Kementrian Lembaga: Kejaksaan Agung

  • Kejagung Sebut Vonis Hukuman Pidana Zarof Ricar Sudah Dieksekusi

    Kejagung Sebut Vonis Hukuman Pidana Zarof Ricar Sudah Dieksekusi

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan hukuman eks pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar dalam perkara suap vonis bebas Ronald Tannur sudah dieksekusi.

    Kapuspenkum Kejagung RI, Anang Supriatna mengatakan proses eksekusi pidana telah dilakukan sejak Senin (8/12/2025).

    “Sudah dieksekusi, hari Senin kemarin,” ujar Anang saat dikonfirmasi, Kamis (11/12/2025).

    Dia menambahkan, Zarof Ricar dieksekusi di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Salemba Jakarta Pusat.

    “Di Salemba ya,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, Zarof Ricar telah divonis selama 18 tahun penjara dengan kewajiban membayar denda Rp1 miliar. Awalnya, Zarof divonis selama 16 tahun penjara pada pengadilan di tingkat pertama atau di PN Tipikor Jakarta Pusat.

    Kemudian, vonis Zarof di tingkat banding diperberat menjadi 18 tahun. Adapun, Zarof juga sempat mengajukan upaya hukum kasasi. Namun, hakim Mahkamah Agung (MA) memutuskan untuk menolak kasasi yang diajukan oleh Zarof Ricar pada (12/11/2025).

    Sidang kasasi ini diadili oleh ketua majelis hakim Yohanes Priyana dengan anggota Arizon Mega Jaya dan Noor Edi Yono.

    “Amar putusan: tolak kasasi penuntut umum dan terdakwa,” dalam vonis kasasi yang dilihat dalam situs MA.

  • Sidang Suap Perintangan Penyidikan Korupsi CPO Ungkap Aliran Dana Ratusan Juta ke Bareskrim Polri

    Sidang Suap Perintangan Penyidikan Korupsi CPO Ungkap Aliran Dana Ratusan Juta ke Bareskrim Polri

    GELORA.CO –  Sidang perkara dugaan suap perintangan penyidikan terkait kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak sawit mentah dengan terdakwa pengacara Marcella Santoso dan sejumlah pihak lainnya kembali mengungkap fakta mengejutkan.

    Dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Jakarta Pusat, pada Rabu (10/12/2025) hari ini, seorang saksi membeberkan adanya aliran dana ratusan juta rupiah ke Bareskrim Polri yang disebut-sebut sebagai jatah tunjangan hari raya (THR).

    Fakta mengejutkan tersebut terungkap saat seorang saksi bernama Rizki yang merupakan pegawai di Ariyanto Arnaldo Law Firm (AALF), memberikan kesaksiannya. Pernyataan Rizki disampaikan setelah Ketua Majelis Hakim Effendi membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) miliknya.

    Dalam BAP milik Rizki yang dibacakan Ketua Majelis Hakim Effendi, Rizki disebut pernah diminta staf kantor bernama Titin untuk mengantarkan dana senilai Rp500 juta kepada seseorang bernama Victor di lantai 17 Mabes Polri.

    “Saat itu saya pernah diminta oleh ibu Titin untuk mengantarkan uang sebanyak Rp500 juta kepada Pak Victor di Mabes Polri lantai 17. Selain THR tersebut saya juga pernah sebanyak dua kali kepada Pak Rizki di lantai 17 Bareskrim Polri, namun berapa jumlah besarnya saya tidak tahu dan bulan apa penyerahan itu saya juga tidak tahu,” kata Ketua Majelis Hakim Effendi saat membacakan BAP milik Rizki.

    “Bagaimana dengan keterangan ini?” tanya Hakim Effendi usai membacakan BAP. 

    “Benar Pak,” kata Rizki saat ditanya Hakim Effendi mengenai kebenaran BAP tersebut.

    Selain itu, Saksi tersebut juga mengaku pernah dua kali menyerahkan uang kepada seorang bernama Rizki di lantai 17 Bareskrim Polri. Meski demikian, ia mengaku tidak mengetahui jumlah uang yang diserahakan dan waktu pasti penyerahan uang tersebut.

    Selain Rizki, Jaksa Penuntun Umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejagung) juga menghadirkan empat saksi lainnya, yakni Melinda selaku Legal dan Litigasi Musim Mas Group, Feynita Susilo selaku mantan pegawai AALF, Anissa Saviranda Rury dan Tasya Caroline Uli selaku Junior Associate AALF. 

    Kesaksian para saksi tersebut dihadirkan untuk memperkuat dakwaan terkait upaya perintangan penyidikan dalam kasus dugaan korupsi ekspor CPO. 

    Sementara, para terdakwa dalam sidang perkara perintangan penyidkan kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO) adalah advokat Marcella Santoso, Ariyanto, dan Junaedi Saibih.

    Lalu, terdakwa lainnya ialah Head of Social Security Legal Wilmar Group Muhammad Syafei, Tian Bahtiar selaku Direktur JakTV, serta M. Adhiya Muzakki. 

  • Sidang Gugatan Wanprestasi Perumahan di Kediri, Developer Soroti Lambannya Penanganan Fasum-Fasos

    Sidang Gugatan Wanprestasi Perumahan di Kediri, Developer Soroti Lambannya Penanganan Fasum-Fasos

    Kediri (beritajatim.com) – Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri kembali menggelar sidang gugatan wanprestasi kerja sama pengembangan Perumahan Griya Keraton Sambirejo. Penggugat PT Matahari Sedjakti Sedjahtera minta pemerintah segera bersikap terkait fasilitas umum dan fasilitas sosial.

    Kuasa Hukum PT Matahari Sedhakti Sejahtera Imam Mokhlas mengatakan, fasum dan fasos sudah diserahkan kepada pemerintah, namun belum ada ditindaklanjuti dengan baik.

    “Fasum-fasos itu bukan milik kita, kok. Gugatan ini semata-mata agar siapa yang kemudian tidak memenuhi kewajiban, dan siapa kemudian yang merugikan pemerintah, ini bisa clear. Nah, itulah harapan dari kami,” terangnya, pada Rabu (10/12/2025).

    Menurutnya, sejumlah fasum dan fasos yang seharusnya menjadi tanggung jawab tergugat, PT Sekar Pamenang tidak direalisasikan sesuai standar PBG (Persetujuan Bangunan Gedung) dan TPG (Tata Perencanaan Global). Di antara temuan yang menjadi sorotan utamanya yakni Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) komunal di dua titik tidak dibangun Taman dan ruang terbuka hijau tidak direalisasikan.

    Sidang kali ini memasuki agenda mediasi. Majelis hakim memanggil para pihak. Sayangnya, pihak prinsipal tidak hadir, sehingga proses mediasi menemui jalan buntu.

    “Hakim mediator tadi menanyakan kesiapan dari para pihak, Insyaallah nanti akan diadakan mediasi ulang. Memerintahkan kepada seluruh kuasa yang hadir untuk menghadirkan prinsipalnya pada tanggal 17 dan bagi pihak yang tidak hadir, dipanggil untuk hadir di mediasi,” jelas advokat yang terkenal bersuara lantang ini.

    Imam mengungkapkan bahwa kehadiran sebagian perbankan pada mediasi hari ini menjadi poin penting, mengingat gugatan yang diajukan PT Matahari berkaitan dengan perlindungan hak-hak publik, termasuk lembaga perbankan dan para debitur KPR.

    “Dalam gugatan ini, poin kami PT Matahari adalah bagaimana hak-hak publik sehubungan dengan PKS ini bisa terhubung, artinya apa? Khususnya lembaga perbankan. Lembaga perbankan ini, kalau ini dibiarkan, kasihan,” katanya.

    Pihaknya juga meminta Dirjen Pajak, Kejaksaan Agung, serta instansi terkait lainnya ikut turun tangan agar masalah serupa tidak kembali terjadi. “Harapan kami, tolong Bupati, Perkim, Kejakgung turun. Ya,” imbuhnya.

    Kuasa Hukum PT Sekar Pamenang, Bagus Wibowo.

    Sementara itu, Kuasa Hukum PT Sekar Pamenang, Bagus Wibowo, membenarkan bahwa mediasi ditunda karena prinsipal dari pihaknya belum bisa hadir hari ini.

    “Tadi kan waktu di mana, di ruang sidang kan enggak bisa hadir, di forum mediasi ini yang enggak bisa hadir itu tetap akan dipanggil untuk menghadiri mediasi,” katanya.

    Bagus menjelaskan, berdasarkan arahan mediator, para pihak juga diminta menyiapkan resume perdamaian sebagai bahan pembahasan mediasi berikutnya.

    “Tadi perintah dari mediator adalah menyiapkan resume perdamaian, ya kan? Baik dari penggugat maupun dari tergugat,” katanya.

    Meski belum ada pembicaraan substansi, Bagus menyatakan bahwa jalur damai tetap terbuka. “Prinsipnya mediasi itu kalau tidak hanya terjadi di persidangan, di pengadilan saja, bisa dilakukan di luar. Kalau memang ada kesepakatan, ya nanti diwujudkan dalam akta perdamaian,” imbuhnya.

    Akibat tidak hadirnya sejumlah pihak termasuk perbankan yang berstatus turut tergugat. Mediasi ditunda pada 17 Desember mendatang. [nm/ian]

  • Forum Tapol/Napol Jatim Desak Negara Tuntaskan Pelanggaran HAM Berat

    Forum Tapol/Napol Jatim Desak Negara Tuntaskan Pelanggaran HAM Berat

    Surabaya (beritajatim.com) – Menjelang peringatan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia pada 10 Desember, Forum Tapol/Napol Jawa Timur kembali menyerukan agar Pemerintah Indonesia mengambil langkah tegas dan final dalam penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu.

    Seruan ini ditegaskan para penyintas yang menilai bahwa momentum pemerintahan saat ini menjadi peluang penting untuk membuka lembaran baru dalam perjalanan bangsa.

    Forum Tapol/Napol Jatim menilai bahwa berbagai tragedi di era Orde Baru tidak hanya menjadi catatan kelam sejarah, tetapi juga bukti kegagalan negara dalam melindungi warganya. Selama keadilan belum ditegakkan, Indonesia dinilai masih memikul beban moral dan politik yang menghambat kemajuan nasional.

    “Pada peringatan Hari HAM Internasional kali ini kami mengundang secara terbuka bagi semua pihak—pemerintah, militer, masyarakat sipil, dan terutama mantan pelaku—untuk duduk bersama. Mari ubah narasi konflik menjadi narasi rekonsiliasi, dari kebenaran yang dipaksakan menuju kebenaran yang disepakati. Bersama-sama kita ubah kesadaran menjadi tindakan,ˮ ujar Koordinator Forum Tapol/Napol Jawa Timur, Trio Marpaung, di Surabaya, Selasa (10/12/2025).

    Rekonsiliasi Bermartabat: Tidak Melupakan, tetapi Memulihkan

    Para penyintas menegaskan bahwa penyelesaian kasus HAM bukan sekadar membuka luka lama. Rekonsiliasi disebut harus dilakukan secara bermartabat, dengan menyeimbangkan keberanian negara mengakui kesalahan dan kebijaksanaan dalam memulihkan masa depan korban.

    Menurut Forum Tapol/Napol Jatim, penyelesaian pelanggaran HAM berat tidak boleh dilakukan dengan mengubur sejarah demi impunitas ataupun membongkar kembali trauma tanpa mekanisme yang jelas. Mereka menawarkan tiga tahapan kunci dalam proses rekonsiliasi:

    Pengungkapan Kebenaran (Truth-Telling)

    Pemulihan Hak dan Reparasi Penuh kepada Korban

    Penegakan Akuntabilitas Bertingkat yang Pragmatis

    Keadilan Masa Lalu untuk Indonesia Emas 2045

    Forum menilai bahwa penyelesaian pelanggaran HAM berat—baik melalui mekanisme non-yudisial berbasis kebenaran dan pemulihan maupun melalui proses hukum yang independen—merupakan investasi strategis untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045.

    Setidaknya terdapat tiga dampak positif yang akan diperoleh jika negara menuntaskan pelanggaran HAM berat masa lalu:

    1. Membangun Moralitas Bangsa
    Penyelesaian kasus HAM tidak hanya memberi keadilan bagi korban, tetapi juga memperkuat integritas moral, supremasi hukum, serta membangun institusi pemerintahan yang bersih dan berkeadaban.

    2. Meningkatkan Stabilitas dan Kepercayaan Publik
    Mengakhiri konflik historis dinilai penting untuk mencegah potensi gesekan sosial. Sebaliknya, ketidakjelasan penyelesaian kasus hanya menumpuk ketidakpercayaan publik yang berpotensi mengganggu stabilitas nasional menjelang 2045.

    3. Mewariskan Demokrasi yang Sehat
    Generasi muda yang akan memimpin Indonesia pada 2045 berhak mewarisi negara yang telah menuntaskan pelanggaran masa lalunya. Penyelesaian HAM disebut sebagai fondasi penting bagi budaya demokrasi.

    Desakan agar Negara Bergerak Cepat

    Forum Tapol/Napol Jatim menyebut Hari HAM Sedunia sebagai pengingat bahwa perjuangan untuk menjaga martabat manusia bersifat universal dan tidak boleh berhenti. Karena itu, mereka meminta pemerintah mempercepat langkah untuk menjamin kebenaran, keadilan, dan pemulihan bagi para korban.

    “Indonesia Emas 2045 tidak mungkin diwujudkan dengan kaki yang terantai pada ketidakadilan masa lalu. Kami meminta agar Komnas HAM, Kejaksaan Agung, dan Presiden menjadikan penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat sebagai agenda prioritas negara. Ini bukti bahwa kita bangsa yang berani menghadapi kebenaran demi masa depan. Semangat ini sejalan dengan Asta Cita Presiden Prabowo Subianto, khususnya cita-cita pertama: memperkokoh Ideologi Pancasila, Demokrasi, dan HAM,” pungkas Trio Marpaung. (ted)

  • Hakordia 2025, Pukat UGM: Penanganan Kasus Korupsi Tetap Berjalan tapi Selektif

    Hakordia 2025, Pukat UGM: Penanganan Kasus Korupsi Tetap Berjalan tapi Selektif

    Hakordia 2025, Pukat UGM: Penanganan Kasus Korupsi Tetap Berjalan tapi Selektif
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Pusat Studi Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) menilai, penindakan kasus korupsi selama 2025 tetap dilakukan aparat penegak hukum, tapi selektif.
    Hal tersebut disampaikan Peneliti Pukat UGM Zaenur Rohman dalam catatannya mengenai
    Hari Antikorupsi Sedunia
    (Hakordia) 2025.
    “Ini 9 Desember 2025, peringatan Hari Antikorupsi Sedunia, dari sisi kasus, saya lihat ada kecenderungan bahwa pemberantasan korupsi itu dari sisi penindakan tetap dilakukan, tetapi selektif,” kata Zaenur saat dihubungi wartawan, Selasa (9/12/2025).
    Zaenur mengatakan, penanganan kasus korupsi yang ditangani aparat penegak hukum dalam satu tahun terakhir hanya menyasar pejabat di level menengah dan bawah.
    Kalaupun ada pejabat level atas yang disasar, penanganan kasusnya tidak tuntas.

    “Level atas ada yang disasar, tetapi kasus-kasus yang ditangani itu tidak tuntas. Atau misalnya tunggakan kasus-kasus sebelumnya, misalnya di kasus Timah, itu pelaku-pelaku intelektualnya mereka sebagai beneficial ownership-nya itu tidak disentuh oleh Kejaksaan Agung,” ujarnya.
    Zaenur juga menyinggung kasus korupsi proyek jalan di Medan Sumatera Utara (Sumut) di mana aparat tidak sampai melakukan penyidikan terhadap level pimpinan tertinggi di daerah. Sehingga, penanganan kasusnya tidak tuntas.
    “Jadi tidak melakukan pemberantasan korupsi itu dengan prinsip
    equality before the law
    . Yang saya lihat justru kemudian ada banyak kasus yang terlihat kasus itu tidak tuntas diungkap. Kenapa tidak tuntas? Ya tidak jauh-jauh dari
    intervensi politik
    ,” tuturnya.
    Di sisi lain, Zaenur menyinggung kondisi Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ) yang hingga saat ini belum menjadi lembaga independen.
    Dia mengatakan, hal ini membuat pemberantasan korupsi di KPK tidak berjalan efektif.
    “Yang juga masih sangat menyedihkan adalah kondisi KPK. Di mana independensi KPK belum pulih, belum dikembalikan sehingga KPK tidak bisa secara efektif melakukan penindakan kasus-kasus korupsi karena terus-menerus mendapatkan intervensi,” ucap dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Ancang-ancang Kejagung Buktikan Semua Kejahatan Nadiem Makarim dkk di Kasus Chromebook

    Ancang-ancang Kejagung Buktikan Semua Kejahatan Nadiem Makarim dkk di Kasus Chromebook

    Ancang-ancang Kejagung Buktikan Semua Kejahatan Nadiem Makarim dkk di Kasus Chromebook
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kejaksaan Agung (Kejagung) telah memastikan bahwa penyidikan terhadap eks Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim, terkait dugaan korupsi dalam pengadaan laptop berbasis Chromebook, sudah didasarkan pada bukti yang kuat.
    Kasus ini, yang telah mencuat sejak beberapa bulan lalu, kini memasuki babak baru dengan berkas perkara yang telah resmi dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana
    Korupsi
    (Tipikor) Jakarta Pusat.
    Direktur Penuntutan (Dirtut) Jampidsus
    Kejaksaan Agung
    Riono Budisantoso mengungkapkan, proses penyidikan dan penuntutan telah dilakukan secara cermat dan profesional.
    Menurut Riono, Kejaksaan telah bekerja keras untuk memastikan bahwa setiap tahapan hukum dilakukan dengan berlandaskan pada bukti yang valid dan kuat.
    “Proses penyidikan dan penuntutan telah dilakukan secara cermat, profesional, dan berdasarkan bukti yang kuat,” kata Riono,  dalam konferensi pers, pada Senin (8/12/2025).
    Dalam kesempatan tersebut, Riono mengonfirmasi bahwa berkas perkara dan surat dakwaan kasus ini sudah dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, pada tanggal yang sama, yaitu 8 Desember 2025.
    Ini berarti,
    Nadiem Makarim
    dan tiga tersangka lainnya, yang terlibat dalam
    kasus Chromebook
    , akan segera menjalani persidangan.
    “Senin, tanggal 8 Desember 2025, Jaksa Penuntut Umum secara resmi telah melimpahkan berkas perkara dan surat dakwaan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,” ucap dia.
    Selain Nadiem Makarim, terdapat tiga tersangka lainnya yang juga telah dilimpahkan berkas perkaranya.
    Mereka adalah eks Konsultan Teknologi di lingkungan Kemendikbudristek, Ibrahim Arief; Direktur SMP pada Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek tahun 2020-2021 sekaligus KPA di Lingkungan Direktorat Sekolah Menengah Pertama Tahun Anggaran 2020-2021, Mulyatsyah; serta Direktur Sekolah Dasar pada Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah pada tahun 2020-2021 sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) di Lingkungan Direktorat Sekolah Dasar Tahun Anggaran 2020-2021, Sri Wahyuningsih.
    Keempatnya disangka menyebabkan kerugian negara hingga Rp 1,98 triliun.
    Kejaksaan menduga Nadiem telah membahas pengadaan Chromebook sejak belum menjabat sebagai menteri.
    Setelah Nadiem menjabat, produk Google dimenangkan dalam pengadaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di lingkungan Kemendikbud Ristek.
    Mulyatsyah dan Sri Wahyuningsih disebutkan mengarahkan sejumlah pejabat pembuat komitmen (PPK) untuk memastikan produk Chromebook dipilih dalam pengadaan TIK ini.
    Para tersangka disangkakan dengan Pasal 2 dan Pasal 3 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    Meskipun satu tersangka dalam perkara ini, yaitu
    Jurist Tan
    , masih berstatus buron, Kejagung memastikan bahwa proses persidangan terhadap Nadiem Makarim dan tersangka lainnya tidak akan terganggu.
    Riono Budisantoso menegaskan bahwa pihaknya telah siap menghadapi persidangan meskipun salah satu pelaku belum berhasil ditemukan.
    “Tidak akan terpengaruh dengan ketiadaan satu orang pelaku yang berstatus buron tersebut,” ujar dia.
    Setelah pelimpahan berkas perkara, Kejagung kini menunggu jadwal penetapan sidang dari majelis hakim yang akan mengadili perkara ini.
    Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang dipimpin oleh Roy Riady menyatakan, akan membuka seluruh fakta dalam persidangan dan menguraikan kejahatan yang telah dilakukan oleh Nadiem Makarim dan para tersangka lainnya.
    “Nanti kita buka dan dakwaan kita uraikan semua kejahatan Nadiem Makarim dan kawan-kawan,” kata Roy Riady, di lobi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin.
    Ia menambahkan, setelah ini mereka tinggal menunggu penetapan sidang dan majelis hakim yang akan memeriksa serta mengadili perkara ini.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kejagung: Buronnya Jurist Tan Tak Ganggu Persidangan Kasus Chromebook

    Kejagung: Buronnya Jurist Tan Tak Ganggu Persidangan Kasus Chromebook

    Jakarta, Beritasatu.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan proses persidangan kasus dugaan korupsi laptop Chromebook di Kemendikbudristek tetap berjalan meski satu tersangka, mantan Staf Khusus Mendikbudristek Jurist Tan, masih berstatus buron dan masuk daftar pencarian orang (DPO).

    Sementara itu, berkas perkara empat tersangka lainnya telah resmi dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

    Keempat tersangka tersebut adalah mantan Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim, konsultan teknologi Kemendikbudristek Ibrahim Arief, mantan Direktur SMP Ditjen PAUD Dikdasmen Mulyatsah, serta mantan Direktur SD Ditjen PAUD Dikdasmen Sri Wahyuningsih.

    “Memang satu pelaku yang tidak kami limpahkan hari ini masih berstatus buron,” ujar Direktur Penuntutan Jampidsus Kejagung, Riono Budisantoso, di Jakarta, Senin (8/12/2025).

    Riono mengakui penyidik masih belum menemukan keberadaan Jurist Tan sehingga penyidikan terhadapnya belum dapat dirampungkan. Namun, ia menegaskan, absennya satu tersangka tidak akan memengaruhi pembuktian di persidangan.

    “Tidak terpengaruh dengan ketiadaan satu orang pelaku yang berstatus buron tersebut,” tegasnya.

    Riono menambahkan, berkas empat terdakwa yang sudah dilimpahkan dinilai cukup kuat dan telah disusun secara cermat serta profesional sehingga siap diuji dalam proses persidangan.

    Dalam perkara ini, Kejagung menduga adanya tindakan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi secara melawan hukum. Berdasarkan perhitungan, dugaan kerugian negara mencapai sekitar Rp 2,1 triliun.

    Proses pencarian Jurist Tan masih dilakukan, sementara persidangan terhadap empat terdakwa dipastikan segera bergulir di Pengadilan Tipikor Jakarta.

  • Jurist Tan Masih Buron, Kejagung Jamin Tak Ganggu Sidang Nadiem Dkk

    Jurist Tan Masih Buron, Kejagung Jamin Tak Ganggu Sidang Nadiem Dkk

    Jurist Tan Masih Buron, Kejagung Jamin Tak Ganggu Sidang Nadiem Dkk
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Direktur Penuntutan (Dirtut) Jampidsus Kejaksaan Agung (Kejagung), Riono Budisantoso, mengatakan proses persidangan eks Mendikbudristek Nadiem Makarim tidak akan terganggu meski ada satu tersangka lain yang berstatus buron yakni Jurist Tan.
    “Tidak akan terpengaruh dengan ketiadaan satu orang pelaku yang berstatus buron tersebut,” kata Riono di Kejagung, Jakarta, Senin (8/12/2025).
    Nadiem akan segera disidangkan usai
    Kejaksaan Agung
    menyerahkan berkas perkara yang menjerat Nadiem dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop berbasis Chromebook.
    Adapun Kejagung melimpahkan empat berkas perkara dalam kasus dugaan
    korupsi pengadaan Chromebook
    ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada sore tadi.
    Selain Nadiem, tiga pelaku lain yang berkas perkaranya dilimpahkan adalah Ibrahim Arief, Mulyatsyah, dan Sri Wahyuningsih.
    Sisa satu pelaku lain masih kabur ke luar negeri.
    “Memang satu pelaku di luar yang kami limpahkan hari ini itu masih berstatus buron, ya. Belum kami temukan. Penyidik belum menemukan yang bersangkutan sehingga belum bisa dilakukan penyelesaian penyidikan,” ujar Riono.
    Meski begitu, ia memastikan empat tersangka yang hari ini dilimpahkan berkasnya sudah diusut berdasarkan bukti kuat.
    “Sudah memenuhi alat bukti dan dapat dibuktikan secara meyakinkan nanti di pengadilan,” tegas dia.
    Senada, Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung Syarief Sulaeman Nahdi mengatakan penyidik masih terus mencari
    Jurist Tan
    .
    Ia juga menegaskan, ketidakhadiran Jurist Tan tidak akan mengganggu proses hukum keempat pelaku lainnya.
    “Sementara ini kami masih mencari yang bersangkutan dan tadi seperti yang disampaikan, ketidakhadiran Jurist Tan tidak mengganggu pembuktian yang akan kita sampaikan di pengadilan,” ucap Syarief.
    Diketahui, kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp2,1 triliun.
    Kejaksaan Agung menduga Nadiem telah membahas pengadaan Chromebook sejak sebelum menjabat sebagai menteri.
    Setelah Nadiem menjadi menteri, produk Google dimenangkan dalam pengadaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di lingkungan Kemendikbudristek.
    Mulyatsyah dan Sri Wahyuningsih, selaku pejabat di Kemendikbudristek, disebut mengarahkan sejumlah pejabat pembuat komitmen (PPK) untuk memastikan produk Chromebook dipilih dalam pengadaan TIK ini.
    Para tersangka disangkakan dengan Pasal 2 dan Pasal 3 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Bertambah, Kerugian Negara Kasus Chromebook jadi Rp2,1 Triliun

    Bertambah, Kerugian Negara Kasus Chromebook jadi Rp2,1 Triliun

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan total kerugian negara kasus dugaan korupsi terkait pengadaan Chromebook menjadi Rp2,1 triliun.

    Sebelumnya, korps Adhyaksa mengungkap bahwa kasus yang menyeret eks Mendikbudristek Nadiem Makarim Dkk ini telah merugikan negara 1,9 triliun.

    Oleh sebab itu, ada penambahan kerugian negara setelah penyidik pada Jaksa Agung Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung RI merampungkan penyidikan.

    “Sehingga total kerugian negara mencapai lebih dari Rp 2,1 triliun,” ujar Dirtut Jampidsus Kejagung RI, Riono Budisantoso di Kejagung, Senin (8/12/2025).

    Dia menjelaskan perhitungan kerugian negara itu diperoleh dari kemahalan harga Chromebook sebesar Rp1,5 miliar. Selain itu, kerugian negara dihitung dari nilai pengadaan Chrome Device Management sebesar Rp621 miliar.

    “Dari hasil perhitungan kerugian negara, diperoleh angka yaitu kemahalan harga Chromebook sebesar Rp 1.567.888.662.719,74 dan pengadaan Chrome Device Management yang tidak diperlukan dan tidak bermanfaat sebesar Rp 621.387.678.730,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, perkara ini akan segera naik sidang setelah para tersangka dilimpahkan ke pengadilan negeri tindak pidana korupsi (tipikor), Jakarta Pusat.

    Perinciannya, empat tersangka itu yakni Eks Mendikbudristek Nadiem Makarim; eks Direktur SD Dirjen di Kemendikbudristek, Sri Wahyuningsih; mantan Direktur SMP di Kemendikbudristek Mulyatsyah; dan Konsultan Teknologi Ibrahim Arief.

    Pada intinya, pada kasus korupsi ini Nadiem diduga telah memerintahkan tim teknis untuk merubah hasil kajian terkait spesifikasi pengadaan peralatan teknologi informasi dan komunikasi tahun 2020.

    Namun, kajian tersebut kemudian diperintahkan untuk diubah agar merekomendasikan khusus penggunaan Chrome OS, sehingga mengarah langsung pada pengadaan Chromebook.

    Singkatnya, proses pengadaan alat TIK untuk program di Kemendikbudristek ini dianggap melawan hukum dan menguntungkan berbagai pihak, baik di lingkungan Kementerian maupun penyedia barang dan jasa.

  • Segera Sidang, Kejagung Limpahkan Nadiem Dkk ke PN Tipikor Jakarta Pusat

    Segera Sidang, Kejagung Limpahkan Nadiem Dkk ke PN Tipikor Jakarta Pusat

    Bisnis.com, JAKARTA — Jaksa penuntut umum (JPU) telah melimpahkan eks Mendikbudristek Nadiem Makarim ke PN Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.

    Direktur Penuntutan Jampidsus Kejagung RI, Riono Budisantoso mengatakan melalui pelimpahan ini Nadiem Makarim akan segera menjalani persidangan terkait kasus Chromebook.

    “Pada hari ini, Senin tanggal 8 Desember 2025, Jaksa Penuntut Umum secara resmi telah melimpahkan berkas perkara dan surat dakwaan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,” ujar Riono di Kejagung, Senin (8/12/2025).

    Selain Nadiem, JPU juga turut melimpahkan eks Direktur SD Dirjen di Kemendikbudristek, Sri Wahyuningsih; mantan Direktur SMP di Kemendikbudristek Mulyatsyah; dan Konsultan Teknologi Ibrahim Arief.

    Riono menjelaskan, perkara dugaan korupsi ini Nadiem diduga telah memerintahkan tim teknis untuk merubah hasil kajian terkait spesifikasi pengadaan peralatan teknologi informasi dan komunikasi tahun 2020.

    “Namun, kajian tersebut kemudian diperintahkan untuk diubah agar merekomendasikan khusus penggunaan Chrome OS, sehingga mengarah langsung pada pengadaan Chromebook,” imbuhnya.

    Singkatnya, proses pengadaan alat TIK untuk program di Kemendikbudristek ini dianggap melawan hukum dan menguntungkan berbagai pihak, baik di lingkungan Kementerian maupun penyedia barang dan jasa.

    Atas perbuatan itu, Nadiem Cs dikenai dakwaan primer melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1

    Selanjutnya, dakwaan subsidair Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Pada Juli 2025, Penyidik Kejaksaan Agung membeberkan peran 4 tersangka kasus korupsi pengadaan Chromebook di Kemendikbudristek. Direktur Penyidikan JAMpidsus Kejaksaan Agung, Abdul Qohar membeberkan untuk tersangka eks staf khusus Nadiem Makarim atas nama Jurist Tan, pada Agustus 2019 lalu bersama Fiona Handayani membuat grup Whatsapp bernama Mas Menteri Core Team.

    Qohar menjelaskan bahwa grup tersebut membahas mengenai rencana pengadaan program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek apabila Nadiem terpilih sebagai menteri.

    Selanjutnya, ketika Nadiem resmi ditunjuk menjadi menteri era Presiden Jokowi, Qohar menjelaskan grup tersebut mulai membahas pengadaan TIK menggunakan Chrome OS antara Jurist Tan dengan Yeti Khim dari Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan. 

    “Kemudian, dilakukan penunjukan jabatan konsultan untuk Ibrahim Arief agar membantu pengadaan TIK ini,” tuturnya di Jakarta, Rabu (16/7/2025).

    Qohar menjelaskan bahwa Jurist Tan juga menindaklanjuti pengadaan TIK tersebut dengan cara mempimpin sejumlah rapat melalui zoom meeting dan meminta agar rencananya itu diberi dukungan.