Kementrian Lembaga: Kejaksaan Agung

  • Saksi Sidang Impor Minyak Ungkap Petinggi BUMN Tolak Tas Golf Pemberiannya: Sejak Itu Saya Malu
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        4 Desember 2025

    Saksi Sidang Impor Minyak Ungkap Petinggi BUMN Tolak Tas Golf Pemberiannya: Sejak Itu Saya Malu Nasional 4 Desember 2025

    Saksi Sidang Impor Minyak Ungkap Petinggi BUMN Tolak Tas Golf Pemberiannya: Sejak Itu Saya Malu
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Terdakwa sekaligus VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga, Edward Corne, menolak pemberian satu tas golf dari Originator Specialist-Business Development pada PT Jasatama Petroindo, Ferry Mahendra Setya Putra.
    Hal ini diungkap Ferry yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah di
    PT Pertamina
    Persero.
    Ferry menjelaskan, ia secara spontan memberikan tas golf itu kepada Edward pada akhir Maret 2023.
    Beberapa hari setelah tas golf itu sampai di rumah Edward, Ferry ditelepon oleh si penerima.
    “Dua hari setelahnya, beliau telepon saya dan nolak. Saya masih ingat betul dan itu bikin saya malu. Jadi, itu jadi yang pertama dan yang terakhir karena kemudian ditolak,” ujar Ferry dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (4/12/2025).
    Ferry mengaku masih cukup ingat dengan ucapan Edward yang saat itu menolak pemberiannya.
    “Intinya ginilah, ‘Ngapain lu kasih gini? Gua enggak bisa terima, bro.’ Gitu. ‘Enggak enak gua terimanya,’” kata Ferry meniru ucapan Edward saat itu.
    Kepada Edward, Ferry menegaskan bahwa pemberiannya murni berdasarkan kedekatan pertemanan, bukan bisnis.
    Ferry mengaku berterima kasih kepada Edward yang menyempatkan diri untuk menjenguknya setelah operasi.
    “Enggak ada hubungan sama bisnis, bahkan ini enggak disuruh BP, sama sekali enggak disuruh BP, pakai uang pribadi saya, makanya saya tidak melaporkan ke BP gitu ya, karena pakai uang pribadi saya,” lanjut Ferry.
    PT Jasatama Petroindo merupakan perwakilan BP Singapore PTE.LTD di Indonesia.
    Edward diketahui tetap menolak halus pemberian dari Ferry.
    “Beliau menolak secara halus kemudian dilanjutkan dengan kata-kata, ‘Tapi, tetap gua enggak enak terimanya karena…’ Beliau pakai alasan yang saya masih ingat, istrinya dia. ‘Nanti yang ada bini gua marah karena bingung nih ditaruh di mana nih tas,’” lanjut Ferry.
    Meski ditolak, tas golf ini tidak dikembalikan ke tangan Ferry lagi.
    Edward memilih untuk menaruh tas golf dari Ferry di kantornya untuk nanti dipakai jika dibutuhkan.
    “Terus, beliau minta izin, ‘Gua izin taruh di kantor aja ya siapa tahu bisa dipakai anak-anak.’ Bagi saya itu penolakan walaupun secara halus. Dan, sejak itu ya saya malu dan enggak pernah ngasih lagi sudah,” imbuh Ferry.
    Dalam sidang, Ferry mengaku membeli tas golf ketika kebetulan melintas di depan toko perlengkapan golf di kawasan Senayan, Jakarta Selatan.
    Ia melihat sebuah iklan bertuliskan ‘Buy 1 Get 1’ untuk tas golf.
    Ferry pun merogoh kocek senilai Rp 3,5 juta untuk kedua tas golf itu.
    Berhubung ia hanya butuh satu, sisanya diberikan kepada orang lain.
    Saat itu, ia teringat pada Edward yang sudah pernah menjenguknya ketika sedang dirawat di rumah sakit.
    Tas golf senilai Rp 1,75 juta ini kemudian diantar ke rumah Edward tanpa sepengetahuan calon penerima.
    Pengacara terdakwa, Luhut MP Pangaribuan, menjelaskan alasan itu tidak dikembalikan meski sudah ditolak.
    Menurutnya, ini masih berkaitan erat dengan budaya masyarakat Indonesia.
    Luhut menjelaskan hal ini dengan sebuah analogi.
    “Kamu sekarang wartawan, kan kita sudah kenal. Tiba-tiba saya ada beli mangga di situ. Aduh, saya kasih dia tadi saya diwawancara, kan gitu kirim dong mangga kan gitu. Mangga setengah kilo. Masa kamu kembaliin? Dalam konteks Indonesia, itu wajar,” ujar Luhut saat ditemui usai sidang.
    Luhut menegaskan, pemberian dari Ferry ke Edward murni karena pertemanan.
    Terlebih, harga barang yang diberikan tergolong kecil jika dibandingkan dengan nilai proyek yang berjalan di Pertamina.
    “Kalau misalnya (pemberian suap nilainya) 1,75 juta dollar Amerika Serikat, itu masuk akal. Kalau itu (proyeknya) triliunan kan gitu. Baru seimbang. Ya. Ini di mana imbangannya?” kata Luhut.
    Nama BP Singapore pernah disinggung dalam dakwaan.
    Perusahaan ini menjadi satu dari sepuluh pihak yang diduga mendapat perlakuan istimewa dari para terdakwa dalam pengadaan impor minyak mentah.
    “Terdakwa Agus Purwono, Sani Dinar Saifuddin, dan Dwi Sudarsono mengusulkan sepuluh mitra usaha sebagai pemenang pengadaan impor minyak mentah/kondensat meskipun praktik pelaksanaan pengadaan tidak sesuai dengan prinsip dan etika pengadaan,” ujar salah satu jaksa saat membacakan dakwaan dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (13/10/2025).
    Jaksa menyebutkan, Agus, Sani, dan Dwi sengaja membocorkan harga perkiraan sendiri (HPS) yang merupakan persyaratan utama lelang.
    Nilai HPS ini sifatnya rahasia.
    “(Para terdakwa juga) melakukan perubahan persyaratan utama berupa volume pengadaan dan waktu pengiriman. (Serta), mengundang perusahaan yang sedang dikenai sanksi untuk mengikuti pelelangan,” imbuh jaksa.
    Dalam kasus ini, BP Singapore PTE.LTD meraup keuntungan sebesar 36,258,298.95 dollar Amerika Serikat.
    Namun, setelah dijumlahkan, sepuluh perusahaan asing yang mendapatkan perlakuan khusus ini memperoleh kekayaan senilai 570,267,741.36 atau 570,2 juta dollar Amerika Serikat.
    Pengadaan impor minyak mentah ini hanya satu dari beberapa pengadaan yang menyebabkan kerugian negara dalam kasus ini.
    Secara keseluruhan, para terdakwa maupun tersangka disebutkan telah menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp 285,1 triliun.
    Setidaknya, ada sembilan orang yang lebih dahulu dihadirkan di persidangan, antara lain: Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa; Muhamad Kerry Adrianto Riza; Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi; VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, Agus Purwono.
    Lalu, Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, Dimas Werhaspati; dan Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak, Gading Ramadhan Joedo.
    Kemudian, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan; Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, Sani Dinar Saifuddin; Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya; dan VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga,
    Edward Corne
    .
    Sejauh ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan 18 tersangka.
    Berkas delapan tersangka lainnya sudah dilimpahkan ke Kejari Jakpus.
    Namun, berkas Riza Chalid belum dilimpahkan karena saat ini masih buron.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Saksi Sidang Impor Minyak Ungkap Petinggi BUMN Tolak Tas Golf Pemberiannya: Sejak Itu Saya Malu
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        4 Desember 2025

    3 Petinggi BUMN Main Golf Bareng Bos Perusahaan Singapore Menjelang Tender Impor BBM Nasional

    Petinggi BUMN Main Golf Bareng Bos Perusahaan Singapore Menjelang Tender Impor BBM
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Terdakwa sekaligus VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga, Edward Corne, sempat bermain golf bersama petinggi BP Singapore PTE. LTD menjelang tender pengadaan impor minyak mentah dilakukan.
    Hal ini terungkap saat Originator Specialist-Business Development pada PT Jasatama Petroindo, Ferry Mahendra Setya Putra, dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebagai saksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah di PT Pertamina Persero.
    PT Jasatama Petroindo merupakan perwakilan
    BP Singapore
    di Indonesia.
    BP Singapore adalah salah satu perusahaan yang diduga mendapat perlakuan khusus dari para terdakwa.
    Awalnya, jaksa penuntut umum (JPU) bertanya soal acara bermain golf yang diikuti oleh enam orang.
    Mereka yang hadir adalah
    Edward Corne
    , Ferry, dan beberapa pihak dari BP Singapore, termasuk Voon Zhi Jiang selaku Head of Gasoline Trader pada perusahaan dari negara Merlion.
    “Pernah saksi waktu itu mengundang dari atasan saksi yang dari BP, yang Pak Voon Zhi pertemuan di situ?” tanya salah satu jaksa dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (4/12/2025).
    Ferry mengatakan, acara main golf bareng ini pernah terjadi, tapi tidak pada saat tender dilakukan.
    “Maksudnya, kita main golf bareng sama atasan saya? Eh itu untuk ti-… pada saat itu tidak sedang tender, Yang Mulia,” jawab Ferry.
    Ia mengatakan, permainan golf ini terjadi sekitar 25 Oktober 2022.
    Sementara, tender diketahui berlangsung pada November 2022.
    “Sebelum tender, iya. Akhir Oktober, tanggal 25 Oktober itu,” imbuh Ferry.
    Lalu, jaksa mencecar Ferry terkait ada tidaknya percakapan atau negosiasi terkait tender yang dilakukannya di luar metode formal.
    “Pada saat waktu negosiasi, saudara ada melakukan pembicaraan ini di luar, misalkan di lapangan golf seperti itu, sambil bermain golf seperti itu?” tanya jaksa.
    Ferry membantah kalau ia pernah membahas soal tender saat bermain golf.
    “Pada dasarnya, saya enggak bisa golf, Yang Mulia. Pak Edward juga tahu saya enggak bisa golf. Jadi, saya bisa bilang kalau untuk urusan tender tidak pernah kita sambil main golf,” jawab Ferry.
    Ferry menjelaskan, saat permainan golf itu, ia hanya ikut hadir.
    Sementara, yang bisa bermain golf adalah Edward, Voon Zhi Jiang, dan dua anggota BP Singapore lainnya.
    Sementara, Ferry bersama satu karyawan BP SG lainnya, Amel, hanya melihat empat orang lainnya dan coba-coba memukul bola.
    “Yang bisa golf itu Pak Edward, Pak Bagus, Pak Erik, dan Pak Voon (Shi Jiang, Head of Gasoline Trader BP SG). Nah mereka satu flight. Saya sama Ibu Amel, Ibu Amel dari BP juga, karena kita sama-sama enggak bisa golf, ya kita cuman mukul-mukul berdua aja sih,” imbuh Ferry.
    Namun, Ferry mengaku kalau permainan golf ini sepenuhnya dibiayai oleh BP Singapore.
    “Mengenai permainan golf itu, dua flight, itu yang biayai itu dari Pertamina atau BP Singapore?” tanya jaksa.
    “BP Singapore,” jawab Ferry.
    Nama BP Singapore pernah disinggung dalam dakwaan.
    Perusahaan ini menjadi satu dari sepuluh pihak yang diduga mendapat perlakuan istimewa dari para terdakwa dalam pengadaan impor minyak mentah.
    “Terdakwa Agus Purwono, Sani Dinar Saifuddin, dan Dwi Sudarsono mengusulkan sepuluh mitra usaha sebagai pemenang pengadaan impor minyak mentah/kondensat meskipun praktik pelaksanaan pengadaan tidak sesuai dengan prinsip dan etika pengadaan,” ujar salah satu jaksa saat membacakan dakwaan dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (13/10/2025).
    Jaksa menyebutkan, Agus, Sani, dan Dwi sengaja membocorkan harga perkiraan sendiri (HPS) yang merupakan persyaratan utama lelang.
    Nilai HPS ini sifatnya rahasia.
    “(Para terdakwa juga) melakukan perubahan persyaratan utama berupa volume pengadaan dan waktu pengiriman. (Serta), mengundang perusahaan yang sedang dikenai sanksi untuk mengikuti pelelangan,” imbuh jaksa.
    Dalam kasus ini, BP Singapore PTE.
    LTD meraup keuntungan sebesar 36,258,298.95 dollar Amerika Serikat.
    Tapi, setelah dijumlahkan, sepuluh perusahaan asing yang mendapatkan perlakuan khusus ini memperoleh kekayaan senilai 570,267,741.36 atau 570,2 juta dollar Amerika Serikat.
    Pengadaan impor minyak mentah ini hanya satu dari beberapa pengadaan yang menyebabkan kerugian negara dalam kasus ini.
    Secara keseluruhan, para terdakwa maupun tersangka disebutkan telah menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp 285,1 triliun.
    Setidaknya, ada sembilan orang yang lebih dahulu dihadirkan di persidangan, antara lain: Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa; Muhamad Kerry Adrianto Riza; Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi; VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, Agus Purwono.
    Lalu, Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, Dimas Werhaspati; dan Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak, Gading Ramadhan Joedo.
    Kemudian, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan; Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, Sani Dinar Saifuddin; Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya; dan VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga, Edward Corne.
    Sejauh ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan 18 tersangka.
    Berkas delapan tersangka lainnya sudah dilimpahkan ke Kejari Jakpus, namun berkas Riza Chalid belum dilimpahkan karena saat ini masih buron.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kejagung Geledah Bea Cukai Kasus CPO, Dirjen Djaka Siapkan Bantuan Hukum ke Pegawai

    Kejagung Geledah Bea Cukai Kasus CPO, Dirjen Djaka Siapkan Bantuan Hukum ke Pegawai

    Bisnis.com, JAKARTA — Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Djaka Budhi Utama membenarkan adanya penggeledahan yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) di sejumlah kantor pelayanan Bea Cukai.

    Djaka menjelaskan bahwa langkah penegakan hukum tersebut berkaitan dengan pendalaman kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan kegiatan usaha komoditas kelapa sawit dan turunannya. Penyelidikan ini menyasar periode tahun berjalan 2021 hingga 2024.

    “Itu kasus lama masalah sawit dan turunannya, selama tahun 2021 sampai dengan 2024 kalau tidak salah,” ungkap Djaka di Kantor Kanwil Bea Cukai Jakarta, Rabu (3/12/2025).

    Dia memerinci bahwa penggeledahan tidak terpusat di satu lokasi saja, melainkan dilakukan di beberapa kantor wilayah (Kanwil) Bea Cukai yang memiliki kaitan operasional dengan aktivitas ekspor komoditas tersebut.

    Meski proses hukum tengah berjalan, Djaka menekankan pentingnya mengedepankan asas praduga tak bersalah. Pihaknya belum dapat menyimpulkan adanya kesalahan prosedur atau tindak pidana yang dilakukan oleh personel Bea Cukai sebelum adanya putusan hukum yang mengikat.

    Sebagai bentuk tanggung jawab institusi, purnawirawan perwira TNI ini memastikan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) akan memberikan pendampingan bagi pegawainya yang menjalani pemeriksaan.

    “Tentunya kita belum tentu men-judge bahwa personel dari Bea Cukai itu melakukan tindakan kesalahan. Tetapi selama proses hukum itu berjalan, kita akan memberikan bantuan ataupun support kepada pegawai Bea Cukai yang diperiksa,” tutupnya.

    Dugaan Korupsi Limbah CPO

    Adapun, Kejagung tengah mengusut kasus dugaan korupsi terkait ekspor Palm Oil Mill Effluent (POME) atau limbah CPO pada 2022. Pengusutan ini dilakukan karena penyidik pada direktorat Jampidsus Kejagung RI telah mengendus dugaan praktik rasuah terkait dengan ekspor Pome 2022.

    Informasi yang dihimpun Bisnis, penyidikan kasus ini bermula dari data eksportasi POME yang nilainya justru lebih tinggi dibandingkan dengan ekspor crude palm oil alias CPO. Padahal, POME adalah limbah cair kelapa sawit. Limbah ini bisa berfungsi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca atau gas metana dan mengubah biogas menjadi energi listrik.

    Adapun kalau merujuk kepada Peraturan Menteri Perindustrian atau Permenperin No.32/2024 tentang Klasifikasi Komoditas Turunan Kelapa Sawit, eksportasi POME bisa dilacak dalam dua kode harmonized system atau kode HS yakni 23066090 dan 23069090. 

    Kode HS dengan pos tarif 23066090 diperuntukkan untuk POME yang berkadar asam lemak bebas atau ALB 10% – 20%. Sementara untuk kode HS dengan pos tarif 23069090 digunakan untuk POME dengan kadar air dan impurities sebesar 0,5%.

    Sayangnya, pihak Kejagung belum mau memaparkan mengenai detail perkara yang disidiknya saat ini. Mereka hanya memastikan telah memeriksa sejumlah pihak untuk menyibak misteri di balik kasus korupsi eksportasi POME.  

    Sementara itu, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor limbah CPO di Indonesia itu mencapai US$1.760.024.935 atau US$1,7 miliar pada 2022.

    Nilai itu diperoleh dari dua pos tarif POME yang diklasifikasikan berdasarkan parameter. Misalkan kode HS 23066090 dengan parameter kadar ALB memiliki nilai ekspor US$651 juta dan bobot sekitar 3 juta ton.

    Sementara itu, limbah CPO dengan parameter kadar air dan impurities memiliki kode HS 23069090. Limbah CPO dengan parameter ini memiliki nilai ekspor US$1,1 miliar dengan volume 1,2 juta ton.

    Sebelumnya, Kapuspenkum Kejagung Anang Supriatna menyatakan pihaknya telah menggeledah lebih dari lima lokasi terkait dengan perkara ini. Satu dari lokasi yang digeledah adalah kantor pusat Bea Cukai di Jakarta. 

    Selain itu, rumah pejabat Bea Cukai juga telah digeledah dalam perkara ini. Lokasi penggeledahan itu tak hanya dilakukan di Jakarta, sebab penyidik Jampidsus juga telah melakukan geledah di luar Jakarta. 

    Hanya saja, Anang tidak menjelaskan secara jelas pihak-pihak yang digeledah itu, termasuk duduk perkara kasusnya. Namun demikian, Anang menyampaikan bahwa pihaknya akan terus melakukan upaya hukum seperti pemanggilan saksi dalam perkara ekspor limbah CPO ini.

    “Saksi sudah diperiksa, penggeledahan sudah, pokoknya ketika melakukan upaya paksa dan salah satunya penggeledahan langkah hukum ini pastinya saksi-saksi sudah ada yang diperiksa, sudah pasti itu,” ujar Anang di Kejagung, Selasa (28/10/2025).

  • Dirjen Bea Cukai Buka Suara Soal Penggeledahan Kejagung

    Dirjen Bea Cukai Buka Suara Soal Penggeledahan Kejagung

    Liputan6.com, Jakarta – Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Letjen TNI (Purn.) Djaka Budhi Utama, buka suara bahwa penggeledahan yang dilakukan Kejaksaan Agung terhadap beberapa kantor Bea Cukai berkaitan dengan perkara lama di sektor komoditas sawit.

    Ia menjelaskan, kasus tersebut merupakan rangkaian penyelidikan terkait ekspor sawit dan turunannya pada periode 2021 hingga 2024.

    “Itu kasus lama masalah sawit dan turunannya. Tahun 2021 sampai dengan 2024 kalau nggak salah,” kata Djaka saat ditemui di Kanwil Bea Cukai Jakarta, Rabu (3/12/2025).

    Menurutnya, langkah Kejagung merupakan bagian dari proses penegakan hukum yang sudah berjalan sejak beberapa tahun terakhir. Djaka menegaskan bahwa informasi penggeledahan ini bukanlah hal baru di internal Bea Cukai.

    Sejumlah dokumen dan data yang dibutuhkan telah disiapkan untuk mendukung penyidikan. Ia menyebut bahwa kerja sama penuh dengan aparat penegak hukum adalah komitmen lembaganya dalam menjaga integritas sistem pengawasan ekspor.

    Meski mencuat kembali ke publik, Djaka meminta agar kasus tersebut dilihat secara proporsional. Ia menekankan bahwa penyelidikan yang berjalan tidak otomatis berarti adanya kesalahan dari aparat Bea Cukai.

    “Tentunya kita belum tentu menjudge bahwa personil dari Bea Cukai itu melakukan tindakan kesalahan,” ujarnya.

     

  • Kejagung sebut RUU PSDK perlu perkuat jejaring LPSK di banyak daerah

    Kejagung sebut RUU PSDK perlu perkuat jejaring LPSK di banyak daerah

    Jakarta (ANTARA) – Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kedua atas Undangan-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pelindungan Saksi dan Korban (PSDK) perlu memperkuat jejaring Lembaga Pelindungan Saksi dan Korban (LPSK) di banyak daerah.

    Plt Wakil Jaksa Agung Asep N Mulyana mengatakan selama ini LPSK kerap berperan untuk turut memverifikasi korban-korban yang memerlukan perlakuan khusus, termasuk pemberian restitusi. Namun, hal itu tidak maksimal terlaksana di seluruh daerah di Indonesia.

    “Demikian juga mereka juga memberikan kewenangan-kewenangan lain yang tentu saja memberikan akses pada korban,” kata Asep saat rapat harmonisasi RUU PSDK di kompleks parlemen, Jakarta, Rabu.

    Menurut dia, RUU PSDK juga diperlukan untuk memberikan pelindungan yang lebih kepada saksi dan korban. Nantinya, kata dia, saksi maupun korban tidak semata-mata hanya menyampaikan hal yang diketahui kepada penyidik, tetapi juga menyampaikan perasaan dan pandangannya.

    Selain itu, menurut dia, pelindungan juga tidak hanya perlu diberikan kepada korban, tetapi juga harus dilakukan kepada keluarganya. Dalam beberapa kasus kejahatan seksual, menurut dia, keluarga korban juga membutuhkan perhatian khusus.

    “Sehingga kalau kita sepakat bahwa undang-undang akan disempurnakan, tentu juga ada perluasan-perluasan kewajiban negara ataupun kehadiran negara dalam konteks perluasan terhadap (pelindungan) korban tersebut,” kata dia.

    Di sisi lain, dia pun mendorong diaturnya mekanisme formal antara Kejaksaan dan LPSK dalam penanganan perkara-perkara tertentu yang prioritas. Termasuk juga, kata dia, dalam mekanisme akuntabilitas, standar operasi prosedur, dan indikatornya.

    “Kami harapkan dalam undang-undang ini adalah bagaimana memperkuat koordinasi yang struktural, koordinasi yang kemudian terlembagakan, koordinasi kolaborasi yang kemudian semakin terpadu,” katanya.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Benardy Ferdiansyah
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Dirjen Bea Cukai tanggapi soal pemeriksaan sejumlah pejabatnya

    Dirjen Bea Cukai tanggapi soal pemeriksaan sejumlah pejabatnya

    Itu kasus lama, masalah sawit dan turunannya. Tahun 2021 sampai dengan 2024 kalau enggak salah.

    Jakarta (ANTARA) – Direktur Jenderal (Dirjen) Bea dan Cukai Djaka Budhi Utama menanggapi soal pemeriksaan sejumlah kantor serta rumah pejabat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).

    Ia mengatakan perkara yang diusut merupakan kasus lama terkait ekspor sawit dan turunannya.

    “Itu kasus lama, masalah sawit dan turunannya. Tahun 2021 sampai dengan 2024 kalau enggak salah,” ujar Djaka, usai Konferensi Pers Pemusnahan Barang Kena Cukai Ilegal Kanwil DJBC Jakarta, Rabu.

    Djaka menjelaskan, pemeriksaan dilakukan tidak hanya di Kantor Pusat DJBC, tetapi juga di beberapa kantor wilayah Bea Cukai yang menangani ekspor sawit.

    “Tidak hanya ini, beberapa kantor wilayah Bea Cukai yang berkaitan dengan ekspor sawit (diperiksa), dan itu masih berproses,” ujarnya.

    Ia menekankan bahwa proses hukum masih berjalan sepenuhnya di Kejagung, sehingga dirinya tak ingin tergesa-gesa menyimpulkan dugaan kesalahan para pegawainya.

    “Tentunya kita belum tentu menjudge bahwa personel dari Bea Cukai itu melakukan tindakan kesalahan. Tetapi selama proses hukum itu berjalan, kita akan memberikan bantuan ataupun support kepada pegawai bea cukai yang diperiksa,” ujarnya lagi.

    Kejagung saat ini tengah menangani kasus dugaan korupsi ekspor Palm Oil Mill Effluent (POME) tahun 2022.

    Penyidik telah melakukan pemeriksaan saksi serta penggeledahan sejak Oktober 2025.

    POME sendiri merupakan cairan limbah dari pengolahan minyak kelapa sawit yang meski berstatus limbah, memiliki potensi nilai tambah.

    Dalam penyidikan, Kejagung telah menggeledah lebih dari lima lokasi yang terkait dengan DJBC, baik kantor maupun rumah pejabat.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Anang Supriatna mengatakan penggeledahan dilakukan pada 22 Oktober 2025 di Jakarta dan beberapa daerah lainnya.

    “Yang jelas memang penggeledahan terkait dengan perkara di Bea Cukai ada penggeledahan lebih dari lima titik, dan barang-barang yang sudah diambil ada dokumentasi-dokumentasi yang diperlukan dalam penyidikan,” ujarnya.

    Pewarta: Bayu Saputra
    Editor: Budisantoso Budiman
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Baleg DPR harmonisasi RUU PSDK cegah ego sektoral Polri-Kejaksaan

    Baleg DPR harmonisasi RUU PSDK cegah ego sektoral Polri-Kejaksaan

    Saya lebih menebalkan tentang kedudukan LPSK (Lembaga Pelindungan Saksi dan Korban), yang kedua tentang koordinasi, kinerja koordinatif antara LPSK dengan aparat penegak hukum

    Jakarta (ANTARA) – Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menggelar rapat harmonisasi terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pelindungan Saksi dan Korban (PSDK) untuk mencegah ego sektoral antara Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dan Kejaksaan Agung.

    Ketua Baleg DPR RI Bob Hasan mengatakan harmonisasi RUU tersebut seyogyanya jangan menimbulkan perbedaan-perbedaan tentang kedudukan lembaga dalam mengurus pelindungan saksi dan korban, melainkan harus bertujuan untuk mencapai keadilan dan kepastian hukum.

    “Saya lebih menebalkan tentang kedudukan LPSK (Lembaga Pelindungan Saksi dan Korban), yang kedua tentang koordinasi, kinerja koordinatif antara LPSK dengan aparat penegak hukum,” kata Bob di kompleks parlemen, Jakarta, Rabu.

    Dalam rapat itu, Baleg DPR RI menghadirkan Plt Wakil Jaksa Agung Asep N Mulyana hingga Kepala Divisi Hukum Polri Irjen Agus Nugroho.

    Bob mengatakan bahwa Polri dan Kejaksaan memegang peranan penting dalam pelindungan saksi dan korban, khususnya dalam tahap penyelidikan, penyidikan, maupun pemungutan.

    Dia menjelaskan bahwa revisi terhadap UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pelindungan Saksi dan Korban itu akan lebih banyak mengandung muatan materi untuk memperkuat independensi dari LPSK, meskipun irisan proses hukumnya tetap dalam lingkup pro yustisia.

    “Tetapi dari sisi hak asasi manusia ini juga perlu menjadi perhatian dari sisi perundang-undangan,” kata dia.

    Di sisi lain, dia pun ingin mendengar masukan dari Polri maupun Kejaksaan dalam evaluasi penerapan UU yang lama, serta berbagai tantangan yang dihadapi dalam melindungi saksi dan korban, baik mengatasi ancaman fisik maupun psikis.

    “Undang-undang saat ini sebenarnya lebih cenderung kepada sosok maupun kedudukan, eksistensi daripada lembaga LPSK,” katanya.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • 10
                    
                        Lelang Super Tanker MT Arman 114 Nihil Peserta, Kapal Dikembalikan ke Kejaksaan
                        Regional

    10 Lelang Super Tanker MT Arman 114 Nihil Peserta, Kapal Dikembalikan ke Kejaksaan Regional

    Lelang Super Tanker MT Arman 114 Nihil Peserta, Kapal Dikembalikan ke Kejaksaan
    Tim Redaksi
    BATAM, KOMPAS.com
    – Proses lelang kapal super tanker MT Arman 114 dan muatan
    light crude oil
    yang dilakukan melalui situs lelang.go.id berakhir tanpa pemenang. Hingga penutupan pada Selasa (2/12/2025) pukul 14.00 WIB, tidak ada satu pun peserta yang mengajukan penawaran.
    Kepala Bidang Hukum dan Informasi KPKNL
    Batam
    , Rahmat, menjelaskan seluruh tahapan lelang sudah berjalan sesuai prosedur. Namun, hasil akhirnya tetap nihil peminat. “Tidak ada peserta yang memasukkan penawaran. Artinya, tidak ada pemenang lelang,” kata Rahmat, Selasa (2/12/2025).
    Rahmat mengatakan proses lelang sempat diwarnai kendala teknis. Sistem lelang.go.id beberapa kali sulit diakses oleh calon peserta. Selain itu, persyaratan administratif yang cukup banyak membuat sejumlah perusahaan tidak dapat melengkapi dokumen hingga batas waktu.
    Ia menegaskan panitia lelang tidak memiliki kewenangan menjelaskan aspek perkara maupun dasar hukum penyitaan kapal tersebut. Dengan tidak adanya peserta, kapal dan muatan dinyatakan tidak laku. Rahmat menyampaikan objek lelang itu akan dikembalikan lebih dulu ke
    kejaksaan
    untuk dibahas ulang sebelum kemungkinan dilelang kembali.
    “Untuk perkara, seluruhnya menjadi kewenangan kejaksaan,” ujarnya.
    Minimnya peserta juga dibenarkan Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Batam, Priandi Firdaus. Ia menyebut tidak ada perusahaan yang terdaftar sebagai peserta hingga hari penutupan. “Informasi dari KPKNL, dokumen dari beberapa calon peserta tidak lengkap, sehingga tidak ada yang mendaftar,” jelasnya.
    Priandi mengatakan pihaknya masih menunggu arahan dari Kejaksaan Agung mengenai langkah selanjutnya. “Kami menunggu petunjuk dari Kejagung,” tambahnya.
    Sebelum lelang digelar, sebanyak 19 perusahaan menghadiri aanwijzing atau penjelasan lelang di Aula Kejaksaan Negeri Batam pada 24 November 2025. Namun, tak satu pun yang mengajukan pendaftaran resmi.
    Untuk diketahui,
    MT Arman 114
    merupakan
    barang rampasan negara
    dalam perkara pencemaran lingkungan oleh nakhoda Mahmoud Mohamed Abdelaziz Mohamed Hatiba, berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Batam Nomor 941/Pid.Sus/2023/PN.Btm. Kapal berbendera Iran itu menjadi salah satu aset terbesar yang dieksekusi kejaksaan tahun ini.
    Objek lelang terdiri dari satu unit
    kapal tanker
    buatan Korea Selatan tahun 1997 dan muatan minyak mentah 166.975 ton. Nilai limit ditetapkan sebesar Rp1.174.503.193.400 dengan jaminan lelang minimal Rp118 miliar.
    Selain berstatus
    barang rampasan
    , kapal MT Arman 114 juga masih bersinggungan dengan perkara perdata yang belum selesai. Panitia lelang tidak memiliki kewenangan menjelaskan lebih jauh proses tersebut.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Hari Ini, Muhammad Arif Nuryanta hingga Djuyamto Hadapi Vonis Suap Vonis Lepas CPO
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        3 Desember 2025

    Hari Ini, Muhammad Arif Nuryanta hingga Djuyamto Hadapi Vonis Suap Vonis Lepas CPO Nasional 3 Desember 2025

    Hari Ini, Muhammad Arif Nuryanta hingga Djuyamto Hadapi Vonis Suap Vonis Lepas CPO
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Eks Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, dan Hakim nonaktif Djuyamto akan menghadapi sidang putusan untuk kasus dugaan suap penanganan perkara terkait pemberian vonis lepas atau ontslag kepada tiga korporasi
    crude palm oil
    (CPO), pada Rabu (3/12/2025).
    Panitera muda perdata PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan, dan dua hakim lainnya, Agam Syarif Baharudin serta Ali Muhtarom, juga akan mendengarkan pembacaan vonis pada sidang yang sama.
    “Jadwal sidang untuk Rabu (3/12/2025) yaitu perkara migor (minyak goreng) dengan agenda sidang pembacaan putusan untuk terdakwa Muhammad Arif Nuryanta, Djuyamto, Agam Syarif Baharudin, Ali Muhtarom, dan Wahyu Gunawan,” ujar Juru Bicara PN Jakpus, Sunoto, saat dikonfirmasi, pada Selasa (2/12/2025).
    Dalam sidang tanggal Rabu (29/10/2025), Jaksa Penuntut Umum telah menuntut kelima terdakwa ini dengan mempertimbangkan peran dan tanggung jawab mereka pada kasus ini.
    Muhammad Arif Nuryanta, yang dulu pernah menjabat Wakil Ketua PN Jakpus, dituntut 15 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan penjara.
    Tuntutan untuk Arif menjadi yang paling berat karena ia dinilai punya peran sentral.
    Mulai dari menawar angka suap kepada pihak pemberi, yaitu pengacara korporasi CPO, Ariyanto Bakri, hingga mempengaruhi dan membagikan uang suap kepada Djuyamto, Agam, serta Ali.
    Arif sendiri diduga menerima uang suap senilai Rp 15,7 miliar.
    Untuk itu, jaksa menuntutnya untuk membayar uang pengganti sesuai angka yang diterima.
    Jika denda uang pengganti ini tidak dibayarkan, jaksa menuntut agar Arif dikenakan pidana tambahan 5 tahun penjara.
    Kemudian, Wahyu Gunawan dituntut 12 tahun penjara dengan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan.
    Ia diyakini telah menjembatani pihak korporasi dengan pihak pengadilan.
    Wahyu diketahui lebih dahulu mengenal Ariyanto sebelum kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO bergulir.
    Kemudian, saat kasus ini masuk ke PN Jakpus, Wahyu diminta Ariyanto untuk menghubungkan ke petinggi di pengadilan.
    Kebetulan, Wahyu juga mengenal dan cukup dekat dengan Muhammad Arif Nuryanta.
    Wahyu pun mempertemukan Ariyanto dan Arif Nuryanta sehingga proses suap terjadi.
    Ia ikut menerima uang suap senilai Rp 2,4 miliar.
    Jaksa menuntut uang ini dikembalikan ke negara atau Wahyu diancam pidana tambahan kurungan 6 tahun penjara.
    Adapun, majelis hakim yang mengadili perkara CPO, Djuyamto, Agam Syarif Baharudin, dan Ali Muhtarom, masing-masing dituntut 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan penjara.
    Mereka juga dituntut untuk membayar uang pengganti sesuai jumlah suap yang diterimanya.
    Djuyamto selaku ketua majelis hakim dituntut membayar uang pengganti senilai Rp 9,5 miliar subsider 5 tahun penjara.
    Sementara, dua hakim anggotanya, Agam Syarif Baharudin dan Ali Muhtarom, masing-masing dituntut untuk membayar uang pengganti Rp 6,2 miliar subsider 5 tahun penjara.
    Jika dijumlahkan, kelima terdakwa menerima uang suap senilai Rp 40 miliar untuk memberikan vonis lepas kepada Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.
    Tindakan mereka ini diyakini telah melanggar Pasal 6 Ayat 2 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
    Dalam pleidoi hingga duplik, kelima terdakwa secara bergantian mengakui kesalahan dengan cara masing-masing.
    Misalnya, Arif Nuryanta yang terang-terangan mengaku bersalah dan menyesal telah menerima suap.
    “Saya sadar bahwa apa yang saya lakukan tidak dapat dibenarkan dengan alasan apapun. Dan, saya mengaku bersalah dan sangat menyesal,” ujar Arif, saat membacakan pleidoi pribadinya dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (5/11/2025).
    Ia terus meminta maaf karena telah mencoreng nama baik Mahkamah Agung dan citra penegak hukum yang seharusnya menjaga keadilan.
    Sementara, Ali Muhtarom justru menyatakan dirinya sudah ikhlas menerima apapun hukuman yang akan dijatuhkan padanya.
    “Terhadap ujian atau cobaan ini, saya menerimanya dengan ikhlas. Saya mohon maaf ke Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, masyarakat Indonesia, dan keluarga saya terkait dengan peristiwa ini,” ujar Ali, dalam sidang.
    Sama seperti Arif, Ali juga sempat meminta maaf kepada lembaga yang menaunginya.
    Pernyataan serupa juga disampaikan oleh tiga terdakwa lainnya sembari meminta agar majelis hakim yang akan mengadili mereka, Effendi, Adek Nurhadi, dan Andi Saputra, untuk menjatuhkan putusan yang seadil-adilnya.
    Wahyu, terdakwa paling muda dalam kasus ini, meminta agar Effendi dkk bisa berbelas kasihan padanya.
    Ia menyinggung anak-anaknya yang masih kecil dan butuh sosok ayah dalam tumbuh kembang mereka.
    “Kiranya yang mulia dapat menjatuhkan putusan yang seringan-ringannya kepada saya agar saya dapat memiliki kesempatan untuk memperbaiki diri, menata kembali kehidupan, dan membesarkan anak-anak saya dengan baik,” ucap Wahyu, dengan suara bergetar dalam sidang pembacaan pleidoi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kabar Terkini Kasus Illegal Logging Mentawai Bikin Rugi Negara Rp 447 M

    Kabar Terkini Kasus Illegal Logging Mentawai Bikin Rugi Negara Rp 447 M

    Jakarta

    Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap kabar terkini dari pengusutan kasus illegal logging di Hutan Sipora, Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat. Perkara itu segera bergulir ke peradilan.

    Dirangkum detikcom, Rabu (3/12/2025), kasus ini dibongkar oleh Tim Operasi Gabungan Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) pada Oktober 2025. Saat itu tim mengamankan barang bukti 4.610 meter kubik kayu meranti.

    “Tim Satgas PKH sudah melakukan kegiatan operasi terhadap penyitaan terhadap ilegal logging kayu, kayu meranti kurang lebih jumlahnya 4.600 meter kubik kayu bulat ilegal yang tertangkap basah di daerah Gresik, Jawa Timur,” kata Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna, kepada wartawan di komplek Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (14/10).

    “Dan dari hasil pengembangan ternyata barang ini berasal dari Hutan Sipora, Kepulauan Mentawai,” lanjutnya.

    Penindakan ini merupakan hasil pengembangan operasi di kawasan Hutan Sipora yang mengungkap praktik pembalakan liar terorganisir oleh PT BRN dan seorang individu berinisial IM. Pelaku bermodus memalsukan dokumen legalitas kayu. Padahal sebenarnya, PT BRN hanya mengantongi Pemegang Hak Atas Tanah (PHAT) seluas 140 hektare.

    Dokumen tersebut seolah-olah menunjukkan bahwa kayu yang ditebang merupakan barang yang sah dan berizin. Padahal, kayu itu diperoleh dari hutan kawasan yang tidak berizin.

    Rugikan Negara Rp 447 Miliar

    Satu bulan berselang, Kejagung mengungkap data terbaru terkait kerugian illegal logging di Hutan Sipora, Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat (Sumbar), yang ditangani Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH). Berdasarkan perhitungan akhir, kerugian negara kini mencapai Rp 447 miliar.

    “Adapun total potensi kerugian negara yakni sebesar Rp447.094.787.281, termasuk dana reboisasi dan provisi sumber daya hutan senilai Rp1.443.468.404,” kata Kapuspenkum Kejagung Anang Supriatna dalam keterangan keterangannya, Selasa (2/12).

    “Ini hasil akhir sesuai perhitungan ahli kehutanan berdasarkan alat bukti yang sudah berhasil diperiksa. Ini nilai total kerugian akibat tindak pidana yang terjadi lama sejak tahun 2022 sampai dengan 2025,” lanjut Anang.

    Kerugian tersebut meliputi dampak potensi bencana hidrologis seperti banjir, tanah longsor, hingga kekeringan, akibat penebangan pohon oleh PT BRN tanpa perizinan berusaha dari pemerintah.

    Anang menyebut pihaknya akan melimpahkan Direktur Utama, PT BRN berinisal IM selaku tersangka dalam perkara itu ke pengadilan. Disebutkan, IM merupakan penanggungjawab operasional dalam kasus itu.

    “Saat ini telah siap dilimpahkan ke proses peradilan,” ujarnya.

    Sejumlah barang bukti juga akan turut dilimpahkan, seperti 17 alat berat, 9 mobil logging truck, 2.287 batang (terdiri dari 90 batang kayu dengan total volume 453,62 m3, 1 unit kapal tugboat TB. Jenebora, serta 1 unit kapal tongkang TK. Kencana Sanjaya (muatan kayu bulat sebanyak 1.199 batang dengan volume 5.342,45 m3.

    “Pengamanan barang bukti tersebut dilakukan pada kegiatan operasi penindakan pelanggaran hukum kehutanan oleh Tim Direktorat Penindakan Pidana Kehutanan bersama Tim Satgas Garuda Penertiban Kawasan Hutan (PKH),” jelas Anang.

    Halaman 2 dari 2

    (ygs/ygs)