Kementrian Lembaga: Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan

  • Polda Metro Jaya: Berkas Kasus Pembunuhan oleh Anak Bos Prodia P21 dan Siap Disidangkan

    Polda Metro Jaya: Berkas Kasus Pembunuhan oleh Anak Bos Prodia P21 dan Siap Disidangkan

    Jakarta, Beritasatu.com – Polda Metro Jaya menegaskan berkas kasus pembunuhan yang melibatkan anak bos Prodia, Arif Nugroho (AN) alias Bastian, dan Muhammad Bayu Hartanto terhadap seorang perempuan di bawah umur telah lengkap atau P21.

    “Berkas perkara telah dinyatakan lengkap oleh jaksa penuntut umum (JPU), dan penyidik Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan telah melaksanakan tahap dua,” ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi, kepada wartawan, Kamis (30/1/2025).

    Ade Ary mengungkapkan berkas tersebut sudah dinyatakan lengkap sejak akhir Desember 2024. Saat ini, kasus tersebut sudah siap untuk memasuki proses persidangan.

    Ia juga menambahkan bahwa penyidik Polres Metro Jakarta Selatan telah menyerahkan seluruh barang bukti guna memenuhi tuntutan Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan.

    Secara terpisah, Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Haryoko Ari Prabowo, menyatakan bahwa pihaknya tengah menyusun proses dakwaan terhadap para tersangka.

    Setelah dakwaan selesai disusun, berkas perkara akan segera dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk menjalani persidangan.

    Namun, Haryoko belum mengungkapkan secara pasti kapan pelimpahan berkas tersebut akan dilakukan.

    “Segera,” singkatnya.

  • 4
                    
                        Saat AKBP Bintoro Dituduh Memeras Rp 5 Miliar demi Loloskan Pembunuh
                        Megapolitan

    4 Saat AKBP Bintoro Dituduh Memeras Rp 5 Miliar demi Loloskan Pembunuh Megapolitan

    Saat AKBP Bintoro Dituduh Memeras Rp 5 Miliar demi Loloskan Pembunuh
    Editor
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Eks Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan, AKBP Bintoro, menjadi sorotan setelah diduga memeras Rp 5 miliar dari keluarga tersangka pembunuhan dan pemerkosaan terhadap AP (16), yakni Arif Nugroho (AN) dan Muhammad Bayu Hartoyo (BH).
    Dugaan ini mencuat setelah adanya gugatan perdata di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
    Kasus ini bermula dari gugatan perdata yang diajukan oleh AN dan BH terhadap AKBP Bintoro dan empat anggota kepolisian lainnya di PN Jakarta Selatan.
    Perkara ini terdaftar dengan nomor 30/Pdt.G/2025/PN JKT.SEL pada Selasa (7/1/2025).
    Dalam gugatan tersebut, Bintoro diminta mengembalikan uang Rp 1,6 miliar serta beberapa kendaraan mewah yang diduga disita secara ilegal.
    Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso menyebut, Bintoro diduga meminta uang serta mobil dan motor mewah dengan janji menghentikan penyidikan kasus pembunuhan tersebut.
    Namun, kasus tetap berlanjut, sehingga keluarga tersangka merasa tertipu dan akhirnya menggugat Bintoro ke pengadilan.
    Kasus pembunuhan dan pemerkosaan AP (16) sempat terhenti saat masih ditangani Bintoro.
    Namun, setelah Bintoro dipindahkan, kasus ini kembali berjalan di bawah kepemimpinan AKBP Gogo Golesung.
    Tak lama setelah pergantian kepemimpinan, kasus ini dinyatakan P21 dan berkasnya dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
    Kapolres Metro Jakarta Selatan, Kombes Pol Ade Rahmat Idnal, membenarkan bahwa kasus pemerkosaan dan pembunuhan ini kini sudah tahap dua.
    “Kasus sudah P21 dan tahap dua, dilimpahkan tersangka dan barang bukti ke kejaksaan,” ujarnya, Senin (27/1/2025).
    Ia juga mengaku sempat mempertanyakan lamanya proses hukum saat kasus ini masih ditangani Bintoro.
    Sementara itu, Bintoro membantah tuduhan pemerasan ini. Dalam sebuah video yang diterima Kompas.com, Minggu (26/1/2025), ia menyebut tuduhan tersebut mengada-ada.
    “Tuduhan saya menerima uang Rp 20 miliar sangat mengada-ngada. Saya membuka diri dengan sangat transparan untuk dilakukan pengecekan terhadap percakapan HP saya,” katanya.
    Ia juga mengaku siap diperiksa, termasuk rekening pribadinya, istri, dan anak-anaknya.
    “Saya telah memberikan data seluruh rekening koran dari bank yang saya miliki. Jika diperlukan, nomor rekening istri dan anak-anak saya siap diperiksa,” tambahnya.
    Bintoro bahkan meminta agar dilakukan penggeledahan di rumahnya untuk membuktikan bahwa ia tidak memiliki uang miliaran seperti yang dituduhkan.
    Polda Metro Jaya telah menangani kasus dugaan pemerasan ini.
    Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam mengatakan, Bintoro telah diperiksa oleh Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam).
    “Polda Metro Jaya berkomitmen memproses sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku secara prosedural, proporsional, dan profesional,” katanya, Minggu (26/1/2025).
    Selain Bintoro, empat anggota Polres Metro Jakarta Selatan juga ditempatkan di tempat khusus (patsus) karena diduga terlibat dalam kasus ini.
    Mereka adalah eks Kasat Reskrim Polres Jaksel berinisial B dan G, Kanit Resmob Satreskrim Polres Metro Jaksel berinisial Z, serta Kasubnit Resmob berinisial ND.
    Kasus ini masih dalam proses penyelidikan lebih lanjut.
    “Terkait pendalaman peristiwa tersebut, masih terus berjalan dan akan kami usut tuntas,” tutup Ade Ary.
    (Reporter: I Putu Gede Rama Paramahamsa, | Editor: Fitria Chusna Farisa)
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kasus Dugaan Pemerasan Anak Pengusaha Miliaran Rupiah, AKBP Bintoro Ditahan di Paminal PMJ – Halaman all

    Kasus Dugaan Pemerasan Anak Pengusaha Miliaran Rupiah, AKBP Bintoro Ditahan di Paminal PMJ – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mantan Kasatreskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Bintoro ditahan di Paminal PMJ terkait kasus dugaan pemerasan terhadap anak pengusaha senilai miliaran rupiah.

    Hal itu disampaikan Kabid Propam Polda Metro Jaya Kombes Radjo Alriadi Harahap kepada wartawan, Senin (27/1/2025).

    “Kami sudah tangani dari hari Sabtu (25/1/2025) kemarin yang bersangkutan dan bersamaan waktu sudah kami amankan,” kata Kombes Radjo Alriadi.

    Kombes Radjo belum menerangkan detail pemeriksaan yang dilakukan kepada AKBP Bintoro.

    Saat ini proses perihal pelanggaran etik masih berlangsung.

    Sebelumnya, Indonesia Police Watch (IPW) menduga aliran dana pemerasan yang dilakukan eks Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Bintoro melalui oknum kuasa hukum.

    AKBP Bintoro, S.H., S.I.K., M.M. (TribunJakarta.com/Annas Furqon Hakim)

    Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso IPW mendesak terhadap oknum advokat tersebut juga dilakukan proses hukum pidana suap.

    “Tersangka yang sudah menyerahkan sejumlah uang yang terkonfirmasi oleh IPW sebesar Rp 5 Miliar,” kata Sugeng kepada wartawan, Senin (27/1/2025).

    Menurutnya, kasus dugaan pemerasan yang dilakukan oleh AKBP Bintoro tersebut harus dituntaskan sebagai cermin bagi 450 ribuan anggota Polri. 

    IPW juga menilai proses pidana pemerasan dalam jabatan yang termasuk dalam korupsi. 

    “Sebab dalam aliran dana tersebut dilewatkan melalui advokat yang diduga kuasa hukum tersangka,” tambahnya.

    Sugeng berujar Kapolres Jakarta Selatan Kombes Ade Rahmat Idnal telah melakukan proses hukum secara tegas kasus  pembunuhan atas korban FA yang dilakukan oleh anak pemilik Klinik Kesehatan Prodia setelah adanya pergantian Kasatreskrim dari AKBP Bintoro ke AKBP Gogo Galesung pada bulan Agustus 2024 lalu. 

    IPW mendapatkan informasi bahwa uang yang mengalir ke AKBP Bintoro dari korban pemerasan pemilik klinik kesehatan Prodia itu hanya sebesar Rp 5 Miliar. 

    Bantahan 

    AKBP Bintoro membantah tudingan dirinya melakukan pemerasan terhadap anak pengusaha laboratorim senilai Rp 20 miliar.

    Uang itu diduga sebagai iming-iming penghentian kasus pembunuhan dua remaja di Jakarta Selatan.

    “Saya AKBP Bintoro izin mengklarifikasi terkait berita yang beredar dan viral di masyarakat tentang dugaan pemerasan. Itu fitnah dan mengada-ada,” kata Bintoro dalam keterangannya, Minggu (26/1/2026).

    Pemerasan tersebut diduga terjadi saat Bintoro masih menjabat Kasatreskrim Polres Jakarta Selatan.

    Bintoro dituding meminta uang sebesar Rp 20 miliar kepada bos Prodia agar kasusnya dihentikan.

    Dia saat ini dimutasi menjadi penyidik madya Ditreskrimsus Polda Metro Jaya.

    AKBP Bintoro menegaskan tak pernah meminta uang yang yang dituduhkan tersebut

    Menurutnya kasus itu tidak dihentikan dan masih berjalan di Polres Jakarta Selatan.

    “Hingga kini proses perkara telah P21 dan dilakukan pelimpahan ke JPU Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan dengan dua tersangka saudara AN dan B untuk disidangkan,” tambahnya.

    Dia menjelaskan peristiwa berawal dari dilaporkannya AN alias Bastian yang telah melakukan tindak pidana kejahatan seksual dan tindak pidana perlindungan anak yang menyebabkan korban meninggal dunia di salah satu hotel di Jakarta Selatan.

    Pada saat olah TKP ditemukan obat obatan terlarang (inex) dan senjata api.

    “Singkat cerita kami dalam hal ini Sat Reskrim Polres Jakarta Selatan, yang saat itu saya menjabat sebagai Kasat Reskrimnya melakukan penyelidikan dan penyidikan,” ujarnya.

    Selanjutnya pihak tersangka tidak terima dan memviralkan berita berita bohong.

    “Dari kemarin saya telah dilakukan pemeriksaan oleh propам polda metro jaya kurang lebih 8 jam dan hand phone saya telah disita dan diamankan guna pemeriksaan lebih lanjut, dan saya sampai sekarang masih berada di Propam Polda Metro Jaya,” tambahnya.

  • AKBP Bintoro Dituding Peras Anak Pengusaha, Lemkapi Desak Polda Metro Secepatnya Beri Penjelasan – Halaman all

    AKBP Bintoro Dituding Peras Anak Pengusaha, Lemkapi Desak Polda Metro Secepatnya Beri Penjelasan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Direktur  Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) Edi Hasibuan meminta Polda Metro Jaya segera menyampaikan hasil pemeriksaan terhadap mantan Kasat Reskrim Polres  Jakarta Selatan AKBP Bintoro.

    AKBP Bintoro diketahui diperiksa Propam Polda Metro Jaya setelah dituding melakukan pemerasan sebesar Rp 5 miliar terhadap anak pengusaha.

    “Untuk menjaga citra dan marwah kepolisian kita minta hasil pendalaman yang dilakukan Propam Polda Metro Jaya segera dibuka apakah tudingan pemerasan itu bisa dibuktikan atau sama sekali tidak memiliki fakta hukum apa pun,” kata Edi Hasibuan dalam keterangan yang diterima, Senin (27/1/2025).

    Ketua Program Studi Magister Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta ini mengatakan kasus dugaan kasus pemerasan yang menyeret AKBP Bintoro menjadi sorotan masyarakat.

    Berbagai persepsi liar muncul dan merugikan citra Polri imbas dugaan kasus pemerasan tersebut.

    “Kalau ada fakta hukum ada pemerasan, segera jelaskan dan jangan ragu beri sanksi dan hukuman tegas. Tapi jika tudingan itu  tidak memiliki fakta hukum sama sekali  jelaskan kepada masyarakat,” ujar mantan anggota Kompolnas ini.

    Menurut pemerhati kepolisian ini dugaan pemerasan terhadap anak pengusaha ini sangat mengganggu terhadap marwah dan citra Polri.

    Kasus dugaan pemerasan ini juga akan membuat repot Kapolri ketika ditanya masyarakat di berbagai forum.

    “Harus ada penjelasan Polda Metro Jaya  yang cepat agar kasus ini tidak menjadi bola panas. Jangan repotkan Kapolri,” ucapnya.

    Edi meminta Kapolda Metro Jaya segera mengambil tindakan tegas terhadap siapa pun yang terlibat bila ditemukan bukti adanya dugaan pemerasan.

    “Kita minta oknum yang terlibat proses secara etik dan pidana,” ucapnya.

    Sebelumnya Indonesia Police Watch (IPW) mendapatkan informasi uang yang mengalir kepada AKBP Bintoro dalam kasus pemerasan tersebut sebesar Rp 5 Miliar.

    “Tersangka yang sudah menyerahkan sejumlah uang yang terkonfirmasi oleh IPW sebesar Rp 5 Miliar,” kata Sugeng kepada wartawan, Senin (27/1/2025).

    Menurutnya, kasus dugaan pemerasan tersebut harus dituntaskan sebagai cermin bagi 450 ribuan anggota Polri.

    IPW juga menilai proses pidana pemerasan dalam jabatan yang termasuk dalam korupsi.

    “Sebab dalam aliran dana tersebut dilewatkan melalui advokat yang diduga kuasa hukum tersangka,” ujarnya.

    Sugeng berujar Kapolres Jakarta Selatan Kombes Ade Rahmat Idnal telah melakukan proses hukum secara tegas dalam kasus  pembunuhan atas korban FA yang dilakukan anak pengusaha setelah adanya pergantian Kasat Reskrim dari AKBP Bintoro ke AKBP Gogo Galesung pada Agustus 2024 lalu.

    Bantahan AKBP Bintoro

    Menyikapi isu pemerasan tersebut, AKBP Bintoro membantahnya.

    “Saya AKBP Bintoro izin mengklarifikasi terkait berita yang beredar dan viral di masyarakat tentang dugaan pemerasan. Itu fitnah dan mengada-ada,” kata Bintoro dalam keterangannya, Minggu (26/1/2026).

    Pemerasan tersebut diduga terjadi saat Bintoro masih menjabat Kasat Reskrim Polres Jakarta Selatan.

    Bintoro dituding meminta uang sebesar Rp 20 miliar kepada bos klinik kesehatan agar kasusnya dihentikan.

    Saat ini Bintoro dimutasi menjadi penyidik madya Ditreskrimsus Polda Metro Jaya.

    AKBP Bintoro menegaskan tak pernah meminta uang seperti yang dituduhkan.

    Menurutnya kasus itu tidak dihentikan dan masih berjalan di Polres Jakarta Selatan.

    “Hingga kini proses perkara telah P21 dan dilakukan pelimpahan ke Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan dengan dua tersangka saudara AN dan B untuk disidangkan,” ujarnya.

    Dia menjelaskan peristiwa berawal dari dilaporkannya AN alias Bastian yang telah melakukan tindak pidana kejahatan seksual dan tindak pidana perlindungan anak yang menyebabkan korban meninggal dunia di salah satu hotel di Jakarta Selatan.

    Pada saat olah TKP ditemukan obat obatan terlarang (inex) dan senjata api.

    “Singkat cerita kami dalam hal ini Sat Reskrim Polres Jakarta Selatan, yang saat itu saya menjabat sebagai Kasat Reskrimnya melakukan penyelidikan dan penyidikan,” ujarnya.

    Selanjutnya pihak tersangka tidak terima dan memviralkan berita bohong.

    “Dari kemarin saya telah dilakukan pemeriksaan oleh Propаm Polda Metro Jaya kurang lebih 8 jam dan handphone saya telah disita dan diamankan guna pemeriksaan lebih lanjut, dan saya sampai sekarang masih berada di Propam Polda Metro Jaya,” katanya. (tribunnews.com/ adi/ reynas)

  • AKBP Bintoro, Eks Kasat Reskrim Polres Jaksel Dituding Peras Anak Pengusaha, HP Kini Disita Propam – Halaman all

    AKBP Bintoro, Eks Kasat Reskrim Polres Jaksel Dituding Peras Anak Pengusaha, HP Kini Disita Propam – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso menyoroti kasus dugaan pemerasan yang dilakukan anggota Polri terhadap anak pengusaha.

    Menurutnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo perlu menurunkan tim Propam Polri untuk memeriksa dugaan  pemerasan senilai Rp 20 Miliar.

    IPW dalam siaran persnya menyebut mantan Kasatreskrim Polres Jakarta Selatan (Jaksel) AKBP Bintoro diduga telah melakukan pemerasan.

    “Kasus pemerasan yang dilakukan oleh anggota Polri berpangkat pamen itu dapat mencoreng institusi dan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap Polri,” katanya dalam keterangan resmi, Minggu (26/1/2025).

    IPW mendesak Propam Mabes Polri menelusuri secara mendalam penyalahgunaan wewenang dan segera memproses hukum pidana dan kode etik.

    Tim yang diturunkan tersebut harus mampu menguak perbuatan dugaan pidana pemerasannya dan menerapkan Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan menelusuri aliran dana pemerasan tersebut.

    IPW berkeyakinan bahwa uang hasil pemerasan Rp 20 Miliar itu tidak dilakukan untuk kepentingannya sendiri. 

    Uang tersebut dipastikan mengalir ke beberapa pihak.

    “Kalau pihak kepolisian mau menegakkan aturan sesuai perundangan maka tidak sulit untuk membongkar perbuatan AKBP Bintoro,” imbuh Sugeng.

    Dia menilai bahwa sudah menjadi pekerjaan sehari-hari bagi penyidik untuk menerapkan pasal TPPU dalam membongkar kasus kejahatan.

    Diketahui kasus ini mencuat setelah adanya gugatan perdata dari pihak korban pemerasan terhadap AKBP Bintoro tertanggal 6 Januari 2025 lalu. 

    Korban menuntut pengembalian uang Rp 20 miliar beserta aset yang telah disita secara tidak sah dari kasus pembunuhan dengan tersangka Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartanto anak dari pemilik Prodia.

    Tersangka dijerat melalui laporan polisi bernomor: LP/B/1181/IV/2024/SPKT/Polres Jaksel dan laporan nomor: LP/B/1179/IV/2024/SPKT/Polres Jaksel. 

    Dari kasus ini, AKBP Bintoro yang saat itu menjabat Kasatreskrim Polres Jakarta Selatan disebut meminta uang kepada keluarga pelaku sebesar Rp 20 miliar serta membawa mobil Ferrari dan motor Harley Davidson dengan janji menghentikan penyidikan.

    Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi mengatakan pihaknya akan menindaklanjuti informasi tersebut.

    Dia menegaskan Polda Metro Jaya saat ini telah melakukan pendalaman oleh Bidpropam. 

    “Polda Metro Jaya berkomitmen meningkatkan pelayanan dan perlindungan kepada masyarakat,” kata Ade Ary.

    Polda Metro Jaya juga berkomitmen memproses sesuai Peraturan perundang-undangan yang berlaku secara prosdural, proporsional, dan profesional.

    AKBP Bintoro Membantah

    Sementara itu, AKBP Bintoro membantah tudingan dirinya melakukan pemerasan terhadap anak pengusaha senilai Rp 20 miliar.

    “Saya AKBP Bitoro izin mengklarifikasi terkait berita yang beredar dan viral di masyarakat tentang dugaan pemerasan. Itu fitnah dan mengada-ada,” kata Bintoro dalam keterangannya, Minggu (26/1/2026).

    AKBP Bintoro menegaskan tak pernah meminta uang seperti yang dituduhkan.

    Menurutnya kasus itu tidak dihentikan dan masih berjalan di Polres Jakarta Selatan.

    “Hingga kini proses perkara telah P21 dan dilakukan pelimpahan ke JPU Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan dengan dua tersangka saudara AN dan B untuk disidangkan,” katanya.

    Dia menjelaskan peristiwa berawal dari dilaporkannya AN alias Bastian yang telah melakukan tindak pidana kejahatan seksual dan tindak pidana perlindungan anak yang menyebabkan korban meninggal dunia di satu hotel di Jakarta Selatan.

    Pada saat olah TKP ditemukan obat-obatan terlarang (inex) dan senjata api.

    “Singkat cerita kami dalam hal ini Sat Reskrim Polres Jakarta Selatan, yang saat itu saya menjabat sebagai Kasat Reskrimnya melakukan penyelidikan dan penyidikan,” ujarnya.

    Selanjutnya pihak tersangka tidak terima dan memviralkan berita bohong.

    “Dari kemarin saya telah dilakukan pemeriksaan oleh Propam Polda Metro Jaya kurang lebih 8 jam dan hand phone saya telah disita dan diamankan guna pemeriksaan lebih lanjut, dan saya sampai sekarang masih berada di Propam Polda Metro Jaya,” katanya.

  • Diduga Peras Bos Prodia Rp20 Miliar, AKBP Bintoro Diperiksa Propam 8 Jam

    Diduga Peras Bos Prodia Rp20 Miliar, AKBP Bintoro Diperiksa Propam 8 Jam

    Jakarta-Beritasatu.com – Mantan Kasatreskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Bintoro mengatakan dirinya sudah diperiksa oleh Propam Polda Metro Jaya selama delapan jam, terkait tuduhan memeras bos Prodia senilai Rp 20 miliar.

    Bintoro membantah memeras bos Prodia dan menegaskan penyidikan kasus pembunuhan yang menjerat anak pemilik jaringan klinik laboratorium terbesar di Indonesia itu tidak pernah dihentikan oleh Polres Jakarta Selatan.

    Menurut Bintoro berkas penyidikan kasus pembunuhan remaja di sebuah hotel di Jakarta Selatan dengan tersangka anak pemilik Prodia sudah lengkap atau P21. Kasusnya telah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan untuk dibuat dakwaan ke pengadilan.

    “Saat itu saya menjabat sebagai kasatreskrimnya melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap tindak pidana yang terjadi. Hingga saat ini proses perkara telah dinyatakan P21 dan dilakukan pelimpahan ke JPU dengan dua tersangka, yaitu saudara AN dan saudara B,” kata Bintoro saat dikonfirmasi terkait dugaan pemerasan bos Prodia, Minggu (26/1/2025).

    Bintoro mengaku sudah menjalani pemeriksaan selama delapan jam di Propam Polda Metro Jaya terkait tudingan pemerasan bos Prodia. Bahkan ponsel pribadinya sudah disita oleh Propam.

    “Dari kemarin, saya telah dilakukan pemeriksaan oleh Propam Polda Metro Jaya kurang lebih delapan jam dan handphone saya telah disita dan diamankan guna pemeriksaan lebih lanjut. Saya sampai sekarang masih berada di Propam Polda Metro Jaya,” ujar Bintoro.

    Bintoro yang sudah dimutasi menjadi penyidik madya Ditreskrimsus Polda Metro Jaya mengatakan dirinya tidak pernah meminta uang kepada bos Prodia seperti yang dituduhkan.

    “Itu fitnah dan mengada-ada,” katanya.

    ICW Minta Atensi Kapolri
    Sementara itu Indonesia Police Watch (IPW) meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menurunkan Tim Propam Polri untuk memeriksa AKBP Bintoro yang diduga memeras bos Prodia Rp 20 miliar.

    “Pasalnya, kasus pemerasan yang dilakukan oleh anggota Polri berpangkat pamen itu dapat mencoreng institusi dan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap Polri,” kata Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso dalam siaran persnya, Sabtu (25/1/2025).

    Indonesia Police Watch, kata Sugeng, mendesak Propam Mabes Polri menelusuri secara mendalam penyalahgunaan wewenang yang diduga dilakukan oleh AKBP Bintoro dan segera diproses secara hukum pidana serta kode etik.

    Duduk Perkara Polisi Diduga Peras Bos Prodia
    Sebelumnya diberitakan, seorang perwira menengah polisi berpangkat AKBP yang pernah menjabat kasatreskrim Polres Jakarta Selatan diduga memeras bos Prodia senilai Rp 20 miliar.

    Pemerasan itu bermula dari kasus pembunuhan remaja berinisial N (16) dan X (17) yang ditangani Polres Jakarta Selatan. Kedua korban tewas diduga setelah disetubuhi dan dicekoki narkoba.

    Laporan atas kasus tersebut teregistrasi dengan nomor LP/B/1181/IV/2024/SPKT/Polres Metro Jaksel dan LP/B/1179/IV/2024/SPKT/Polres Metro Jaksel pada April 2024. Tersangkanya, adalah Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartanto, anak bos Prodia.

    Dalam perjalanan kasusnya, bos Prodia yang anaknya terjerat kasus pembunuhan itu diminta uang senilai Rp 20 miliar oleh polisi berpangkat AKBP yang memimpin penanganan kasus tersebut, dengan iming-iming akan menghentikan penyidikan sehingga sang anak bebas.

    Polisi diduga juga mengintimidasi keluarga korban agar mencabut laporan, dengan mengiming-imingkan uang kompensasi senilai Rp 50 juta yang diserahkan melalui seseorang inisial J dan Rp 300 juta dikasih melalui R pada Mei 2024. 

  • AKBP Bintoro Bantah Peras Bos Prodia Rp 20 Miliar: Itu Fitnah dan Mengada-ada

    AKBP Bintoro Bantah Peras Bos Prodia Rp 20 Miliar: Itu Fitnah dan Mengada-ada

    Jakarta, Beritasatu.com – Mantan Kasatreskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Bintoro membantah dirinya memeras pemilik Prodia senilai Rp 20 miliar, dengan iming-iming menghentikan kasus yang menjerat anak bos jaringan klinik laboratorium itu. 

    “Itu fitnah dan mengada-ada,” kata Bintoro saat dikonfirmasi Beritasatu.com terkait dugaan pemerasan bos Prodia, Minggu (26/1/2026).

    Bintoro sempat dituding memeras bos Prodia yang anaknya terjerat kasus pembunuhan dua remaja di Jakarta Selatan. Pemerasan itu diduga terjadi saat Bintoro masih menjabat kasatreskrim Polres Jakarta Selatan.

    Bintoro dituding meminta Rp 20 miliar kepada bos Prodia agar kasusnya dihentikan.

    Bintoro yang kini sudah dimutasi menjadi penyidik madya Ditreskrimsus Polda Metro Jaya menegaskan dirinya tidak pernah meminta uang kepada bos Prodia seperti yang dituduhkan.

    Bintoro mengatakan kasus pembunuhan dengan tersangka anak pemilik Prodia tidak pernah dihentikan dan masih berjalan di Polres Jakarta Selatan. 

    Menurutnya kasus itu bahkan sudah lengkap pemberkasan atau P21 dan telah dilimpah ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan untuk dibuat dakwaan ke pengadilan.

    Sementara itu Indonesia Police Watch (IPW) meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menurunkan Tim Propam Polri untuk memeriksa AKBP Bintoro yang diduga memeras bos Prodia Rp 20 miliar.

    “Pasalnya, kasus pemerasan yang dilakukan oleh anggota Polri berpangkat pamen itu dapat mencoreng institusi dan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap Polri,” kata Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso dalam siaran persnya, Sabtu (25/1/2025).

    Indonesia Police Watch, kata Sugeng, mendesak Propam Mabes Polri menelusuri secara mendalam penyalahgunaan wewenang yang diduga dilakukan oleh AKBP Bintoro dan segera diproses secara hukum pidana serta kode etik.

    Sebelumnya diberitakan, seorang perwira menengah polisi berpangkat AKBP yang pernah menjabat kasatreskrim Polres Jakarta Selatan diduga memeras bos Prodia senilai Rp 20 miliar.

    Pemerasan itu bermula dari kasus pembunuhan remaja berinisial N (16) dan X (17) yang ditangani Polres Jakarta Selatan. Kedua korban tewas diduga setelah disetubuhi dan dicekoki narkoba.

    Laporan atas kasus tersebut teregistrasi dengan nomor LP/B/1181/IV/2024/SPKT/Polres Metro Jaksel dan LP/B/1179/IV/2024/SPKT/Polres Metro Jaksel pada April 2024. Tersangkanya, adalah Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartanto, anak bos Prodia.

    Dalam perjalanan kasusnya, bos Prodia yang anaknya terjerat kasus pembunuhan itu diminta uang senilai Rp 20 miliar oleh polisi berpangkat AKBP yang memimpin penanganan kasus tersebut, dengan iming-iming akan menghentikan penyidikan sehingga sang anak bebas.

    Polisi diduga juga mengintimidasi keluarga korban agar mencabut laporan, dengan mengiming-imingkan uang kompensasi senilai Rp 50 juta yang diserahkan melalui seseorang inisial J dan Rp 300 juta dikasih melalui R pada Mei 2024. 

  • Eks Dirut Dapen Bukit Asam Dituntut 13 Tahun Dalam Kasus yang Rugikan Negara Rp 234 Miliar
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        24 Januari 2025

    Eks Dirut Dapen Bukit Asam Dituntut 13 Tahun Dalam Kasus yang Rugikan Negara Rp 234 Miliar Nasional 24 Januari 2025

    Eks Dirut Dapen Bukit Asam Dituntut 13 Tahun Dalam Kasus yang Rugikan Negara Rp 234 Miliar
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Mantan Direktur Utama
    Dana Pensiun

    Bukit Asam
    (DPBA)
    Zulheri
    dituntut 13 tahun
    penjara
    dalam kasus dugaan
    korupsi
    yang merugikan negara sebesar Rp 234 miliar.
    Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Agung (Kejagung) meminta Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menyatakan Zulheri terbukti bersalah melakukan korupsi secara sah dan meyakinkan bersama-sama terdakwa lain.
    “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 13 tahun, dikurangi sepenuhnya dengan lamanya terdakwa ditahan, dengan perintah terdakwa tetap dilakukan penahanan di rutan,” kata jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (24/1/2025).
    Jaksa menilai, perbuatan Zulheri bersama terdakwa lainnya yang menginvestasikan dana DPBA tanpa prosedur yang benar merugikan negara ratusan miliar.
    Perbuatannya dinilai memenuhi unsur Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana
    Korupsi
    juncto Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHPidana.
    Selain pidana badan, jaksa juga menuntut Zulheri dihukum membayar denda Rp 750 juta subsidair 6 bulan kurungan.
    Di luar pidana pokok, jaksa meminta majelis hakim menjatuhkan pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp 24.105.081.903 (Rp 24,1 miliar).
    Apabila dalam waktu satu bulan setelah terbit putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap uang itu tidak dibayar, maka harta bendanya akan disita dan dilelang untuk negara.
    “Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka diganti dengan pidana penjara selama 6 tahun 6 bulan,” ujar jaksa.
    Sementara itu, Muhammad Syafaat yang menjabat sebagai Direktur Investasi dan Pengembangan DPBA periode 19 Desember 2014 hingga 23 Januari 2018 dituntut 7 tahun penjara, denda Rp 750 juta subsidair 6 bulan kurungan, dan uang pengganti Rp 150 juta.
    “Dikompensasikan dengan uang yang telah dititipkan oleh terdakwa di rekening Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan,” tutur jaksa.
    Selain itu, jaksa juga menuntut Komisaris PT Strategic Management Services dan Direktur PT Eureka Prima Jakarta Tbk, Danny Boestami, dihukum 13 tahun penjara dan denda Rp 750 juta subsidair 6 bulan kurungan.
    Danny juga dituntut membayar uang pengganti Rp 131.870.547.755 (Rp 131,87 miliar) subsidair 6 tahun 6 bulan penjara.
    Terdakwa lainnya, Komisaris PT Oakwood Capital Management Angie Christina, yang juga merupakan pemegang saham mayoritas PT Millennium Capital Management, dituntut 12 tahun penjara dan denda Rp 750 juta subsidair 6 bulan kurungan.
    Ia juga dituntut membayar uang pengganti Rp 52.534.693.757 (Rp 52,53 miliar) subsidair 6 tahun kurungan.
    Sementara itu, Konsultan Keuangan PT Ratu Prabu Energi Tbk, Romi Hafnur, dituntut 10 tahun penjara, denda Rp 750 juta subsidair 6 bulan kurungan, dan uang pengganti Rp 8.159.353.991 (Rp 8,16 miliar) subsidair 5 tahun penjara.
    Lalu, seorang pialang saham, Sutedy Alwan Anis, dituntut 10 tahun penjara, denda Rp 750 juta subsidair 6 bulan kurungan, dan uang pengganti Rp 750 juta subsidair 5 tahun kurungan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Korupsi Izin Impor Gula, Tersangka HAT Ditangkap Saat Lakukan Perjalanan ke Pangkalan Bun

    Korupsi Izin Impor Gula, Tersangka HAT Ditangkap Saat Lakukan Perjalanan ke Pangkalan Bun

    Bisnis.com, JAKARTA–Kejaksaan Agung (Kejagung) menangkap tersangka Direktur Utama PT Duta Sugar Internasional (DSI) Hendrogiarto Antonio Tiwow (HAT) terkait korupsi perizinan impor gula.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar mengatakan bahwa tersangka Hendrogiarto Antonio Tiwow ditangkap saat melakukan perjalanan dari Pontianak ke Ketapang. Hendro ditangkap sesaat setelah tiba di Pangkalan Bun Kalimantan Tengah.

    Harli mengatakan bahwa tersangka sama sekali tidak melakukan perlawanan ketika tengah ditangkap tim penyidik Kejagung.

    “Memang benar tersangka HAT ditangkap di Kalimantan Tengah. Saat ini sudah di bawa ke Surabaya lalu nanti ke Jakarta,” tuturnya di Jakarta, Selasa (21/1/2025).

    Harli menjelaskan bahwa tersangka HAT itu adalah salah satu dari 9 tersangka kasus korupsi perizinan impor gula yang diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp578 miliar.

    “Status dia sudah tersangka jadi langsung kita tangkap,” katanya.

    Selain tersangka HAT, 8 orang lainnya yang telah ditetapkan tersangka dalam perkara korupsi tersebut adalah Direktur Utama PT Angels Product inisial TWP, residen Direktur PT Andala Furnindo inisial WN, Direktur Utama PT Sentra Usahatama Jaya berinisial HS.

    Selain itu ada juga Direktur Utama PT Medan Sugar Industry berinisial ISD, Direktur Utama PT Makassar Tene inisial TSEP, Direktur PT Kebun Tebu Mas berinisial ASB, Direktur Utama PT Berkah Manis Makmur inisial HFH, dan Direktur PT Permata Dunia Sukses Utama berinisial ES.

    Adapun dari sembilan tersangka kasus korupsi itu, 7 di antaranya langsung ditahan di Rumah Tahanan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Sementara tersangka HAT dan ASB, masih belum ditahan karena sempat mangkir saat dipanggil penyidik Kejagung.

    Seperti diketahui, pada Oktober 2024 lalu, perkara tersebut juga telah menjerat dua orang tersangka yaitu mantan Menteri Perdagangan 2015-2016 Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong dan Charles Sitorus selamu Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI).

  • Tersangka Kasus Impor Gula HAT Ditangkap di Pangkalanbuun Kalteng

    Tersangka Kasus Impor Gula HAT Ditangkap di Pangkalanbuun Kalteng

    loading…

    Kejagung telah menetapkan Direktur PT DSI inisial HAT sebagai tersangka tersangka kasus dugaan korupsi importasi gula pada Kementerian Perdagangan 2015-2016. FOTO/DANAN DAYA ARYA PUTRA

    JAKARTA – Kejaksaan Agung ( Kejagung ) telah menetapkan Direktur PT DSI inisial HAT sebagai tersangka tersangka kasus dugaan korupsi importasi gula pada Kementerian Perdagangan 2015-2016. HAT dijemput paksa pada Selasa (21/1/2025) dari wilayah Pangkalanbuun, Kalimantan Tengah (Kalteng).

    “Yang bersangkutan sebelum dilakukan penahanan oleh penyidik terlebih dahulu dilakukan penangkapan pada hari ini juga di Pangkalanbuun kalteng,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, kepada wartawan di gedung Kejagung.

    Setelah itu tersangka dibawa dari Surabaya menuju Jakarta. Menurut Harli, HAT sebelumnya sempat dipanggil sebagai saksi kasus dugaan korupsi importasi gula, tapi yang bersangkutan tak mengindahkan pemanggilan tersebut.

    “Mengapa dilakukan penangkapan? Yang bersangkutan sudah dipanggil secara patut untuk diperiksa sebagai saksi namun tidak mengindahkan panggilan penyidik. Oleh karena itu penyidik kemarin menetapkan sebagai tersangka bersama yang kemarin,” tuturnya.

    Befrdasarkan pantauan SINDOnews sekitar pukul 18.10 WIB, tersangka HAT keluar dari Lobby Gedung Kartika Kejagung. Dia nampak mengenakan rompi tahanan berwarna pink.

    Tim penyidik menggiring HAT untuk masuk ke dalam mobil tahanan kejagung. Selanjutnya kendaraan tersebut meninggalkan kawasan gedung Kejagung.

    Diberitakan sebelumnya, Kejagung menetapkan sembilan tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi importasi gula yang menyeret eks Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong. Sembilan tersangka tersebut merupakan pihak swasta. Mereka adalah TWN selaku Direktur Utama PT AP; WN selaku Presiden Direktur PT AF; HS selaku Direktur Utama PT SUJ; IS selaku Direktur Utama PT MSI; TSEP selaku Direktur PT MT; HAT selaku Direktur Utama PT DSI; ASB selaku Direktur Utama PT KTM; HFH selaku Direktur Utama PT BMM; dan ES selaku Direktur PT PDSU.

    “Tim penyidik pada Kejaksaan Agung Republik Indonesia pada Jampidsus telah mendapatkan alat bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan sembilan orang tersangka,” kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar saat konferensi pers di kantornya, Senin, 20 Januari 2025.

    Qohar menjelaskan, tujuh dari sembilan tersangka itu sudah dilakukan penahanan untuk 20 hari ke depan di rutan Salemba cabang Kejaksaan dan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Mereka yang sudah ditahan ialah, TWN, WN, HS, IS, TSEP, HFH dan ES.

    “Sedangkan untuk dua tersangka yang telah dipanggil dengan patut hari ini tidak hadir yaitu atas nama tersangka HAT dan atas nama ASP saat ini dilakukan pencarian oleh tim penyidik untuk diketahui untuk dicari dimana mereka saat ini,” ujarnya.

    (abd)