Kementrian Lembaga: Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan

  • Honda Jazz 2017 Dilelang Mulai Rp 80 Jutaan, Minat?

    Honda Jazz 2017 Dilelang Mulai Rp 80 Jutaan, Minat?

    Jakarta

    Ada Honda Jazz dilelang mulai Rp 80 jutaan, berminat?

    Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan melalui KPKNL Jakarta IV melelang satu unit Honda Jazz lansiran tahun 2017. Honda Jazz yang dilelang itu merupakan tipe 1.5 RS CVT dengan nomor polisi P 1419 KF.

    Mobil ini dilelang beserta BPKB dengan nomor N00166991. Kalau dilihat sekilas, tampilan eksterior mobil masih cukup mulus. Sayang, fotonya tak terlalu detail. Pun yang tertera di laman lelang.go.id, foto yang disajikan hanya berupa tampilan eksterior. Tak terlihat jelas interiornya.

    Honda Jazz berkelir putih ini ditawarkan dengan nilai limit Rp 82,019 juta. Artinya, harga penawarannya dibuka mulai Rp 82 jutaan. Pun kamu yang mau ikut lelang juga harus menyertakan uang jaminan sebesar Rp 24.605.700.

    Honda Jazz 2017 dilelang mulai Rp 80 jutaan Foto: Dok.lelang.go.id

    Uang jaminan tersebut akan dikembalikan seluruhnya kepada peserta lelang bila tidak disahkan sebagai pembeli. Harganya cukup menggiurkan. Sebab, di laman jual mobil bekas online, Honda Jazz tahun 2017 kisaran harganya masih Rp 180 jutaan.

    Cara Ikut Lelang

    Lelang Honda Jazz ini ditawarkan dengan sistem Open Bidding dengan batas akhir penawaran pada 19 Desember 2025 pukul 10.00 WIB. Bagaimana cara ikutannya?

    1. Akses laman www.lelang.go.id
    2. Pilih tombol masuk yang ada di kanan atas
    3. Selanjutnya, login dengan memasukkan alamat email dan password yang telah didaftarkan. Beri centang pada captcha, kemudian klik tombol masuk
    4. Masukkan pencarian lelang (barang yang kamu incar)
    5. Kalau sudah ketemu, klik lot lelang tersebut untuk mengetahui rincian barang lelang
    6. Klik tombol Ikuti Lelang
    7. Pada halaman konfirmasi kepesertaan, akan ditampilkan informasi data lot lelang, data peserta lelang, rekening pengembalian, dan dokumen tambahan lain apabila diperlukan. Pastikan data telah sesuai
    8. Beri tanda centang untuk membaca lebih lanjut syarat dan ketentuan terkait lelang yang akan diikuti.
    9. Kalau sudah menyetujui, memahami, klik tombol mengerti
    10. Klik tombol konfirmasi mengikuti lelang, kalau berhasil akan muncul notifikasi sukses

    Untuk mengikuti status lelang yang kamu ikuti, bisa cek di halaman utama bertuliskan ‘Lelang Saya’. Selanjutnya pada halaman status lelang, akan muncul informasi status lot lelang yang Anda ikuti, yang berisi informasi status lelang, status uang jaminan, status peserta, batas akhir uang jaminan, dan batas akhir penawaran.

    Nah untuk bisa melakukan penawaran, kamu diwajibkan untuk menyetorkan uang jaminan lelang. Klik tombol lihat berupa icon bergambar mata pada kolom aksi. Lakukan penyetoran uang jaminan ke virtual account yang tertera. Status uang jaminan juga akan berubah menjadi sudah dibayar. Apabila telah terverifikasi dan dinyatakan lolos sebagai peserta lelang, akan ada email pemberitahuan. Status peserta juga berubah menjadi ‘Bidding’, barulah bisa melakukan penawaran. Kamu bisa memasukkan penawaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Bila penawaran kamu yang tertinggi dan pemenang lelang, kamu akan diberitahu melalui email.

    Kalau sudah menang lelang, kamu diwajibkan untuk melunasi sesuai dengan batas waktu yang telah ditetapkan.

    (dry/din)

  • Jaksa Agung Tunjuk Syarief Sulaeman Nahdi jadi Dirdik Jampidsus Baru

    Jaksa Agung Tunjuk Syarief Sulaeman Nahdi jadi Dirdik Jampidsus Baru

    Bisnis.com, JAKARTA — Jaksa Agung ST Burhanuddin telah menunjuk Syarief Sulaeman Nahdi menjadi Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung RI.

    Penunjukan itu tertuang dalam Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia dengan No.1064/2025 per tanggal 25 November 2025.

    Kabar pengangkatan ini juga telah dikonfirmasi oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung RI Anang Supriatna.

    “Benar [Syarief jadi Dirdik Jampidsus],” ujar Anang saat dikonfirmasi, Rabu (26/11/2025).

    Dengan begitu, melalui surat keputusan ini Syarief yang sebelumnya menjabat sebagai Asisten Jaksa Agung bakal menggeser posisi Nurcahyo Jungkung Madyo.

    Sementara itu, Nurcahyo bakal menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Kalimantan Tengah (Kalteng).

    Sekadar informasi, sebelum nantinya diangkat menjadi Dirdik Jampidsus, Syarief setidaknya sempat menjabat di dua posisi strategis di lingkungan Kejaksaan RI.

    Misalnya, menjadi Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Jaksel) pada 2022-2024 dan Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jakarta pada 2024.

  • Kriminal kemarin, pelaku ledakan di SMA 72 lalu tersangka kasus Jokowi

    Kriminal kemarin, pelaku ledakan di SMA 72 lalu tersangka kasus Jokowi

    Jakarta (ANTARA) – Sejumlah berita seputar keamanan dan kriminalitas pada Jumat (7/11) masih menarik dibaca hari ini, antara lain terduga pelaku ledakan di SMAN 72 Jakarta Utara (Jakut), termasuk senjata yang ditemukan di lokasi kejadian.

    Selain itu kasus dugaan penipuan terkait konser K-Pop, TWICE oleh Direktur Mecimapro dilimpahkan ke Kejari Jakarta Selatan Jaksel (Jaksel) dan perkembangan kasus penemuan kerangka manusia di Kwitang.

    Berikut rangkumannya:

    1. Ledakan SMAN 72, pelaku ledakan korban “bully” masih didalami Polisi

    Jakarta (ANTARA) – Polda Metro Jaya hingga saat ini masih mendalami motif terduga pelaku ledakan di SMA Negeri 72, Kelapa Gading Barat, Jakarta Utara, pada Jumat siang adalah korban perundungan (bully) oleh siswa lainnya.

    “Kita malam ini sengaja meluruskan informasi sehingga tidak simpang siur, tadi disampaikan oleh Bapak Kapolda Metro Jaya, ini juga masih dilakukan pendalaman terhadap motif, apakah yang bersangkutan korban ‘bullying’ (perundungan)? Ini juga masih kita dalami,” kata Kabid Polda Metro Jaya, Kombes Pol Budi Hermanto saat dikonfirmasi, di Jakarta, Jumat.

    Baca selengkapnya di sini

    2. Polisi sebut senjata di lokasi ledakan adalah mainan

    Jakarta (ANTARA) – Polda Metro Jaya menyebutkan benda yang diduga menyerupai senjata api pada lokasi ledakan di SMA Negeri 72 adalah mainan.

    “Mungkin rekan-rekan sudah melihat foto seperti senjata api dan pistol, itu dipastikan adalah mainan,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Budi Hermanto saat ditemui di Jakarta, Jumat.

    Baca selengkapnya di sini

    3. Polda Metro Jaya limpahkan perkara Direktur Mecimapro ke Kejari Jaksel

    Jakarta (ANTARA) – Polda Metro Jaya telah melimpahkan berkas perkara kasus dugaan penggelapan dan penipuan untuk konser K-Pop, TWICE di Jakarta pada 23 Desember 2023 oleh Direktur PT Melani Citra Permata (Mecimapro) berinisial FDM ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.

    Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Budi Hermanto saat dikonfirmasi pada Jumat, membenarkan hal tersebut.

    Baca selengkapnya di sini

    Kondisi gedung ACC Kwitang di Senen, Jakarta Pusat, Minggu (2/11/2025). Polres Metro Jakarta Pusat, menyelidiki penemuan dua kerangka manusia dalam kondisi hangus terbakar dan tidak dapat dikenali di Lantai 2 Gedung ACC usai menerima laporan pada (30/10/2025) dari teknisi gedung yang diduga terbakar pada kerusuhan 29 Agustus 2025 lalu. ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah/rwa.

    4. Ini kata polisi mengapa kerangka baru ditemukan di Gedung ACC Kwitang

    Jakarta (ANTARA) – Polisi dan tim forensik RS Polri mengungkapkan dua kerangka manusia di Gedung ACC Kwitang, Jakarta Pusat baru ditemukan rentang waktu hampir dua bulan usai kebakaran gedung karena tak ada kegiatan pembersihan atau pembongkaran di area yang tertimbun puing.

    “Kenapa baru ditemukan lama? Karena sejak kebakaran sampai waktu penemuan, tidak ada kegiatan pembersihan atau pembongkaran di area yang tertimbun puing,” kata Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat AKBP Roby Heri Saputra dalam konferensi pers di RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, Jumat.

    Baca selengkapnya di sini

    5. Polda Metro tetapkan 8 tersangka kasus tuduhan ijazah palsu Jokowi

    Jakarta (ANTARA) – Polda Metro Jaya menetapkan sebanyak delapan tersangka dalam kasus tuduhan ijazah palsu Presiden ke-7 Republik Indonesia (RI), Joko Widodo.

    “Telah menetapkan delapan orang tersangka dalam perkara pencemaran nama baik, fitnah, ujaran kebencian, penghasutan, edit dan manipulasi data elektronik,” kata Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Asep Edi Suheri saat konferensi pers di Jakarta, Jumat.

    Baca selengkapnya di sini

    Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
    Editor: Sri Muryono
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Polda Metro Jaya limpahkan perkara Direktur Mecimapro ke Kejari Jaksel

    Polda Metro Jaya limpahkan perkara Direktur Mecimapro ke Kejari Jaksel

    Jakarta (ANTARA) – Polda Metro Jaya telah melimpahkan berkas perkara kasus dugaan penggelapan dan penipuan untuk konser K-Pop, TWICE di Jakarta pada 23 Desember 2023 oleh Direktur PT Melani Citra Permata (Mecimapro) berinisial FDM ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.

    Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Budi Hermanto saat dikonfirmasi pada Jumat, membenarkan hal tersebut.

    “Betul (pelimpahan) sekitar jam 10.00 pagi menurut keterangan penyidik,” katanya.

    Tersangka FDM juga diketahui melakukan pemeriksaan kesehatan di Bid Dokkes Polda Metro Jaya sekitar pukul 08.00 WIB.

    Polda Metro Jaya mengungkapkan bahwa berkas kasus dugaan penggelapan dan penipuan oleh Direktur PT Melani Citra Permata (Mecimapro) berinisial FDM telah dinyatakan lengkap atau P21 oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.

    “Iya, Alhamdulillah sudah P21 tinggal menunggu tahap II,” kata Budi.

    Budi menambahkan, untuk tahapan penyerahan tersangka dan barang bukti dari penyidik kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati atau tahap II akan dilaksanakan pada Jumat ini.

    Pewarta: Ilham Kausar
    Editor: Syaiful Hakim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Kejagung Ungkap Hukuman Pidana 20 Tahun Harvey Moeis Telah Dieksekusi

    Kejagung Ungkap Hukuman Pidana 20 Tahun Harvey Moeis Telah Dieksekusi

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan pihaknya telah mengeksekusi pidana badan terhadap terpidana kasus timah, Harvey Moeis.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung RI, Anang Supriatna mengatakan eksekusi merupakan tindak lanjut dari diterimanya Putusan Mahkamah Agung RI.

    “Kejaksaan RI melalui Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan telah melaksanakan eksekusi badan terhadap Terpidana Harvey Moeis yang terbukti bersalah dalam perkara tindak pidana korupsi komoditas timah,” ujar Anang dalam keterangan tertulis, Kamis (30/10/2025).

    Dia menjelaskan, proses eksekusi ini dilakukan setelah jaksa eksekutor pada Kejari Jaksel menerima putusan MA No. 5009 K/ Pid.Sus / 2025 Jo No. 1/PIDSUS-TPK/2025 PT DKI jo. Nomor: 70/PIDSUS-TPK/PN.JKT.PST tanggal 25 Juni 2025 pada tanggal 14 Juli 2025. 

    Selanjutnya, Kajari Jaksel menerbitkan Sprin Pelaksanaan Putusan Pengadilan (P-48) Nomor : Prin -2779 /M.1.14/Fu.1/07/2025 untuk Harvey Moeis tertanggal 18 Juli 2025.

    “Pelaksanaan ini dituangkan dalam Berita Acara Pelaksanaan Putusan Pengadilan tertanggal 21 Juli 2025,” imbuh Anang.

    Anang mengemukakan bahwa saat ini Harvey telah mendekam di balik jeruji lembaga pemasyarakatan (Lapas) Cibinong. “Lapas Cibinong,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, Harvey terbukti bersalah dalam kasus megakorupsi timah dengan kerugian negara mencapai Rp300 triliun. Dia kemudian divonis 6,5 tahun dalam perkara itu.

    Kemudian, pada persidangan kasasi, hakim agung pada MA telah memperberat hukuman Harvey menjadi 20 tahun. Selain itu, dia juga dihukum membayar uang pengganti Rp420 miliar.

    Istri Harvey Cabut Gugatan

    Sandra Dewi resmi mencabut gugatan keberatan terkait perampasan asetnya di kasus korupsi tata niaga timah. Alasan Sandra mencabut gugatan keberatan terkait perampasan aset itu lantaran lebih memilih patuh kepada putusan hukum yang telah berkekuatan hukum tetap.

    Selain Sandra Dewi, pemohon lainnya yakni Kartika Dewi dan Raymond Gunawan juga mengambil langkah yang sama untuk mencabut gugatan keberatan perampasan aset itu.

    Dalam hal ini, majelis hakim pun menyatakan untuk menerima permohonan dari Sandra Dewi Cs yang meminta untuk mencabut keberatan terkait perampasan aset di kasus timah.

    “Setelah menimbang para Pemohon memberikan kuasanya memberikan surat pencabutan, tertanggal 28 Oktober 2025, yang pada pokoknya bahwa Pemohon tunduk dan patuh kepada putusan dan telah berkekuatan hukum tetap,” Ketua Majelis Hakim Rios Rahmanto di PN Jakarta Pusat, Selasa (28/10/2025).

    Sekadar informasi, barang rampasan yang digugat oleh Sandra Dewi itu yakni sejumlah perhiasan, tas mewah, dua rumah yang berlokasi di Jakarta Barat dan Jakarta Selatan serta dua unit kondominium di Perumahan Gading Serpong.

  • Kapan Vonis 20 Tahun Penjara Harvey Moeis Dieksekusi? Kejagung: Segera

    Kapan Vonis 20 Tahun Penjara Harvey Moeis Dieksekusi? Kejagung: Segera

    Jakarta, Beritasatu.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan segera mengeksekusi vonis 20 tahun penjara terpidana kasus korupsi tata kelola timah Harvey Moeis. Vonis tersebut diketahui sudah inkrah atau berkekuatan hukum tetap. 

    “Segera, secepatnya,” kata Kapuspenkum Kejagung Anang Supriatna di kantornya, Jakarta, Selasa (28/10/2025). 

    Anang menyampaikan Kejagung tengah menunggu salinan resmi putusan Harvey Moeis sampai saat ini. Namun, dia menekankan hal ini bukanlah suatu masalah mengingat yang bersangkutan hingga sekarang tetap ditahan selama menjalani proses hukum. 

    Anang menerangkan, eksekusi vonis Harvey Moeis ini segera dilakukan oleh pihak Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Sedangkan terhadap aset-asetnya yang sudah disita segera dilelang sebagai upaya pemulihan kerugian negara. 

    MA Tolak Kasasi

    Diketahui, Mahkamah Agung (MA) menyatakan menolak kasasi yang ditempuh oleh pengusaha, Harvey Moeis. Dengan putusan ini, suami dari artis Sandra Dewi itu tetap dihukum 20 tahun penjara atas kasus dugaan korupsi tata niaga timah. 

    “Amar putusan tolak,” bunyi keterangan pada situs resmi MA, dikutip Selasa (1/7/2025). 

    Putusan ini diketok oleh ketua majelis hakim agung Dwiarso Budi Santiarto dengan dua anggota majelis Arizon Mega Jaya dan Achmad Setyo Pudjoharsoyo. Putusan ini ditetapkan pada Rabu (25/6/2025) lalu. 

    Sebelumnya, Pengadilan Tinggi Jakarta memperberat hukuman bagi Harvey Moeis dalam kasus korupsi timah yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 300 triliun. Suami selebritas Sandra Dewi itu kini dijatuhi hukuman 20 tahun penjara. 

    “Menjatuhkan pidana kepada terdakwa HM selama 20 tahun serta denda Rp 1 miliar dengan subsider delapan bulan kurungan,” ujar Hakim Teguh dalam persidangan pada Kamis, (13/2/2025). 

    Majelis hakim dalam putusan banding menyatakan bahwa Harvey Moeis terbukti secara sah dan meyakinkan terlibat dalam tindak pidana korupsi serta tindak pidana pencucian uang (TPPU) secara bersama-sama, sesuai dengan dakwaan kesatu primer dan kedua primer. 

    Selain itu, hakim juga mewajibkan Harvey Moeis membayar uang pengganti sebesar Rp 420 miliar dengan subsider 10 tahun penjara.

  • Silfester Matutina, Bayangan di Tengah Jakarta

    Silfester Matutina, Bayangan di Tengah Jakarta

    Silfester Matutina, Bayangan di Tengah Jakarta
    Direktur Indonesian Society Network (ISN), sebelumnya adalah Koordinator Moluccas Democratization Watch (MDW) yang didirikan tahun 2006, kemudian aktif di BPP HIPMI (2011-2014), Chairman Empower Youth Indonesia (sejak 2017), Direktur Maluku Crisis Center (sejak 2018), Founder IndoEast Network (2019), Anggota Dewan Pakar Gerakan Ekonomi Kreatif Nasional (sejak 2019) dan Executive Committee National Olympic Academy (NOA) of Indonesia (sejak 2023). Alumni FISIP Universitas Wijaya Kusuma Surabaya (2006), IVLP Amerika Serikat (2009) dan Political Communication Paramadina Graduate School (2016) berkat scholarship finalis ‘The Next Leaders’ di Metro TV (2009). Saat ini sedang menyelesaikan studi Kajian Ketahanan Nasional (Riset) Universitas Indonesia, juga aktif mengisi berbagai kegiatan seminar dan diskusi. Dapat dihubungi melalui email: ikhsan_tualeka@yahoo.com – Instagram: @ikhsan_tualeka
    SUDAH
    tiga kali saya menulis catatan kritis soal ini di kolom ini. Juga beberapa penulis lain menyoroti hal yang sama. Namun, seakan tak ada gema yang cukup keras untuk membuat Kejaksaan bangkit dari tidur panjangnya.
    Silfester Matutina tetap belum dieksekusi, meski putusan pengadilannya, yakni penjara 1,5 tahun, telah inkrah sejak enam tahun lalu. 
    Kasus ini seolah menjadi simbol betapa hukum di negeri ini bisa kehilangan taring ketika berhadapan dengan orang-orang yang memiliki kedekatan politik tertentu.
    Menjadi cermin buram tentang bagaimana penegakan hukum bekerja dengan dua wajah: satu tajam dan cepat terhadap rakyat biasa, tapi tumpul, lamban, bahkan beku, ketika berhadapan dengan mereka yang punya jejaring kuasa.
    Silfester Matutina, pengacara yang dulu dikenal lantang membela kelompok pendukung garis keras Jokowi, divonis bersalah pada tahun 2019, karena menyebarkan fitnah terhadap Jusuf Kalla.
    Putusannya telah berkekuatan hukum tetap. Artinya tak ada lagi ruang bagi perdebatan tentang bersalah atau tidaknya. Yang tersisa hanya satu kewajiban, yaitu mengeksekusi putusan itu. Namun hingga kini, Kejaksaan belum juga melakukannya.
    Alasan yang disampaikan pun terasa janggal, bahkan melecehkan logika publik. Kejaksaan Agung berulang kali mengatakan bahwa “tim eksekutor masih berusaha mencari keberadaan yang bersangkutan.”
    Kalimat itu diucapkan berulang kali, dari satu periode kepemimpinan ke periode berikutnya, hingga terdengar seperti mantra penundaan. Enam tahun mencari seseorang yang kata pengacaranya tinggal di Jakarta.
    Artinya Silfester bukan di luar negeri, bukan di hutan pedalaman Papua tempat persembunyian OPM. Sehingga jelas ini bukan soal kemampuan, tapi soal kemauan.
    Kita sedang berbicara tentang lembaga besar dengan anggaran Rp 18,4 triliun, ribuan jaksa, dan jaringan intelijen hukum yang katanya tersebar di seluruh Indonesia.
    Namun ironisnya, untuk menemukan satu orang pengacara yang disebut-sebut masih berada di ibu kota, lembaga ini justru tampak gagap dan kehilangan arah.
    Lebih ironis lagi, hingga hari ini, Silfester belum juga ditetapkan sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO). Alasannya, penetapan DPO diserahkan ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
    Dalam bahasa hukum, mungkin itu prosedural. Namun dalam nalar publik, ini hanya permainan bola oper-operan, ‘tiki-taka’ untuk membingungkan lawan main.
    Kejagung melempar ke Kejari, Kejari menunggu koordinasi dengan Kejati, dan semua pihak seolah menunggu. Waktu terus berjalan, berharap publik lupa.
    Sementara itu, pengacara Silfester, Lechumanan, berujar bahwa kasus ini sudah kedaluwarsa. Bahwa karena waktu berlalu, maka hukum otomatis gugur.
    Pernyataan semacam ini bukan hanya menyesatkan, tapi juga menghina nalar publik. Apakah satu putusan hukum bisa basi seperti nasi semalam yang telat dipanaskan?
    Kalau begitu, cukup kabur lima tahun saja, maka hukuman pun hangus dengan sendirinya. Bila logika ini diterima, maka sistem hukum kita telah berubah menjadi parodi atau kabaret yang tak lucu.
    Namun, di sinilah letak persoalan sesungguhnya. Dalam banyak kasus, hukum di Indonesia memang kerap bekerja bukan berdasarkan kejelasan aturan, tapi atas dasar selera dan keberanian.
    Untuk kasus kecil, Kejaksaan bisa bergerak cepat dan tangkas. Pedagang kecil, nelayan, atau rakyat biasa yang melakukan pelanggaran administratif bisa langsung digiring ke pengadilan dan dieksekusi dalam waktu singkat.
    Namun, untuk kasus yang menyangkut nama dengan jejaring politik yang kuat, tiba-tiba semua proses menjadi rumit, prosedural, penuh alasan, bahkan absurd.
    Kita tentu masih ingat, Kejaksaan pernah berhasil menjemput paksa buronan koruptor di luar negeri, menembus perbatasan, bahkan melibatkan interpol.
    Namun, untuk satu orang pengacara yang disebut-sebut berada di Jakarta, mereka seperti kehilangan daya jelajahnya. Seolah hukum hanya kuat di medan yang tak berisiko politik, tapi menjadi penakut ketika harus menembus wilayah kekuasaan.
    Fenomena ini menunjukkan bahwa keadilan di Indonesia masih ditentukan oleh posisi sosial dan politik seseorang. “Equality before the law” hanya isapan jempol.
    Ketika seseorang memiliki koneksi, dukungan, atau relasi dengan kekuasaan, maka hukum menjadi lentur, bisa dinegosiasikan, bahkan ditunda tanpa batas waktu. Namun, bagi mereka yang tak punya apa-apa selain kebenaran, hukum bisa hadir dengan keras dan cepat.
    Inilah ketimpangan yang membuat masyarakat kehilangan kepercayaan. Setiap kali lembaga hukum mengeluarkan pernyataan seperti “masih berusaha mencari keberadaannya”, publik hanya bisa menghela napas.
    Mereka sesungguhnya tahu dan mulai memaklumi, bahwa kata “berusaha” itu sebenarnya bermakna “tidak akan dilakukan dalam waktu dekat”.
    Dalam konteks ini, kasus Silfester bukan hanya tentang satu orang yang belum dieksekusi. Ini adalah potret dari betapa lemahnya wibawa hukum.
    Potret yang menyakitkan, karena menunjukkan bahwa institusi yang seharusnya menjadi pilar keadilan justru menjadi bagian dari masalah.
    Dan ketika Kejaksaan berulang kali menegaskan bahwa upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) tidak menunda eksekusi, publik bertanya: kalau begitu, apa yang menunda? Mengapa perintah pengadilan tidak dilaksanakan?
    Jawabannya, bisa jadi, atau tentu saja, karena hukum di negeri ini sering kali kalah oleh pertimbangan politik dan relasi kuasa.
    Sebagian orang mungkin menganggap kasus ini kecil. Namun sesungguhnya, dari kasus kecil seperti inilah kita bisa membaca arah besar bangsa ini.
    Bila lembaga penegak hukum tidak berani menegakkan hukum terhadap seseorang yang sudah divonis bersalah, maka bagaimana kita bisa berharap keadilan ditegakkan terhadap pelanggaran yang lebih besar?
    Bila aparat tak berani menyentuh yang punya relasi dengan kekuasaan, maka keadilan hanya akan menjadi retorika di podium-podium seminar dan diskusi publik.
    Negara ini pernah berdiri di atas janji bahwa hukum adalah panglima. Dalam praktiknya, hukum sering kali menjadi prajurit yang kehilangan komando, berjalan lambat, ragu-ragu, dan mudah dikalahkan oleh tekanan nonhukum.
    Silfester mungkin hanya satu nama, tapi di balik namanya tersimpan banyak makna. Ia adalah simbol bagaimana kekuasaan bisa melindungi, bagaimana institusi bisa menghindar, dan bagaimana keadilan bisa menunggu tanpa kepastian.
    Bayangkan, enam tahun berlalu dan Kejaksaan masih “mencari” seseorang yang kabarnya tinggal di Jakarta. Bila ini bukan kegagalan, lalu apa namanya?
    Bila lembaga penegak hukum yang begitu besar tak mampu menjalankan satu perintah pengadilan, lalu apa lagi yang bisa diharapkan dari hukum?
    Kita tidak sedang berbicara tentang sekadar menangkap seorang terpidana. Kita sedang membicarakan tentang kredibilitas negara dalam menegakkan hukum, memenuhi rasa keadilan publik.
    Tentang keberanian lembaga penegak hukum untuk menunjukkan bahwa mereka tak bisa diatur oleh kekuasaan, tak bisa diintervensi oleh kepentingan, dan tak bisa ditundukkan oleh rasa takut.
    Dalam suasana seperti ini, keadilan bukan hanya lamban, tapi kehilangan arah moralnya. Ia menjadi bayangan yang samar, seperti Silfester sendiri — ada, tapi seolah tak bisa dijangkau.
    Dan selama Kejaksaan terus berlindung di balik kalimat “masih mencari”, maka keadilan akan terus tersesat di jalan-jalan Jakarta, berjalan tanpa peta, dan tak tahu lagi di mana harus berhenti.
    Publik tidak meminta banyak. Mereka tidak ingin hukum menjadi spektakuler. Mereka hanya ingin hukum bekerja sebagaimana mestinya: tegas, adil, dan konsisten.
    Karena ketika hukum gagal menegakkan keadilan, maka seluruh sistem pemerintahan kehilangan legitimasi moralnya. Dan ketika itu terjadi, kita bukan hanya kehilangan wibawa hukum, tapi juga kehilangan kepercayaan sebagai bangsa.
    Mungkin benar, Silfester kini sudah menjadi legenda hukum. Namun bukan karena perjuangannya, melainkan karena ketidakberdayaan negara dalam menegakkan keadilan terhadap dirinya.
    Ia menjadi simbol baru dari hukum yang tumpul ke atas dan tajam ke bawah, simbol dari sistem yang pandai berbicara tentang integritas, tapi miskin tindakan nyata.
    Dan seperti yang sudah-sudah, hukum pun hanya bisa pasrah, duduk di sudut ruang, menatap lorong yang gelap. Sementara publik terus berharap ada titik cahaya yang bakal memberi semangat dan membuka jalan, hukum keluar dari keterpurukan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Penahanan Anak Riza Chalid Dipindah ke Rutan Salemba
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        21 Oktober 2025

    Penahanan Anak Riza Chalid Dipindah ke Rutan Salemba Nasional 21 Oktober 2025

    Penahanan Anak Riza Chalid Dipindah ke Rutan Salemba
    Editor
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus) mengabulkan permohonan pemindahan penahanan anak tersangka Riza Chalid, Muhamad Kerry Adrianto Riza ke Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Jakarta Pusat (Salemba).
    “Mengabulkan permohonan tim penasihat hukum terdakwa Muhamad Kerry Adrianto Riza,” tulis Hakim Ketua Fajar Kusuma Aji, melansir Antara, Selasa (21/10/2025).
    Dalam penetapan Nomor 102/Pid.Sus-TPK/2025/PN Jkt.Pst yang diteken di Jakarta, Senin (20/10/2025), Majelis mempertimbangkan alasan kesehatan berdasarkan resume medis Rumah Sakit Adhyaksa Jakarta tertanggal 22 Agustus 2025 yang menyebut Kerry mengalami radang paru-paru (pneumonia).
    Rutan Kelas I Salemba Jakarta Pusat dinilai lebih memadai karena memiliki fasilitas layanan kesehatan dengan akreditasi “paripurna” dari Kementerian Kesehatan RI yang mampu menjamin perawatan terdakwa, dibanding tempat sebelumnya, yakni Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
    Melalui penetapan itu, Majelis Hakim memerintahkan jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri Jakpus segera melaksanakan pemindahan tahanan tersebut.
    Adapun permohonan pemindahan tahanan diajukan tim penasihat hukum melalui surat tertanggal 13 Oktober 2025.
    Penasihat hukum Kerry, Lingga Nugraha mengapresiasi putusan majelis hakim yang menilai permohonan pemindahan tahanan tersebut beralasan dari sisi kemanusiaan dan kebutuhan hukum.
    “Kami menghormati dan mengapresiasi pertimbangan majelis hakim yang mengutamakan kondisi kesehatan klien kami,” kata Lingga.
    Menurut dia, pemindahan tersebut juga memudahkan proses hukum, baik untuk persidangan maupun jika jaksa membutuhkan keterangan Kerry dalam perkara lain.
    Sebelumnya, Kerry selaku pemilik manfaat PT Navigator Khatulistiwa didakwa memperkaya diri sebesar Rp3,07 triliun pada kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada periode 2018-2023.
    Kerry diduga telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi, yang merugikan negara senilai Rp285,18 triliun dalam kasus tersebut.
    Perbuatan Kerry dilakukan bersama-sama dengan Sani Dinar Saifuddin, Yoki Firnandi, Agus Purwono, Dimas Werhaspati, Gading Ramadhan Joedo, Alfian Nasution, Hanung Budya Yuktyanta, dan Mohammad Riza Chalid, dalam kegiatan sewa kapal dan sewa tangki bahan bakar minyak (TBBM).
    Dalam pengaturan pengadaan sewa tiga kapal milik PT Jenggala Maritim Nusantara (JMN), Kerry didakwa memperkaya diri dan Komisaris PT JMN Dimas Werhaspati melalui PT JMN sebesar 9,86 juta dolar Amerika Serikat atau setara dengan Rp162,69 miliar (kurs Rp16.500 per dolar AS) dan Rp1,07 miliar.
    Kemudian dalam kegiatan sewa TBBM Merak, Kerry diduga memperkaya diri, Komisaris PT Pelayaran Mahameru Kencana Abadi (PMKA) Gading Ramadhan Juedo, dan pemilik manfaat PT Tanki Merak dan PT Orbit Terminal Merak Mohammad Riza Chalid Rp2,91 triliun.
    Atas perbuatannya, Kerry terdakwa disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Sidang Putusan Praperadilan Nadiem Makarim Digelar Hari Ini

    Sidang Putusan Praperadilan Nadiem Makarim Digelar Hari Ini

    Jakarta

    Gugatan praperadilan yang diajukan mantan Menteri Mendikbudristek Nadiem Makarim memasuki babak akhir. Sidang putusan terkait gugatan status tersangka Nadiem di kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook itu dibacakan hari ini.

    Dilansir SIPP Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), sidang putusan digelar di PN Jaksel hari ini, Senin (13/10/2025) di ruang sidang utama. Sidang rencananya akan dimulai pukul 13.00 WIB.

    “Senin, 13 Oktober 2025 13.OO s/d selesai agenda pembacaan putusan ruang sidang utama,” tulis SIPP.

    Nadiem Ajukan Praperadilan

    Nadiem Makarim ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook pada Kamis (4/9). Dia langsung ditahan selama 20 hari di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.

    Nadiem melawan status tersangkanya itu dengan mengajukan gugatan praperadilan. Objek gugatan praperadilan itu terkait penetapan tersangka dan penahanan Nadiem.

    Berikut ini daftar tersangka dalam kasus ini:

    1. Direktur Sekolah Dasar Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah tahun 2020-2021, Sri Wahyuningsih (SW)
    2. Direktur SMP Kemendikbudristek 2020, Mulyatsyah (MUL)
    3. Staf khusus Mendikbudristek Bidang Pemerintahan era Mendikbudristek Nadiem Makarim, Jurist Tan (JT/JS)
    4. Konsultan Perorangan Rancangan Perbaikan Infrastruktur Teknologi Manajemen Sumber Daya Sekolah pada Kemendikbudristek, Ibrahim Arief (IBAM)
    5. Mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim

    (whn/imk)

  • Bukannya Tetapkan Status Buron, Kejagung Malah Memohon ke Pengacara Silfester

    Bukannya Tetapkan Status Buron, Kejagung Malah Memohon ke Pengacara Silfester

    GELORA.CO – Kejaksaan Agung (Kejagung) seperti tak bertaji untuk menangkap Ketua Umum Solidaritas Merah Putih Silfester Matutina yang tak kunjung memenuhi panggilan eksekusi kasus pencemaran nama baik terhadap Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla.

    Herannya, Korps Adhiyaksa juga enggan menetapkan status buron ke relawan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi).

    “Belum (dijadikan buron), ini kita belum, ini dulu (dicari),” kata Kapuspenkum Kejagung Anang Supriatna di Jakarta, dikutip Sabtu (11/10/2025).

    Lucunya lagi, Anang malah meminta kuasa hukum Silfester untuk menghadirkan kliennya ke hadapan jaksa eksekutor.

    “Sebagai penegak hukum yang baik, ya sesama kita (jaksa dan pengacara) menegakkan yang baik, tolonglah kalau bisa bantulah dihadirkan. Katanya kan ada di Jakarta. Ya, bantulah penegak hukum, bawalah ke kita,” ujar Anang.

    Sebelumnya, pengacara Silfester, Lechumanan menyebut kliennya ada di Jakarta. “Pak Silfester yang intinya ada di Jakarta. Itu dulu saya jelaskan ya,” kata Lechumanan, di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (9/10/2025).

    Ia kemudian menyinggung gugatan Aliansi Rakyat untuk Keadilan dan Kesejahteraan (ARRUKI) pada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan yang dianggap menghentikan perkara Silfester.

    Gugatan tersebut lalu ditolak Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Atas dasar itu, Lechumanan memandang kliennya tidak perlu dijebloskan ke penjara.

    “Artinya apa? Eksekusi tidak perlu dilaksanakan lagi. Itu yang perlu saya sampaikan. Terkait dengan referensi hukum yang bisa saya sampaikan terhadap perkara Silfester Matutina,” ujar dia.

    Menurut Lechumanan, pasal yang digunakan untuk menjerat Silfester sudah kedaluwarsa sehingga tak perlu dilaksanakan eksekusi.

    “Bahwa jelas pasal yang menjerat Pak Silfester telah kedaluwarsa. Menjalankan putusan terkait dengan undang-undang hukum pidana yaitu Pasal 84, 85. Bahwa peristiwa tersebut telah kedaluwarsa dan tidak patut untuk dieksekusi lagi,” tuturnya.

    Tidak hanya itu, pihaknya juga telah meminta Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan untuk menunda eksekusi karena Silfester akan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) untuk kedua kalinya.