Kementrian Lembaga: Kejaksaan Agung

  • MA Hukum Permata Hijau dan Musim Mas Denda Triliunan dalam Kasus Minyak Goreng, Wilmar Terbesar

    MA Hukum Permata Hijau dan Musim Mas Denda Triliunan dalam Kasus Minyak Goreng, Wilmar Terbesar

    Bisnis.com, JAKARTA – Mahkamah Agung (MA) memutuskan mengabulkan kasasi yang diajukan Kejaksaan Agung dalam perkara kelangkaan minyak goreng yang menyeret tiga korporasi besar, yakni Permata Hijau Group, Musim Mas Group, dan Wilmar Group. Putusan itu sekaligus membatalkan vonis lepas di pengadilan tingkat pertama dan menetapkan ketiga perusahaan bersalah dengan kewajiban membayar uang pengganti bernilai triliunan rupiah.

    Dikutip dari Antara, Minggu (28/9/2025), putusan kasasi tersebut dijatuhkan oleh Hakim Agung Dwiarso Budi Santiarto sebagai ketua majelis bersama dua anggotanya, Agustinus Purnomo Hadi dan Achmad Setyo Pudjoharsoyo. Putusan diketok pada Senin (15/9/2025) setelah perkara diterima oleh MA pada 30 April 2025.

    “Amar putusan: JPU (jaksa penuntut umum) kabul,” dikutip dari petikan amar putusan untuk perkara kasasi Nomor 8431, 8432, dan 8433 K/PID.SUS/2025.

    Dalam putusan tersebut, Wilmar Group dijatuhi kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp11,88 triliun. Perusahaan menyampaikan kepada bursa Singapura bahwa dana tersebut telah dititipkan ke Kejaksaan Agung sehingga tidak akan menimbulkan gangguan serius terhadap kondisi keuangan perusahaan. Wilmar optimistis masih akan membukukan laba sepanjang 2025, meskipun pembayaran akan memengaruhi kinerja keuangan kuartal III.

    Sementara itu, Kejaksaan menuntut Musim Mas Group membayar uang pengganti senilai Rp4,89 triliun, dan Permata Hijau Group sebesar Rp937,5 miliar. Kedua perusahaan tersebut hingga kini belum memberikan pernyataan resmi terkait putusan kasasi. Detail kewajiban lain yang harus ditanggung akan menunggu minutasi putusan MA.

    Suap di Balik Vonis Lepas Kasus Kelangkaan Minyak Goreng

    Sebelum kasasi diputus, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sempat menjatuhkan putusan lepas kepada ketiga korporasi dalam kasus dugaan korupsi ekspor crude palm oil (CPO). Putusan tersebut dijatuhkan oleh majelis hakim yang diketuai Djuyamto dengan anggota Ali Muhtarom dan Agam Syarief Baharuddin.

    Namun, Kejaksaan Agung menemukan dugaan suap di balik vonis bebas itu. Ketiga hakim tersebut kemudian ditetapkan sebagai tersangka bersama mantan Wakil Ketua PN Jakarta Pusat Muhammad Arif Nuryanta dan Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan.

    Dalam sidang perdana di PN Jakarta Pusat, Kamis (21/8/2025), Djuyamto, Ali, dan Agam didakwa menerima suap senilai Rp21,9 miliar untuk menjatuhkan putusan lepas terhadap Wilmar, Permata Hijau, dan Musim Mas. Arif dan Wahyu, yang diduga turut menerima suap, telah lebih dahulu disidangkan pada Rabu (20/8/2025).

    Jaksa menyebut uang suap diterima dalam dua tahap. Pada tahap pertama, Djuyamto menerima Rp1,7 miliar, sedangkan Agam dan Ali masing-masing Rp1,1 miliar. Pada tahap kedua, Djuyamto menerima Rp7,8 miliar, sementara Agam dan Ali menerima Rp5,1 miliar.

    Uang tersebut diduga berasal dari Ariyanto, Marcella Santoso, Junaedi Saibih, dan Syafei, para advokat yang mewakili kepentingan ketiga korporasi dalam perkara ekspor CPO.

  • Harga Saham Wilmar Anjlok ke Level Terendah 9 Tahun Usai MA Sanksi Denda Rp11,8 Triliun

    Harga Saham Wilmar Anjlok ke Level Terendah 9 Tahun Usai MA Sanksi Denda Rp11,8 Triliun

    Bisnis.com, JAKARTA – Harga saham Wilmar International Ltd. jatuh ke level terendah sejak 2016 setelah Mahkamah Agung (MA) Indonesia membatalkan putusan bebas terhadap grup agribisnis tersebut dan memerintahkan perusahaan menyerahkan uang jaminan bernilai Rp11,8 triliun kepada negara.

    Dikutip dari Bloomberg, saham raksasa pangan Asia itu sempat merosot hingga 3,8% dalam perdagangan intraday di Bursa Singapura pada Jumat (27/9/2025), sebelum akhirnya memperkecil pelemahan. Saham Wilmar ditutup pada level 2,85 dolar Singapura pada perdagangan akhir pekan lalu. Penurunan tersebut terjadi setelah Wilmar mengumumkan putusan MA melalui pengajuan resmi sehari sebelumnya.

    Sebagai konteks, Mahkamah Agung menjatuhkan sanksi bagi tiga raksasa kelapa sawit yang beroperasi di Indonesia yakni Wilmar, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group dalam kasus krisis kelangkaan minyak goreng pada Juli–Desember 2021.

    Kasus ini sempat dimenangkan oleh Wilmas Cs pada Maret lalu. Namun, Kejaksaan Agung mengajukan kasasi, sementara beberapa hakim yang menangani perkara tersebut ditangkap karena dugaan suap atas putusan yang diterbitkan.

    Sebagai konsekuensi dari putusan terbaru, Wilmar diwajibkan menyerahkan uang jaminan senilai Rp11,9 triliun rupiah yang sebelumnya sudah disita kejaksaan kepada negara. Jumlah tersebut setara dengan dua per tiga laba bersi perusahaan tahun lalu. 

    Wilmar menyatakan dalam pengumuman terpisah pada Jumat malam bahwa keputusan tersebut akan menyebabkan kerugian bersih pada laporan keuangan kuartal ketiga yang berakhir September. Meski demikian, secara keseluruhan perusahaan tetap memperkirakan akan membukukan laba untuk tahun fiskal 2025. Wilmar juga tengah mempertimbangkan pengajuan peninjauan kembali atas putusan MA.

    Dalam pernyataan sehari sebelumnya, Wilmar menegaskan menghormati keputusan pengadilan, namun menyatakan tindakan yang diambil saat krisis minyak goreng dilakukan “sesuai dengan peraturan yang berlaku dan dengan itikad baik.”

    Sementara itu, Permata Hijau Group dan Musim Mas Group belum memberikan pernyataan terkait putusan tersebut.

    Reaksi pasar terhadap keputusan pengadilan pun cukup signifikan. RHB Research menurunkan peringkat saham Wilmar menjadi “jual” dan memangkas target harga menjadi S$2,50 (US$1,90) karena memperkirakan hilangnya dana jaminan akan memangkas proyeksi laba Wilmar pada 2025 hingga 65%.

  • Mendadak Sakit, Tersangka Nadiem Makarim Dilarikan ke RS

    Mendadak Sakit, Tersangka Nadiem Makarim Dilarikan ke RS

    Bisnis.com, JAKARTA — Tersangka Nadiem Makarim telah diantarkan ke rumah sakit karena mendadak mengalami sakit ketika tengah ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.

    Penasihat Hukum Nadiem Makarim, Hana Pertiwi mengemukakan bahwa kliennya itu harus segera menjalani operasi sesuai dengan arahan dari dokter.

    Maka dari itu, kata Hana, Nadiem Makarim langsung diantarkan ke RS dan diberikan izin oleh Kejaksaan Agung untuk menjalani operasi.

    Sayangnya, Hana tidak merinci sakit yang diderita oleh Nadiem Makarim sehingga harus langsung menjalani operasi.

    “Iya betul dibantarkan ke Rumah Sakit, habis operasi,” tuturnya kepada Bisnis di Jakarta, Jumat (26/9) malam.

    Berdasarkan catatan Bisnis, eks Menteri Dikbudristek Nadiem Makarim telah resmi menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi digitalisasi pendidikan pengadaan Chromebook periode 2019-2022. 

    Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Nurcahyo Jungkung Madyo mengatakan pihaknya telah memiliki alat bukti yang cukup sebelum menetapkan Nadiem sebagai tersangka.  

    “Hari ini telah menetapkan tersangka inisial Nadiem selaku Menteri Kebudayaan Riset dan Teknologi periode 2019-2024,” ujar Nurcahyo di Kejagung, Kamis (4/9/2025).  

    Nadiem, kata Nurcahyo, berperan penting dalam korupsi pengadaan Chromebook di Kemendikbudristek. Pasalnya, founder Go-Jek tersebut diduga memerintahkan pemilihan Chromebook untuk mendukung program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek.

    Nadiem Sempat Ajukan Praperadilan

    Kejaksaan Agung sudah siap melawan gugatan praperadilan yang diajukan oleh tersangka kasus korupsi Nadiem Makarim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Anang Supriatna mengaku bahwa pihaknya belum menerima permohonan gugatan itu baik dari pihak pemohon maupun dari pihak pengadilan.

    Kendati demikian, menurut Anang, Nadiem Makarim sebagai tersangka memiliki hak untuk mengajukan gugatan praperadilan, jika tidak terima ditetapkan jadi tersangka dan ditahan dalam kasus korupsi digitalisasi pendidikan pengadaan Chromebook pada Kemendikbudristek.

    “Itu merupakan satu hak bagi tersangka dan penasihat hukumnya dan ini juga diatur di dalam ketentuan, baik itu KUHAP maupun putusan MK tahun 2014,” tutur Anang di Kejaksaan Agung, Selasa (23/9/2025).

    Anang mengaku bahwa Kejagung sudah siap melawan gugatan praperadilan yang dilayangkan tersangka Nadiem Makarim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

    Menurut Anang, sesuai aturan, praperadilan tersebut hanya untuk membuktikan sah atau tidaknya Nadiem Makarim menjadi tersangka pada kasus korupsi digitalisasi pendidikan pengadaan Chromebook pada Kemendikbudristek.

  • Keluarga Kacab BRI Cempaka Putih Tuntut Pakai Pasal Pembunuhan ke Tersangka

    Keluarga Kacab BRI Cempaka Putih Tuntut Pakai Pasal Pembunuhan ke Tersangka

    Bisnis.com, JAKARTA — Keluarga almarhum Kepala Cabang BRI Cempaka Putih MIP mendesak Polda Metro Jaya menerapkan pasal pembunuhan kepada tersangka.

    Penasihat Hukum Keluarga MIP, Boyamin Saiman mengemukakan pasal pembunuhan tersebut tidak harus dikenakan ke semua tersangka. Pasalnya, Boyamin meyakini ada tersangka yang hanya berperan turut serta melakukan pembunuhan.

    “Kalau yang turut serta itu bisa dikenakan Pasal 55,” tuturnya saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat (26/9).

    Boyamin menjelaskan pasal pembunuhan tersebut semakin terlihat jelas karena di kasus pembobolan BNI yang ditangani oleh Bareskrim Polri, pelaku yang sama sempat mengancam nyawa terlebih dulu sebelum akhirnya membunuh korban.

    Boyamin pun mengaku bahwa dirinya akan mengirimkan surat kepala Kapolda Metro Jaya Irjen Asep Edi Suheri dan Kajati DKI Jakarta selaku jaksa penuntut umum (JPU) terkait penerapan pasal pembunuhan itu.

    “Saya akan mengirim surat kepada Kapolri dan Kapolda Metro untuk mensupervisi terhadap penyidik untuk mengenakan Pasal 340. Selain itu juga akan berkirim surat resmi kepada Kejati DKI Jakarta dan juga Kejaksaan Agung,” katanya.

    Selain itu, Boyamin juga mendesak Polda Metro Jaya agar tidak berhenti tetapkan tersangka. Boyamin minta penyidik agar mengungkap tersangka lainnya, terutama dugaan keterlibatan pegawai BRI lain di kasus pembunuhan Kepala Cabang BRI Cempaka Putih MIP.

    Boyamin meyakini tidak sulit menetapkan tersangka lainnya jika tim penyidik Polda Metro Jaya berhasil mendalami ponsel milik korban yang berhasil ditemukan di daerah Bekasi, Jawa Barat.

    “Tidak menutup kemungkinan bahwa ada pengembangan lagi di perkara ini, karena ponselnya sudah ketemu. Bisa saja di cek siapa yang merayu bisa dari orang dalam maupun luar bank,” ujarnya.

  • Kilas Balik Saka Energi Akuisisi Blok Ketapang US Juta yang Berujung Kasus di Kejagung

    Kilas Balik Saka Energi Akuisisi Blok Ketapang US$71 Juta yang Berujung Kasus di Kejagung

    Bisnis.com, JAKARTA — Perusahaan minyak dan gas bumi PT Saka Energi Indonesia (SEI) sempat mengeluarkan uang US$71 juta untuk mengakuisisi 20% hak partisipasi (participation interest) di Blok Ketapang yang kini tengah diselidiki Kejagung.

    PT SEI mengakuisisi 20% penyertaan hak partisipasi itu dari Sierra Oil Services Ltd. Kemudian, blok yang berlokasi di Jawa Timur dioperasikan oleh Petronas Carigali yang juga memiliki saham sebesar 80%.

    Sekretaris Perusahaan PGN, Heri Yusup pada Maret 2013 lalu sempat menyebut setelah akuisisi tersebut, cadangan Blok Ketapang bisa mencapai 84 juta barel minyak dan mulai memproduksi minyak pada tahun 2014.

    “Pada puncaknya, produksi minyak bisa mencapai 25.000 barel per hari dan gas sebesar 50 juta kaki kubik per hari,” tutur Heri dalam keterangan resminya kala itu.

    Tidak hanya itu, pada tahun 2013 lalu, PT SEI juga tengah membidik satu blok lainnya di dalam negeri untuk diakuisisi. Sayangnya blok tersebut belum terungkap.

    “Begitu selesai perizinan akan kita sampaikan segera,” katanya

    PT SEI merupakan anak usaha Perusahaan Gas Negara (PGN) yang bergerak di sektor eksplorasi migas yang dibentuk pada Juni 2011.

    PT SEI sendiri didirikan untuk mengamankan pasokan gas PGN baik dari blok migas yang konvensional maupun non konvensional seperti CBM dan shale gas.

    Berdasarkan catatan Bisnis, Kejaksaan Agung geledah kantor PT Saka Energi Indonesia (SEI) tadi malam Kamis 25 September 2025 di Tower Manhattan Jakarta.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Anang Supriatna menyebut penggeledahan itu dilakukan terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi proses akuisisi saham Blok Ketapang. Dia mengakui bahwa perkara korupsi tersebut merupakan perkara baru yang kini tengah ditangani Kejagung.

    “Jadi memang benar ada penggeledahan, penggeledahan itu dilakukan tadi malam,” tuturnya di Jakarta, Jumat (26/9/2025).

    Anang menjelaskan perkara korupsi yang melibatkan anak usaha Perusahaan Gas Negara (PGN) itu sudah masuk ke tahap penyidikan, meskipun belum diikuti dengan penetapan tersangka karena sprindik yang dikeluarkan masih sprindik umum.

    Menurut Anang, perkara dugaan tindak pidana korupsi PT SEI itu terjadi di rentang tahun 2012-2015.

    “Dugaan tindak pidana terjadi pada saat melakukan akuisisi saham Blok Ketapang, Muriah, Pangkah dan Fasken pada Tahun 2012 sampai dengan Tahun 2015,” katanya

    Kejaksaan Agung dikabarkan mulai naikan perkara tersebut dari penyelidikan ke tahap penyidikan sejak Maret 2025. Penyidikan dimulai sesuai Surat Perintah Penyidikan Nomor PRINT-21/F.2/Fd.2/032025.

    Nilai akuisisi saham pada Blok Ketapang ini memiliki nilai US$56,6 atau setara dengan Rp852 miliar. Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) pun telah melakukan audit atas proses akuisisi oleh PT SEI tersebut.

  • MA Anulir Vonis Lepas Korupsi CPO, Wilmar Cs Harus Bayar Rp17,7 T

    MA Anulir Vonis Lepas Korupsi CPO, Wilmar Cs Harus Bayar Rp17,7 T

    Jakarta, CNBC Indonesia – Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan kasasi oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) terkait vonis lepas atas perkara korupsi fasilitas ekspor crude palm oil (CPO/ minyak sawit mentah) dan turunannya pada bulan Januari 2021 sampai dengan Maret 2022.

    Sebelumnya, 5 orang terdakwa telah divonis hukum penjara atas perkara tersebut. Kemudian, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan 3 perusahaan, yaitu Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group sebagai tersangka korporasi atas perkara ini.

    Dikutip dari keterangan di situs resmi Kejagung, saat itu Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam dakwaannya menilai Terdakwa Wilmar Group bersama Terdakwa Permata Hijau Group dan Terdakwa Musim Mas Group terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama yang diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Udang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sebagaimana dalam Dakwaan Primair.

    JPU dalam tuntutannya lalu meminta Majelis Hakim menjatuhkan pidana denda masing-masing terdakwa korporasi sebesar Rp1 miliar. Kepada Terdakwa Wilmar Group, JPU menuntut pidana tambahan berupa pembayaran Uang Pengganti (UP) atas kerugian perekonomian negara sebesar Rp11.880.351.802.619. Lalu kepada Musim Mas Group Rp4,89 triliun, dan Rp937,558 miliar kepada Permata Hijau Group.

    Namun dalam putusannya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) PN Jakarta Pusat kala itu (19 Maret 2025) memutuskan, korporasi terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan. Tapi tidak menganggap perbuatan itu suatu tindak pidana.

    Hingga kemudian, pada 13 April 2025, Kejagung menyatakan, Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) M Arif Nuryanta (MAN) diduga menerima suap Rp60 miliar untuk mengatur putusan lepas dalam perkara korupsi ekspor minyak sawit mentah (CPO) dengan terdakwa korporasi.

    Sementara itu, JPU kemudian mengajukan kasasi atas putusan tersebut. Tercatat di situs resmi Mahkamah Agung, tanggal Diterima Kepaniteraan MA atas kasasi ini adalah Rabu, 30 April 2025, untuk perkara terdakwa PT Wilmar Nabati Indonesia dan PT Musim Mas (d.h. PT Perindustrian dan Perdagangan Musim Semi Mas / PT Musim Semi Mas), dengan

    Sedangkan untuk terdakwa PT Nagamas Palmoil Lestari (Permata Hijau Group) tanggal Diterima Kepaniteraan MA adalah pada Jumat, 2 Mei 2025.

    Foto: Putusan MA atas Kasasi JPU terkait Vonis Lepas terkait kasus dugaan korupsi minyak goreng oleh PT Wilmar Nabati Indonesia. (Tangkapan Layar Mahkamah Agung)
    Putusan MA atas Kasasi JPU terkait Vonis Lepas terkait kasus dugaan korupsi minyak goreng oleh PT Wilmar Nabati Indonesia. (Tangkapan Layar Mahkamah Agung)Putusan MA

    Ketua Majelis dalam Putusan MA ini adalah Dengan Ketua Majelis Dwiarso Budi Santiarto.

    “Amar Putusan: Kabul
    JPU=Kabul, Batal JF (batal judex factie, membatalkan putusan: PN atau Pengadilan Tinggi), Adili Sendiri, Terbukti Passal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU TPK,” demikian petikan Putusan MA tertanggal 15 September 2025 itu.

    Ketiga perusahaan diputus harus membayar uang pengganti sebesar Rp17.708.848.926.661,40.

    Putusan itu menetapkan para terdakwa membayar denda masing-masing Rp1 miliar. Jika tidak dibayar, maka harta benda terdakwa disita dan dilelang untuk menutupi denda tersebut.

    Apabila harta benda itu tidak mencukupi ungtuk membayar denda, maka harta Personal Pengendali dapat disita dan dilelang untuk menutupi pidana denda tersebut.

    Wilmar diputus membayar uang pengganti senilai Rp11.880.351.801.176,11. Berasal dari keuntungan yang tidak sah Rp1.693.219.880.621, kerugian keuangan negara Rp1.658.195.109.817,11 serta kerugian sektor usaha dan rumah tangga Rp8.528.936.810.738.

    Sedangkan PT Musim Mas harus membayar uang pengganti berupa keuntungan yang tidak sah Rp626.630.516.604, kerugian keuangan negara Rp1.107.900.841.612,08, kerugian sektor usaha dan rumah tangga Rp3.156.407.585.578 dengan total sejumlah Rp4.890.938.943.794,08 dikompensasikan dengan uang yang dititipkan oleh para terdakwa kepada RPL Jampidsus sebesar Rp1.188.461.774.662,2 untuk selanjutnya disetorkan ke kas negara.

    “Selanjutnya disetorkan kepada Kasa Negara dengan kekurangannya diperhitungkan dengan aset-asetnya yang telah disita dan dilelang. Apabila tidak mencukupi membayar, harta benda personal pengendali dilakukan penyitaan untuk dilelang. Apabila masih belum mencukupi, diganti pidana penjara masing-masing 10 tahun,” demikian petikan putusan atas PT Musim Mas.

    Sementara, terdakwa PT Nagamas Palmoil Lestari yang merupakan bagian dari Permata Hijau Group harus bayar uang pengganti sebesar Rp937.558.181.691,26. Yaitu dari keuntungan yang tidak sah Rp124.418.318.216, kerugian keuangan negara Rp186.430.960.865,26, kerugian sektor usaha dan rumah tangga Rp626.708.902.610. Dengan total sejumlah Rp 937.558.181.691,26.

    “Untuk selanjutnya disetorkan kepada kas negara dan kekurangannya diperhitungkan dengan aset-asetnya yang telah disita untuk dilelang. Apabila tidak mencukupi membayar, harta benda personal pengendali dilakukan penyitaan untuk dilelang. Apabila masih belum mencukupi, diganti pidana penjara selama 3 tahun,” bunyi putusan atas PT Nagamas Palmoil Lestari.

    (dce/dce)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Ahli Sebut Abolisi Tom Lembong Tak Sesuai Teori Hukum, Harusnya Semua Terdakwa Ikut Ditiadakan
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        26 September 2025

    Ahli Sebut Abolisi Tom Lembong Tak Sesuai Teori Hukum, Harusnya Semua Terdakwa Ikut Ditiadakan Nasional 26 September 2025

    Ahli Sebut Abolisi Tom Lembong Tak Sesuai Teori Hukum, Harusnya Semua Terdakwa Ikut Ditiadakan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ahli Hukum Pidana dari Universitas Riau, Erdianto, menilai pemberian abolisi terhadap eks Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong berbeda dengan teori hukum.
    Hal ini disampaikan Erdianto ketika dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang lanjutan kasus korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag).
    “Jadi, secara teori hukum pidana, kalau pelaku utama unsur perbuatan melawan hukumnya sudah ditiadakan, dianggap tidak ada, maka (pelaku) turut serta juga kebawa (juga dianggap tidak ada)?” tanya Kuasa Hukum dari Direktur PT Angels Products, Tony Wijaya, Hotman Paris, dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (26/9/2025).
    Erdianto mengatakan, berdasarkan teori hukum, pemberian abolisi akan menghapus proses dan akibat hukum yang ditimbulkannya.
    Hal ini berlaku bagi seluruh pelaku tindak pidana pada kasus yang diberikan abolisi.
    Namun, Erdianto menilai, abolisi yang diterima Tom berbeda dengan teori hukum pada umumnya.
    “Kalau secara umum, ya (turut serta ikut ditiadakan). Tapi, dalam kasus Tom Lembong beda,” jawab Erdianto.
    Ia menilai, isi surat Keputusan Presiden (Keppres) Prabowo Subianto keliru dalam mengartikan konsep abolisi.
    Ia menegaskan, secara teori, abolisi menghapuskan perbuatan, bukan tindakan perorangan.
    “Secara teori, harusnya abolisi itu menghapus perbuatan. Tapi, dalam kasus Tom Lembong, yang dihapuskan itu adalah penuntutan terhadap Tom Lembong saja, terbatas pada Tom Lembong. Kelirunya di keputusan Presiden tentang abolisi,” kata Erdianto lagi.
    Ia menilai, jika presiden hendak memaafkan seorang pelaku tertentu, harusnya yang diberikan adalah amnesti, bukan abolisi.
    “Secara teori, kalau amnesti itu memaafkan pelaku. Kalau abolisi, itu sebetulnya menghapuskan perbuatan. Pada prinsipnya seperti itu,” katanya lagi.
    Diketahui, Presiden Prabowo Subianto menerbitkan Keppres nomor 18 pada 1 Agustus 2025 lalu.
    “Yang pada pokoknya, isinya segala proses hukum dan akibat hukumnya untuk khusus Pak Tom Lembong ditiadakan. Isinya simpel seperti itu,” ujar Direktur Penuntutan Jampidsus Kejaksaan Agung, Sutikno, saat ditemui di kawasan Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (1/8/2025).
    Keppres ini hanya memuat nama satu orang, yaitu Tom Lembong.
    “Untuk satu orang. Jadi, kalau di Keppres nomor 18 tahun 2025 ini hanya untuk Pak Thomas Trikasih Lembong,” kata Sutikno lagi.
    Dalam kasus ini, sembilan terdakwa dari korporasi ini diduga menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 578 miliar.
    Awalnya, Eks Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong menjadi salah satu terdakwa dalam kasus ini.
    Setelah proses persidangan bergulir, Tom dijatuhkan vonis oleh majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat dengan pidana 4,5 tahun penjara.
    Namun, Presiden Prabowo Subianto memberikan abolisi kepada Tom, dan Tom pun bebas pada 1 Agustus 2025.
    Abolisi yang diterima Tom ini menghapus proses hukum dan akibat hukum atas perbuatannya.
    Saat ini, diketahui ada 10 terdakwa lain yang juga diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi importasi gula.
    Satu terdakwa telah divonis bersalah oleh majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
    Ia adalah Mantan Direktur PT PPI, Charles Sitorus, yang dihukum 4 tahun penjara dalam kasus dugaan korupsi importasi gula.
    Sementara itu, ada sembilan terdakwa dari pihak korporasi yang masih menjalani proses persidangan.
    Para terdakwa ini antara lain Direktur Utama (Dirut) PT Angels Products, Tony Wijaya NG; Direktur PT Makassar Tene, Then Surianto Eka Prasetyo; Direktur Utama PT Sentra Usahatama Jaya, Hansen Setiawan; Direktur Utama PT Medan Sugar Industry, Indra Suryaningrat; Direktur Utama PT Permata Dunia Sukses Utama, Eka Sapanca; dan Presiden Direktur PT Andalan Furnindo, Wisnu Hendraningrat; kemudian Kuasa Direksi PT Duta Sugar International, Hendrogiarto A. Tiwow; Direktur Utama PT Berkah Manis Makmur, Hans Falita Hutama; dan Direktur PT Kebun Tebu Mas, Ali Sandjaja Boedidarmo.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kejagung Geledah Kantor PT Saka Energi Indonesia Terkait Kasus Korupsi Akuisisi Blok Migas

    Kejagung Geledah Kantor PT Saka Energi Indonesia Terkait Kasus Korupsi Akuisisi Blok Migas

    Bisnis.com, Jakarta — Kejaksaan Agung menggeledah kantor PT Saka Energi Indonesia (SEI) pada Kamis (25/9/2025) di Tower Manhattan Jakarta.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Anang Supriatna menyebut penggeledahan itu dilakukan terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi proses akuisisi saham Blok Ketapang. Dia mengakui bahwa perkara korupsi tersebut merupakan perkara baru yang kini tengah ditangani Kejagung.

    “Jadi memang benar ada penggeledahan, penggeledahan itu dilakukan tadi malam,” tuturnya di Jakarta, Jumat (26/9/2025).

    Anang menjelaskan perkara korupsi yang melibatkan anak usaha Perusahaan Gas Negara (PGN) itu sudah masuk ke tahap penyidikan, meskipun belum diikuti dengan penetapan tersangka karena sprindik yang dikeluarkan masih sprindik umum.

    Menurut Anang, perkara dugaan tindak pidana korupsi PT SEI itu terjadi pada rentang periode 2012-2015.

    “Dugaan tindak pidana terjadi pada saat melakukan akuisisi saham Blok Ketapang, Muriah, Pangkah dan Fasken pada 2012 sampai dengan 2015,” katanya

    Kejaksaan Agung dikabarkan mulai menaikkan perkara tersebut dari penyelidikan ke tahap penyidikan sejak Maret 2025. Penyidikan dimulai sesuai Surat Perintah Penyidikan Nomor PRINT-21/F.2/Fd.2/032025.

    Nilai akuisisi saham pada Blok Ketapang ini memiliki nilai US$56,6 atau setara dengan Rp852 miliar. Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) pun telah melakukan audit atas proses akuisisi oleh PT SEI tersebut.

  • Penangkapan Terpidana Penggelapan Aset Pemkot Surabaya, Soendari Sempat Berontak

    Penangkapan Terpidana Penggelapan Aset Pemkot Surabaya, Soendari Sempat Berontak

    Surabaya (beritajatim.com) – Tim Intelijen gabungan Kejaksaan Agung (Satgas SIRI) bersama Kejari Kota Blitar dan Kejari Surabaya menangkap Soendari, buronan kasus tindak pidana korupsi aset milik Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, Kamis (25/9/2025). Saat diamankan di Kabupaten Kediri. Soendari sempat melakukan perlawanan, berontak.

    Kepala Kejaksaan Negeri Surabaya, Ajie Prasetya membenarkan penangkapan tersebut. Operasi berlangsung di Desa Papungan, Kecamatan Kanigoro, Kabupaten Blitar. “Yang bersangkutan merupakan terpidana dalam perkara korupsi aset Pemkot Surabaya di Jalan Kenjeran Nomor 254. Ia telah lama masuk dalam DPO dan terus berupaya menghindari proses hukum,” ungkap Ajie kepada wartawan.

    Ajie menjelaskan, saat Soendari diamankan, sempat tidak kooperatif dan mencoba menghalangi petugas. “Yang bersangkutan bahkan dengan sengaja melepaskan pakaiannya sambil berteriak menolak untuk dibawa. Namun, tim gabungan tetap berhasil mengamankan yang bersangkutan,” jelasnya.

    Setelah ditangkap, Soendari terlebih dahulu dibawa ke ruang tahanan Kejaksaan Negeri Blitar di Jalan Sudanco Supriadi No.54, Kelurahan Bendogerit, Kecamatan Sananwetan, Kota Blitar.

    Pada malam harinya sekitar pukul 19.00 WIB, Tim Kejari Surabaya mengeksekusi terpidana ke Rutan Perempuan Klas IIA Porong, Kabupaten Sidoarjo.

    Diketahui, kasus korupsi yang menjerat Soendari bermula dari dugaan penggelapan lahan milik Pemkot Surabaya seluas 537 meter persegi di Jalan Kenjeran No. 254.

    Lahan tersebut merupakan aset Pemkot sejak 1926, berdasarkan Besluit 4276, dan sempat difungsikan sebagai Kantor Kelurahan Rangkah. Namun, pada 2003, Soendari membuat peta bidang atas tanah itu tanpa bukti kepemilikan sah.

    Tidak lama kemudian, pada 2004, lahan tersebut terkena proyek pelebaran akses menuju Jembatan Suramadu. Dari situ, Soendari mendapat tawaran ganti rugi bangunan sebesar Rp116 juta, tetapi menolak dan malah menggugat ke pengadilan.

    Pada 2014, Soendari justru menjual lahan tersebut kepada pihak lain dengan nilai lebih dari Rp2 miliar. Tindakan itu dinilai jelas merugikan keuangan negara sekaligus mencederai kepercayaan publik terhadap pengelolaan aset pemerintah.

    “Perbuatan terpidana tidak hanya menimbulkan kerugian material bagi negara, tetapi juga mencederai kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan aset publik. Penangkapan ini menjadi bentuk komitmen kami dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi,” tegas Kepala Seksi Intelijen Kejari Surabaya, Aji Candra.

    Dengan penangkapan ini, Kejari Surabaya menegaskan tidak ada ruang bagi terpidana korupsi untuk menghindari proses hukum. “Siapa pun yang mencoba melarikan diri akan tetap kami kejar sampai berhasil dieksekusi,” tandasnya. [uci/kun]

  • Buron Kasus Korupsi P2SEM 2008 Ngawi Ditangkap Setelah 18 Tahun Pelarian

    Buron Kasus Korupsi P2SEM 2008 Ngawi Ditangkap Setelah 18 Tahun Pelarian

    Ngawi (beritajatim.com) – Buronan korupsi P2SEM 2008, Musthafa Khairuddin, ditangkap setelah 18 tahun melarikan diri. Kini dieksekusi untuk jalani hukuman di Lapas Ngawi.

    Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Ngawi, Susanto Gani, membenarkan penangkapan salah satu buronan (DPO) Kejari Ngawi, atas nama Musthafa Khairuddin, yang selama ini masuk dalam daftar pencarian orang terkait perkara tindak pidana korupsi Program Penanganan Sosial Ekonomi Masyarakat (P2SEM) tahun 2008.

    “Yang bersangkutan merupakan Ketua Lembaga Duta Bangsa Institut. Ia telah divonis bersalah melalui putusan kasasi Mahkamah Agung yang berkekuatan hukum tetap dalam perkara korupsi P2SEM,” ungkap Susanto Gani, Rabu (24/9/2025).

    Musthafa Khairuddin dinyatakan bersalah pada tahun 2012 dan dijatuhi hukuman pidana penjara selama 1 tahun, denda Rp50 juta subsider 3 bulan kurungan, serta pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp30 juta subsider 3 bulan penjara. Namun sejak putusan inkrah, ia melarikan diri dan berstatus buronan hampir 18 tahun.

    Penangkapan dilakukan oleh Tim Tangkap Buron (Tabur) Kejari Ngawi bekerja sama dengan Tim Tabur Kejaksaan Tinggi Jawa Timur serta Tim Tabur Kejaksaan Agung. Musthafa ditangkap di kawasan Surabaya, pada Selasa (23/9/2025).

    “Setelah ditangkap, terpidana akan segera dieksekusi dan diserahkan ke Lapas Kelas IIB Ngawi untuk menjalani hukumannya,” tambah Susanto Gani.

    Program P2SEM yang digagas pada 2008 sebenarnya bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kelurahan. Namun, dalam praktiknya program tersebut tidak tepat sasaran dan justru menimbulkan kerugian keuangan negara. [fiq/ian]