan diverifikasi lagi,” urainya.
    Raihan memastikan,
    software
    Clandestine juga dapat mengumpulkan konten-konten ilegal seperti pornografi. Namun, dia juga memastikan, alat ini tidak dapat dipergunakan untuk menjalani praktik membekingi situs judol agar tidak terblokir Kementerian Kominfo.
    Diberitakan sebelumnya, setidaknya terdapat empat klaster dalam perkara melindungi situs judol agar tidak terblokir Kementerian Kominfo yang tengah bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
    Klaster pertama adalah koordinator dengan terdakwa Adhi Kismanto, Zulkarnaen Apriliantony alias Tony, Muhrijan alias Agus, dan Alwin Jabarti Kiemas.
    Klaster kedua para eks pegawai Kementerian Kominfo, yakni terdakwa Denden Imadudin Soleh, Fakhri Dzulfiqar, Riko Rasota Rahmada, Syamsul Arifin, Yudha Rahman Setiadi, Yoga Priyanka Sihombing, Reyga Radika, Muhammad Abindra Putra Tayip N, dan Radyka Prima Wicaksana.
    Klaster ketiga yaitu agen situs judol. Para terdakwa terdiri dari Muchlis, Deny Maryono, Harry Efendy, Helmi Fernando, Bernard alias Otoy, Budianto Salim, Bennihardi, Ferry alias William alias Acai.
    Klaster keempat tindak pidana pencurian uang (TPPU) atau para penampung hasil melindungi situs judol. Para terdakwa yang baru diketahui adalah Darmawati dan Adriana Angela Brigita.
    Dalam perkara dengan terdakwa klaster koordinator, para terdakwa dikenakan Pasal 27 ayat (2) jo. Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Serta juga Pasal 303 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Akui Terlibat Pemerkosaan, Taeil Eks NCT Dituntut 7 Tahun Penjara

    Akui Terlibat Pemerkosaan, Taeil Eks NCT Dituntut 7 Tahun Penjara

    Surabaya (beritajatim.com) – Mantan anggota boygroup NCT, Moon Taeil, menghadapi tuntutan hukuman penjara selama 7 tahun usai didakwa terlibat dalam kasus pemerkosaan berkelompok terhadap seorang turis asal Tiongkok.

    Sidang perdana kasus ini digelar pada Selasa (18/6/2025) di Pengadilan Distrik Pusat Seoul dan turut melibatkan dua terdakwa lain, yakni Mr. Lee dan Mr. Hong.

    Dalam persidangan, jaksa menyebut perbuatan ketiganya sebagai tindakan kriminal yang sangat serius karena dilakukan terhadap korban yang tidak mereka kenal dan dalam kondisi tidak sadar.

    “Ini adalah kasus kekerasan seksual yang brutal, dilakukan terhadap seorang perempuan asing yang tengah mabuk berat,” tegas jaksa dilansir dari ChosunBiz.

    Jaksa menuntut hukuman 7 tahun penjara untuk masing-masing terdakwa. Selain itu, jaksa juga menuntut kewajiban rehabilitasi, pemberitahuan publik, serta pembatasan aktivitas kerja selama 10 tahun.

    Kronologi Kejadian

    Peristiwa ini terjadi pada 13 Juni 2024 sekitar pukul 04.00 pagi, di rumah Mr. Lee yang terletak di kawasan Bangbae-dong, Seocho-gu, Seoul. Menurut dakwaan, para pelaku bertemu dengan korban di sebuah bar di kawasan Itaewon sekitar pukul 02.30 dini hari.

    Setelah korban dalam kondisi tidak sadarkan diri karena pengaruh alkohol, mereka membawanya ke kediaman Mr. Lee menggunakan taksi dan melakukan tindakan kekerasan seksual secara bersama-sama.

    Setelah kejadian, korban sempat dipindahkan ke lokasi lain sebelum akhirnya dikirim pulang. Bukti percakapan yang diajukan jaksa menunjukkan adanya upaya dari para terdakwa untuk menghindari pelacakan oleh pihak berwenang. Salah satunya dengan mengarahkan korban agar tidak kembali ke lokasi kejadian.

    “Para terdakwa sengaja memanfaatkan status korban sebagai warga asing yang tidak mengetahui lokasi kejadian secara jelas,” tambah jaksa.

    Identitas ketiga pelaku berhasil terungkap setelah korban melapor dan penyelidikan dilakukan dengan bantuan rekaman CCTV oleh Kepolisian Bangbae. Ketiganya sempat mengakui perbuatan mereka pada Agustus 2024, namun saat itu permohonan penahanan ditolak oleh pengadilan karena dianggap kooperatif.

    Kasus ini dilimpahkan ke Kejaksaan Distrik Pusat Seoul pada 12 September 2024, dan pada 28 Februari 2025, ketiganya secara resmi didakwa atas pelanggaran Undang-Undang Khusus tentang Hukuman Kejahatan Kekerasan Seksual. Ancaman hukuman dalam kasus ini mencapai minimal 7 tahun penjara hingga maksimal hukuman seumur hidup.

    Jaksa mempertanyakan ketulusan pengakuan para terdakwa karena investigasi membutuhkan waktu hingga dua bulan. Ketika dimintai keterangan langsung di persidangan, Taeil mengakui seluruh dakwaan.

    Pihak kuasa hukumnya menyatakan bahwa kliennya sangat menyesali perbuatannya. Disebutkan bahwa ia tidak berniat melakukan kekerasan, hanya ingin melanjutkan minum. Namun, ia menyadari kesalahan besar yang telah ia lakukan.

    Dalam pernyataan terakhirnya di hadapan majelis hakim, Taeil menyampaikan permintaan maaf kepada korban dan publik.

    “Saya sangat menyesal atas luka yang saya timbulkan. Saya juga meminta maaf kepada semua orang yang telah kecewa dan akan menjadikan ini sebagai titik balik untuk memperbaiki diri,” katanya.

    SM Entertainment Putus Kontrak Usai Dakwaan Resmi

    SM Entertainment, agensi yang menaungi NCT, secara resmi mengeluarkan Taeiil dari grup pada 28 Agustus 2024 setelah keterlibatannya dalam kasus ini terungkap. Kemudian, pada 15 Oktober 2024, SM juga memutus kontrak eksklusif dengan Taeyil.

    “Tindakan kriminal yang dilakukan adalah pelanggaran berat dan kami tidak lagi bisa mempertahankan kepercayaan terhadapnya sebagai artis,” tegas agensi dalam pernyataan resmi.

    Putusan akhir dari kasus ini dijadwalkan akan diumumkan pada 10 Juli 2025 pukul 14.00 waktu setempat. (mnd/ian)

  • Kenapa Zarof Ricar Tak Dijatuhi Hukuman 20 Tahun Penjara?

    Kenapa Zarof Ricar Tak Dijatuhi Hukuman 20 Tahun Penjara?

    Kenapa Zarof Ricar Tak Dijatuhi Hukuman 20 Tahun Penjara?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan vonis lebih rendah dari tuntutan jaksa terhadap eks pejabat Mahkamah Agung (MA),
    Zarof Ricar
    , yakni 16 tahun dan denda Rp 1 miliar subsidair enam bulan kurungan.
    Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Zarof Ricar dihukum 20 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsidair enam bulan kurungan.
    Ketua Majelis Hakim Rosihan Juhriah Rangkuti menyebut, Zarof Ricar terbukti bersalah melakukan pemufakatan jahat percobaan suap hakim agung dan menerima gratifikasi dengan nilai Rp 1 triliun lebih.
    “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 16 tahun,” kata Rosihan, dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (18/6/2025).
    Majelis hakim menilai, Zarof Ricar terbukti melanggar Pasal 6 Ayat (1) jo Pasal 15 dan Pasal 12 B jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
    Mantan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan itu dinilai terbukti bermufakat dengan pengacara pelaku pembunuhan Gregorius Ronald Tannur, Lisa Rachmat, untuk menyuap Hakim Agung Soesilo.
    Majelis hakim mengungkapkan beberapa alasan kenapa tidak menjatuhkan hukuman 20 tahun penjara terhadap Zarof Ricar.
    Pertama, menurut hakim Rosihan, pihaknya perlu mempertimbangkan hukuman untuk Zarof dari sisi kemanusiaan.
    Sebab, jika divonis 20 tahun penjara, Zarof sama saja dihukum seumur hidup mengingat usianya yang kini sudah 63 tahun.
    “Mempertimbangkan bahwa terdakwa pada saat persidangan telah berusia 63 tahun, di mana jika dijatuhi pidana 20 tahun, ia akan menjalani hukuman hingga usia 83 tahun,” kata hakim Rosihan.
    Ditambah lagi, dia menyebut, usia harapan hidup rata-rata masyarakat Indonesia yang mencapai 72 tahun.
    “Sehingga pidana 20 tahun berpotensi menjadi pidana seumur hidup secara de facto,” ujar hakim Rosihan.
    Selain itu, majelis hakim juga mempertimbangkan kondisi kesehatan manusia yang memasuki usia lanjut, yang cenderung menurun dan membutuhkan perawatan khusus.
    Menurut hakim, bagaimanapun aspek kemanusiaan dalam sistem hukum pidana tidak boleh diabaikan. Meskipun, kejahatan yang dilakukan serius.
    Kedua, pidana maksimal hanya dilakukan dalam keadaan yang benar-benar luar biasa.
    Sementara, dalam kasus Zarof tidak ada korban jiwa maupun kerugian fisik secara langsung pada orang lain dan tidak ada kekerasan dalam kejahatan.
    “Potensi pemulihan kerugian negara melalui perampasan aset yang nilainya jauh melebihi kerugian,” kata hakim Rosihan.
    Ketiga, majelis hakim menyebut, Zarof Ricar juga menyandang status tersangka dalam perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang bergulir di tahap penyidikan Kejaksaan Agung (Kejagung).
    Oleh karenanya, hukuman Zarof Ricar bakal bertambah lagi karena perkara TPPU tersebut juga akan disidangkan.
    “Sangat mungkin terdakwa diajukan lagi dalam perkara baru karena tidak diakumulasi dengan perkara ini,” ujar Hakim Rosihan.
    Berdasarkan pertimbangan itu, majelis hakim menjatuhkan hukuman 16 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsidair enam bulan kurungan kepada Zarof Ricar.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Bos Sritex Iwan Lukminto Ngaku Hanya Tahu Kredit Bank Dipakai untuk Usaha

    Bos Sritex Iwan Lukminto Ngaku Hanya Tahu Kredit Bank Dipakai untuk Usaha

    Bisnis.com, JAKARTA — Bos PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) alias Sritex (SRIL) Iwan Kurniawan Lukminto (IKL) mengaku tak tahu menahu soal kredit bank untuk Sritex dibelikan untuk aset non-produktif.

    Calvin Wijaya, pengacara Iwan Kurniawan, mengatakan bahwa kliennya itu hanya mengetahui pemberian kredit digunakan untuk mengembangkan usaha Sritex Group 

    “Yang diketahui oleh klien saya ini kredit itu hanya untuk mengembang usaha dan untuk pembayaran kepada kerja. Nah, itu sesuai semuanya, sesuai peruntukannya itu sesuai,” ujarnya di Kejaksaan Agung (Kejagung) Rabu (18/6/2025).

    Dia menambahkan, pihaknya juga saat ini telah memberikan penjelasan terhadap penyidik Jampidsus Kejagung terkait hal-hal yang dipersoalkan menjadi korupsi.

    Salah satunya pemberian kredit. Menurutnya, tidak semua perbuatan dalam pemberian kredit itu serta merta masuk ke dalam ranah korupsi.

    “Karena dari penyidik pun masih menyampaikan, ya untuk di setiap statement-statement-nya dugaan korupsi. Nah, jadi kita enggak bisa untuk menyampaikan dengan bahasa, langsung perbuatan korupsi,” pungkasnya.

    Di samping itu, Iwan Kurniawan mengaku telah dicecar 12 pertanyaan oleh penyidik Jampidsus Kejagung RI. Pemeriksaan ketiga kalinya itu dilakukan selama sekitar 7 jam.

    “Jadi tadi ada sekitar 12 pertanyaan oleh penyidik dan dokumen-dokumen kelengkapan juga sudah saya serahkan,” ujar Iwan.

    Sebelumnya, Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar mengatakan, agenda pemeriksaan lanjutan ini masih seputar pengetahuan Iwan Kurniawan terkait dengan proses pengajuan kredit Sritex Group.

    Dia menambahkan, Iwan Kurniawan juga diperiksa atas jabatannya sebagai direktur di tiga anak Sritex Group. Tiga anak usaha itu yakni PT Sinar Pantja Djaja, PT Biratex Industri, PT Primayuda Mandiri Jaya.

    Dalam hal ini, penyidik akan melakukan pendalaman terkait dengan dugaan penyaluran kredit dari sejumlah bank kepada tiga unit anak usaha Sritex tersebut.

    “Nah, di tiga anak perusahaan itu seperti apa, ini akan terus digali oleh penyidik selain apakah yang bersangkutan memiliki kewenangan atau keharusan untuk proses pengajuan kreditnya,” pungkas Harli.

  • Pengakuan Buzzer Marcella Santoso, Penyebar Konten RUU TNI dan Indonesia Gelap, Alihkan Isu Penangkapan Koruptor Kakap

    Pengakuan Buzzer Marcella Santoso, Penyebar Konten RUU TNI dan Indonesia Gelap, Alihkan Isu Penangkapan Koruptor Kakap

    GELORA.CO – Usai ditangkap barulah mengaku menyesal.

    Ya salah satu buzzer atau biasa disebut cebong pendukung rezim, Marcella Santoso ditetapkan sebagai tersangka.

    Marcella adalah orang di belakang maraknya konten-konten mengenai RUU TNI dan Indonesia Gelap di berbagai media sosial.

    Dalam postingan video yang diunggah akun X Indonesia Oknum Watch, dikutip Rabu (18/6), 

    “TERBONGKAR!

    “Ternyata selama ini gerakan #IndonesiaGelap dikendalikan oleh Antek2 Koruptor, demi mengalihkam isue penangkapan koruptor kakap.”

    POV: Tersangka kasus perintangan penyidikan & penuntutan, Marcella Santoso, mengakui bahwa dirinya adalah orang di balik konten mengenai RUU TNI dan Indonesia Gelap di medsos.

    “Dia juga mengakui sebagai Kaka pembina Buzzer2 yang selama ini menyerang Kejaksaan agung.”

    “Pantesan setelah dia ditangkap temlen langsung sepi.”

    Menurut Marcella, dirinya sangat menyesali dan menyadari.

    “Bahwa apapun dan bagaimana pun ceritanya baik itu kelalaian saya, saya tidak mengecek ulang isi konten atau apapun kelalaian, dan luputnya saya mengecek dan meneliti kembali dan fokus terhadap apa yang disampaikan,” ujarnya dengan muka sembari terisak menyesali ulahnya.

    “Saya menyadari bahwa konten-bahwa tersebut memberikan rasa sakit bagi pihak-pihak yang terkait dan terdampak,” katanya.

    “Untuk itu dari hati yang paling dalam saya sampaikan penyesalan dan saya meminta maaf, kepada bapak-bapak dan mungkin pihak lain yang terkait dan terdampak,” sambungnya.

    “Bahwa saya sejujurnya tidak perna merasa ada ketidaksukaan atau kebencian secara pribadi, baik dengan institusi ataupun dengan pemerintahan, ataupun dengan personal karena di dalam chat saya dan seperti yang dimaksukkan ke dalam BAP,” jelasnya.

    “Salah satunya terdapat percakapan antara saya dan rekan saya, yang saya sampaikan bahwa ada baiknya juga alat perangkat hukum seperti bapak Febrie, dan sebenarnya pendapat pribadi saya, saya juga salut dengan warna penegakan hukum,” ujar Marcella.***

    TERBONGKAR!
    Ternyata selama ini gerakan #IndonesiaGelap dikendalikan oleh Antek2 Koruptor, demi mengalihkam isue penangkapan Koruptor kakap

    POV
    Tersangka kasus perintangan penyidikan & penuntutan, Marcella Santoso, mengakui bahwa dirinya adalah orang di balik konten mengenai… pic.twitter.com/dPFkrDXkJ3

    — Miss Tweet | (@Heraloebss) June 17, 2025

  • Maruarar Minta KPK Pastikan Lahan Rampasan Korupsi Buat Perumahan Rakyat Clean & Clear

    Maruarar Minta KPK Pastikan Lahan Rampasan Korupsi Buat Perumahan Rakyat Clean & Clear

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait menandatangani memorandum of understanding (MoU) dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mencakup sejumlah poin kesepakatan, di antaranya terkait dengan pemanfataan barang rampasan. 

    MoU itu ditandatangani oleh Maruarar dan pimpinan KPK pada pertemuan yang digelar hari ini, Rabu (18/6/2025). Dia menjelaskan bahwa terdapat lima poin MoU yang ditandatangani seperti pertukaran informasi dan data serta pencegahan korupsi.

    Kemudian, peningkatan kapasitas SDM Kementerian PKP, pemanfaatan barang rampasan serta sosialisasi antikorupsi. Adapun mengenai pemanfaatan barang rampasan itu turut mencakup soal potensi penggunaan aset tanah rampasan tindak pidana korupsi guna pembangunan perumahan rakyat. 

    Ara, sapaannya, meminta kepada KPK agar lahan rampasan itu bisa clean and clear atau dipastikan tidak ditinggali oleh masyarakat. Hal itu guna menghindari adanya sengketa.   

    “Kalau boleh juga nanti yang diberikan kepada kami kalau bisa yang agak clear and clean. Karena cukup banyak tanah negara kita ini betul secara hukum tanah negara, tapi di atasnya sudah banyak yang tinggal di situ,” ujarnya kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (18/6/2025).

    Sampat saat ini, katanya, belum ada pembahasan secara spesifik mengenai berapa atau lahan rampasan mana saja yang diperkirakan bisa untuk program perumahan rakyat. Namun, dia memastikan KPK sudah mulai memproses hal tersebut. 

    “Karena kan kami ada isu soal waktu nih biar cepat dan kalau bisa tidak perlu lagi ini kita tinggal nanti bagaimana prosedurnya. Tapi lahannya kalau boleh strategis kemudian lahannya juga jangan ada yang nempatin kalau bisa begitu,” terang Ara. 

    Selain ke KPK, Ara mengaku juga berkoordinasi dengan kementerian/lembaga hingga BUMN terkait untuk pencarian lahan bagi perumahan rakyat. Misalnya, ke Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan (DJKN Kemenkeu), Bank Tanah hingga Kejaksaan Agung (Kejagung). 

    Beberapa BUMN juga yang berkoordinasi dengan Kementerian PKP terkait dengan lahan perumahan rakyat meliputi PT Kereta Api Indonesia (Persero), PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk. atau PTPP serta Perumnas.

    Di sisi lain, Sekjen KPK Cahya H. Harefa menyambut baik MoU yang ditandatangani hari ini bersama dengan Menteri PKP serta jajarannya. Dia menyebut nota kesepahaman itu bakal meliputi pendidikan antikorupsi, pencegahan korupsi serta berbagai kerja sama. 

    “Mudah-mudahan ke depan kerja sama yang baik bisa dilaksanakan sehingga apa yang sudah ditugaskan oleh Pak Presiden Kepada Pak Menteri di antaranya mengenai 3 juta rumah dan juga program-program lain Pak Menteri dan jajaran bisa mewujudkan itu dengan baik dan KPK berperan juga di situ dalam menjaga supaya bisa terwujud antikorupsi di Kementerian PKP ini,” kata Cahya.

  • Prabowo Bubarkan Satgas Sapu Bersih Pungli yang Dibentuk Jokowi pada 2016

    Prabowo Bubarkan Satgas Sapu Bersih Pungli yang Dibentuk Jokowi pada 2016

    Prabowo Bubarkan Satgas Sapu Bersih Pungli yang Dibentuk Jokowi pada 2016
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Presiden
    Prabowo Subianto
    mencabut aturan tentang Satuan Tugas (Satgas) Sapu Bersih Pungutan Liar (
    Saber Pungli
    ) yang dibentuk oleh Presiden ke-7 RI Joko Widodo pada tahun 2016.
    Keputusan ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 49 Tahun 2025 tentang Pencabutan Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar.
    “Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 202), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku,” tulis pasal 1 dalam salinan beleid yang dilihat Kompas.com, Rabu (18/6/2025).
    Sebagai informasi, Saber Pungli sebelumnya dibentuk sebagai bagian dari keseriusan pemerintah memberantas pungli secara masif.
    Saber Pungli dikendalikan oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
    Selain Menko Polhukam yang saat itu dijabat Wiranto sebagai penanggung jawab sekaligus pengendali satgas, komposisi satgas yang lain adalah Ketua Pelaksana Irwasum Polri, Wakil Ketua I Irjen Kemendagri, Wakil Ketua II Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan, dan sekretaris staf ahli di Kemenko Polhukam.
    Ruang lingkup fungsi Satgas Saber Pungli sangat luas, mulai dari membangun sistem pencegahan, koordinasi pengumpulan data, menggelar operasi tangkap tangan, hingga memberikan rekomendasi mengenai sanksi yang diberikan.
    Oleh karena kompleksnya tugas Satgas Saber Pungli, anggota Satgas terdiri dari beragam instansi penegak hukum.
    Selain dari Polri, Kejaksaan Agung, Kemendagri, dan Kemenpolhukam, juga dari Kemenkumham, PPATK, Ombudsman, BIN, dan POM TNI.
    Dilansir dari dokumentasi Harian Kompas, pembentukan Satgas Saber Pungli merupakan bagian dari paket reformasi kebijakan di bidang hukum yang dicanangkan oleh pemerintah.
    Paket kebijakan ini bertujuan untuk memulihkan kepercayaan publik, memberikan keadilan, dan kepastian hukum.
    Pemerintah berfokus pada tiga hal dalam reformasi ini, yakni penataan regulasi, pembenahan lembaga dan aparatur negara, serta pembangunan budaya hukum.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kampus UIN Alauddin Makassar membahas revisi RUU KUHAP

    Kampus UIN Alauddin Makassar membahas revisi RUU KUHAP

    “Saatnya RUU KUHAP direvisi. Bisa di bayangkan itu sejak 1981 sampai 2025, sudah waktunya memang untuk diperbaiki. Karena kalau menurut teori hukum yang baik, adalah hukum yang mampu mengikuti perkembangan,”

    Makassar (ANTARA) – Civitas Akademika Kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar turut membahas revisi Rencana Undang-undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang kini sedang diproses pemerintah dan DPR RI.

    “Saatnya RUU KUHAP direvisi. Bisa di bayangkan itu sejak 1981 sampai 2025, sudah waktunya memang untuk diperbaiki. Karena kalau menurut teori hukum yang baik, adalah hukum yang mampu mengikuti perkembangan,” kata Akademisi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Muh Amiruddin di Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu.

    Ia berharap dalam revisi RUU KUHAP tersebut yang membahas adanya kebebasan bagi masyarakat ketika diperhadapkan dengan hukum, bebas memberikan keterangan tanpa intimidasi dari penegak hukum, adalah hal tepat serta memenuhi hak asasi manusia.

    Anggota Komisi I DPR RI Dr Syamsu Rizal MI menyampaikan pada Seminar Legislatif Nasional bertema Revisi RUU KUHAP Sebuah Urgensi Nasional dalam Mewujudkan Keadilan, di kampus setempat, bahwa revisi RUU KUHP merupakan urgensi strategis mewujudkan sistem peradilan yang adil dan modern.

    Isu strategis yang dibahas pada RUU tersebut yakni adanya ketimpangan kekuasaan, lemahnya perlindungan tersangka dan korban, dimana hak-hak dasar tidak diatur secara operasional dan tegas.

    “Termasuk menjadi tantangan di era digital yang belum ada mekanisme jelas untuk bukti elektronik, penyadapan digital dan penggeledahan cloud serta keadilan restoratif yang tidak komprehensif,” paparnya.

    Hal senada disampaikan Kepala Seksi Penerangan dan Hukum (Kasi Penkum) Kejaksaan Tinggi Sulsel Soetarmi mengemukakan, ada hal yang menarik yang perlu yang perlu dimasukkan dalam RUU KUHAP yaitu peran jaksa dalam penyelesaian perkara melalui pendekatan restoratif.

    “Restorative Justice atau RJ, bukan hanya soal penyelesaian perkara. Ini cara baru negara menghadirkan keadilan lebih manusiawi, adil, dan bermartabat. Untuk itu, peran jaksa sebagai pengendali perkara, harus menjadi pilar utama RJ dalam sistem hukum pidana Indonesia,” tuturnya.

    Sementara Ketua Dewan Kehormatan Peradi Sulsel Tadjuddin Rachman memaparkan hasil penelitian mengenai penegak hukum. Ia menyebut bahwa setiap ada Undang undang yang baru harus selalu diikuti dengan infrastruktur yang mengikuti perubahan dalam sebuah peraturan.

    Kasubbid Sunluhkum Bidkum Polda Sulsel Heriyanto menambahkan, terkait RJ dimana ada perbedaan antara Kriminal Justice dengan Restorative Justice. Kriminal Justice memandang bahwa kejahatan adalah suatu pelanggaran terhadap hukum dan negara. Sedangkan RJ memandang kejahatan adalah suatu pelanggaran terhadap rakyat.

    “Sekarang waktunya mahasiswa untuk memahami lebih dalam terhadap teori-teori hukum yang telah di pelajari di kelas, dipadukan dengan pengalaman praktik lapangan serta ilmu hukum dari narasumber,” kata Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Dr Abd Rauf Muhammad Amin menekankan.

    Pewarta: M Darwin Fatir
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.