Kementrian Lembaga: Kejaksaan

  • Terungkap, Alasan Polisi Coba Geledah Rumah Jampidsus Kejagung

    Terungkap, Alasan Polisi Coba Geledah Rumah Jampidsus Kejagung

    GELORA.CO –  Upaya penggeledahan dilakukan kepolisian Polda Metro Jaya di kediaman pribadi Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah di kawasan Jakarta Selatan (Jaksel), Jumat (1/8/2025) lalu. Ada apa dibalik upaya yang dikabarkan sempat berujung pengerahan aparat TNI tersebut?

    Pihak Kejaksaan Agung (Kejagung) mengiyakan terjadinya percobaan penggeledahan tersebut. Mereka menilai upaya penggeledahan tersebut tak sesuai dengan prosedur hukum acara.

    Seorang pejabat di Gedung Bundar Kejagung mengungkapkan pada Republika bahwa penggeledahan itu mengacu surat perintah terkait kasus penganiayaan dan penculikan. “Penggeledahan itu tidak benar maksud dan juga tujuannya. Karena dalam SPDP-nya itu disebutkan terkait kasus penganiayaan, dan disebutkan juga katanya ada kaitannya dengan penculikan,” ujar sumber tersebut kepada Republika, Senin (4/8/2025).

    “Kalau itu perkaranya soal penganiayaan, apa Jampidsus (Febrie) ikut melakukan penganiayaan? Kalau itu penculikan, apa Jampidsus juga melakukan penculikan?,” kata sumber itu. Sumber itu menceritakan, penjelasan penyidik kepolisian pada saat akan melakukan penggeledahan di rumah Jampidsus karena terkait dengan masalah keributan yang berujung pada penganiayaan yang dilakukan oleh seseorang berinisial F.

    Sementara perbuatan yang dilakukan F itu, menurut pihak Kejagung, tak ada hubungannya dengan Febrie selaku Jampidsus. Jampidsus Febrie, pun mengaku tak ada sangkut-pautnya dengan F. “Juga disebutkan soal obstruction of justice dalam kasus penganiayaan dan penculikan yang dilakukan Ferri (F) itu, kalau yang digeladah itu rumahnya Jampidsus, apa hubungannya? Kan nggak mungkin di rumah Jampidsus jadi tempat menyembunyikan pelaku penganiayaan itu. Pelakunya kan sudah ditahan juga sama mereka di sana (Polda Metro Jaya). Jadi apa alasannya geladah di rumah Jampidsus?,” ujar sumber tersebut.

    Karena alasan-alasan tersebut, upaya paksa penggeledahan yang dilakukan penyidik kepolisian ketika itu mendapat penolakan. Tetapi kata sumber itu menegaskan, penolakan tersebut bukan dilakukan oleh anggota-anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI). Melainkan mendapat penolakan sendiri dari Jampidsus Febrie sebagai pemilik kediaman.

    Penjelasan tersebut, pun menjawab soal pemberitaan di sejumlah media yang menyebutkan beberapa personel TNI yang ‘menyuruh pulang’ penyidik kepolisian dari kediaman Jampidsus Febrie saat hendak melakukan penggeledahan. Sumber Republika itu mengatakan, penjagaan personel TNI di rumah Jampidsus sudah lama dilakukan sejak skandal dugaan teror dan penguntitan oleh Densus 88 terhadap Febrie, pada Juli 2024 lalu.

    “Kalau adanya pengamanan anggota TNI itu, kan sudah dari lama. Itu kan setelah kasus penguntitan dulu, dan setelah itu ada juga MoU (kerja sama) antara Kejaksaan Agung (Kejagung) dengan TNI dalam melakukan pengamanan internal, dan pribadi terhadap pejabat-pejabat di kejaksaan,” kata pejabat tersebut.

    Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Anang Supriatna menambahkan, Jampidsus Febrie Adriansyah adalah salah-satu pejabat utama di Kejagung yang dalam beberapa tahun terakhir ini berhasil mengungkap korupsi-korupsi kelas kakap.

    Karena itu, kata Anang, pengamanan ketat terhadap Jampidsus Febrie oleh TNI berdasarkan kebutuhan yang maksimal. “Kebutulan kan memang Pak Febrie ini sebagai Jampidsus yang menangani perkara-perkara korupsi yang itu membutuhkan pengamanan maksimal,” ujar Anang.

    Diberitakan sebelumnya, penyidik dari Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya mendatangani rumah kediaman pribadi Jampidsus Febrie Adriansyah di Jalan Radio-1, Kebayoran Baru, di Jaksel, pada Jumat (1/8/2025). Kedatangan para penyidik kepolisian itu dengan tujuan melakukan penggeledahan. Disebutkan di beberapa pemberitaan penggeledahan di rumah Jampidsus Febrie itu terkait dengan kasus penganiayaan, dan penculikan yang dilakukan oleh seorang berinisial F. Pihak Polda Metro Jaya belum memberikan keterangan hingga berita ini dilansir.

    Sebelumnya, pada Mei 2024 lalu, Jampidsus juga sempat mengalami penguntitan. Dari informasi yang dihimpun Republika, satu anggota Densus 88 yang ditangkap terkait peristiwa itu, berinisial Bripda IM. Dia ditangkap di restoran Gontran Cherrier yang berada di Cipete, Jakarta Selatan (Jaksel), Sabtu (16/5/2024) lalu. 

    Bripda IM ditangkap oleh personel polisi militer (PM) yang melakukan pengawalan melekat terhadap aktivitas Febrie Adriansyah sebagai pejabat tinggi di Kejagung. Diketahui, aksi pengintaian itu dilakukan oleh enam anggota Densus 88 yang berasal dari Jawa Tengah (Jateng) dan Jawa Barat (Jabar).

    Namun, yang berhasil ditangkap dan diinterogasi hanya Bripda IM, sedangkan lima pengintai lainnya berhasil kabur. Saat Bripda IM diinterogasi di Gedung Kartika, Kejagung, terungkap adanya misi khusus bernama “Sikat Jampidsus”. Pada Senin (27/5/2024), Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo bertemu dengan Jaksa Agung ST Burhanuddin di Istana Presiden. Dari pertemuan tersebut, Jenderal Listyo Sigit mengatakan tak ada masalah dengan Kejagung.

    Pada akhir Mei itu juga, kelompok yang mengatasnamakan Koalisi Sipil Selamatkan Tambang (KSST) melaporkan Jampidsus Febrie ke KPK. KSST mengaku diri sebagai gabungan dari MAKI, Indonesian Police Watch (IPW), dan para praktisi hukum serta pegiat ekonomi. Selain melaporkan Jampidsus Febrie, kelompok tersebut juga turut melaporkan Kepala Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejakgung berinisial ST dan sejumlah pihak swasta bernama AH, BSS, dan YS dari pihak PT IUM.

    Koordinator KSST, Ronald, menerangkan, pelaporan tersebut terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi berupa penyalahgunaan wewenang dan persekongkolan jahat dalam pelaksanaan lelang saham PT Gunung Bara Utama (GBU). Perusahaan batu bara di Kalimantan Timur tersebut adalah aset sitaan Jampidsus Kejakgung sejak 2021 dari terpidana Heru Hidayat (HH) pada perkara inkrah korupsi Jiwasraya yang merugikan negara Rp 16,8 triliun.

    Buntut penguntitan kala itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) RI Marsekal TNI (Purn) Hadi Tjahjanto mengingatkan jajaran Polri dan Kejaksaan Agung fokus mengerjakan tugas pokok dan fungsinya masing-masing. “Saya pun sudah berbicara dengan kedua pimpinan ini dan tetap fokus pada pelaksanaan tugas sesuai dengan tugasnya masing-masing,” kata Hadi Tjahjanto menjawab pertanyaan wartawan saat dia ditemui pada sela-sela kegiatannya di Jakarta, Selasa (28/5/2024).

  • Terkuaknya Korupsi Skala Besar Sektor Pertahanan Ukraina

    Terkuaknya Korupsi Skala Besar Sektor Pertahanan Ukraina

    Jakarta

    Setelah memicu kontroversi sengit pembatasan kewenangan Biro Anti Korupsi Nasional (NABU) dan Kejaksaan Khusus Antrikorupsi (SAPO) Ukraina pada akhir Juli lalu, para penyidiknya berhasil mengungkap “skandal korupsi skala besar” di sektor pertahanan yakni “penggelapan anggaran sistematis” dana publik untuk militer, serta “penerimaan dan pemberian keuntungan secara ilegal dalam skala sangat besar.”

    Empat orang telah ditangkap terkait kasus ini, termasuk anggota parlemen Oleksiy Kuznetsov yang berasal dari Partai Sluha Narodu, atau partai “Pelayan Rakyat” dari Presiden Volodymyr Zelenskyy. Keanggotaan Kuznetsov sebagai anggota fraksi di parlemen untuk sementara ditangguhkan selama masa penyelidikan.

    Tudingan korupsi ini juga menyasar sejumlah pemimpin pemerintahan kota dan wilayah, anggota Garda Nasional Ukraina, dan manajer perusahaan alat utama sistem pertahanan.

    Para tersangka diduga telah menandatangani kontrak pembelian peralatan militer, termasuk suku cadang drone, dengan harga yang “di mark up” jauh lebih tinggi. Mereka diduga menerima suap sebesar 30 persen. Sejauh ini tidak ada informasi lebih lanjut terkait total kerugian anggaran negara.

    Zelenskyy: Tidak ada toleransi terhadap korupsi

    Presiden Zelenskyy menyatakan berterima kasih kepada otoritas antikorupsi atas kerja keras mereka. “Tidak ada toleransi terhadap korupsi, kerja sama tim yang jelas untuk mengungkap kasus suap ini, dan pada akhirnya, vonis yang adil,” tegas kepala negara Ukjraina itu. “Penting bagi para pejuang antikorupsi untuk bekerja secara independen,”imbuhnya. Undang-undang yang disahkan Kamis(31/7) lalu memperlengkapi otoritas dengan “semua perangkat yang diperlukan” untuk mengungkap kasus-kasus korupsi.

    Sebelumnya, pada 24 Juli lalu, Zelenskyy telah meneken UU anti korupsi yang membatasi kewenangan lembaga antikorupsi NABU dan SAPO dan menempatkan lembaga itu di bawah Kejaksaan Agung. Dengan itu, secara faktual otonomi kedua lembaga anti rasuah itu berakhir. Karena Jaksa Agung yang ditunjuk presiden dapat mengakses semua kasus korupsi yang diusut NABU, memberi instruksi kepada penyidik NABU, hingga memindahkan atau menghentikan kasus tanpa transparansi yang jelas.

    Kasus penyuapan dan penggelapan anggaran merupakan masalah serius yang meluas di Ukraina. Indeks korupsi Transparency International saat ini menempatkan Ukraina pada peringkat 105 dari 180 negara. Dana Barat yang dimaksudkan untuk mendukung Ukraina dalam perang melawan agresi Rusia berulang kali lenyap tanpa terlacak.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Jerman

    Editor: Agus Setiawan

    (ita/ita)

  • Ramai Isu Polisi Gagal Geledah Rumah Jampidsus karena Dijaga TNI, Ini Respons Kejagung

    Ramai Isu Polisi Gagal Geledah Rumah Jampidsus karena Dijaga TNI, Ini Respons Kejagung

    GELORA.CO – Media sosial diramaikan dengan adanya pemberitaan dari salah satu media yang menyebut bahwa ada upaya penggeledahan rumah Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah pada Kamis (31/7/2025) oleh kepolisian. Namun, upaya tersebut gagal lantaran ada banyaknya personel TNI yang berjaga.

    Kejaksaan Agung (Kejagung) hari ini memberikan respons terkait kabar adanya upaya penggeledahan kediaman Jampidsus Febrie Adriansyah oleh polisi. Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Anang Supriatna, mengatakan bahwa, Kejaksaan tidak menerima laporan terkait adanya penggeledahan tersebut.

    “Sumbernya dari mana? Sumbernya harus jelas. Sampai hari ini tidak ada,” katanya.

    Terkait adanya penebalan pengamanan personel TNI yang berjaga di rumah Jampidsus, Anang mengatakan bahwa hal tersebut merupakan bagian dari pengamanan biasa yang telah disepakati dalam nota kesepahaman antara TNI dan Kejagung.

    Bahkan, lanjut dia, pengamanan juga telah tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 66 Tahun 2025 tentang Pelindungan Negara terhadap Jaksa. Pada Pasal 4, diatur pemberian pelindungan negara kepada jaksa dan Kejaksaan oleh Polri dan TNI.

    “Pak Febrie ini, kan, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus yang menangani perkara-perkara korupsi. Anda tahu lah, pasti pengamanan dari dulu sudah ada di TNI,” ujarnya.

    Seorang pejabat di Gedung Bundar Kejagung mengungkapkan kepada Republika bahwa, penggeledahan itu mengacu surat perintah terkait kasus dugaan penganiayaan dan penculikan. “Penggeledahan itu tidak benar maksud dan juga tujuannya. Karena dalam SPDP-nya itu disebutkan terkait kasus penganiayaan, dan disebutkan juga katanya ada kaitannya dengan penculikan,” ujarnya, Senin.

    “Kalau itu perkaranya soal penganiayaan, apa Jampidsus (Febrie) ikut melakukan penganiayaan? Kalau itu penculikan, apa Jampidsus juga melakukan penculikan?,” kata sumber itu.

    Sumber itu menceritakan, penjelasan penyidik kepolisian pada saat akan melakukan penggeledahan di rumah Jampidsus karena terkait dengan masalah keributan yang berujung pada penganiayaan yang dilakukan oleh seseorang berinisial F. Sementara perbuatan yang dilakukan F itu, menurut pihak Kejagung, tak ada hubungannya dengan Febrie selaku Jampidsus.

    “Juga disebutkan soal obstruction of justice dalam kasus penganiayaan dan penculikan yang dilakukan Ferri (F) itu, kalau yang digeladah itu rumahnya Jampidsus, apa hubungannya? Kan nggak mungkin di rumah Jampidsus jadi tempat menyembunyikan pelaku penganiayaan itu. Pelakunya kan sudah ditahan juga sama mereka di sana (Polda Metro Jaya). Jadi apa alasannya geladah di rumah Jampidsus?” ujar sumber tersebut.

    Karena alasan-alasan tersebut, upaya paksa penggeledahan yang dilakukan penyidik kepolisian ketika itu mendapat penolakan. Tetapi kata sumber itu menegaskan, penolakan tersebut bukan dilakukan oleh anggota-anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI), melainkan mendapat penolakan dari Jampidsus Febrie sebagai pemilik kediaman.

  • 2
                    
                        Kata Silfester Matutina soal Bakal Dieksekusi Kejagung Terkait Kasus Fitnah Jusuf Kalla
                        Megapolitan

    2 Kata Silfester Matutina soal Bakal Dieksekusi Kejagung Terkait Kasus Fitnah Jusuf Kalla Megapolitan

    Kata Silfester Matutina soal Bakal Dieksekusi Kejagung Terkait Kasus Fitnah Jusuf Kalla
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua Umum Solidaritas Merah Putih (Solmet), Silfester Matutina, menjawab soal pernyataan Kejaksaan Agung (Kejagung) yang menyebut dirinya segera dieksekusi oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan (Jaksel) terkait kasus fitnah terhadap Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Indonesia, Jusuf Kalla.
    Pernyataan tersebut disampaikan Silfester usai menjalani pemeriksaan sebagai saksi terkait kasus tudingan ijazah palsu milik Presiden ke-7, Joko Widodo, di Polda Metro Jaya, Senin (4/8/2025).
    “Oh iya, nanti kita atur yang terbaiklah. Intinya gitu, enggak ada masalah,” kata Silfester saat ditemui di Polda Metro Jaya.
    Saat ditanya apakah Silfester siap menjalani eksekusi dari Kejari Jaksel berkait perkara itu, dia hanya menjawab singkat.
    “Enggak ada masalah. Intinya, kan saya sudah menjalankan proses itu. Nanti kita lihat lagi bagaimanakah prosesnya,” ucap dia.
    Usai menjalani pemeriksaan sebagai saksi di Polda Metro Jaya, relawan Jokowi itu mengaku tidak langsung bertolak ke Kejari Jaksel.
    “Oh enggak, belum ya. Nanti kita atur dulu,” tutur dia.
    Dalam kesempatan ini, rekan Silfester sekaligus Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perkumpulan Advokat Indonesia (Peradi), Ade Darmawan, mengonfirmasi bahwa Silfester belum menerima surat eksekusi dari Kejari Jaksel.
    Dilansir dari
    Tribunnews.com
    , Kejaksaan Agung (Kejagung) buka suara terkait belum ditahannya Silfester Matutina dalam kasus fitnah terhadap Jusuf Kalla, padahal sudah divonis sejak 2019 lalu.
    Solmet sendiri merupakan organisasi relawan Jokowi pada masa pemilu yang lalu.
    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Anang Supriatna, mengungkapkan Silfester bakal diperiksa oleh Kejari Jakarta Selatan, Senin (4/8/2025).
    Dia mengatakan, jika Silfester tidak memenuhi panggilan, dipastikan akan ditahan.
    “Informasi dari pihak Kejari Jakarta Selatan, diundang yang bersangkutan. Kalau enggak diundang ya silakan (dieksekusi atau ditahan). Harus dieksekusi,” katanya di Gedung Kejagung, Jakarta, Senin siang.
    Anang menegaskan, karena vonis telah inkrah, maka tidak ada alasan untuk tidak menahan Silfester.
    “Harus segera (ditahan) kan sudah inkrah. Kita nggak ada masalah semua,” ujarnya.
    Adapun Silfester dilaporkan kuasa hukum Jusuf Kalla ke Bareskrim Polri pada Mei 2017.
    Silfester dianggap melontarkan fitnah dan pencemaran nama baik terhadap Kalla atas orasinya. Namun, Silfester menganggap ucapannya itu tak bermaksud memfitnah Kalla.
    “Saya merasa tidak memfitnah JK, tapi adalah bentuk anak bangsa menyikapi masalah bangsa kita,” ujar Silfester kepada Kompas.com, Senin (29/5/2017).
    Dua tahun berselang atau pada 2019, Silfester divonis 1,5 tahun penjara atas kasus tersebut. Namun, sampai saat ini Silfester belum menjalani vonis hukumannya yang diterimanya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 8
                    
                        TNI Pastikan Pengamanan Rumah Jampidsus Tak Halangi Proses Hukum
                        Nasional

    8 TNI Pastikan Pengamanan Rumah Jampidsus Tak Halangi Proses Hukum Nasional

    TNI Pastikan Pengamanan Rumah Jampidsus Tak Halangi Proses Hukum
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Tentara Nasional Indonesia (TNI) memastikan bahwa keberadaan prajurit di kediaman pribadi Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah bukan dalam rangka menghalangi proses hukum.
    “Setiap pelibatan prajurit TNI dilakukan sesuai prosedur dan tidak dalam kapasitas menghalangi proses hukum,” kata Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen Kristomei Sianturi kepada
    Kompas.com
    , Senin (4/8/2025).
    Mayjen Kristomei menyatakan penempatan personel TNI di lingkungan Kejaksaan Agung (Kejagung), termasuk rumah pejabat Kejagung, merupakan bagian dari tugas pengamanan yang dilaksanakan berdasarkan aturan resmi negara.
    TNI, lanjut Kristomei, tetap menjunjung tinggi prinsip profesionalisme, netralitas, dan menjalin sinergi positif antar-lembaga, dalam koridor hukum yang berlaku.
    Keterlibatan prajurit TNI dalam pengamanan tersebut dilakukan secara prosedural, serta tidak dimaksudkan untuk menghambat kerja institusi penegak hukum mana pun.
    “TNI tetap menjunjung tinggi supremasi hukum dan menghormati tugas serta kewenangan institusi lain dalam kerangka hukum yang berlaku,” ungkap Kristomei.
    Ia mengatakan bahwa pengamanan terhadap pejabat Kejaksaan, termasuk Jampidsus, merupakan bagian dari pelaksanaan tugas berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 66 Tahun 2025 tentang Perlindungan Negara terhadap Jaksa dalam Melaksanakan Tugas dan Fungsi Kejaksaan Republik Indonesia.
    Selain itu, pelibatan prajurit TNI juga merujuk pada Nota Kesepahaman (MoU) antara TNI dan Kejaksaan Agung Nomor NK/6/IV/2023, yang hingga kini masih berlaku.
     
    Sebelumnya, beredar informasi bahwa Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya sempat berencana melakukan penggeledahan terhadap rumah Jampidsus Febrie Adriansyah di kawasan Jalan Radio I, Kramat Pela, Jakarta Selatan pada Kamis (31/7/2025) malam.
    Namun, aksi tersebut dikabarkan batal lantaran mendapat penjagaan dari personel TNI.
    Menanggapi kabar tersebut, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Anang Supriatna membantah adanya upaya penggeledahan terhadap rumah Febrie.
    Ia menyebut, tidak ada permintaan penggeledahan yang sampai ke pihaknya, dan informasi tersebut pun sudah dikonfirmasi langsung kepada Jampidsus Febrie.
    Anang menjelaskan, pengamanan oleh personel TNI di kediaman pejabat Kejagung merupakan bagian dari kerja sama resmi antara Kejaksaan Agung dan TNI.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kejagung Panggil Riza Chalid yang Ketiga Kalinya Hari Ini

    Kejagung Panggil Riza Chalid yang Ketiga Kalinya Hari Ini

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali memanggil tersangka Riza Chalid dalam perkara dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina-KKKS periode 2018-2023.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung RI, Anang Supriatna mengatakan agenda ini merupakan yang ketiga kalinya RiA Chalid dipanggil sebagai tersangka.

    “Terjadwal hari ini [pemanggilan Riza Chalid],” ujar Anang saat dikonfirmasi, Senin (4/8/2025).

    Namun demikian, Anang menyatakan sejauh ini pihaknya masih belum mendapatkan konfirmasi kehadiran dari saudagar minyak tersohor itu.

    “Masih belum terinfo,” pungkasnya.

    Diberitakan sebelumnya, korps Adhyaksa masih berfokus pada prosedur pemeriksaan sesuai aturan yang berlaku. Setelah itu, pihaknya berencana untuk melakukan upaya paksa terhadap Riza Chalid.

    Adapun, upaya paksa itu bisa berupa memasukkan Riza Chalid ke daftar pencarian orang (DPO) hingga penerbitan red notice dengan berkoordinasi ke interpol.

    Dalam catatan Bisnis, Riza Chalid juga tidak pernah menghadiri panggilan penyidik atau mangkir sebanyak empat kali. Perinciannya, tiga saat berstatus saksi, dan satu setelah ditetapkan sebagai tersangka.

  • Korupsi dan Pencucian Uang TaniHub Jangan Cuma Tiga Tersangka

    Korupsi dan Pencucian Uang TaniHub Jangan Cuma Tiga Tersangka

    GELORA.CO -Perkara dugaan korupsi dan pencucian uang pengelolaan dana investasi oleh PT Metra Digital Investama (MDI Ventures) dan PT BRI Ventures (BRI Ventures) ke PT Tani Group Indonesia (TaniHub) beserta afiliasinya diduga melibatkan banyak aktor.

    Penyidik diharapkan tidak berhenti pada penetapan tiga tersangka.

    “Sangat mungkin lebih dari tiga orang yang terlibat. Harus juga ditetapkan tersangka pihak internal Tanihub yang memanipulasi laporan keuangan sehingga bisa mengelabui MDI Ventures,” kata Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi kepada RMOL pagi ini, Senin 4 Agustus 2025.

    Sejauh ini Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka. Mereka adalah Direktur MDI Ventures Donald Wihardja, mantan Direktur Utama Tanihub Ivan Arie Sustiawan, dan mantan Direktur Tanihub Edison Tobing.

    Donald Wihardja sebagai Direktur MDI Ventures, anak perusahaan TelkomMetra yang bergerak di bidang modal ventura, diduga menyalahgunakanwewenang dengan menyetujui investasi secara melawan hukum kepada Tanihub.

    Sementara Ivan Arie Sustiawan dan Edison Tobing diduga memanipulasi data perusahaan demi mendapat investasi dari MDI dan BRI Ventures lalu menyalahgunakannya untuk kepentingan pribadi.

    Namun menurut Uchok langkah Kejaksaan belum cukup.

    Ia menduga investasi  25 juta dollar AS oleh MDI Ventures dan BRI Ventures ke TaniHub yang merupakan perusahaan startup di bidang pertanian merupakan modus korupsi berjamaah yang melibatkan banyak nama, khususnya kalangan profesional muda di sektor investasi dan teknologi.

    Uchok menyoroti pentingnya Kejaksaan menelusuri jejak Donald Wihardja sebelum bergabung di MDI Ventures, terutama saat menjabat sebagai Partner di Convergence Ventures, perusahaan yang kini berganti nama menjadi AC Ventures. 

    “Apalagi salah satu pendiri AC Ventures Pandu Sjahrir kini berada di posisi strategis di Danantara. Ini bisa menjadi pintu masuk untuk membongkar jaringan lebih besar,” katanya.

    Selain itu, perlu juga memeriksa Pamitra Wineka, co-founder dan mantan CEO Tanihub Pamitra yang dianggapnya tahu lebih dalam soal manuver keuangan dan manipulasi di internal perusahaan. 

    “Kejari jangan segan memeriksa mereka,” demikian kata Uchok Sky Khadafi.

  • Kesal ke Jokowi, Asli Jahat Banget

    Kesal ke Jokowi, Asli Jahat Banget

    GELORA.CO -Joko Widodo atau Jokowi jadi sasaran kekesalan dunia maya yang protes terhadap proses hukum yang sempat menjerat Thomas Trikasih Lembong. Warganet mengkel lantaran Jokowi membuat pengakuan saat Tom Lembong akan menerima abolisi dari presiden.

    Kamis pekan lalu, Jokowi sebagai presiden mengakui memerintahkan impor gula kepada Lembong saat menjabat sebagai Menteri Perdagangan. Jokowi menyampaikan bahwa seluruh kebijakan berasal dari presiden.

    Namun warganet gregetan Jokowi baru menyampaikan pengkuan setelah kasus dugaan korupsi impor gula selesai diperiksa Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Dalam putusannya majelis hakim menjatuhkan hukuman 4,5 tahun penjara meski dianggap tidak ada mensrea atau niat jahat, dan tidak ada penerimaan uang korupsi oleh Lembong.

    Warganet tambah gondok karena Jokowi tidak bersedia memberikan kesaksian di pengadilan padahal sudah diminta tim kuasa hukum Lembong.

    “Asli jahat banget nih orang. Tom Lembong udah dipenjara beberapa bulan minta dihadirkan di sidang dia nggak mau. Pas Tom Lembong mau dapat abolisi dia baru ngomong,” kesal @tonyAJ90616729 dikutip redaksi, Senin 4 Agustus 2025.

    Akun @ferizandra juga kesal. “Tom Lembong diperiksa sejak tahun 2023 sampai kemudian ditahan, diadili dan divonis penjara meskipun gak ada niat jahat. Selama itu Mulyono cuman diam, baru sekarang mengaku memberikan perintah impor gula. Jahat! tulisnya.

    “Cemen bisanya ngomong di media di persidangan nggak berani. Orang jahat nanti pasti kena karmanya, tinggal tunggu waktu saja. Tuanya sengsara akibat perilaku jahat,” timpal @andrieyans72 dengan emoji muntah.

    Warganet lain gregetan jika Kejaksaan Agung tidak memproses Jokowi secara hukum. “@KejaksaanRI nih pak pengakuan langsung dari si pemberi perintah,” tulis @evi_sufiani.

    “Dua alat bukti sudah cukup jerat Mulyono: pengakuan dia dan para saksi (minimal dua saksi). Pasal 184 KUHAP,” sahut @HermanBudiSant4. “Artinya, yang harus dihukum adalah Mulyono,” tambahnya.

  • Gubernur Kalsel Tegaskan Komitmen Sukseskan Swasembada Pangan Nasional – Page 3

    Gubernur Kalsel Tegaskan Komitmen Sukseskan Swasembada Pangan Nasional – Page 3

    “Hari ini kami bersama Forkopimda dan Kepala Dinas Pertanian Kalsel terkait kegiatan Konstruksi Cetak Sawah TA 2025. Rencana bersama Pak Menteri Pertanian di Kalsel akan mencetak 30.000 hektare,” sampai Gubernur Kalsel, H. Muhidin.

    Saat ini, Gubernur H. Muhidin menerangkan bahwa telah tercetak sawah sebesar 14.500 hektare di Bumi Lambung Mangkurat. Orang nomor satu di Kalsel itu menargetkan akan selesai pada Tahun 2025.

    Ia mengaku optimis dalam melaksanakan cetak sawah dengan target yang ditentukan tersebut. Ke depan, dirinya berharap adanya program ini dapat meningkatkan perekonomian warga, serta mendukung swasembada pangan di Indonesia.

    Sementara itu, Menteri Pertanian RI, Andi Amran Sulaiman menyampaikan bahwa masih ada target 3 bulan ke depan dalam menyelesaikan program cetak sawah, demi mewujudkan Swasembada Pangan di Indonesia. Dia menegaskan, apabila pemerintah daerah dalam melaksanakan atau mengeksekusi cetak sawah dengan tidak tepat, maka akan menjadi masalah kemudian hari.

    “Apabila tidak dieksekusi dengan baik, ini akan terjadi lagi di tahun depan. Sehingga kita diminta menjaga ketat, Pak Presiden Prabowo kembali bertanya ke kami dan bagaimana prediksi cetak sawah. Jantung saya juga berdebar, dengan melihat bapak-ibu hadir semua di sini maka mungkin sudah terjawab pertanyaan Pak Presiden tadi,” ungkap Mentan.

    Ia mengungkapkan bahwa jangan sampai ada kelaparan di negara ini, seperti yang dicontohkan di Jepang kini mulai darurat pangan. Di Negeri Sakura itu, menurutnya harga beras telah melonjak tinggi sehingga pasokan pangan menjadi perhatian serius oleh pemerintahnya sekarang.

    “Dan jangan sampai ada kelaparan di Republik Indonesia ini. Apapun kami lakukan, dan terima kasih dari jajaran pihak TNI/Polri serta kejaksaan yang turut andil dalam menyukseskan program ini,” ungkap

    Seusai kegiatan, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Kalimantan Selatan, H. Syamsir Rahman menyebut kehadiran Gubernur Kalsel H. Muhidin adalah gubernur satu-satunya di Indonesia yang hadir langsung ke acara kontruksi cetak sawah tersebut. Dengan begitu, dia mengucapkan terima kasih atas dukungan selama ini untuk kemajuan Banua dalam bidang pertanian.

    “Sungguh luar biasa untuk mensupport kegiatan ini, dan akan diberikan tambahan nanti peralatan di Kalsel. Dengan target kita 30 ribu hektare, SID (Survei, Investigasi, dan Desain) kita tersedia 20 ribu dan kemudian, kita kontrakan sebanyak 14.500 hektare. Dipertengahan Agustus nanti kita selesaikan semua,” ungkap Syamsir.

    Ia berkat dukungan Gubernur Kalsel dan jajaran Forkopimda Kalsel yang selalu solid dalam memajukan Banua. Bahkan, menurutnya diakui langsung oleh Menteri Pertanian RI.

    “Mudahan-mudahan di Kalsel menjadi lumbung pangan di Indonesia. Dan menjadikan prestasi yang membanggakan, karena saat ini kondisi pangan kita diperlukan sekali,” tutupnya.

  • Anak Usaha Astra Buka-bukaan soal Dugaan Kasus Korupsi Tol MBZ

    Anak Usaha Astra Buka-bukaan soal Dugaan Kasus Korupsi Tol MBZ

    Jakarta

    Anak usaha Astra Grup, PT Acset Indonusa Tbk (ACST), tersandung dugaan kasus korupsi proyek pembangunan Tol Jakarta-Cikampek (Japek) II Elevated Ruas Cikunir-Karawang Barat atau jalan Tol Layang MBZ. Acset berstatus sebagai tersangka korporasi atas dugaan kasus korupsi ini.

    Manajemen Acset Indonusa mengaku telah menerima surat penetapan tersangka korporasi dari Kejaksaan Agung (Kejagung) pada 3 Juni 2025. Acset juga berkomitmen untuk mengikuti proses hukum yang tengah berlangsung.

    Manajemen Acset Indonusa menjelaskan kronologi pembangunan proyek dan dugaan korupsi tersebut. Pada Desember 2016, PT Jasamarga Jalanlayang Cikampek (JJC) mengumumkan pelelangan terbatas untuk pelaksanaan Proyek Pembangunan Japek.

    Acset Indonusa bekerja sama dengan PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT) membentuk kerja sama operasi, yaitu Waskita-Acset KSO untuk mengikuti proses tender Proyek Pembangunan Japek. Dalam kerja sama ini, Waskita ditetapkan sebagai ketua KSO.

    Melalui surat tanggal 8 Februari 2017 perihal Pengumuman Pemenang dan surat tanggal 16 Februari 2017 perihal Surat Penunjukan Penyedia Jasa, JJC menyampaikan kontraktor pelaksana untuk Proyek Pembangunan Japek adalah Waskita-Acset KSO. Kemudian, Proyek Pembangunan Japek mulai dikerjakan oleh Waskita-Acset KSO pada 27 Maret 2017 dan rampung pada Februari 2020.

    “Sepanjang yang Perseroan ketahui melalui pemberitaan media massa, pada tahun 2023 dan 2024, pengadilan menjatuhkan putusan pidana korupsi terhadap perorangan dari PT JJC, PT Bukaka Teknik Utama Tbk, PT Jasa Marga (Persero), PT LAPI Ganeshatama Consulting dan Waskita terkait Proyek Pembangunan Japek,” terang Manajemen Acset Indonusa, dikutip dari keterbukaan informasi BEI, Minggu (3/8/2025).

    Kemudian pada tanggal 3 Juni 2025, Acset Indonusa menerima surat pemberitahuan dari Kejagung, yang berisi penetapan tersangka korporasi atas dugaan tindak pidana korupsi dalam Proyek Pembangunan Japek. Saat ini, proses hukum tersebut masih berjalan sesuai prosedur.

    Meski begitu, Acset Indonusa tak menjelaskan banyak terkait dampak material dan hukum atas kasus tersebut. Begitu juga dampak penetapan tersangka korporasi terhadap pergerakan harga saham perseroan.

    “Kami belum dapat berkomentar lebih lanjut, mengingat proses penyidikan masih berlangsung, namun demikian Perseroan berkomitmen untuk senantiasa bersikap kooperatif pada setiap proses hukum yang sedang berlangsung,” jelasnya.

    Lihat juga Video: Dono Parwoto Divonis 5 Tahun Penjara di Kasus Proyek Tol Layang MBZ

    (kil/kil)