Kementrian Lembaga: Kejaksaan

  • Kejagung Dalami Kaitan Investasi Google di Kasus Chromebook

    Kejagung Dalami Kaitan Investasi Google di Kasus Chromebook

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) masih mendalami soal kaitan investasi Google dengan kasus dugaan korupsi Chromebook di Kemendikbudristek periode 2019-2022.

    Hal tersebut disampaikan langsung oleh Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung RI, Nurcahyo Jungkung Madyo. “Saya sampaikan itu salah satu yang nantinya masih akan kita dalami,” ujar Nurcahyo di Kejagung, dikutip Sabtu (6/9/2025).

    Hanya saja, dia enggan menjelaskan lebih detail terkait dengan investasi Google tersebut, termasuk juga kedekatan Google dengan Nadiem Makarim. Pasalnya, Nurcahyo mengatakan bahwa hal tersebut sudah masuk dalam materi penyidikan. Oleh sebab itu, dirinya belum bisa menjelaskan lebih detail.”Tentunya hal-hal terkait dengan penyidikan ini belum dapat kami sampaikan karena masih dalam penyidikan,” pungkasnya.

    Dalam perkara ini, Nadiem disebut telah melakukan pertemuan dengan Google. Tak sekali, Nadiem disebut telah bertemu beberapa kali dengan Google hingga akhirnya muncul kesepakatan. Adapun kesepakatan itu berkaitan dengan produk dari Google yaitu ChromeOS dan Chrome Devices Management (CDM), yang akan dibuat proyek pengadaan alat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di Kemendikbudristek.

    Di samping itu, Nadiem juga telah merespons surat dari Google agar ikut berpartisipasi dalam pengadaan TIK. Padahal, surat Google itu sebelumnya telah ditolak oleh Mendikbud sebelumnya yakni Muhadjir Effendy. Pada era Menteri Muhadjir, Chromebook dinilai telah gagal karena penggunaannya kurang optimal jika digunakan di daerah terluar, tertinggal dan terdepan alias 3T.

  • Hotman Mohon Bantuan Prabowo di Kasus Korupsi Jerat Nadiem, Ini Kata Kejagung

    Hotman Mohon Bantuan Prabowo di Kasus Korupsi Jerat Nadiem, Ini Kata Kejagung

    Jakarta

    Pengacara mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim, Hotman Paris, sempat memohon kepada Presiden Prabowo Subianto agar memanggil Kejaksaan Agung (Kejagung) dan meminta kasus Nadiem digelar perkaranya di Istana. Bagaimana tanggapan Kejagung?

    Kapuspenkum Kejagung Anang Supriatna tak banyak berkomentar mengenai permintaan Hotman itu. Dia hanya mengatakan bahwa proses penyidikan akan terus berjalan sesuai ketentuan.

    “Perkara ini sedang dalam tahap penyidikan. Biarkan aja berjalan sesuai ketentuan dan kita menghormati asas praduga tak bersalah terhadap yang bersangkutan,” ucap Anang, Sabtu (6/9/2025).

    Menurut Anang, penyidik akan mendalami semua pihak yang terlibat dalam perkara itu. Secara bersamaan kebenaran juga akan terungkap.

    “Biar penyidik mendalami untuk mengungkap semua fakta hukum dan pihak pihak yang terlibat nantinya,” tutur Anang.

    Melalui akun Instagram-nya, Hotman Paris menyebut kliennya tidak melakukan korupsi dalam kasus tersebut. Hotman sudah mengizinkan pernyataannya dikutip.

    “Seluruh rakyat Indonesia ingin agar bener-bener hukum ditegakkan dan inilah saatnya saya akan membuktikan bahwa Nadiem Makarim tidak melakukan tindak pidana korupsi, tapi kenapa dia ditahan?” kata Hotman, Sabtu (5/9/2025).

    Hotman sebelumnya ‘mencolek’ Presiden Prabowo Subianto agar memanggil Kejaksaan Agung dan meminta kasus Nadiem digelar perkaranya di Istana. Dia akan membuktikan bahwa Nadiem tidak melakukan perbuatan korupsi.

    “Bapak Prabowo, Presiden Republik Indonesia, kalau memang Bapak benar-benar mau menegakkan keadilan, tolong panggil Kejaksaan dan panggil saya sebagai kuasa hukum dari Nadiem Makarim, gelar perkaranya di Istana dan saya akan buktikan: Satu, Nadiem Makarim tidak menerima uang satu sen pun. Dua, tidak ada markup dalam pengadaan laptop. Tiga, tidak ada yang diperkaya,” ucap Hotman.

    “Sekali lagi, saya hanya membutuhkan 10 menit untuk membuktikan itu di depan Bapak Prabowo, yang pernah jadi klien saya 25 tahun,” tambahnya.

    Dihubungi terpisah, Kepala Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi merespons pernyataan dari Hotman Paris tersebut. Hasan menegaskan pemerintah tidak akan mengintervensi proses hukum.

    “Kita serahkan saja kepada penegak hukum ya. Pemerintah tidak intervensi proses hukum,” ujar Hasan.

    Nadiem Jadi Tersangka

    Seperti diketahui, Nadiem Makarim ditetapkan tersangka dengan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

    Sebelumnya Nadiem telah dua kali diperiksa dalam kasus tersebut. Nadiem diperiksa pertama kalinya pada Senin (23/6), yang berlangsung sekitar 12 jam. Kemudian, Nadiem kembali diperiksa pada Selasa (15/7) selama sekitar 9 jam.

    Kemudian pada Kamis (4/9), merupakan pemeriksaan ketiga Nadiem. Nadiem juga sudah dicegah ke luar negeri selama 6 bulan ke depan sejak 19 Juni 2025.

    Kejagung sudah menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan korupsi pada Kemendikbudristek dalam program digitalisasi pendidikan periode tahun 2019-2022. Kasus ini diduga menyebabkan kerugian negara Rp 1,98 triliun.

    Kelima orang tersangka yakni:

    1. Direktur Sekolah Dasar Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah tahun 2020-2021, Sri Wahyuningsih (SW);
    2. Direktur SMP Kemendikbudristek 2020, Mulyatsyah (MUL);
    3. Staf khusus Mendikbudristek Bidang Pemerintahan era Mendikbudristek Nadiem Makarim, Jurist Tan (JT/JS);
    4. Konsultan Perorangan Rancangan Perbaikan Infrastruktur Teknologi Manajemen Sumber Daya Sekolah pada Kemendikbudristek, Ibrahim Arief(IBAM);
    5. Mendikbudristek 2019-2024, Nadiem Anwar Makarim (NAM).

    Halaman 2 dari 2

    (ond/fca)

  • 6 Respons Mulai Pembelaan, Kuasa Hukum hingga Kejagung Usai Nadiem Makarim Ditetapkan Tersangka – Page 3

    6 Respons Mulai Pembelaan, Kuasa Hukum hingga Kejagung Usai Nadiem Makarim Ditetapkan Tersangka – Page 3

    Kejaksaan Agung menetapkan mantan Menteri Pendidikan, Nadiem Makarim, sebagai tersangka dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook. Nadiem langsung ditahan usai menjalani pemeriksaan pada Kamis (4/9/2025) kemarin.

    Kuasa hukum Nadiem Makariem, Hotman Paris, sangat yakin nasib kliennya sama dengan yang menimpa Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong.

    “Oke, satu tidak ada kasus. Kasus Nadiem, nasib Nadiem sama dengan nasib Lembong,” tutur Hotman Paris kepada wartawan, dikutip Jumat 5 September 2025.

    Hotman sangat yakin tidak ada satu sen uang yang masuk dari siapapun ke kantong Nadiem Makarim terkait pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbudristek.

    “Tidak ada satu Rupiah pun jaksa menemukan ada uang masuk ke kantongnya Nadiem. Sama persis dengan kasus Lembong. Tidak ada uang. Lembong tidak pernah terima uang,” terang Hotman.

    Kemudian soal investasi Google di tahun yang sama dengan proyek pengadaan laptop, kata Hotman, bahwa sebelumnya raksasa teknologi itu sudah empat kali menyuntik dana ke Gojek dengan harga pasar.

    “Google itu kan perusahaan internasional, perusahaan raksasa dunia. Jadi tidak ada kaitan sama sekali,” ungkapnya.

    Sementara soal pengadaan laptop yang hasil penjualannya masuk ke pihak vendor dengan harga resmi e-katalog, Hotman menegaskan, tidak ada aliran dana yang masuk dan menguntungkan Nadiem Makarim.

    “E-katalog yang dikelola oleh pemerintah. Kemudian oleh Google dikasih pelatihan ke vendor. Yang terima adalah vendor untuk pelatihan. Yang dikasih bukan uang. Berupa tenaga ahli dilatih untuk menggunakan sistemnya itu,” kata Hotman.

    Dia sangat yakin kliennya tidak mendapatkan uang sepeser pun dari Google. Dia juga memastikan harga Chromebook lebih murah dari laptop lain saat itu, tetapi sistemnya diklaim cukup mumpuni.

    “Vendor tidak pernah ngasih uang ke Nadiem, Google pun tidak pernah. Jadi tidak ada sama sekali. Dan itu waktu itu musim corona. Sehingga memang sistemnya Google itu sangat cocok. Jadi korupsinya memperkaya siapa? Harganya Chromebook itu lebih murah dari laptop lain waktu itu sistemnya. Tidak ada yang diperkaya siapapun,” terang Hotman.

    Hotman menyebut, Nadiem Makarim tidak menerima keuntungan atau pun aliran dana dalam proyek pengadaan laptop Chromebook.

    “Coba tanya, tanya saja ke jaksa ada tidak lima perak pun si Nadiem terima uang? Entah dari siapa pun. Tidak ada,” tutur Hotman Paris.

    Sikap Kejagung yang tidak mengulas lebih jauh dugaan masuknya dana korupsi ke kantong Nadiem pun dinilai Hotman sebagai kejanggalan.

    Selain memang tidak ada keterlibatan, kata dia, jaksa juga seolah dengan sengaja mencari momen penetapan kliennya sebagai tersangka.

    “Ya memang enggak ada. Tidak ada, makanya kan ini sudah lama. Sudah hampir sebulan dianggurkan. Tiba-tiba diperiksa lagi. Ini tampaknya ini harus cari momen, harus ada harus heboh, harus ada penangkapan baru tindak pidana korupsi. Seolah-olah begitu,” ucap Hotman.

    Hotman menegaskan, pemilihan Chromebook saat itu lantaran dari segi pembiayaan jauh lebih murah dibanding spesifikasi laptop dengan sistem operasi Windows. Bahkan, kata dia, penetapan harga pun dilakukan secara resmi lewat e-katalog, dengan mengacu pada harga pasar.

    “Dan itu harganya semua ada di e-katalog terbuka. Yang menerima uangnya kan bukan Google, tapi vendor Indonesia yang menjual laptop itu,” papar Hotman.

     

  • Staf Nadiem Buronan, Ini Sosok-Perannya di Kasus Pengadaan Chromebook

    Staf Nadiem Buronan, Ini Sosok-Perannya di Kasus Pengadaan Chromebook

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menetapkan Jurist Tan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi di Kementerian Pendidikan, Budaya, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Kasus tersebut terkait pengadaan laptop berbasis ChromeOS, dan diperkirakan kerugian negara mencapai Rp 1,98 triliun.

    Dilansir detiknews, Kapuspenkum Kejagung Anang Supriatna menyebut Jurist Tan telah menjadi buron dan sudah dicegah bepergian ke luar negeri. Pihak Polri pun telah meneruskan permohonan red notice ke kantor pusat Interpol di Lyon, Prancis. Kini Polri menunggu penerbitan red notice oleh Interpol.

    Jurist sendiri merupakan Staf Khusus Nadiem Makarim saat menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Budaya, Riset, dan Teknologi. Namun keterlibatan dalam kasus ini sudah dilakukan jauh sebelum Nadiem masuk kabinet.

    Kejaksaan Agung menjelaskan dia bersama Nadiem Makarim dan Fiona Handayani yang juga Staf Khusus Menteri membuat grup WhatsApp pada Agustus 2019. Grup bernama Mas Menteri Core Team itu membahas soal rencana pengadaan program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek saat Nadiem diangkat menjadi menteri.

    Usai Nadiem diangkat menjadi menteri pada Oktober 2019, Jurist mewakilinya bertemu dengan YK dari Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK). Pertemuan itu membahas teknis pengadaan TIK menggunakan ChromeOS.

    Kejagung juga mengatakan Jurist menghubungi YK dan Ibrahim Arief (IBAM), yang kemudian juga menjadi tersangka dalam kasus ini. Dia dibuatkan kontrak kerja sebagai pekerja PSPK yang bertugas menjadi konsultan teknologi di Warung Teknologi di Kemendikbudristek, tugasnya membantu pengadaan TIK dengan ChromeOS.

    Selain itu Jurist dan Fiona juga meminta pengadaan TIK dengan ChromeOS kepada Ibrahim dan dua orang lainnya yakni Direktur Sekolah Dasar Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah 2020-2021 bernama Sri Wahyuningsih (SW) serta Mulatsyah atau MUL selaku Direktur SMP pada Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah. Padahal Kejagung mencatat Staf Khusus tidak memiliki wewenang dan tuga saat perencanaan dan pengadaan barang/jasa.

    Baik SW dan MUL juga telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung dalam kasus ini.

    Jurist juga diketahui bertemu dengan pihak Google mewakili Nadiem yang sudah bertemu sebelumnya. Dia membicarakan teknis pengadaan TIK yang menggunakan ChromeOS, termasuk co-investment 30% dari pihak perusahaan untuk kemendikbudristek.

    Informasi tersebut telah disampaikan JT dalam rapat-rapat dengan pihak kementerian. Pada 6 Mei 2020, dia disebut pula hadir dalam pertemuan yang dipimpin Nadiem.

    Dalam pertemuan tersebut, Nadiem memerintahkan penggunaan ChromeOS untuk pengadaan 2020-2022 dari Google. Padahal menurut Kejagung, pengadaan belum dilaksanakan.

    Nadiem Makarim sendiri dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

    Jurist Tidak di Indonesia

    Dalam pengumuman tersangka yang dilakukan Selasa malam (15/7/2025), Kejagung hanya menyebutkan MUL dan SW dilakukan penahanan rutan sementara IBAM menjadi tahanan kota.

    Pihak Kejagung mengatakan Jurist tidak berada di Indonesia. Dia sudah berulang kali dipanggil untuk pemeriksaan namun tidak memenuhinya.

    “Yang kita tahu satu orang JT, yang bersangkutan tidak ada di Indonesia dan sudah beberapa kali dipanggil dalam kapasitas sebagai sanksi tidak mengindahkan,” kata Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar dalam konferensi pers di kantor Kejagung, Selasa Malam (16/7/2025).

    Pihak Kejagung juga menyatakan Jurist sudah masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). “Kami sudah melakukan DPO tentu kami bekerja sama dengan pihak terkait agar yang bersangkutan bisa hadir tanah air,” kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar dalam kesempatan yang sama.

    Terpisah, Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas) Agus Andrianto mengatakan paspor Jurist Tan sudah dicabut sejak 4 Agustus 2025 sesuai permintaan Kejagung.

    “Sejak tanggal 4 Agustus (paspor Jurist Tan telah dicabut) sesuai permintaan Kejagung RI,” ujar Agus, Rabu (13/8/2025), dikutip dari detiknews.

    (dce)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Blak-blakan Eks Gubernur Lampung Arinal Djunaidi Usai 15 Jam Diperiksa Kejati Soal Dana PI Rp 266 Miliar

    Blak-blakan Eks Gubernur Lampung Arinal Djunaidi Usai 15 Jam Diperiksa Kejati Soal Dana PI Rp 266 Miliar

    Di kesempatan yang sama, Arinal mengaku tidak mengetahui rumahnya digeledah dan sejumlah barang disita Kejati

    “Aset apa? Nggak ada, nggak ada, nggak ada,” tegas Arinal.

    Mantan orang nomor satu di Lampung itu juga pede tidak akan lagi dimintai keterangan terkait perkara tersebut.

    “Nggak lagi,” katanya singkat sebelum meninggalkan Kantor Kejati Lampung dengan mobil pribadinya.

    Sebelumnya, penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung menggeledah rumah mantan Gubernur Lampung, Arinal Djunaidi di Jalan Sultan Agung No. 50, Kelurahan Sepang Jaya, Kecamatan Kedaton, Bandar Lampung, Rabu (3/9). Dari lokasi itu, penyidik mengamankan sejumlah aset bernilai fantastis.

    “Pengamanan aset yang dilakukan antara lain 7 unit mobil, logam mulia seberat 645 gram senilai Rp1,29 miliar, uang tunai Rp 1,35 miliar dalam bentuk rupiah dan mata uang asing, deposito di beberapa bank Rp 4,4 miliar, serta 29 sertifikat tanah dengan estimasi nilai Rp 28 miliar. Total nilai aset yang diamankan mencapai Rp 38,5 miliar,” kata Armen

  • Top 3 News: Curahan Hati Bripka Rohmad Pecahkan Keheningan Ruang Sidang – Page 3

    Top 3 News: Curahan Hati Bripka Rohmad Pecahkan Keheningan Ruang Sidang – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Bripka Rohmad berdiri tegap dengan seragam cokelatnya, baret biru menempel di kepala. Sejenak ia hanya diam, mendengar amar putusan yang dibacakan Ketua Sidang Kode Etik Polri Kombes Heri Setiawan di ruang TNCC, Kamis, 4 September 2025. Itulah top 3 news hari ini.

    Suasana ruangan mendadak berubah ketika Ketua Sidang Kode Etik Polri, Kombes Heri Setiawan, mempersilahkan Bripka Rohmad berbicara. Rohmad menggenggam mikrofon erat, menarik napas panjang, lalu mulai bicara.

    Kata-katanya mengalir perlahan. Tentang 28 tahun berdinas yang tak pernah sekali pun menjalani sidang disiplin. Tentang seorang istri dan dua anak. Tentang hidup yang hanya bertumpu pada gaji Polri.

    Sementara itu, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan mantan Menteri Pendidikan Nadiem Makarim sebagai tersangka dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook. Nadiem langsung ditahan usai menjalani pemeriksaan pada Kamis 4 September 2025.

    Kuasa hukum Nadiem Makariem, Hotman Paris, sangat yakin nasib kliennya sama dengan yang menimpa Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong.

    Berita terpopuler lainnya di kanal News Liputan6.com adalah terkait Tentara Nasional Indonesia (TNI) menegaskan kabar yang menyebut anggota Badan Intelijen Strategis atau BAIS TNI ditangkap Brimob Polri saat demo ricuh beberapa waktu lalu adalah tidak benar.

    TNI menyebut informasi yang beredar di media sosial tersebut merupakan hoaks yang berpotensi mengadu domba dua institusi negara. Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Brigjen Freddy Ardianzah mengakui foto yang beredar memang benar menampilkan anggota BAIS.

    Dia pun mengungkap inisial prajurit tersebut yaitu Mayor SS. Namun demikian, Freddy membantah keras narasi yang menyebut Mayor SS provokator.

    Berikut deretan berita terpopuler di kanal News Liputan6.com sepanjang Jumat 5 September 2025:

    Bripka Rohmat anggota Brimob sekaligus sopir kendaraan taktis yang menabrak pengemudi ojek online hingga tewas diberi sanksi penurunan jabatan (demosi) selama 7 tahun di Sidang Komisi Kode Etik Polri.

  • Guru di Bali Tunjukkan Chromebook Bantuan Era Nadiem Makarim yang Masih Dipakai di Sekolahnya
                
                    
                        
                            Denpasar
                        
                        6 September 2025

    Guru di Bali Tunjukkan Chromebook Bantuan Era Nadiem Makarim yang Masih Dipakai di Sekolahnya Denpasar 6 September 2025

    Guru di Bali Tunjukkan Chromebook Bantuan Era Nadiem Makarim yang Masih Dipakai di Sekolahnya
    Editor
    MANGUPURA, KOMPAS.com
    – Usai Nadiem Makarim jadi tersangka korupsi, laptop Chromebook pun jadi atensi publik. Namun, ternyata di Badung masih dipakai.
    Bantuan laptop berbasis Chromebook yang sebelumnya diberikan mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim untuk di Kabupaten Badung sampai saat ini masih ada yang menggunakannya.
    Salah satu sekolah yang masih memanfaatkan Chromebook itu adalah Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri di Abiansemal, Badung, Bali.
    Sekolah yang baru dibangun di eks pasar Latu itu pun masih memanfaatkan Chromebook dan masih disimpan di ruang Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).
    Penggunaan Chromebook sendiri hanya digunakan di sekolah, mengingat membutuhkan layanan internet.
    Guru TIK SMPN 5 Abiansemal, I Ketut Bayu Agus Candra Kamajaya, mengakui bahwa SMPN 5 Abiansemal mendapat bantuan Chromebook dari Menteri Pendidikan pada tahun 2022.
    Jumlah Chromebook yang diterima pun sebanyak 15 unit dan sampai saat ini masih digunakan.
    “Kami di SMP 5 Abiansemal mendapat bantuan 15 Chromebook, dan sampai saat ini masih bisa digunakan,” ujar Bayu saat ditemui beberapa hari lalu.
    Kendati demikian, Chromebook yang didapat memang disimpan di ruangan TIK dan digunakan saat pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia dan TIK.
    Belasan Chromebook yang dimiliki pun disimpan dengan baik, bahkan masih terdapat dusnya.
    “Sebelum libur kemarin, semuanya masih bisa digunakan. Sekarang sudah kami simpan di dusnya,” jelasnya.
    Dia pun mengakui bahwa penggunaan Chromebook jauh berbeda dari laptop pada umumnya karena Chromebook harus menggunakan internet.
    “Jadi kalau tidak ada internet, tidak bisa dioperasikan. Mengingat Chromebook itu hanya menggunakan Google, beda dengan laptop yang menggunakan Windows. Meski tidak ada internet, kita bisa gunakan melalui Microsoft-nya,” beber Bayu.
    Sejauh ini, katanya, banyak guru ataupun siswa yang menggunakan, termasuk para anggota OSIS.
    Hanya saja, saat baru dinyalakan, Chromebook tersebut membutuhkan akun.
    “Jadi pada Chromebook ini tidak bisa membuka sistem yang lain, selain yang diberikan dari pemerintah pusat. Aplikasinya pun sudah langsung
    update
    sendiri karena sudah langsung mendapatkan internet,” ucapnya.
    Selain menerima Chromebook, SMP 5 Abiansemal juga menerima Connector VHD, Router 2B4G, dan proyektor Epson EB-E01.
    Seperti diketahui, Nadiem Makarim resmi ditetapkan tersangka oleh Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) Kamis 4 September 2025.
    Eks Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) ini menjadi tersangka kasus korupsi pengadaan laptop berbasis sistem operasi Chromebook.
    Artikel ini telah tayang di Tribun-Bali.com dengan judul
    TERSANGKA Korupsi! Bantuan Chromebook Era Mentri Nadiem Masih Digunakan di SMP 5 Abiansemal
    .
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 2
                    
                        Kronologi Nadiem Makarim Loloskan Proyek Laptop Chromebook di Kemendikbud
                        Nasional

    2 Kronologi Nadiem Makarim Loloskan Proyek Laptop Chromebook di Kemendikbud Nasional

    Kronologi Nadiem Makarim Loloskan Proyek Laptop Chromebook di Kemendikbud
    Editor
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Kejaksaan Agung telah menetapkan lima tersangka dalam kasus pengadaan laptop berbasis Chromebook.
    Paling akhir, Kejagung menetapkan mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim sebagai tersangka pada Kamis (4/9/2025).
    Berikut daftar tersangka kasus laptop Chromebook yang sudah ditetapkan Kejagung: 
    Awalnya, Kejagung telah lebih dulu menetapkan Jurist Tan, Ibrahim Arief, dan dua pejabat Kemendikbud sebagai tersangka. 
    Pengadaan laptop berbasis Chromebook sendiri dilakukan Kemendikbud pada 2019-2022 melalui program digitalisasi pendidikan. 
    Para tersangka bermufakat untuk meloloskan penyediaan laptop berbasis Chromebook untuk program digitalisasi itu.
    Penunjukan sistem operasi Chrome ini dilakukan sebelum Nadiem Makarim resmi menjabat sebagai menteri. Para tersangka juga mengarahkan tim teknis kajian teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk memilih vendor penyedia laptop yang menggunakan sistem operasi Chrome.
    Kejagung menduga dugaan korupsi ini menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp 1,98 triliun.
    Simak kronologi lolosnya proyek laptop Chromebook ini di Kemendikbud. 
    Sebelum Nadiem dilantik menjadi menteri, terdapat grup Whatsapp bernama “Mas Menteri Core Team”. Isinya adalah Nadiem dan orang terdekat yang kemudian menjadi staf khususnya, Jurist Tan dan Fiona Handayani. 
    Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Dirdik Jampidsus) Kejaksaan Agung, Abdul Qohar mengungkap adanya grup itu dalam konferensi pers penetapan tersangka Jurist Tan dan pejabat Kemendikbud.
    Di dalam grup itu, Nadiem dan lainnya sudah membahas program digitalisasi pendidikan di Kemendikbud.
    “Pada bulan Agustus 2019, (Jurist Tan) bersama-sama dengan NAM (Nadiem) dan Fiona membentuk grup WhatsApp bernama ‘Mas Menteri Core Team’ yang sudah membahas mengenai rencana pengadaan program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek,” ujar Abdul Qohar, saat konferensi pers di Lobi Gedung Bundar Jampidsus Kejagung, Jakarta, Selasa (15/7/2025).
    Pada 19 Oktober 2019, Nadiem dilantik menjadi menteri. Setelah itu, kegiatan koordinasi menjadi lebih intens.
    Jurist Tan kemudian mengatur komunikasi dengan konsultan teknologi dari pihak luar, salah satunya Ibrahim Arief, untuk membahas pengadaan laptop berbasis Chromebook.
    Pada Desember 2019, Nadiem menugaskan Jurist untuk memfasilitasi Ibrahim sebagai konsultan teknologi di Kemendikbudristek.
    Setelah resmi dilantik, Nadiem juga aktif melakukan pertemuan dengan pihak Google agar produk mereka masuk dalam pengadaan tahun berjalan.
    Pertemuan antara Nadiem dengan pihak Google Indonesia pernah terjadi pada Februari 2020. Saat itu, mereka membicarakan program-program dari Google yang akan digunakan.
     
    Salah satunya adalah program Google for Education dengan menggunakan Chromebook yang bisa digunakan oleh Kementerian terutama kepada peserta didik.
    Beberapa pertemuan dilakukan, Nadiem dan pihak Google sepakat agar sistem operasi berbasis Chrome atau ChromeOS dan Chrome Devices Management (CDM) akan dibuat proyek pengadaan alat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).
    Pada 6 Mei 2020, Nadiem mengajak beberapa bawahannya untuk rapat melalui Zoom untuk membahas pengadaan ini.
    Mereka yang hadir dalam rapat ini adalah H selaku Dirjen Paud Dikdasmen, T selaku Kepala Badan Litbang Kemendikbudristek, juga Fiona Handayani dan Jurist Tan yang saat itu merupakan staf ahli menteri.
    Para peserta rapat diminta untuk menggunakan headset selama rapat. Dan, dalam perbincangan tertutup ini, Nadiem sudah memberikan sejumlah arahan.
     
    Padahal, pengadaan alat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) belum dimulai.
    Untuk meloloskan Chromebook produk Google, Kemendikbud, sekitar awal Tahun 2020, Nadiem menjawab surat Google untuk ikut partisipasi dalam pengadaan alat TIK di Kemendikbud.
    Padahal, surat ini tidak dijawab oleh Mendikbudristek sebelumnya, Muhadjir Effendy. Surat ini tidak dijawab karena produk Google ini telah diujicobakan dan dinilai gagal serta tidak bisa dipakai untuk Sekolah Garis Terluar (SGT) atau daerah Terluar, Tertinggal, Terdepan (3T).
    Setelah itu, berbagai rapat mulai intens dilakukan oleh Jurist Tan bersama Fiona melalui zoom meeting. Direktur Jenderal PAUD Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek tahun 2020-2021, Mulyatsyahda; dan Direktur Sekolah Dasar, Direktorat Jenderal Pendidikan Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek tahun 2020-2021, Sri Wahyuningsih juga hadir dalam rapat tersebut.
    Qohar mengatakan, Jurist meminta kepada Sri Wahyuningsih dan Mulyatsyahda untuk menggunakan sistem operasi chrome pada laptop yang diadakan Kemendikbudristek.
    “Sedangkan staf khusus menteri seharusnya tidak mempunyai kewenangan dalam tahap perencanaan dan pengadaan barang dan jasa terkait dengan Chrome OS,” ujar Qohar saat itu.
    Pada 30 Juni 2020, dua pejabat Kemendikbud yaitu Mulyatsyah dan Sri Wahyuningsih mengeksekusi perintah Nadiem dan stafsus untuk memakai sistem operasi Chromebook.  
    “Pada 30 Juni 2020 bertempat di Hotel Arosa, SW (Sri) menemui temannya menyuruh Bambang Hadi Waluyo selaku pejabat pembuat komitmen (PKK) pada Direktorat SD tahun 2020 agar menindaklanjuti perintah NAM (Nadiem) untuk memilih pengadaan TIK dengan operating system Chrome OS,” ujar Qohar di Kejaksaan Agung, Selasa (15/7/2025).
    Namun, pada hari yang sama, Sri mengganti Bambang karena dianggap tidak mampu melaksanakan perintah Nadiem.
    Bambang diganti dengan PPK lain bernama Wahyu Hariadi. Pergantian tersebut berlangsung pada hari dan tempat yang sama, tepatnya pukul 22.00 WIB.
    Setelah itu, Sri langsung memerintahkan Wahyu untuk menunjuk PT Bhinneka Mentari Dimensi sebagai penyedia laptop.
     
    “Pada tanggal yang sama, 30 Juni 2020 sekitar jam 22.00 WIB Wahyu Hariadi menindaklanjuti perintah SW (Sri) untuk segera klik (vendor) setelah bertemu dengan Indra Nugraha yaitu pihak penyedia dari PT Bhinneka Mentari Dimensi bertempat di Hotel Arosa untuk mendatangi TIK tahun 2020 dengan menggunakan Chrome OS,” ujar Qohar.
    Selain itu, Sri juga menyuruh Wahyu mengubah metode e-katalog menjadi Sistem Informasi Pengadaan Sekolah (SIPLah) dan membuat petunjuk pelaksanaan bantuan pemerintah atas pengadaan TIK di Kemendikbudristek.
    Hal yang sama dilakukan oleh Mulyatsyah sebagai direktur SMP. Pada tanggal dan tempat yang sama, Mul memerintahkan Harnowo Susanto sebagai PPK untuk mengklik pengadaan TIK dengan mengarahkan ke satu penyedia yaitu PT Bhinneka Mentari Dimensi.
    Mul juga membuat petunjuk teknis pengadaan peralatan TIK untuk SMP yang mengarahkan pada sistem operasi Chrome.
    “Ini sebagai tindak lanjut dari peraturan Menteri Pendidikan nomor 5 tahun 2021 yang dibuat oleh NAM (Nadiem) selaku menteri bahwa dalam pelaksanaannya pengadaan TIK di Kemendikbudristek tahun 2020 sampai dengan 2022 yang bersumber dari dana APBN Satuan Pendidikan Kemendikbudristek dan dana DAK,” ujar Qohar.
    Pengadaan tahun 2019-2022 ini memakan anggaran hingga Rp 9,3 triliun. Dalam perjalanannya, Kemendikbudristek telah mengadakan laptop seharga 1,2 juta unit.
    Namun, setelah ditelaah, laptop berbasis Chromebook justru tidak bisa dimanfaatkan secara optimal oleh para pelajar.
    Pasalnya, untuk menggunakan laptop berbasis Chromebook ini perlu jaringan internet. Diketahui, sinyal internet di Indonesia belum merata hingga ke pelosok dan daerah 3T.
    Ulah para tersangka juga menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp 1,98 triliun.
    Para tersangka disangkakan dengan Pasal 2 dan Pasal 3 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Dari Kelas Digital ke Meja Tersangka
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        6 September 2025

    Dari Kelas Digital ke Meja Tersangka Nasional 6 September 2025

    Dari Kelas Digital ke Meja Tersangka
    Dosen Fakultas Hukum Universitas Pasundan & Sekretaris APHTN HAN Jawa Barat
    PENDIDIKAN
    semestinya menjadi ruang paling steril dari kepentingan politik maupun rente korupsi. Namun, sejarah negeri ini berulang kali menunjukkan, sektor pendidikan kerap dijadikan ladang basah.
    Mulai dari proyek buku, seragam, hingga pembangunan gedung sekolah, hampir selalu beririsan dengan praktik penyalahgunaan anggaran.
    Ironis, karena yang dipertaruhkan bukan sekadar rupiah, melainkan masa depan bangsa.
    Ketika pandemi Covid-19 memaksa ruang kelas berpindah ke layar, digitalisasi pendidikan menjadi jargon yang dielu-elukan.
    Laptop, tablet, hingga akses internet digadang-gadang sebagai jalan pintas menuju kesetaraan.
    Di tengah euforia itu, hadir program pengadaan Chromebook dengan nilai nyaris Rp 10 triliun. Program yang sejatinya bisa membuka akses belajar, kini berubah wajah: dari ruang kelas digital ke ruang sidang pengadilan.
    Kejaksaan Agung pada 4 September 2025, menetapkan Nadiem Anwar Makarim, mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, sebagai tersangka. Ia ditahan di Rutan Salemba setelah tiga kali dipanggil penyidik.
     
    Dugaan korupsi bermula dari pengadaan laptop Chromebook periode 2019–2022 yang nilainya fantastis: Rp 9,9 triliun.
    Investigasi menemukan, sejak awal program ini sudah dipaksakan. Kajian internal Pustekkom pada 2019 menyebut Chromebook tak relevan di daerah dengan keterbatasan internet.
    Namun, rekomendasi itu diabaikan. Pada 2020–2021, lahir regulasi yang justru mengunci spesifikasi ke sistem operasi Chrome OS. Alhasil, tender menjadi tidak terbuka.
    Kerugian negara yang ditaksir mencapai Rp 1,98 triliun. Dari ruang kelas yang seharusnya melahirkan generasi melek digital, kini tersisa berita utama: seorang menteri muda, simbol inovasi, duduk di kursi tersangka.
    Kasus ini menohok langsung ke jantung integritas. Nadiem dikenal publik sebagai sosok dengan reputasi bersih, pendiri unicorn yang sukses, dan menteri yang membawa jargon “Merdeka Belajar”. Namun, justru di tangannya, proyek pendidikan berbalik arah.
    Integritas dalam jabatan publik tidak berhenti pada niat baik. Ia diuji oleh keputusan, kebijakan, dan eksekusi anggaran.
    Dalam hukum pidana korupsi, penyalahgunaan kewenangan bisa menjerat tanpa harus ada bukti uang mengalir ke kantong pribadi.
    Itu sebabnya, pasal yang disangkakan tidak hanya menyasar perbuatan memperkaya diri, tetapi juga tindakan yang merugikan negara karena kebijakan yang menyimpang.
    Pembelaan bahwa program berjalan dan lebih dari 1 juta Chromebook telah didistribusikan ke 77.000 sekolah (97 persen dari target) tak serta-merta menghapus pertanggungjawaban.
    Pertanyaannya: apakah program itu efektif, tepat guna, dan sesuai regulasi? Jika tidak, maka distribusi hanyalah legitimasi semu di atas kerugian nyata.
    Secara hukum, Nadiem dijerat Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    Tak hanya itu, penyidik Kejagung menilai pengadaan Chromebook melanggar Perpres No. 123 Tahun 2020, Perpres No. 16 Tahun 2018 jo. No. 12 Tahun 2021, serta Peraturan LKPP No. 7 Tahun 2018 jo. No. 11 Tahun 2021.
    Semua aturan itu mengamanatkan transparansi, akuntabilitas, dan persaingan sehat dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah.
    Ketika seorang menteri mengarahkan pengadaan pada satu produk tertentu, tanpa dasar teknis yang objektif, itu bukan lagi inovasi, melainkan intervensi yang membuka jalan bagi korupsi.
     
    Di titik ini, hukum hadir bukan sekadar sebagai alat represif, melainkan pengingat bahwa kekuasaan harus dibatasi oleh norma.
    Kasus ini juga memiliki resonansi politik. Nadiem adalah figur muda yang dianggap simbol transformasi, bahkan sering dipuji sebagai representasi generasi baru dalam birokrasi.
    Kini, penetapannya sebagai tersangka menimbulkan luka simbolis: harapan publik pada wajah baru politik runtuh di hadapan praktik lama yang tak berubah.
    Dari sisi politik hukum, kasus ini memperlihatkan bagaimana kebijakan pendidikan rentan dipolitisasi.
    Digitalisasi pendidikan yang seharusnya berorientasi pada kepentingan siswa, berubah menjadi arena kepentingan vendor dan perusahaan teknologi.
    Ketika pertemuan dengan raksasa global seperti Google dijadikan pijakan kebijakan, publik bertanya: di manakah kedaulatan negara dalam menentukan prioritas pendidikan?
    Tak kalah penting adalah dimensi kepercayaan publik. Pendidikan adalah sektor yang paling dekat dengan rakyat, menyentuh jutaan keluarga di seluruh Indonesia. Korupsi di sektor ini melahirkan rasa dikhianati yang dalam.
    Bagi orangtua murid, laptop seharusnya menjadi jendela belajar anak-anak. Namun, ketika jendela itu retak oleh kepentingan, maka yang masuk bukan cahaya pengetahuan, melainkan gelapnya korupsi.
     
    Ledakan kekecewaan bisa muncul bukan hanya karena uang negara yang raib, tetapi juga karena harapan yang dipatahkan.
    Reaksi publik pun beragam: ada yang kaget, ada pula yang sinis. Sebagian melihat ini sebagai bukti bahwa siapa pun bisa tergelincir oleh kekuasaan, sekalipun ia datang dengan reputasi bersih.
    Kejagung telah memeriksa lebih dari 120 saksi dan 4 saksi ahli untuk menguatkan penyidikan. Selain Nadiem, sebelumnya sudah ada empat tersangka lain dari kalangan pejabat Kemendikbudristek dan staf khusus.
    Penggeledahan dilakukan di kantor Kemendikbudristek, apartemen stafsus, hingga kantor perusahaan swasta yang disebut-sebut memiliki keterkaitan.
    Artinya, perkara ini bukan hanya soal satu nama, melainkan soal jaringan kebijakan, pejabat, dan vendor yang bersama-sama merancang proyek. Kata kunci dalam pasal tipikor, “permufakatan jahat”, menemukan relevansinya.
    Kasus ini mengajarkan bahwa korupsi bukan hanya soal amplop di bawah meja, tetapi juga kebijakan yang menyesatkan.
    Nadiem mungkin membela diri dengan integritas personalnya. Namun, hukum publik tidak mengukur integritas dari pengakuan, melainkan dari bukti dan dampak kebijakan.
    Dari kelas digital yang menjanjikan kesetaraan, kini lahir ironi: seorang menteri harus mempertanggungjawabkan kebijakan di meja tersangka.
    Sejarah politik Indonesia kembali mencatat, bahwa idealisme muda bisa terjerembab jika tak dikawal etika, hukum, dan akuntabilitas.
    Dari kelas digital ke meja tersangka, perjalanan ini bukan hanya kisah jatuhnya seorang menteri. Ia adalah cermin rapuhnya tata kelola, ketika kebijakan pendidikan tunduk pada logika bisnis dan kepentingan.
    Bagi bangsa ini, pelajaran terpenting bukanlah teknologi apa yang dipakai, melainkan nilai apa yang dijaga: kejujuran, integritas, dan keberpihakan pada masa depan anak-anak.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Nadiem Makarim Harus Bongkar Keterlibatan Jokowi

    Nadiem Makarim Harus Bongkar Keterlibatan Jokowi

    GELORA.CO – Mantan Mendikbudristek, Nadiem Makarim harus buka suara jika memang ada kesepakatan dengan Presiden ke-7 Joko Widodo alias Jokowi terkait pengadaan laptop Chromebook, agar tidak dikorbankan sendirian.

    Menurut Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR), Hari Purwanto, saat diangkat menjadi menteri oleh Jokowi, tentunya Nadiem memiliki kesepakatan dan konsensus.

    “Jika kesepakatan yang dibangun salah satunya adalah pengadaan laptop yang saat ini menjadikan nadiem sebagai tersangka di Kejaksaan, maka dibuka saja kalau diduga melibatkan Jokowi,” kata Hari kepada RMOL, Jumat, 5 September 2025.

    Hal itu kata Hari, perlu dilakukan seperti halnya ketika kasus mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong yang pernah meminta menghadirkan Jokowi di ruang persidangan.

    “Nadiem harus membuka semua ke publik jika ada kesepakatan dengan Jokowi dalam kasus pengadaan laptop,” tuturnya, 

    “Kalau memang Nadiem tidak mau dalam kesendirian menjadi korban politik personal atau kelompok. Jika Nadiem yakin bahwa Allah SWT melindungi maka semua kenyataan dan kebenaran harus dibuka,” pungkas Hari.