Kementrian Lembaga: Kejaksaan

  • Pejabatnya Jadi Tersangka Korupsi Batu Bara, Kementerian ESDM Buka Suara – Page 3

    Pejabatnya Jadi Tersangka Korupsi Batu Bara, Kementerian ESDM Buka Suara – Page 3

    Berdasarkan pantauan kanal News Liputan6.com, Sunindyo dibawa keluar dari Gedung Bundar Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung pada Kamis (31/7/2025) sekitar pukul 20.53 WIB. Dia mengenakan rompi tahanan merah muda kejaksaan, dengan wajah ditutupi masker.

    “Ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung,” tutur Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Anang Supriatna kepada wartawan.

    Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu menetapkan Komisaris PT Ratu Samban Mining (RSM), David Alexander Yowomo (DA) sebagai tersangka di kasus dugaan tindak pidana korupsi memanipulasi data uji mutu penambangan batubara. Hal itu diumumkan di Kejaksaan Agung (Kejagung), Jakarta Selatan.

    “Perkara ini ditangani oleh Kejaksaan Tinggi Bengkulu, dan kebetulan hari ini kita fasilitasi diperiksa di Kejaksaan Agung. Dan hari ini juga langsung ditetapkan sebagai tersangka dari alat-alat bukti yang ada, dan hari ini juga langsung dilakukan penahanan,” tutur Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Anang Supriatna di Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu (30/7/2025).

    Menurut Anang, dalam kasus yang diusut tersebut sudah ada tujuh tersangka sebelumnya dan juga telah dilakukan penahanan. Dengan penetapan kali ini, maka total sudah ada delapan tersangka. “Kerugian estimasi dari penyidik ini kurang lebih sekitar Rp 500 miliar,” kata Anang.

     

  • Kementerian ESDM hormati proses hukum dugaan korupsi RSM

    Kementerian ESDM hormati proses hukum dugaan korupsi RSM

    Penyidik Kejati Bengkulu telah menetapkan tersangka inisial SSH dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi tambang batu bara,

    Jakarta (ANTARA) – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan menghormati proses hukum kasus dugaan korupsi produksi dan eksplorasi pertambangan milik PT Ratu Samban Mining (RSM).

    Dalam kasus tersebut, mantan Direktur Teknik dan Lingkungan Ditjen Minerba Kementerian ESDM Sunindyo Suryo Herdadi (SSH) ditetapkan sebagai tersangka.

    “Prinsipnya, dari Kementerian ESDM memang menghormati semua proses hukum yang berlangsung,” ucap Juru Bicara Kementerian ESDM Dwi Anggia ketika ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat.

    Kementerian ESDM, lanjut dia, tentunya mengedepankan asas praduga tak bersalah dan berkomitmen untuk tetap melakukan pengawasan dan tata kelola pertambangan yang akuntabel dan transparan.

    Anggi membenarkan Sunindyo merupakan Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) ESDM. Akan tetapi, ketika kasus berlangsung, Sunindyo merupakan Direktur Teknik dan Lingkungan Ditjen Minerba Kementerian ESDM periode April 2022–Juli 2024.

    “Dari Kementerian pasti ada pendampingan hukum. Seperti biasa, kami ikuti proses yang lebih lanjut seperti apa,” tuturnya.

    Pada Kamis (31/7) malam, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu menetapkan mantan Direktur Teknik dan Lingkungan Ditjen Minerba Kementerian ESDM Sunindyo Suryo Herdadi (SSH) sebagai tersangka baru kasus dugaan korupsi produksi dan eksplorasi pertambangan milik PT Ratu Samban Mining (RSM).

    “Penyidik Kejati Bengkulu telah menetapkan tersangka inisial SSH dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi tambang batu bara,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Anang Supriatna di Gedung Jampidsus Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Kamis.

    Sunindyo dengan jabatannya memiliki kewenangan untuk mengevaluasi pengajuan persetujuan Rencana Kegiatan Anggaran Biaya (RKAB) Tahun 2023 yang diajukan oleh PT RSM terhadap Izin Usaha Pertambangan (IUP) Nomor 348 sebagai syarat untuk operasi produksi.

    Hasil evaluasi tersebut menjadi komponen untuk mendapatkan persetujuan RKAB Tahun 2023.

    Akan tetapi, dari hasil penyidikan, didapatkan fakta bahwa telah ada persetujuan RKAB Tahun 2023 oleh Kementerian ESDM melalui Ditjen Minerba. Namun, dokumen rencana reklamasi di dalamnya belum mendapatkan persetujuan.

    Kendati demikian, PT RSM telah melaksanakan operasi produksi tahun 2022–2023 tanpa ada jaminan reklamasi yang ditempatkan pada bank sampai saat ini.

    Atas perbuatannya, SSH dijerat dengan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Untuk selanjutnya, akan ditahan sementara di Rutan Salemba Cabang Kejagung.

    Anang mengatakan bahwa tersangka SSH diperiksa oleh penyidik Kejati Bengkulu di Gedung Jampidsus Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, lantaran berdomisili di Jakarta.

    Pewarta: Putu Indah Savitri
    Editor: Abdul Hakim Muhiddin
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Kejagung Tunggu Prabowo Keluarkan Keppres Abolisi untuk Pembebasan Tom Lembong

    Kejagung Tunggu Prabowo Keluarkan Keppres Abolisi untuk Pembebasan Tom Lembong

    Bisnis.com, Jakarta — Kejaksaan Agung mengaku masih belum menerima keputusan presiden (Keppres) terkait amnesti terdakwa Hasto Kristiyanto dan abolisi terdakwa Tom Lembong.

    Direktur Penuntutan Jampidsus Kejaksaan Agung, Sutikno menjelaskan jika tidak ada Keppres, maka pemberian amnesti kepada Hasto Kristiyanto dan abolisi kepada Tom Lembong tidak memiliki landasan apa pun.

    “Ya kan masih menunggu Keppresnya. Atas dasar apa nanti kalau tidak ada Keppres,” tuturnya di Kantor Kejaksaan Agunf Jakarta, Jumat (1/8/2025).

    Menurut Sutikno, dirinya baru mengetahui soal amnesti untuk Hasto Kristiyanto dan abolisi untuk Tom Lembong dari pernyataan Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad tadi malam di DPR.

    “Saya belum tahu kapan Keppresnya, kan baru ada rilis dari DPR tadi malam tunggu saja Keppresnya. Ya oke ya,” katanya.

    Berdasarkan catatan Bisnis, DPR menyetujui usulan Presiden Prabowo Subianto untuk pemberian abolisi kepada mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, serta amnesti kepada Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto. 

    Hal itu diungkap Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad usai rapat konsultasi antara pemerintah dengan DPR mengenai usulan presiden tersebut, Kamis (31/7/2025) di mana rapat tersebut dihadiri oleh seluruh pimpinan unsur dan fraksi DPR. 

    Kemudian, Prabowo juga mengusulkan amnesti terhadap 1.116 orang terpidana. Sekjen PDIP juga menjadi salah satu orang yang diusulkan mendapatkan amnesti.

    “Tadi kami telah mengadakan rapat konsultasi dan hasil rapat konsultasi tersebut DPR RI telah memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap surat Presiden tentang Permintaan Pertimbangan DPR RI atas pemberian abolisi atas nama saudara Tom Lembong,” jelas Dasco di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (31/7/2025).

    Sebelumnya, Tom Lembong dijatuhi pidana penjara 4,5 tahun atas perkara korupsi impor gula. Sementara itu, Hasto dijatuhi pidana penjara 3,5 tahun lantaran terbukti bersalah dalam perkara suap penetapan anggota DPR 2019-2024, yang menjerat Harun Masiku.

  • Silfester Divonis Penjara dalam Kasus Memfitnah JK pada 2019, Namun hingga Kini Belum Dieksekusi

    Silfester Divonis Penjara dalam Kasus Memfitnah JK pada 2019, Namun hingga Kini Belum Dieksekusi

    GELORA.CO –  Tim Advokasi Anti Kriminalisasi Akademisi dan Aktivis melakukan kunjungan ke Kantor Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, pada Kamis, 31 Juli 2025. Agenda tersebut adalah mendesak pihak berwajib segera memproses hukum untuk Ketua Solidaritas Merah Putih, Silfester Matutina.

    Dari pantauan KBA News, mereka melakukan konferensi pers sekitar pukul 13:30 WIB. Mereka yang hadir dalam acara tersebut antara lain Ahmad Khozinudin, Roy Suryo, Kurnia Tri Royani dan beberapa Tim Advokasi Anti Kriminalisasi Akademisi dan Aktivis lainnya.

    Koordinator Non Litigasi Tim Advokasi Anti Kriminalisasi Akademisi dan Aktivis, Ahmad Khozinudin mengatakan, kasus Silfester Matutina tersebut terjadi tahun 2019.

    Kasus bermula, saat keluarga mantan Wakil Presiden Indonesia, Jusuf Kalla (JK) mengadukan Silfester Matutina ke pihak kepolisian tahun 2017. Tim advokat keluarga JK melaporkan Silfester Matutina ke Bareskrim Polri. Ia menuding bahwa banyaknya masyarakat yang miskin saat itu disebabkan karena adanya korupsi yang dilakukan oleh keluarga JK.

    Selain itu, ia juga dilaporkan karena tudingan soal intervensi JK dalam Pilkada DKI 2017. Silfester Matutina memfitnah JK menggunakan agama dan menggunakan masjid untuk memenangkan Anies Baswedan. Pada intinya, laporan itu ditindaklanjuti dan berujung vonis hingga tingkat Kasasi di Mahkamah Agung (MA).

    Ahmad Khozinudin memaparkan, dalam putusan Kasasi dengan nomor perkara: 287 K/Pid/2019 atas nama terdakwa Silfester Matutina, yang telah diputus pada hari Senin tanggal 20 Mei 2019, telah menyatakan:

    Pertama, menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi I/Terdakwa Silfester Matutina dan Pemohon Kasasi II/Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan tersebut.

    Kedua, memperbaiki Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 297/Pid/2018/PT.DKI tanggal 29 Oktober 2018 yang menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 100/PID.B/2018/PN.Jkt.Sel tanggal 30 Juli 2018 tersebut mengenai lamanya pidana yang dijatuhkan kepada Terdakwa menjadi pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan.

    Ketiga, membebankan kepada Terdakwa untuk membayar biaya perkara pada tingkat kasasi sebesar Rp2.500,00 (dua ribu lima ratus rupiah).

    Dasar pertimbangan Judex Juris putusan kasasi nomor: 287 K/Pid/2019 tanggal 20 Mei 2019 Jo. Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 297/Pid/2018/PT.DKI tanggal 29 Oktober 2018 Jo. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 100/PID.B/2018/PN.Jkt.Sel tanggal 30 Juli 2018 tersebut adalah karena terdakwa Silfester Matutina telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan fitnah, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 311 KUHP.

    “Hingga saat ini menurut berbagai sumber informasi yang kami terima belum pernah dilakukan eksekusi terhadap Silfester Matutina. Padahal, vonis 1 tahun 6 bulan untuk terdakwa Silfester Matutina telah berkekuatan hukum tetap,” kata Ahmad Khozinudin.

    Ia juga mengatakan, ada informasi bahwa Silfester Matutina telah meminta maaf kepada JK dan JK sudah memaafkan. Akan tetapi, kata dia, maaf dari JK ini tidak membatalkan putusan Kasasi Mahkamah Agung dan tidak bisa menunda apalagi membatalkan proses eksekusi.

    Kecuali, lanjut dia, Silfester Matutina meminta maaf saat keluarga JK membuat laporan. Kemudian, laporan tersebut dicabut, maka kasus selesai.

    Proses hukum terhadap Silfester Matutina telah melewati proses penyidikan di Polri, penuntutan oleh Jaksa, hingga vonis oleh Hakim di Pengadilan tingkat pertama.

    “Vonis itu, juga sudah diajukan Banding dan Kasasi. Hingga akhirnya, putusan Kasasi mengganjar pidana penjara 1 tahun 6 bulan, atas kelancangan mulut Silfester Matutina terhadap keluarga Pak JK,” ujarnya.

  • Tom Lembong dan Hasto Dimaafkan, Feri Amsari: Capek Drama Peradilan, Muncul Pahlawan Politik
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        1 Agustus 2025

    Tom Lembong dan Hasto Dimaafkan, Feri Amsari: Capek Drama Peradilan, Muncul Pahlawan Politik Nasional 1 Agustus 2025

    Tom Lembong dan Hasto Dimaafkan, Feri Amsari: Capek Drama Peradilan, Muncul Pahlawan Politik
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Ahli Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Feri Amsari, menyebut kasus Thomas Trikasih Lembong alias
    Tom Lembong
    dan
    Hasto Kristiyanto
    dimanfaatkan oleh politisi. 
    Setelah publik lelah mengikuti proses hukum, muncul sosok pahlawan yang melepaskan Tom dan Hasto dari jerat hukum.
    “Ujung-ujungnya orang capek dengan segala drama peradilannya, tapi nanti akan ada pahlawan politiknya di belakang layar,” tutur Feri saat dihubungi Kompas.com, Jumat (1/8/2025).
    Menurut dia, ujung
    kasus Tom Lembong
    dan Hasto merupakan konsekuensi dari peradilan politik (political trial).
    Kasus kedua tokoh itu dinilai politis dan menjadi bentuk penggunaan hukum oleh kekuasaan.
    “Konsekuensi dari peradilan politis ujungnya akan sangat politis,” kata Feri
    Menurut akademisi itu, pemberian amnesti untuk Hasto dan abolisi untuk Tom menggambarkan bagaimana hukum sedang dipermainkan.
    Feri mempertanyakan kenapa Tom dan Hasto harus melewati proses peradilan yang panjang dan dramatis.
    “Kenapa enggak sedari awal saja, bukankah Kepolisian, Kejaksaan, dan KPK di bawah presiden?” ujar Feri.
    Sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco, mengumumkan DPR telah menyetujui presiden yang memberikan amnesti untuk Hasto dan abolisi untuk Tom Lembong.
    Adapun Tom Lembong sebelumnya divonis 4,5 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
    Tom Lembong terbukti bersalah melakukan korupsi dalam kebijakan importasi gula 2015-2016, sementara Hasto dinyatakan bersalah turut mendanai suap pergantian antar waktu (PAW) DPR RI, Harun Masiku.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Top 3 News: Selangkah Lagi Eks Stafsus Nadiem Berstatus Buron – Page 3

    Top 3 News: Selangkah Lagi Eks Stafsus Nadiem Berstatus Buron – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) telah tiga kali melayangkan surat panggilan pemeriksaan terhadap Jurist Tan (JT) selaku staf khusus atau stafsus mantan Mendikbud Ristek Nadiem Makarim, yang menjadi tersangka di kasus korupsi laptop Chromebook. Itulah top 3 news hari ini.

    Namun begitu, Jurist Tan tidak kunjung memenuhi panggilan pemeriksaan penyidik. Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Anang Supriatna menyampaikan, pihaknya tengah mempersiapkan langkah Daftar Pencarian Orang (DPO) dan dilanjutkan Red Notice.

    Sedangkan soal lokasi Jurist Tan, kembali Kejagung belum dapat membeberkan lebih jauh. Sementara desas-desus semakin meluas, dari yang tadinya diduga berada di Australia, kini muncul Singapura hingga Afrika.

    Sementara itu, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor menjatuhkan vonis 3 tahun 6 bulan penjara terhadap Hasto Kristiyanto.

    Sekjen PDIP itu dinilai sah dan meyakinkan turut serta melanggar pidana suap kepada Eks Komisioner KPU RI Wahyu Setiawan yang dilakukan mantan caleg PDIP Harun Masiku untuk menjadi anggota DPR RI 2019-2024 saat pergantian antarwaktu (PAW).

    Atas vonis Hasto tersebut, Presiden ke 7 RI, Joko Widodo atau Jokowi, ikut menanggapi.

    Berita terpopuler lainnya di kanal News Liputan6.com adalah terkait Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional atau Menteri ATR/BPN Nusron Wahid menyatakan, dalam menetapkan tanah terlantar atau tanah nganggur sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2021 membutuhkan waktu 587 hari.

    Dia menjelaskan PP 20 Tahun 2021 Pasal 7 dan 9 menyebutkan, tanah setelah mendapatkan hak atas tanah, baik hak guna bangunan (HGB) maupun hak guna usaha (HGU), selama dua tahun tidak dimanfaatkan dan didayagunakan, maka pemerintah dapat menetapkan tanah tersebut menjadi objek tanah terlantar.

    Menteri ATR/BPN Nusron Wahid mengatakan, dari pemberitahuan tersebut pemerintah memberikan waktu selama 180 hari atau setengah tahun. Setelah itu, kata Nusron, pemerintah memberikan surat pernyataan (SP) satu yang waktunya selama 9 bulan.

    Berikut deretan berita terpopuler di kanal News Liputan6.com sepanjang Kamis 31 Juli 2025:

    Penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbudristek terus bergulir, dan yang terbaru mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim dicegah bepergian ke luar negeri oleh Kejaksaan Agung.

  • Abolisi-Amnesti untuk Tom dan Hasto: Kala Politik Mengatasi Hukum
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        1 Agustus 2025

    Abolisi-Amnesti untuk Tom dan Hasto: Kala Politik Mengatasi Hukum Nasional 1 Agustus 2025

    Abolisi-Amnesti untuk Tom dan Hasto: Kala Politik Mengatasi Hukum
    Sejak 2006 berkecimpung di dunia broadcast journalism, dari Liputan6 SCTV, ANTV dan Beritasatu TV. Terakhir menjadi produser eksekutif untuk program Indepth, NewsBuzz, Green Talk dan Fakta Data
    TIGA BELAS
    hari setelah putusan terhadap Thomas Lembong dan enam hari selepas putusan kepada Hasto Kristiyanto, Presiden Prabowo Subianto bikin usulan mengejutkan.
    Tak pernah diduga, mengagetkan dan menerbitkan tempik sorak serta kecurigaan sekaligus. Agak seperti kado 80 tahun Republik Indonesia, sekalipun itu tadi tak mungkin direspons dengan nada yang sama.
    Prabowo mengusulkan pemberian abolisi kepada Tom serta amnesti pada Hasto. Dua hak yang melekat pada presiden sesuai dengan pasal 14 ayat 2 UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945.
    Pasal ini menyatakan, “Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.”
    Presiden mengirim surat permohonan ke DPR untuk mendapat pertimbangan wakil rakyat. Kamis malam, 31 Juli 2025, DPR menyetujui surat yang dikirim presiden itu.
    Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menyampaikan sikap DPR kepada khalayak. Artinya tak ada lagi yang menghalangi pemberian abolisi dan amnesti itu.
    Dengan begitu, dua kasus bernuansa politik ini bermuara ke pengadilan (proses hukum) dan diselesaikan dengan keputusan ‘politik’ oleh presiden.
    Nama Hasto termasuk dari 1.116 terpidana yang dimintakan amnesti atau pengampunan hukum. Awalnya ada 44.000, tapi setelah diverifikasi, yang memenuhi syarat sebanyak 1.116 orang.
    Sementara Tom Lembong dimintakan abolisi atau penghapusan tindak pidana. Setelah disetujui DPR, Presiden Prabowo akan segera meneken keputusan presiden soal abolisi untuk Lembong.
    Konsekuensinya kasus hukum Tom harus tutup buku. Ia tak perlu menunggu hasil banding di pengadilan tinggi untuk mendapatkan keadilan, atau setidak-tidaknya pengurangan hukuman.
    Adapun Hasto serta Komisi Pemberantasan Korupsi belum mengajukan banding atas putusan hakim pengadilan tindak pidana korupsi yang dibacakan pada 25 Juli lalu.
    Menurut Menteri Hukum Supratman Andi Agtas, abolisi untuk Tom Lembong dan amnesti untuk Hasto Kristiyanto diberikan demi kepentingan bangsa dan negara.
    Pertimbangan ini bisa sepenuhnya berdasarkan subjektivitas presiden dan absah karena ia memiliki hak prerogatif untuk memberikan abolisi dan amnesti.
    Bukan itu saja, pemberian abolisi dan amnesti ini, “mempertimbangkan untuk membangun bangsa ini secara bersama dengan seluruh elemen politik, kekuatan politik yang ada di Indonesia,” jelas Supratman (
    Kompas.com
    , 31 Juli 2025).
    Sejauh ini kalimat membangun bangsa bersama-sama telah menjadi ciri kental Presiden Prabowo dalam mengemudikan republik. Ia terobsesi dengan persatuan, khususnya persatuan elite nasional.
    Dalam kasus Lembong dan Hasto, keduanya berada di luar barisan Prabowo-Gibran di pemilihan presiden dan wakil presiden. Tom menyokong Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar. Adapun Hasto adalah pentolan PDIP yang mengajukan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
    Di akhir tahun 2024, Presiden Prabowo sempat mengembuskan diskursus mengampuni koruptor dengan syarat mengembalikan uang hasil korupsi ke negara. Ide ini memantik kontroversi.
    Walhasil komitmen Prabowo untuk memerangi korupsi dan mengganyang koruptor dipertanyakan. Ia digugat cuma sedang beretorika ketika menyatakan bakal mengejar koruptor, bahkan jika mereka melarikan diri ke antartika (kutub selatan bumi).
    Menko Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menjelaskan, ide presiden itu tidak melanggar undang-undang. Yusril merujuk pada konstitusi (UUD 1945), yakni hak prerogatif presiden untuk memberikan amnesti.
    Amnesti untuk Hasto berbeda dengan ide “mengampuni koruptor dengan syarat mengembalikan uang hasil korupsi ke negara”.
    Dalam kasus yang menjerat Hasto, negara tidak mengalami kerugian. Hasto diputus bersalah dan diganjar hukuman 3,5 tahun karena terbukti terlibat menyiapkan uang senilai Rp 400 juta untuk menyuap anggota Komisi Pemilihan Umum saat kasus pidana ini mencuat tahun 2020, Wahyu Setiawan.
    Adapun kasus yang melilit Tom Lembong lebih kontroversial. Ia divonis 4,5 tahun karena melakukan perbuatan melawan hukum serta memperkaya korporasi (8 perusahaan).
    Menteri Perdagangan 2015-2016 ini tidak terbukti menerima aliran dana, alias uang sogok. Dan yang diungkit banyak kalangan, Tom disebut tak memiliki niat jahat (
    mens rea
    ).
    Bagaimana mungkin orang yang tidak memiliki niat jahat, dikenai hukum pidana?
    Bahkan jika perbuatan atau kebijakan (
    policy
    ) yang diterbitkan tanpa niat jahat itu berakibat merugikan negara.
    Dalam putusan perkara Tom, angka kerugian yang disebut majelis hakim berbeda kontras dengan nilai kerugian negara yang dipaparkan jaksa dalam persidangan. Adapun jaksa mengacu pada audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
    Presiden Prabowo sedang mengirim pesan apa dengan kejutan pemberian abolisi untuk Tom dan amnesti kepada Hasto ini?
    Setidaknya ada dua cara membacanya. Pertama, pemberian abolisi dan amnesti kepada tokoh yang terjerat kasus korupsi ini sebagai kasus khusus atau spesifik. Ia harus diletakkan di luar kotak atau tanpa kotak.
    Kasus yang melilit Tom dan Hasto menyedot perhatian besar dari sejumlah pihak dari akademisi, aktivis antikorupsi, masyarakat luas hingga media asing.
    Presiden dapat menakar aspek objektivitasnya dengan memperhatikan suara mereka serta masukan dari pembantunya di kabinet yang mengikuti jalannya persidangan Tom dan Hasto.
    Dari timbangan itu, Presiden memutuskan dari kacamata objektif dan subjektif sekaligus. Soal ini tak dapat didebat sebab ia memiliki hak prerogatif.
    Kedua, pemberian abolisi dan amnesti itu tak bisa tidak mesti dibaca dalam perspektif lebih luas, yakni masa depan pemberantasan korupsi di Tanah Air.
    Kejaksaan Agung menggunakan “gigi tiga” sejak pemerintahan dipiloti Prabowo. Mereka mengejar terduga pelaku dugaan korupsi yang merugikan negara dalam jumlah “wah”.
    Sedangkan KPK, meski tak setrengginas di masa jayanya, komisi ini mengejar mereka yang diduga telah mencuri atau menggasak duit negara.
    Akhir Juni lalu, KPK mencokok orang dekat Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution, yakni Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Sumut Topan Obaja Putra Ginting. Topan dijerat dalam kasus dugaan korupsi pengadaan proyek infrastruktur jalan.
    Jangan sampai pemberian abolisi dan amnesti ini memberi sinyal dan pesan keliru kepada tersangka dan mereka yang berencana melakukan patgulipat menggarong uang negara.
    Di sini komunikasi dari pemerintah kepada publik mesti jelas. Kalau bisa mengedepankan aspek-aspek objektif yang memiliki kesinambungan dengan nalar publik.
    Sanggupkah pemerintah menjelaskan ke publik bahwa pemberian abolisi dan amnesti bukan “perlakuan khusus” kepada tokoh politik?
    Saya kira ini preseden baru. Dan Presiden Prabowo sedang meniti buih. Di satu sisi keputusannya itu mengoreksi pengadilan, terutama dalam kasus Tom Lembong, yang oleh sebagian pakar hukum disebut “incorrect”–sebuah keputusan yang salah dan mengundang perdebatan, termasuk dimasalahkannya kapitalisme di balik putusan Tom mengimpor gula.
    Di sisi lain, pemberian abolisi dan amnesti itu, mengungkap hal yang tak terbantah: Keputusan politik (oleh presiden dan diperkuat DPR) telah mengatasi hukum.
    Mungkin orang seperti Tom lebih senang ia dibebaskan alias menang di pengadilan. Tapi mungkin juga ia mensyukurinya karena pasal 2 ayat 1 UU Tipikor terus mengirim terdakwa kasus dugaan korupsi ke penjara.
    Rasanya Presiden Prabowo harus selektif dalam memberikan abolisi dan amnesti pada terdakwa/terpidana tindak pidana korupsi. Alasan di belakangnya harus kuat, terukur serta rasional.
    Setelah kasus Tom dan Hasto seyogyanya tak ada “obral” penghentian, penghapusan, dan pengampunan hukum terhadap mereka yang tersangkut kasus dugaan korupsi.
    Terakhir, agaknya sorotan “The Straits Times” (25 Juli 2025) patut dicermati dengan seksama. Koran berpengaruh di Singapura itu menulis, “kasus ini (Hasto) telah menghidupkan kembali kekhawatiran lama tentang independensi peradilan dalam demokrasi Asia Tenggara, terutama karena tokoh-tokoh lain yang terkait dengan oposisi berada di bawah pengawasan hukum.”
    Apakah dengan pemberian amnesti kepada Hasto serta abolisi untuk Tom Lembong berarti oposisi di DPR bakal tegak?
    Tom bukan tokoh partai politik, tapi Hasto orang nomor dua di PDI Perjuangan. Apakah PDIP yang memiliki 110 kursi (hampir 19 persen) bakal menjalankan fungsi sebagai kekuatan penyeimbang di Senayan?
    Sehari sebelum DPR menyetujui amnesti untuk Hasto, dari Bali, ketua umum PDIP Megawati Soekarnoputri menyuratkan tugas politik partainya, yakni mendukung pemerintah. Ini isyarat bahwa partai tadi menyokong Prabowo Subianto.
    Dan jika itu yang benar-benar terbentuk di DPR, artinya 100 persen partai politik men-support eksekutif, demokrasi kita sedang dalam bahaya besar. Tanpa pengawasan yang cukup, partai politik tidak sedang benar-benar cinta pada republik ini.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Babak Baru Kasus Tom Lembong dan Hasto: Habis Vonis, Terbitlah "Ampunan"
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        1 Agustus 2025

    Babak Baru Kasus Tom Lembong dan Hasto: Habis Vonis, Terbitlah "Ampunan" Nasional 1 Agustus 2025

    Babak Baru Kasus Tom Lembong dan Hasto: Habis Vonis, Terbitlah “Ampunan”
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Hanya beberapa hari setelah palu vonis diketukkan di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, dua nama yang sempat mendominasi pemberitaan politik dan hukum nasional kini kembali muncul, tetapi dalam babak yang tak terduga.
    Eks Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong alias
    Tom Lembong
    dan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P)
    Hasto Kristiyanto
    menjadi dua dari ratusan nama yang tercantum dalam surat Presiden Prabowo Subianto kepada DPR.
    Tom mendapat
    abolisi
    . Sementara itu, Hasto termasuk dalam gelombang pertama penerima
    amnesti
    menjelang peringatan 80 tahun kemerdekaan Indonesia.
    Presiden mengajukan dua surat resmi pada 30 Juli 2025.
    Keesokan harinya, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengumumkan bahwa parlemen telah memberikan persetujuan.
    “DPR RI telah memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap Surat Presiden Nomor R43/Pres tanggal 30 Juli 2025 tentang permintaan pertimbangan DPR RI tentang pemberian abolisi terhadap Saudara Tom Lembong,” kata Dasco di Kompleks Parlemen, Kamis (31/7/2025) malam.
    Tak hanya itu, Dasco juga mengumumkan pemberian amnesti kepada lebih dari 1.000 terpidana, termasuk Hasto Kristiyanto.
    “Pemberian persetujuan dan pertimbangan atas Surat Presiden Nomor R42/PRES/07/2025 tanggal 30 Juli 2025 tentang amnesti terhadap 1.116 orang yang telah terpidana, diberikan amnesti, termasuk saudara Hasto Kristiyanto,” ucapnya.
    Langkah ini bersandar pada Pasal 14 ayat (2) UUD 1945 yang mengatur bahwa presiden berhak memberikan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR.
    Ketentuan serupa juga tertuang dalam Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1954 tentang
    Amnesti dan Abolisi
    .
    Di balik dua surat presiden tersebut, ada tangan Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas yang menyusun dan menandatangani usulan resmi kepada Presiden Prabowo.
    “Semuanya yang mengusulkan kepada Bapak Presiden adalah Menteri Hukum. Jadi surat permohonan dari hukum kepada Bapak Presiden untuk pemberian
    amnesti dan abolisi
    saya yang tanda tangan,” kata Supratman dalam konferensi pers yang sama.
    Ia menyebut pertimbangan utama dari kebijakan ini adalah upaya merajut kembali persatuan nasional menjelang 17 Agustus.
    “Pertimbangannya demi kepentingan bangsa dan negara, berpikirnya tentang NKRI. Jadi itu yang paling utama. Yang kedua adalah kondusivitas dan merajut rasa persaudaraan di antara semua anak bangsa,” kata politikus Partai Gerindra itu.
    “Langkah ini tidak hanya simbolis tetapi strategis untuk memperkuat harmoni politik nasional,” tambahnya.
    Supratman juga menyebutkan bahwa dari total 44.000 permohonan amnesti yang masuk, hanya 1.116 yang telah lolos verifikasi tahap pertama.
    Sisanya akan diproses bertahap.

    Amnesti
    ada 1.116, salah satu yang menjadi dasar pertimbangan kepada dua orang yang saya sebutkan tadi yang disebutkan oleh Pak Ketua adalah salah satunya itu kita ingin menjadi ada persatuan dan dalam rangka untuk perayaan 17 Agustus,” imbuhnya.
    Pemberian abolisi kepada Tom Lembong disambut positif oleh tim kuasa hukumnya.
    Ari Yusuf Amir, pengacara Tom, menyampaikan terima kasih kepada pemerintah dan DPR atas atensinya.
    “Kita satu, mengucapkan terima kasih atas atensinya para anggota DPR, politisi terhadap permasalahan ini,” kata Ari saat dihubungi wartawan, Kamis.
    Namun demikian, ia menegaskan bahwa pihaknya belum mengambil sikap resmi dan masih akan membahas dampak hukum dari abolisi tersebut.
    “Karena ada akibat-akibat hukumnya apa, dari abolisi itu kita harus membahas dulu. Tapi upaya mereka itu harus kita hargai sebagai sikap untuk perbaikan, kan gitu,” ujar dia.
    Respons serupa datang dari kuasa hukum Hasto Kristiyanto.
    Maqdir Ismail menyambut baik usulan amnesti tersebut dan menganggapnya sebagai bentuk keseriusan pemerintah untuk tidak mempolitisasi proses hukum.
    “Kita hargai keputusan pemerintah, itu artinya memang pemerintah tidak ingin apa ya melakukan politisasi terhadap kasusnya Mas Hasto ini,” kata Maqdir.
    Meski keputusan politik telah diumumkan, proses hukum belum sepenuhnya selesai.
    Kejaksaan Agung menyatakan masih akan mempelajari keputusan abolisi terhadap Tom Lembong, terutama karena jaksa baru saja menyatakan banding.
    “Kita kan baru menyatakan upaya hukum banding. Kita akan fokus itu dulu. Apabila ada kebijakan (abolisi), kita akan pelajari dulu seperti apa,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Anang Supriatna, Kamis.
    “Saya enggak komentar dulu ya. Saya kan belum mendengar langsung, tapi akan kami pelajari dulu. Nanti ada masukan dari tim JPU,” tambahnya.
    Dari sisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ketua KPK Setyo Budiyanto menyerahkan sepenuhnya keputusan kepada Presiden sebagai pemegang hak prerogatif.
    “Itu kewenangan Presiden sesuai Pasal 14 UUD 1945,” kata Setyo.
    Sementara itu, Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menyatakan pihaknya masih akan mempelajari perkembangan tersebut, mengingat perkara Hasto masih dalam proses banding.
    “Kami pelajari terlebih dulu informasi tersebut. Sementara proses hukumnya juga masih berjalan, proses pengajuan banding,” kata Budi.
    Sebelum wacana pengampunan muncul, keduanya sudah lebih dulu divonis bersalah oleh pengadilan.
    Tom Lembong dijatuhi hukuman 4 tahun 6 bulan penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta, karena terbukti merugikan negara dalam perkara impor gula kristal mentah.
    Majelis hakim menyebut negara mengalami kerugian sebesar Rp 194,7 miliar akibat kebijakan Tom yang memberikan izin impor kepada perusahaan swasta, yang kemudian menjual gula dengan harga lebih mahal kepada BUMN PT PPI.
    Namun, hakim juga mempertimbangkan sejumlah hal meringankan.
    “Terdakwa tidak menikmati hasil tindak pidana korupsi yang dilakukan. Terdakwa bersikap sopan di persidangan, tidak mempersulit dalam persidangan,” kata hakim anggota Alfis Setiawan.
    Sementara itu, Hasto Kristiyanto divonis 3 tahun 6 bulan penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (25/7/2025), dalam perkara suap pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR Fraksi PDIP.
    “Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Hasto Kristiyanto dengan pidana penjara selama 3 tahun dan 6 bulan,” ujar Ketua Majelis Hakim Rios Rahmanto.
    Hasto juga dikenai denda sebesar Rp 250 juta, dengan ketentuan subsider 3 bulan kurungan apabila tidak dibayar.
    Vonis itu lebih ringan dari tuntutan jaksa KPK yang sebelumnya menuntut 7 tahun penjara.
    Hakim menyatakan Hasto terbukti menyuap Komisioner KPU Wahyu Setiawan sebesar Rp 400 juta.
    Namun, dakwaan jaksa bahwa Hasto merintangi penyidikan kasus Harun Masiku tidak terbukti menurut majelis hakim.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Babak Baru Kasus Tom Lembong dan Hasto: Habis Vonis, Terbitlah "Ampunan"
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        1 Agustus 2025

    8 Beda Abolisi dan Amnesti yang Diberikan Prabowo untuk Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto Nasional

    Beda Abolisi dan Amnesti yang Diberikan Prabowo untuk Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menyetujui permintaan pertimbangan Presiden
    Prabowo
    terkait pemberian
    abolisi
    terhadap
    Tom Lembong
    .
    “DPR RI telah memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap Surat Presiden Nomor R43/Pres072025 tanggal 30 Juli 2025 tentang permintaan pertimbangan DPR RI tentang pemberian abolisi terhadap Saudara Tom Lembong,” kata Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad di Kompleks Parlemen, Kamis (31/7/2025).
    Selain itu, Dasco mengumumkan bahwa DPR menyetujui pemberian
    amnesti
    untuk
    Hasto
    Kristiyanto.
    “Pemberian persetujuan dan pertimbangan atas Surat Presiden Nomor 42 Pres 07 27 25 tanggal 30 Juli 2025 tentang amnesti terhadap 1.116 orang yang telah terpidana, diberikan amnesti, termasuk saudara
    Hasto Kristiyanto
    ,” ujar Dasco.
    Abolisi dan amnesti
    sama-sama merupakan hak prerogatif Presiden dalam bidang hukum. Keduanya merupakan bentuk pengampunan yang diberikan Presiden. Hal itu diatur dalam Pasal 14 UUD 1945.
    Guru Besar Hukum Pidana dan juga pengajar PPS bidang studi Ilmu Hukum Universitas Indonesia (UI) Prof., Dr. Indriyanto Seno Adji mengatakan, abolisi atau amnesti diberikan setelah mempertimbangkan kesatuan dan kedaulatan negara.
    “Abolisi dan amnesti Ini biasa dilakukan bila masyarakat menilai hukum memiliki terstigma kriminalisasi politik dan hukum. Setiap era kekuasaan negara, pemberian
    abolisi dan amnesti
    pernah dilakukan di republik ini, antara lain juga bagi kepentingan kesatuan dan kedaulatan negara,” kata Indriyanto kepada
    Kompas.com
    , Kamis.
    Lalu, apa perbedaan antara kedua hak tersebut? Diberitakan
    Kompas.com
    pada 7 September 2022, abolisi bisa diartikan sebagai suatu keputusan untuk menghentikan pengusutan dan pemeriksaan suatu perkara saat pengadilan belum menjatuhkan putusan atau vonis.
    Dengan pemberian abolisi oleh Presiden, maka penuntutan terhadap orang atau kelompok orang yang menerima abolisi dihentikan dan ditiadakan.
    Kemudian, menurut Marwan dan Jimmy dalam Kamus Hukum Dictionary of Law Complete Edition (2009),
    abolisi adalah
    suatu hak untuk menghapus seluruh akibat dari penjatuhan putusan pengadilan atau menghapus tuntutan pidana seseorang serta melakukan penghentian apabila putusan tersebut telah dijalankan.
    Sementara itu, menurut Kamus Hukum (Marwan dan Jimmy: 2009), amnesti adalah pernyataan umum yang diterbitkan melalui atau dengan undang-undang tentang pencabutan semua akibat dari pemidanaan suatu perbuatan pidana tertentu atau satu kelompok perbuatan pidana.
    Dalam Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1954 tentang Amnesti dan Abolisi disebutkan bahwa akibat dari pemberian amnesti adalah semua akibat hukum pidana terhadap orang tersebut dihapuskan.
    Dengan diberikannya abolisi dan amnesti tersebut, Indriyanto mengatakan bahwa semua proses hukum terhadap Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto harus dihentikan.
    Kemudian, terhadap Hasto Kristiyanto dan Tom Lembong harus dilepaskan atau dibebaskan.
    Hanya saja, Indriyanto mengatakan, hal itu bisa dilakukan setelah Keputusan Presiden (Keppres) pemberian abolisi dan amnesti dikeluarkan.
    “Semua proses hukum baik yang pra ajudikasi, ajudikasi maupun pasca ajudikasi harus dinyatakan berhenti dan tentunya setelah ada Keppres para penerima abolisi atau amnesti dilepaskan dari proses hukumnya,” kata Indriyanto.
    Hal senada disampaikan pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar. Dia menyebutkan, Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto harus dibebaskan usai mendapat abolisi dan amnesti.
    “Harus dibebaskan,” kata Abdul Fickar kepada
    Kompas.com
    , Kamis.
    Menurut Fickar, Tom Lembong harus dibebaskan karena abolisi berarti menghentikan proses hukum yang sedang berjalan.
    Kemudian, Fickar menyebutkan, abolisi boleh diberikan meski status hukumnya belum inkracht atau berkekuatan hukum tetap.
    “Boleh (diberikan sebelum
    inkracht
    ), itu kewenangan kepala negara, mutlak dan konstitusional. Artinya, Presiden melihat kasusnya berlatar belakang politis,” ujarnya.
    Namun, Fickar mengatakan bahwa pemberian abolisi itu juga memiliki dampak kepada aparat penegak hukum. Dalam kasus Tom Lembong adalah Kejaksaan Agung (Kejagung).
    “Konsekuensinya, Presiden juga harus mengevaluasi kerja pimpinan Kejaksaan Agung,” kata Abdul Fickar.
    Diketahui, eks Menteri Perdagangan (Mendag) Tom Lembong tengah mengajukan banding atas vonis 4,5 tahun penjara dalam perkara korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) tahun 2015-2016.
    Sementara itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P Hasto Kristiyanto juga sedang dalam proses banding atas vonis 3,5 tahun dalam kasus suap terkait penetapan anggota legislatif periode 2019-2024 melalui mekanisme pergantian antarwaktu (PAW).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Peran Eks Direktur ESDM di Kasus Korupsi Tambang Batu Bara di Bengkulu

    Peran Eks Direktur ESDM di Kasus Korupsi Tambang Batu Bara di Bengkulu

    Jakarta

    Kejaksaan Tinggi Bengkulu menetapkan Mantan Direktur Teknik dan Lingkungan Kementerian ESDM Sunindyo Suryo Herdadi menjadi tersangka baru di kasus dugaan korupsi tambang batu bara. Ini perannya.

    “Dia pejabat sebagai selaku Kepala inspektur Tambang. Dia yang mengeluarkan izin ya, izin untuk reklamasi,” kata Kapuspenkum Kejaksaan Agung (Kejagung) Anang Supriatna kepada wartawan di kantor Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis (31/7/2025).

    Anang mengatakan penyidik telah menetapkan tersangka Sunindyo berdasarkan alat bukti yang ada. Saat ini Sunindyo ditahan di Rutan Salemba, Cabang Kejaksaan.

    “Yang jelas, penyidik telah menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka yang bersangkutan sebagai tersangka dengan alat-alat bukti yang ada,” ucapnya.

    Tersangka tersangkut kasus tersebut saat menduduki jabatan sebagai Mantan Direktur Teknik dan Lingkungan Kementerian selaku Kepala Inspektur Tambang periode April 2022 sampai dengan Juli tahun 2024.

    “Perkara ini sebelumnya sudah ditetapkan ada sebanyak 8 tersangka dan untuk hari ini berarti tambah 1, (jadi) 9 tersangka. Dengan total estimasi kerugian negara sekitar Rp 500 miliar,” ucapnya.

    Adapun sembilan tersangka dalam kasus ini ialah Komisaris Tunas Bara Jaya Bebby Hussy, General Manager PT Inti Bara Perdana Saskya Hussy, Direktur Utama Tunas Bara Jaya Julius Soh, Marketing PT Inti Bara Perdana Agusman, Direktur Tunas Bara Jaya Sutarman, Direktur PT Samban Mining Edhie Santosa, Kepala Cabang PT Sucofindo Bengkulu Iman Sumantri, Komisaris PT Samban Mining David Alexander Yuwono, dan Mantan Direktur Teknik dan Lingkungan Kementerian ESDM, Sunindyo Suryo Herdadi.

    Sebelumnya, Aswas sekaligus Ketua Tim Penyidik Kejati Bengkulu Andri Kurniawan mengatakan tersangka David Alexander diduga terlibat melakukan kongkalikong dengan PT Sucofindo cabang Bengkulu. Dia mengatakan manipulasi itu menyebabkan kerugian negara.

    “Untuk DA ini adalah satu komisaris, kebetulan yang bersangkutan secara aktif, terlibat di dalam proses penambangan batu bara yang kami juga menemukan kerugian keuangan negara,” ujar Andri.

    Dia mengatakan manipulasi diduga dilakukan untuk kualitas hingga data batu bara pada periode 2022-2023. Manipulasi diduga dilakukan agar perusahaan tak membayar royalti dan kewajiban lain terkait pertambangan batu bara kepada negara.

    “Menghindari pembayaran royalti dan juga ada beberapa kewajiban-kewajiban terhadap negara termasuk pajak dan segala macam,” ujarnya.

    (fca/fca)