Silfester Matutina Sakit, Sidang Peninjauan Kembali Ditunda
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Sidang Peninjauan Kembali (PK) kasus fitnah terhadap Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla dengan terdakwa Silfester Matutina yang sedianya digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (20/8/2025) hari ini, ditunda.
Silfester beralasan sakit sehingga tidak dapat menghadiri sidang.
“Kami menerima surat permohonan dan informasi tidak dapat hadir sidang, pemohon melampirkan surat keterangan sakit,” kata Hakim Ketua I Ketut Darpawan di ruang sidang, Rabu.
Hakim Ketut menyebut, majelis hakim telah menerima surat keterangan dari Rumah Sakit Puri Cinere terkait kondisi Silfester.
Dalam surat tertanggal 20 Agustus 2025 itu disebutkan bahwa Silfester harus beristirahat selama lima hari.
“Dengan alasan ini, kami menjadwalkan kembali persidangan hari Rabu tanggal 27 Agustus,” kata hakim.
Terpisah, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Ade Darmawan menyebutkan, rekannya itu mengalami gejala tifus.
“Silfester sakit. Kabarnya diopname gejala tifus,” jelas Ade saat dikonfirmasi
Kompas.com,
Rabu.
Adapun berdasarkan situs resmi Sistem Informasi Penelusuran Perkara Pengadilan Negeri (SIPPN) Jakarta Selatan, Silfester mengajukan PK pada 5 Agustus 2025.
Sebelum ini, sidang perkara yang menjerat Silfester terakhir kali digelar pada 13 Juni 2019 dengan agenda pemberitahuan putusan kasasi.
Dalam putusan itu disebutkan bahwa Silfester dinyatakan terbukti bersalah telah melakukan fitnah dan dijatuhkan hukuman pidana penjara 1,5 tahun.
Namun, enam tahun berlalu, Silfester belum juga dieksekusi oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel) yang menangani perkara itu. Padahal, perkara tersebut sudah berkekuatan hukum tetap.
Sebelumnya, Silfester dilaporkan ke Mabes Polri oleh kuasa hukum Jusuf Kalla pada 2017.
Relawan Presiden Ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) itu dinilai memfitnah dan mencemarkan nama baik JK dan keluarganya melalui orasi.
Namun, Silfester membantah tuduhan tersebut. Ia menyebut, pernyataannya merupakan bentuk kepedulian terhadap situasi bangsa.
“Saya merasa tidak memfitnah JK, tapi adalah bentuk anak bangsa menyikapi masalah bangsa kita,” kata Silfester kepada
Kompas.com
, Senin (29/5/2017) silam.
Laporan itu kemudian diproses hingga ke tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA). Putusan kasasi menyatakan Silfester terbukti bersalah dan menjatuhkan hukuman 1,5 tahun penjara.
Adapun Silfester mengaku sudah berdamai dengan Jusuf Kalla. Ia mengeklaim hubungannya dengan mantan wakil kepala pemerintahan itu baik-baik saja.
“Saya mau jawab juga mengenai urusan hukum saya dengan Pak Jusuf Kalla, itu sudah selesai dengan ada perdamaian. Bahkan saya beberapa kali, ada dua kali, tiga kali bertemu dengan Pak Jusuf Kalla,” tegas dia di Polda Metro Jaya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kementrian Lembaga: Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan
-
/data/photo/2025/08/04/6890813e0a322.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
9 Silfester Matutina Sakit, Sidang Peninjauan Kembali Ditunda Megapolitan
-

PN Jaksel gelar sidang PK Silfester Matutina pada Rabu siang
Jakarta (ANTARA) – Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menggelar sidang peninjauan kembali (PK) yang diajukan Silfester Matutina, terpidana kasus dugaan penyebaran fitnah terhadap mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla pada Rabu siang pukul 13.00 WIB.
“Ya, sidang dijadwalkan pada pukul 13.00 WIB,” kata Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Rio Barten kepada wartawan di Jakarta, Rabu.
Dia mengatakan pelaksanaan sidang tersebut dapat menyesuaikan dan bergantung pada kesiapan seluruh pihak.
Kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan upaya hukum PK yang diajukan Silfester tidak menunda proses eksekusi penahanan oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Sementara itu, berdasarkan informasi yang dilansir dari situs resmi Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, permohonan PK Silfester diajukan pada Selasa (5/8).
“Data permohonan PK, Selasa, 5 Agustus 2025, pemohon Silfester Matutina,” demikian isi SIPP tersebut.
Seperti diketahui, Silfester Matutina yang merupakan Ketua Umum Solidaritas Merah Putih (Solmet) menjadi terpidana kasus dugaan penyebaran fitnah terhadap mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Ia diduga menyebarkan fitnah mengenai Jusuf Kalla saat berorasi. Kasus ini terjadi pada 2017 lalu.
Atas perbuatannya itu, Silfester divonis satu tahun penjara oleh pengadilan tingkat pertama. Terhadap putusan tersebut, Silfester mengajukan banding.
Akan tetapi, pada tingkat kasasi, vonis Silfester diperberat menjadi 1,5 tahun penjara. Hingga berita ini diturunkan, Silfester belum dieksekusi atas putusan tersebut.
Pewarta: Luthfia Miranda Putri
Editor: Rr. Cornea Khairany
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-

Kriminal sepekan, pengedar sabu internasional hingga pengamanan HUT RI
Jakarta (ANTARA) – Sejumlah peristiwa dan kriminalitas yang terjadi di Jakarta dan sekitarnya pada Senin (11/8) sampai Sabtu (16/8) telah diwartakan pewarta ANTARA, mulai dari penangkapan pengedar narkoba internasional hingga pengamanan HUT ke-80 RI.
Berikut sejumlah berita pilihan untuk menemani aktivitas Anda pada Minggu pagi:
Polda Metro tangkap tujuh tersangka peredaran narkoba internasional
Jakarta (ANTARA) – Polda Metro Jaya menangkap tujuh tersangka kasus peredaran gelap narkoba jenis sabu seberat 516 kilogram yang disebarluaskan melalui jaringan internasional.
Selanjutnya
Kejari Jaksel periksa empat saksi kasus korupsi dana TaniHub
Jakarta (ANTARA) – Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jakesl) memeriksa empat orang saksi kasus dugaan korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) pengelolaan dana investasi oleh PT Metra Digital Investama (MDI Ventures) pada PT Tani Group Indonesia (TaniHub) beserta afiliasinya periode 2019-2023.
Selengkapnya
Dugaan ijazah palsu Jokowi, Abraham Samad penuhi panggilan polisi
Jakarta (ANTARA) – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2011-2015, Abraham Samad memenuhi panggilan Polda Metro Jaya untuk dimintai keterangan terkait laporan tuduhan ijazah palsu milik Presiden Ke-5 RI Joko Widodo (Jokowi).
Selanjutnya
Polisi tangkap preman pemalak sopir truk di Jakarta Utara
Jakarta (ANTARA) – Unit Reskrim Polsek Koja menangkap preman dengan modus berjualan air mineral yang kerap memalak sopir truk yang melintas di Jalan Plumpang Semper, Kelurahan Tugu Selatan, Kecamatan Koja, Jakarta Utara.
“Kami menangkap dua orang pria berinisial H (25) dan TH (24) yang memalak sopir dengan memaksa membeli air mineral yang mereka siapkan dengan harga yang tinggi,” kata Kapolsek Koja Kompol Andry Suharto di Jakarta, Rabu.
Selengkapnya
HUT RI, hampir 10 ribu personel amankan pesta rakyat di Jakarta
Jakarta (ANTARA) – Sebanyak 9.035 atau hampir 10 ribu personel gabungan siap untuk mengamankan pesta rakyat HUT ke-80 RI di Jakarta pada Minggu (17/8).
“Operasi ini akan melibatkan 9.035 personel di lokasi-lokasi penting, seperti Monas dan Istana dan sekitarnya,” kata Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Polri Irjen Pol Agus Suryonugroho saat memimpin apel gelar pasukan di Kompleks Gelora Bung Karno, Jakarta, Sabtu.
Selanjutnya
Pewarta: Khaerul Izan
Editor: Syaiful Hakim
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-

Jarang Ngantor, Seringnya Rapat via Zoom
GELORA.CO – Kelakuan Silfester Matutina, Ketua Umum Solidaritas Merah, organisasi relawan Presiden ke-7 RI Jokowi, diungkap pegawai ID Food.
Seperti diketahui, Silfester menjabat posisi komisaris independen di BUMN bidang pangan.
Namun, kedudukannya itu menjadi polemik.
Pasalnya, ia diangkat menjadi komsiaris dalam kondisi suda divonis 1,5 tahun atas kasus penghinaan terhadap Wakil Presiden ke-10 dan 12 Republik Indonesia Jusuf Kalla (JK).
Namun, eksekusi terhadap Silfester Matutina dimana perkaranya telah berkekuatan hukum tetap atau inkraht sejak 2019, hingga kini belum terlaksana.
Profil Silfester Matutina sebagai komisaris independen terpampang di situs ID Food hingga kini.
Dikutip dari situs resmi ID Food, pada Jumat (15/8/2025), Silfester Matutina ditetapkan sebagai Komisaris Independen PT RNI (Persero) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) No. SK-58/MBU/03/2025, tanggal 18 Maret 2025.
Kantor ID Food berlokasi di Waskita Rajawali Tower, Jalan MT Haryono, Jakarta Timur.
Sutarman (nama disamarkan), seorang pegawai PT ID Food mengaku tidak pernah melihat Silfester berkantor di Waskita Rajawali Tower.
Hal itu dikarenakan ruang kerjanya berbeda lantai dengan Silfester.
“Beda lantai. Kantor (PT ID Food) di lantai 1. Pimpinan kantornya di sini juga. Tapi saya belum pernah ketemu,” kata Sutarman.
Ia kemudian mengatakan, beberapa pekan lalu, terdapat surat edaran di lingkungan pegawai PT ID Food yang menyatakan Silfester sudah tidak menjadi bagian dari perusahaan tersebut.
Sutarman mengatakan, dia tidak bisa menunjukkan salinan surat edaran tersebut dalam format softcopy.
Sebab, surat tersebut berbentuk fisik surat memo.
“Kayaknya sih (Silfester) udah enggak (menjabat Komisaris Independen). Berapa minggu lalu ada surat edaran sudah enggak (berwenang) menandatangani apapun lagi,” ujar Sutarman.
“Kalau secara legal sih kita enggak tahu. Tapi kalau surat edaran resmi dari perusahaan sudah ada. Itu surat memo biasa,” sambungnya.
Ia menambahkan, kewenangan penerbitan surat keputusan (SK) untuk Komisaris PT ID Food merupakan wewenang Kementerian BUMN.
Tribunnews.com sudah mencoba untuk mengonfirmasi informasi tersebut kepada pihak PT ID Food maupun Kementerian BUMN.
Namun, hingga berita ini ditulis, belum ada respons dari kedua institusi tersebut.
Diketahui, Tribunnews.com melakukan penelusuran di kantor ID Food, BUMN yang bergerak dalam bidang Pertanian dan Agroindustri, Peternakan dan Perikanan, serta Perdagangan dan Logistik.
Berdasarkan pantauan langsung, pada Jumat, keramaian tampak terasa di dalam kompleks Waskita Rajawali Tower.
Hal itu dikarenakan gedung perkantoran ini ditempati beberapa perusahaan BUMN.
Adapun PT ID Food menempati lebih dari tiga lantai di Waskita Rajawali Tower. Pengamanan di gedung ini cukup ketat.
Ada beberapa sekuriti yang aktif menemui pengunjung dan menanyakan maksud serta tujuannya datang ke Waskita Rajawali Tower.
Selain itu, untuk menggunakan lift akses menuju ke setiap lantai perkantoran diperlukan kartu akses khusus.
Ruang pelayanan publik ID Food tersedia di lantai dasar Waskita Rajawali Tower.
Aktivitas di ruangan ini cukup sepi karena kantor utama berada di sejumlah lantai lain.
Sekuriti bernama Zulkarnain (bukan nama sebenarnya) yang berjaga di lobi gedung membenarkan Silfester Matutina sempat datang ke gedung tersebut beberapa kali.
Ia mengetahui Silfester Matutina termasuk jajaran Komisaris di PT ID Food dan namanya tengah viral dalam pemberitaan hingga di media sosial beberapa waktu belakangan imbas kasusnya.
Bahkan, dia menyebut, sempat ada aksi demonstrasi yang dilakukan sejumlah masyarakat sipil di depan Waskita Rajawali Tower dalam rangka menuntut Silfester Matutina dieksekusi sebagaimana vonis kasasi terkait kasus pidana umum yang menjeratnya.
Namun, katanya, Silfester cenderung jarang berkantor di gedung tersebut.
Sekuriti itu mengaku tak mengetahui secara jelas alasannya.
“Pak Silfester kan memang Komisaris Independen, ada kantornya tapi memang jarang ke sini,” kata Zulkarnain, saat ditemui Tribunnews.com, pada Jumat siang.
Zulkarnain juga mengungkapkan, kalaupun ada rapat pimpinan PT ID Food, Silfester kerap menghadiri pertemuan itu secara virtual.
“Kalau rapat via Zoom kebanyakan,” ucapnya.
Di sisi lain, Zulkarnain menuturkan, tak banyak kesempatan dia bertemu dengan Silfester.
“Ya kantornya ada di sini, tapi jarang ke sini. Kalau datang sih menyapa biasa. Saya sekuriti, dia kan Komisaris, jadi ya enggak begitu komunikasi,” imbuhnya.
Pengaruh Geng Solo
Sedangkan, Tim Advokasi Antikriminalisasi Akademisi dan Aktivis yang juga kuasa hukum dari Roy Suryo mengendus adanya intervensi politik dibalik belum dieksekusinya Silfester Matutina oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Terkait hal ini, Anggota tim Advokasi yang juga kuasa hukum dari Roy Suryo, Ahmad Khozinudin bahkan tak segan menyebut bahwa mandeknya eksekusi terhadap Silfester ada pengaruh dari kekuasaan tertentu.
“Yang jelas kita meyakini bahwa masalah utama lambannya eksekusi kasus Silfester Matutina ini adalah masalah politik,” kata Khozinudin di Gedung Kejagung RI, Jumat (15/8/2025).
“Dan saya berulang kali menyatakan bahwa ini mengkonfirmasi masih ada pengaruh Geng Solo, pengaruh Jokowi terhadap kekuasaan,” sambungnya.
Sehingga menurut Khozinudin, hal ini menjadi salah satu penyebab kenapa Kejaksaan tidak langsung melaksanakan eksekusi terhadap Silfester sebagaimana tugasnya sebagai Jaksa penuntut sekaligus eksekutor.
Lebih jauh dia juga menganggap lambannya proses eksekusi terhadap Silfestee ini bukan ditenggarai adanya persoalan hukum semata.
Pasalnya menurut dia, salinan putusan terhadap Silfester sudah dikirimkan Mahkamah Agung (MA) kepada Kejari Jakarta Selatan di tahun 2019.
“Jadi dalangnya itu bukan yuridis (hukum), kalau yuridis sudah selesai. Bukan karena gak dapat salinan putusan, bukan karena belum inkrah. Tinggal satu yakni masalah politik,” katanya.
Ahmad Khozinudin pun mengirimkan surat ke tiga pejabat Kejaksaan Agung (Kejagung), buntut Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan tidak kunjung mengeksekusi Silfester Matutina yang hingga sekarang belum juga dieksekusi.
“Hari ini kami mengirimkan surat kepada pejabat di Kejaksaan Agung, pertama kita kirimkan kepada Pak Jaksa Agung ST Burhanuddin, ada tiga atensi yang kita minta melalui surat kami,” ungkapnya, Jumat (15/8/2025), dikutip dari YouTube Refly Harun.
Ahmad mengatakan, dalam surat tersebut, pihaknya meminta kepada Jaksa Agung agar memerintahkan Kejari Jakarta Selatan untuk mengeksekusi putusan kasasi Mahkamah Agung.
Putusan Mahkamah Agung terkait Silfester itu telah inkrah sejak 2019, tetapi eksekusi penahanan terhadap Silfester belum juga dilakukan hingga Agustus 2025 ini, artinya sudah enam tahun berlalu.
“Pertama, kepada Jaksa Agung agar segera memerintah Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan untuk mengeksekusi putusan kasasi Mahkamah Agung yang sudah inkrah, jadi tidak ada alasan putusan itu hari ini sedang diadakan PK karena PK tidak bisa menghalangi atau menunda eksekusi,” jelas Ahmad.
Lebih lanjut, Ahmad juga mengatakan bahwa pihaknya meminta Jaksa Agung memerintahkan Jaksa Agung Muda bidang Pembinaan untuk melakukan pembinaan terkait kinerja Kejari Jakarta Selatan.
“Kedua, atensi kami kepada Jaksa Agung adalah segera memerintahkan kepada Jaksa Agung Muda bidang Pembinaan untuk segera melakukan pembinaan yang berkaitan dengan kinerja Kejari Jakarta Selatan.”
“Bagaimana mungkin ada satu putusan yang sudah inkrah tidak segera dieksekusi, ini kan jelek dari sisi manajerial dan perencanaan,” ungkapnya.
Selain soal kinerja Kejari Jakarta Selatan, pihak Roy Suryo juga meminta agar Jaksa Agung Muda bidang Pengawasan melakukan audit keuangan Kejari Jakarta Selatan.
“Ketiga, kami juga meminta Jaksa Agung ST Burhanuddin memerintahkan ke Jaksa Agung bidang Pengawasan, ya inspektoratnya lah kira-kira begitu, untuk melakukan 2 hal, terutama ini menjadi bagian dari Jaksa Agung Muda bidang Pengawasan dalam membantu Jaksa Agung, yakni melakukan audit kinerja dan audit keuangan terhadap kinerja dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan,” kata Ahmad.
Alasan Ahmad meminta hal itu karena pihaknya meyakini bahwa kinerja Kejari Jakarta Selatan bermasalah, karena tidak segera mengeksekusi Silfester, padahal putusan vonis itu sudah dikirim oleh Mahkamah Agung (MA).
“Karena patut diduga, bahkan diyakini ini ada masalah dari sisi kerja. Putusan itu (vonis Silfester) administrasinya sudah dikirim oleh Mahkamah Agung, sehingga tidak ada alasan tidak memiliki salinan putusan untuk bisa dieksekusi,” ujarnya.
Ahmad juga mengatakan, pihaknya khawatir jika anggaran negara yang dialokasikan ke Kejari Jakarta Selatan disalahgunakan karena kinerjanya bermasalah itu.
Hal tersebut, menurut Ahmad, sudah bisa dianggap merugikan negara yang mengarah pada tindak pidana korupsi.
“Kita minta diaudit, tentu saja audit keuangan, kami khawatir ada anggaran negara yang sudah dialokasinya tapi kinerjanya tidak ada, ini sama saja merugikan keuangan negara. Merugikan keuangan negara itu salah satu indikator adanya Tipikor, tindak pidana korupsi,” tuturnya.
“Merugikan keuangan negaranya apa? Ya negara sudah mengalokasikan anggaran untuk menggaji kinerja Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, tapi kinerjanya kok nggak ada, jadi sia-sia kita membayar jaksa, itu juga korupsi, merugikan keuangan negara,” tambahnya.
Silfester dilaporkan ke Mabes Polri oleh kuasa hukum Jusuf Kalla pada 2017. Ia dinilai memfitnah dan mencemarkan nama baik JK dan keluarganya melalui orasi.
Namun, Silfester membantah tuduhan tersebut. Ia menyebut, pernyataannya merupakan bentuk kepedulian pada situasi bangsa.
“Saya merasa tidak memfitnah JK, tapi adalah bentuk anak bangsa menyikapi masalah bangsa kita,” kata Silfester pada Senin (29/5/2017) silam.
Laporan itu kemudian diproses hingga ke tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA).
Putusan kasasi menyatakan Silfester terbukti bersalah dan menjatuhkan hukuman 1,5 tahun penjara.
Klaim sudah damai
Silfester Matutina mengaku hubungannya dengan Jusuf Kalla baik-baik saja. Relawan Jokowi itu mengaku urusannya dengan Jusuf Kalla sudah selesai dengan cara perdamaian.
“Saya mau jawab juga mengenai urusan hukum saya dengan Pak Jusuf Kalla, itu sudah selesai dengan ada perdamaian. Bahkan saya beberapa kali, ada dua kali, tiga kali bertemu dengan Pak Jusuf Kalla,” tegas dia di Polda Metro Jaya.
Karena itu, Silfester mengklaim bahwa tak ada lagi masalah antara dia dengan Jusuf Kalla.
Meskipun demikian, Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel) tetap akan mengeksekusi Silfester Matutina ke dalam bui meskipun ia mengklaim sudah berdamai dengan Wakil Presiden ke-10 dan ke-12, Jusuf Kalla (JK).
Kejari Jakarta Selatan pun disebut telah menunjuk Jaksa eksekutor guna mengeksekusi Silfester Matutina.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Anang Supriatna mengatakan bahwa perintah untuk mengeksekusi Silfester Matutina sudah pernah dikeluarkan.
Dia mengatakan, bahwa perintah eksekusi terhadap Silfester dikeluarkan dirinya yang pada saat itu menjabat Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan periode 2019-2021.
Anang menyebut bahwa perintah eksekusi itu telah dikeluarkan tak lama sejak adanya vonis 1,5 tahun penjara yang diputus Mahkamah Agung (MA) terhadap Silfester di tahun 2019 lalu.
Namun kata dia, pelaksanaan eksekusi terhadap Silfester urung dilakukan karena terbentur dengan berbagai faktor, salah satunya pandemi Covid-19.
“Kita sudah lakukan, sudah inkrah. Saat itu sempat dieksekusi karena sempat hilang, kemudian keburu covid, jangankan memasukkan orang (ke dalam penjara) yang di dalam saja harus dikeluarkan,” kata Anang kepada wartawan, Kamis (14/8/2025) petang.
Anang pun menegaskan, bahwa dirinya pada saat itu telah memerintahkan Jaksa eksekutor untuk melakukan eksekusi terhadap Silfester.
Bahkan ia juga meminta agar publik untuk mengecek surat perintah yang pernah diterbitkannya terkait proses eksekusi Silfester.
“Sudah (keluarkan perintah) silakan cek,” kata dia.
Selain itu Anang juga membantah bahwa belum terlaksananya eksekusi terhadap Silfester karena adanya tekanan politik.
“Gak ada (tekanan politik). (Saya pindah) setelah covid,” ujarnya.
-

Kejari Jaksel Dilaporkan ke Jaksa Agung Buntut Kelamaan Eksekusi Silfester
GELORA.CO – Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel) dilaporkan ke Jaksa Agung ST Burhanuddin dan Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas) pada Jumat, 15 Agustus 2026.
Tim Advokasi Antikriminalisasi Akademisi dan Aktivis melaporkan Kejari Jaksel buntut dari belum dieksekusinya Silfester Matutina di kasus fitnah terhadap mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla.
“Kami mengirimkan surat kepada tiga pejabat di Kejaksaan Agung. Pertama kepada Pak Jaksa Agung ST Burhanuddin, kedua juga ke Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan, dan Jambin,” kata salah satu anggota Tim Advokasi, Ahmad Khozinudin kepada wartawan di Jakarta, Jumat malam, 15 Agustus 2025.
Khozinudin pun mendesak Burhanuddin agar mengawasi kinerja Kajari terkait lamanya waktu eksekusi terhadap Silfester.
“Kami meminta agar Jaksa Agung memerintahkan Jamwas, inspektoratnya lah, untuk melakukan kinerja dan audit keuangan terhadap kinerja dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan,” jelasnya.
Silfester merupakan Ketua Umum Solidaritas Merah Putih, organ relawan Joko Widodo. Dalam kasus ini, ia divonis bersalah karena menghina mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Ia menuding JK menggunakan isu SARA untuk memenangkan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno dalam Pilgub DKI Jakarta 2017.
Silfester kemudian dijatuhi vonis 1 tahun penjara yang dibacakan pada 30 Juli 2018. Putusan itu kemudian dikuatkan di tingkat banding yang dibacakan pada 29 Oktober 2018.
Di tingkat kasasi, majelis hakim memperberat vonis Silfester Matutina menjadi hukuman 1 tahun 6 bulan penjara.
“Dijatuhkan kepada terdakwa menjadi pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan. Membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya perkara pada tingkat kasasi sebesar Rp 2.500,00,” bunyi putusan yang dibacakan oleh Hakim Tunggal Andi Samsan Nganro pada Senin, 16 September 2019.
-

Licin! Silfester Lolos Eksekusi 1,5 Tahun Penjara di 3 Mantan Kajari Jaksel yang Kini jadi Petinggi Kejaksaan
GELORA.CO – Hingga saat ini Kejaksaan Negeri Jakarta Seletan (Kejari Jaksel) belum juga mengeksekusi Ketua Solidaritas Merah Putih (Solmet) Silfester Matutina ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas).
Meskipun putusannya sudah berkekuatan hukum tetap atau inkracht sejak tahun 2019 atau enam tahun lalu, kejaksaan Negeri Jakarta Selatan melalui jaksa eksekutor belum juga menjebloskan garis keras pendukung Jokowi itu ke penjara.
Seharusnya dia menjalani hukuman 1,5 tahun penjara terkait kasus fitnah terhadap mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) sebagaimana telah diputus hakim mulai tingkat pertama pada pengadilan negeri, banding pada Pengadilan Tinggi hingga tingkat kasasi pada Mahkamah Agung.
Mantan Anang Supriatna saat menjadi orang nomor satu di Kejari Jaksel itu mengatakan sudah menerbitkan surat perintah eksekusi kepada Silfester.
Anang menjabat sebagai Kajari Jaksel saat putusan Silfester berkekuatan hukum tetap pada 2019.
“Sudah, tapi pada saat itu kemudian tidak bisa dilakukan karena sempat hilang dan keburu Covid,” kata Anang, Kamis (14/8/2025).
Anang saat ini menjabat sebagai Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung.
Setelah Anang, Kajari dipimpin oleh Nurcahyo Jungkung Madyo yang kini menjabat sebagai Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejagung.
Selanjutnya, Kajari Jaksel dijabat oleh Haryoko Ari Prabowo, yang saat ini ia menjabat Asisten Tindak Pidana Khusus atau Asipidsus Kejaksaan Tinggi DK Jakarta.
Haryoko hingga kini belum menjawab konfirmasi Monitorindonesia.com. Sementara Juru Bicara Mahkamah Agung (MA) Yanto mengatakan bahwa soal eksekusi merupakan kewenangan penuntut umum.
“Kalau eksekusi itu kewenangan penuntut umum,” singkat Yanto kepada Monitorindonesia.com.
Adapun sejak Juli 2025, Kajari Jaksel dijabat oleh Iwan Catur Karyawan.
Nah, tiga kali berganti kepemimpinan, sampai hari ini eksekusi terhadap Silfester Matutina belum dijalankan. Licin bukan?
Menyoal itu pakar telematika Roy Suryo yang terus mempersoalkan ijazah Jokowi bersama Tim Advokasi Antikriminalisasi Akademisi dan Aktivis mendesak Kejaksaan Agung agar segera mengambil tindakan. Pada akhirnya kubu Roy Suryo melapor ke Kejagung.
Salah satu kuasa hukum Roy Suryo, Abdul Gafur Sangaji, menjelaskan bahwa laporan ini adalah langkah terakhir setelah upaya mereka menemui pihak Kejari Jaksel tidak membuahkan hasil.
“Kita pernah ke Kejari Jakarta Selatan. Enggak ada respons sampai hari ini, sama sekali,” kata Abdul Gafur di Kejaksaan Agung, Jumat (15/8/2025).
Tim Advokasi juga berharap laporan yang ditujukan kepada Jaksa Agung ST Burhanuddin, Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas), dan Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan (Jambid) ini dapat memicu pengawasan dan pembinaan terhadap Kejari Jakarta Selatan.
Tujuannya jelas, agar proses hukum berjalan sesuai aturan dan Silfester Matutina segera dieksekusi.
Roy Suryo menegaskan bahwa hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu, terlepas dari siapa pun orangnya.
Menurutnya, meskipun Silfester dikenal dekat dengan Presiden ke-6 RI Joko Widodo alias Jokowi, hal itu tidak boleh menjadi alasan untuk mengabaikan vonis yang telah berkekuatan hukum tetap.
“Yang bersangkutan sudah harus dieksekusi oleh kejaksaan dan masuk ke dalam ruang penahanan atau lembaga pemasyarakatan. Kalau sudah inkracht, harus dieksekusi,” tegasnya.
Sekadar tahu, bahwa kasus ini bermula pada tahun 2017 ketika Silfester Matutina melontarkan dua tuduhan serius terhadap mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK).
Dia menuduh kemiskinan disebabkan oleh korupsi yang dilakukan oleh keluarga JK.
Bahkan, dia memfitnah JK telah menggunakan isu agama dan masjid untuk memenangkan Anies Baswedan dalam Pilkada DKI.
Setelah melalui proses hukum yang panjang hingga tingkat kasasi, Silfester divonis 1,5 tahun penjara.
Namun, selama lima tahun terakhir, ia tetap bebas berkeliaran.
Di sisi lain, Silfester Matutina mengklaim bahwa persoalan hukum dengan Jusuf Kalla telah selesai secara damai.
“Mengenai urusan hukum saya dengan Pak Jusuf Kalla, itu sudah selesai dengan ada perdamaian,” katanya.
Ia bahkan menyebut telah beberapa kali bertemu dengan JK dan memiliki hubungan yang baik.
Namun, pernyataan ini dibantah oleh desakan eksekusi yang datang dari Roy Suryo dan Tim Advokasi, yang menganggap proses hukum harus tetap berjalan.
Situasi ini menunjukkan adanya ketegangan antara klaim damai di luar hukum dengan tuntutan penegakan hukum yang telah berkekuatan tetap. Dengan adanya laporan ke Kejaksaan Agung, publik kini menanti langkah tegas dari institusi penegak hukum.
-

Tak Kunjung Dieksekusi, Silfester Matutina Ajukan PK di Kasus Fitnah JK
GELORA.CO – Di tengah sorotan karena tidak kunjung dieksekusi, relawan Jokowi yang juga Ketua Umum Solidaritas Merah Putih (Solmet) Silfester Matutina mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK) terkait kasus fitnah kepada Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla, dimana Silfester sudah diputus bersalah pada 2019 lalu.
Dalam kasus fitnah itu, Silfester Matutina divonis 1 tahun 6 bulan penjara dan sudah berkekuatan hukum tetap.
Namun selama 6 tahun, Silfester tidak juga dieksekusi kejaksaan dan hal ini kembali diungkap ke publik oleh Roy Suryo Cs.
Kini, diketahui Silfester sudah mengajukan PK dan sidang perdananya akan digelar 20 Agustus 2025.
“Betul, sudah mendaftarkan PK,” ujar Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rio Barten, dilansir dari laman VOI, Senin (11/8/2025).
“Telah dijadwalkan Sidang pemeriksaan PK pada tanggal 20 Agustus 2025,” tambah Rio.
Diketahui Silfester Matutina resmi mengajukan permohonan PK pada 5 Agustus 2025 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Permohonan itupun telah diterima.
Permohonan peninjauan kembali (PK) diajukan ke Pengadilan yang memutus perkara pada tingkat pertama, biasanya Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama, meskipun permohonan tersebut ditujukan kepada Mahkamah Agung.
Jadi, prosesnya dimulai dengan mengajukan permohonan ke pengadilan yang sama yang menangani perkara tersebut pada tingkat pertama, dan kemudian pengadilan tersebut akan meneruskannya ke Mahkamah Agung untuk diproses lebih lanjut.
Sementara itu Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna menyatakan bahwa pengajuan PK tidak mengganggu atau menunda proses eksekusi penahanan terhadap pelaku tindak pidana yang sudah divonis dan berkekuatan hukum tetap.
“Pada prinsipnya PK tak menunda proses eksekusi,” ujar Anang, Senin.
Terkait proses eksekusi, kata Anang akan dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, secepatnya.
“Terkait Silfester kan ini sudah inkrah perkaranya dan menjadi kewenangan daripada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan selaku jaksa eksekutornya,” kata Anang.
Dalam laman resmi Mahkamah Agung (MA), Silfester Matutina divonis 1 tahun 6 bulan atas kasus pidana umum pada 2019 yakni fitnah dan pencemaran nama baik terhadap Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla,
Putusan Mahkamah Agung Nomor 287 K/Pid/2019 dibacakan pada 20 Mei 2019, dengan Hakim Ketua H Andi Abu Ayyub Saleh, Hakim Anggota H Eddy Army dan Gazalba Saleh.
Dalam Putusan MA ini disebutkan Silfester dikenakan dakwaan pertama Pasal 311 Ayat 1 KUHP dan dakwaan kedua Pasal 310 Ayat 1 KUHP.
Namun, hingga kini atau sejak putusan itu dibacakan 6 tahun lalu, pihak Kejaaksaan tak kunjung melakukan eksekusi penahanan terhadap Silfester Matutina.
Mahfud Sebut Kejaksaan Melindungi
Mantan Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan sekalipun Jusuf Kalla sudah memaafkan, karena kasus ini inkrah maka Silfester tetap mesti menjalani hukuman.
“Damai itu urusan pribadi. Kalau orang terpidana itu musuhnya bukan orang yang menjadi korban. Tetapi musuh orang terpidana itu adalah negara,” kata Mahfud.
Menurut Mahfud negara itu diwakili oleh kejaksaan.
“Jadi kalau ditanyakan siapa yang melindungi? Saya menyalahkan kejaksaan gitu. Siapa menyuruh kejaksaan? Ya, kita tidak tahu kan gitu kan. Pasti harus diasumsikan kejaksaan ini tahu,” kata Mahfud,
Mahfud mengaku memiliki data tahun 2025, dimana sejumlah orang yang hendak menghindari hukuman ditangkap kejaksaan.
“Masa ini yang riwa-riwi di depan hidung kita gak ditangkap. Kan Kejaksaan tuh punya tim tabur namanya tim tangkap buronan atau tim tangkap orang kabur. Tim ini yang nangkap orang-orang ini tadi. Nah, oleh sebab itu kejaksaan harus segera melakukan eksekusi atas ini ya,” kata Mahfud.
Sebenarnya, menurut Mahfud eksekusi harus langsung dijemput tanpa usah dipanggil lagi.
“Orang ini sudah 6 tahun lolos gitu kan,” kata Mahfud.
Mahfud menjelaskan akan menyatakan secara formal bahwa Silfester tidak ditangkap karena kejaksaan melindungi.
“Melindungi dalam bentuk apa? Lalai. Kalau betul-betul melindungi secara sengaja pasti ada yang menyuruh. Kemungkinannya ada atasan yang membacking, kemungkinannya suap. Apalagi coba? Nah, untuk mengusut ini logika umum. Kejaksaan dong harus bertanggung jawab kepada publik,” ujarMahfud.
Menurut Mahfud untuk dirunut siapa pihak yang membuat Silfester tidak dieksekusi bisa ditelusuri,
“Siapa pejabatnya, kenapa ini tidak segera dieksekusi gitu? Nanti akan ketemu itu siapa yang memesan. Apakah ini pemain politik atau pemimpin pemerintahan, menteri atau apa,” kata Mahfud.
“Itu harus diusut, karena ini bahaya kalau ini dibiarkan. Orang boleh bertanya seperti Anda bertanya tadi loh. Pak Mahfud, Anda kok diam saja pada saat Anda di situ (jabat Menko Polhukam)?” katanya.
“Loh kasus ini gak muncul. Kalau saya sudah tahu saat itu, muncul ya, saya pasti berteriak agar segera dieksekusi. Menteri kok gak tahu? Ya gak tahu. Itu kan bukan urusan Menko, untuk tahu semua urusan yang ada dari Sabang sampai Merauke,” kata Mahfud.
Menurutnya urusan Menko Polhukam adalah yang muncul dan menjadi problem pelaksanaan di lapangan.
“Urusan Menko itu hanya muncul dan menjadi problem pelaksanaan di lapangan, konflik sehingga dikoordinasikan. Kalau ini gak ada. Tiba-tiba muncul sekarang, sesudah terjadi pergantian politik,” kata Mahfud.
Mahfud mengatakan seorang Menko itu tidak harus tahu semuanya.
“Kecuali ada laporan di saat itu atau muncul sebagai isu yang panas di tengah-tengah masyarakat. Baru seorang Menko itu mengkoordinasikan agar semua jalan,” ujar Mahfud.
Menurut Mahfud, Silfester tidak perlu lagi dipanggil melainkan langsung dijemput paksa.
“Tangkap dulu, atau jebloskan dulu ini eksekusi si Matutina ini,” katanya.
Kemudian, kata Mahfud, Kejaksaan Agung harus mengadakan penyelidikan ke dalam dan menjelaskan kepada publik.


