Kementrian Lembaga: Kejaksaan Agung

  • Tom Lembong Ditersangkakan karena Impor Gula saat Jabat Mendag, Warganet: Politik Memang Kejam

    Tom Lembong Ditersangkakan karena Impor Gula saat Jabat Mendag, Warganet: Politik Memang Kejam

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong (TTL) sebagai tersangka kasus dugaan korupsi impor gula.

    Kabar itu pun kini ramai dibahas di media sosial. Nama Tom Lembong seketika menjadi trending topik. Sejumlah tokoh dan pegiat media sosial pun membahasnya. Bahkan, ada pula yang curiga kasus itu sebagai aksi pembunuhan karakter dari politisi.

    “Politik itu memang kejam. Kasus 2015 baru diungkap sekarang. Sandera politik itu memang nyata adanya. Semoga Tuhan melindungimu, Pak Tom Lembong 🥺,” tulis akun bercentang biru @PelatihT1dur.

    “Jadi ini yg menurut Kejagung adalah kriminal. Habis ini tinggal operasi buzzer buat ancurin namanya. Menurut kalian gimana? Paham kan kenapa banyak partai atau tokoh politik nurut2 aja, segini gampang dikriminalisasi,” ujar akun @ghozyulhaq.

    “Najwa Shihab, lalu Tom Lembong. Untuk mereka yang tak bisa dibunuh jasadnya, mereka akan membunuh namanya, tulis Nino. ‘Mereka tak bisa membunuhku. Maka, mereka membunuh namaku.’ (Serenada, hal . 77),” beber akun @Miss***.

    Untuk diketahui, Tom Lembong ditetapkan sebagai tersangka bersama direktur perusahaan BUMN yakni Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) berinisial DS.

    “Adapun kedua tersangka tersebut adalah satu TTL selaku Menteri Perdagangan periode 2015-2016. Kedua tersangka atas nama DS selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI,” ujar Direktur Penyidik Jampidsus Kejagung Abdul Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (29/10/2024) malam.

  • Modus Dugaan Korupsi Tom Lembong, Obral Izin Impor Saat RI Surplus Gula

    Modus Dugaan Korupsi Tom Lembong, Obral Izin Impor Saat RI Surplus Gula

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap modus dugaan korupsi importasi gula yang menyeret mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong (TTL) alias Tom Lembong.

    Tom Lembong ditengarai memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 350.000 ton pada 2015. Padahal, saat itu Indonesia sedang mengalami surplus gula. 

    Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar menjelaskan, hasil rapat koordinasi antara kementerian pada 12 Mei 2015 silam menyimpulkan Indonesia surplus gula sehingga tidak membutuhkan impor dari luar negeri.

    Akan tetapi, Tom yang saat itu menjabat Mendag pada 2015-2016 justru memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah kepada perusahaan swasta. 

    “Akan tetapi pada tahun yang sama yaitu 2015 Menteri Perdagangan yaitu Saudara TTL memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 350.000 ton kepada PT AP yang kemudian gula kristal mentah tersebut diolah menjadi gula kristal putih” jelas Qohari pada konferensi pers, Selasa (29/10/2024). 

    Di sisi lain, peraturan yang ada yakni Keputusan Menteri Perdagangan dan Perindustrian No.257/2004 mengatur bahwa impor gula kristal hanya boleh diimpor oleh BUMN. Namun, pada izin persetujuan yang dikeluarkan oleh Tom, impor itu dilakukan oleh swasta PT AP.

    “Dan impor gula kristal tersebut tidak melalui rapat koordinasi atau rakor dengan instansi terkait serta tanpa adanya rekomendasi dari Kementerian Perindustrian guna mengetahui kebutuhan riil gula di dalam negeri,” lanjut Qohari.

    Selanjutnya, pada 28 Desember 2015. kementerian-kementerian di bawah Kemenko Perekonomian menggelar rapat ihwal Indonesia yang disebut bakal mengalami kekurangan gula kristal putih sebanyak 200.000 ton di 2016. Pemerintah pun menggelar rapat untuk membahas stabilisasi harga gula dan pemenuhan stok gula nasional.

    Pada rentang waktu November-Desember 2015, tersangka CS selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero) atau PPI memerintahkan P, selaku Staf Senior Manajer Bahan Pokok PT PPI untuk melakukan pertemuan dengan delapan perusahaan swasta yang bergerak di bidang gula.

    Padahal, timpal Qohari, impor yang boleh dilakukan untuk pemenuhan stok dan stabilisasi harga seharusnya gula impor putih, dan hanya boleh dilakukan oleh BUMN.

    Tidak hanya itu, izin industri kedelapan perusahaan swasta yang mengelola gula kristal mentah menjadi gula kristal putih itu sebenarnya adalah produsen gula kristal rafinasi untuk industri makanan, minuman dan farmasi.

    Setelah impor dilakukan oleh kedelapan perusahaan, PT PPI seolah-olah membeli gula tersebut. Padahal, Kejagung menduga senyatanya gula itu dijual oleh perusahaan swasta ke pasaran atau masyarakat melalui distributor yang terafiliasi dengannya. 

    Harga yang dipatok untuk gula itu yakni Rp16.000 per kg, atau lebih tinggi dari HET saat itu Rp13.000 per kg dan tidak dilakukan operasi pasar.

    Alhasil, PT PPI berhasil mendapatkan fee sebesar Rp105 per kg dari delapan perusahaan yang melakukan importasi dan pengolahan gula kristal mentah ke gula putih tersebut.

    “Bahwa kerugian negara akibat perbuatan importasi gula yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-perundangan yang berlaku, negara dirugikan sebesar kurang lebih Rp400 miliar,” pungkasnya. 

    Dengan demikian, Kejagung menetapkan dua orang tersangka yaitu TTL selaku Mendag Periode 2015-2016 serta CS selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI 2015-2016.

  • Kejagung Sebut Kasus Impor Gula yang Seret Tom Lembong Sudah Diselidiki sejak 2023

    Kejagung Sebut Kasus Impor Gula yang Seret Tom Lembong Sudah Diselidiki sejak 2023

    Jakarta, Beritasatu.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) menyebut kasus dugaan impor gula di Kementerian Perdagangan pada 2015-2016 yang menjerat Thomas Trikasih Lembong (TTL) atau yang akrab disapa Tom Lembong sudah diselidiki sejak 2023.

    “Penyidikan dalam perkara ini sudah cukup lama, sejak Oktober 2023,” kata Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar kepada wartawan Selasa (29/10/2024).

    Qohar mengatakan, pihaknya tak serta-merta menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka dalam kasus tersebut. Menurutnya, penetapan tersangka ditentukan berdasarkan kecukupan alat bukti dan keterangan ahli.

    “Cukup lama karena perkara ini bukan perkara yang biasa. Bukan perkara yang sederhana,” tegasnya.

    Qohar juga membantah telah mempolititasi kasus tersebut. Dia menekankan ada bukti yang cukup untuk menjerat Tom Lembong sebagai tersangka.

    “Tidak terkecuali siapa pun pelakunya, ketika ditemukan bukti yang cukup maka penyidik pasti akan menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka,” katanya.

    Sebelumnya Abdul Qohar mengatakan, Tom Lembong berperan memberi izin impor gula kristal mentah ke gula kristal putih saat harga melambung tinggi.

    “Padahal, seharusnya yang berhak melakukan impor gula untuk kebutuhan dalam negeri adalah BUMN yang ditunjuk menteri perdagangan. Itu pun gula kristal putih bukan gula kristal mentah,” ungkapnya.

    Tom Lembong ditahan selama 20 hari ke depan seusai ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut. “TTL ditahan di rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan,” katanya kepada wartawan.

  • Penampakan Tom Lembong Kenakan Rompi Tahanan Kejagung, Tangan Diborgol dan Irit Bicara

    Penampakan Tom Lembong Kenakan Rompi Tahanan Kejagung, Tangan Diborgol dan Irit Bicara

    Jakarta, Beritasatu.com – Eks Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong (TTL) atau akrab disapa Tom Lembong ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan impor gula di Kementerian Perdagangan pada 2015-2016. Dia tampak mengenakan baju tahanan dan irit bicara.

    Pantauan Beritasatu.com, Tom Lembong keluar dari gedung Kartika Kejaksaan Agung (Kejagung) pukul 20.45 WIB. Dia terlihat mengenakan baju tahanan Kejagung berwarna merah muda.

    Tangan Tom Lembong yang diborgol penyidik dibiarkan terlihat tanpa ditutupi oleh apa pun. Ia juga dikawal beberapa petugas saat hendak masuk ke mobil tahanan Kejagung.

    Tom Lembong memilih irit bicara saat awak media mencecarnya dengan sejumlah pertanyaan terkait kasus tersebut.

    Dia hanya mengatakan dirinya menyerahkan semua proses hukum terhadap Tuhan. “Kita serahkan semua kepada Tuhan Yang Maha Kuasa,” ucapnya di Kejagung, Jakarta, Selasa (29/10/2024).

    Sebelumnya, Kejagung menetapkan eks menteri perdagangan itu sebagai tersangka kasus dugaan impor gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada 2015-2016.

    Tom Lembong berperan memberi izin impor gula kristal mentah ke gula kristal putih saat harga melambung tinggi.

    “Padahal, seharusnya yang berhak melakukan impor gula untuk kebutuhan dalam negeri adalah BUMN yang ditunjuk menteri perdagangan. Itu pun gula kristal putih bukan gula kristal mentah,” ungkap Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar.

    Tom Lembong bakal ditahan selama 20 hari ke depan seusai ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut.

    “TTL ditahan di rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan,” katanya kepada wartawan.

  • Kasus Emas ANTAM, Saksi Sebut Budi Said yang Minta Kekurangan Emas

    Kasus Emas ANTAM, Saksi Sebut Budi Said yang Minta Kekurangan Emas

    Jakarta (beritajatim.com) – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta kembali menggelar sidang kasus dugaan korupsi jual beli emas PT Aneka Tambang Tbk (ANTAM) dengan terdakwa Budi Said. Dalam Sidang nomor perkara 78/Pid.Sus.TPK/2024/PNJkt.Pst ini menghadirkan beberapa saksi di antaranya Eksi Anggraeni.

    Dalam kesaksiannya, Eksi mengaku membuat surat keterangan kekurangan emas di di Butik Emas Logam Mulia (BELM) Surabaya 01, diminta dan didesain oleh Budi sendiri. Surat itu kemudian menjadi dasar bagi Budi untuk menggugat perdata PT ANTAM di pengadilan.

    “Semua konsep surat itu berasal dari arahan Budi Said,” ujar Eksi di depan Majelis Hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Selasa (29/10/2024).

    Menurutnya, surat keterangan kekurangan serah emas sebanyak 1.136 kilogram dari BELM Surabaya 01 ANTAM dibuat atas permintaan Budi Said melalui telepon.

    Eksi mengungkapkan, sekitar Oktober atau November 2018, dia dihubungi oleh Budi untuk mendokumentasikan semua transaksi pembelian emas di ANTAM, termasuk tanggal pembelian, jumlah dana yang disetor ke rekening ANTAM, nomor faktur, dan waktu penyerahan barang. “Semua perhitungan itu, arahannya dari Pak Budi,” tambahnya dalam persidangan.

    Setelah konsep surat disusun, Eksi mendatangi BELM Surabaya 01 untuk meminta surat keterangan tersebut kepada Kepala Butik, Endang Kumoro. Namun, Endang sedang menunaikan ibadah umroh saat itu.

    Eksi kemudian menemui Ahmad Purwanto, seorang pejabat di butik, dan Misdianto, pegawai administrasi. Permintaan surat keterangan dari Budi Said disampaikan kepada Purwanto, dengan Eksi mengonfirmasi bahwa surat tersebut memang permintaan Budi.

    Usai surat selesai dibuat, Eksi menyerahkannya ke rumah Budi Said di Jalan Jaksa Agung Suprapto, Surabaya. Namun, Budi menolak karena surat tersebut tidak ditandatangani oleh Endang. Setelah Endang kembali dari umroh, Eksi kembali ke butik untuk meminta surat yang sama dengan tanda tangan Endang. “Setelah saya serahkan, Pak Budi bilang, ‘Ini benar, Bu’,” kata Eksi.

    Dalam sidang, jaksa menunjukkan surat bertanggal 16 November 2018, yang menyebutkan harga emas Rp 505 juta per kilogram. Eksi menyatakan, harga tersebut sesuai dengan informasi dari dirinya kepada Budi, meski harga resmi ANTAM pada 2018 berkisar Rp 590 juta per kilogram.

    Saat jaksa menanyakan keabsahan surat itu, Eksi mengaku harga di surat itu memang tidak sesuai dengan harga resmi ANTAM yang tertera di faktur. Eksi menambahkan, catatan pembayaran itu pun tidak sesuai dengan tanggal di faktur, karena dia menuliskannya berdasarkan instruksi Budi Said.

    Seperti diketahui, JPU Kejaksaan Agung mendakwa Budi Said atas dugaan korupsi terkait pembelian emas ANTAM, dan tindak pidana pencucian uang. Dalam dakwaan yang dibacakan pada persidangan perdana di Pengadilan Tipikor Jakarta, Budi Said diduga terlibat dalam transaksi pembelian 5,9 ton emas yang direkayasa agar seolah-olah terlihat terdapat pembelian 7 ton emas dari Butik Emas Logam Mulia (BELM) Surabaya 01.

    Jaksa mengungkapkan, Budi Said juga melakukan transaksi pembelian emas dengan harga sebesar Rp505.000.000 per kilogram itu jauh di bawah standar dan tidak sesuai prosedur ANTAM. Dia bekerja sama dengan broker Eksi Anggraeni serta beberapa terpidana yang merupakan mantan pegawai ANTAM, termasuk Endang Kumoro, Ahmad Purwanto, dan Misdianto.

    Dalam dua transaksi utama, Budi Said pertama kali membeli 100 kilogram emas dengan harga Rp25.251.979.000, yang seharusnya hanya berlaku untuk 41,865 kilogram. Hal tersebut mengakibatkan selisih emas sebesar 58,135 kilogram yang belum dibayar. Sedangkan pada transaksi kedua, Budi Said membeli 5,9 ton emas seharga Rp3.593.672.055.000, dan secara melawan hukum mengklaim adanya kurang serah sebanyak 1.136 kilogram.

    Dalam kasus ini, negara ditaksir mengalami kerugian sebesar Rp 1,16 triliun yang terdiri dari Rp92.257.257.820 dari pembelian pertama dan Rp 1.073.786.839.584 dari pembelian kedua. Angka ini dihitung berdasarkan kekurangan fisik emas ANTAM di BELM Surabaya 01 dan kewajiban ANTAM untuk menyerahkan 1.136 kg emas kepada Budi Said sesuai Putusan Mahkamah Agung No. 1666K/Pdt/2022 tertanggal 29 Juni 2022.

    Atas perbuatannya, Budi Said dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Subsidair Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun, serta denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

    Selain itu, Budi Said juga terancam pidana sesuai dengan Pasal 3 atau Pasal 4 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda maksimal Rp10 miliar. [hen/ian]

  • Kejagung Tegaskan Penetapan Tersangka Tom Lembong Tak Ada Unsur Politis

    Kejagung Tegaskan Penetapan Tersangka Tom Lembong Tak Ada Unsur Politis

    Jakarta, Beritasatu.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) menegaskan tak ada unsur politis dalam penetapan tersangka kasus impor gula, yakni mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong (TTL) atau Tom Lembong.

    Direktur Penyidik Jampidsus Kejagung Abdul Qohar mengatakan, penyidik bekerja berdasarkan alat bukti, tidak terkecuali pada siapa pun.

    “Tidak ada politisasi dalam perkara ini. Penyidik bekerja berdasarkan alat bukti dan tidak terkecuali siapa pun. Ketika ditemukan bukti yang cukup, maka penyidik pasti akan menetapkan yang bersangkutan menjadi tersangka,” ucapnya di Jakarta, Selasa (2/10/2024).

    Qohar menekankan, penyidik tidak menentukan siapa yang akan ditetapkan menjadi tersangka. Ketika alat bukti cukup, maka akan ditetapkan menjadi tersangka.

    “Kita tidak memilih dan memilah siapa pelakunya, sepanjang memenuhi alat bukti yang cukup,” tambahnya.

    Kasus yang menjerat Tom Lembong ini masuk tahap penyidikan sejak Oktober 2023.

    “Jadi kalau dihitung kurang lebih satu tahun dengan jumlah saksi sebanyak 90 orang. Tentu tak hanya penyidikan, tetapi juga ada perhitungan kerugian uang negara, pendapat para ahli, sehingga cukup lama karena bukan perkara biasa dan sederhana,” paparnya.

    Sebelumnya, mantan mendag pada 2015-2016 Tom Lembong ditetapkan Kejagung menjadi tersangka kasus impor gula pada 2015.

    Qohar memeparkan, penetapan tersangka Tom Lembong berdasarkan surat penetapan tersangka Nomor: Tap.Np 60/F/FDX/2024 pada 29 Oktober 2024.

    “Menetapkan status saksi terhadap dua orang menjadi tersangka karena telah memenuhi alat bukti, yakni saudara TTL sebagai mantan menteri perdagangan dan CS selaku direktur pengembangan bisnis pada PT PPI,” ucap Qohar, Selasa (29/10/2024).

  • Kronologi Dugaan Korupsi Impor Gula yang Bikin Tom Lembong jadi Tersangka

    Kronologi Dugaan Korupsi Impor Gula yang Bikin Tom Lembong jadi Tersangka

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) menduga mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong (TTL) memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah (GKM) sebanyak 350.000 ton pada 2015. Padahal, saat itu Indonesia dinyatakan surplus gula.

    Hal tersebut menjadi penyebab pria yang akrab disapa Tom Lembong itu kini ditetapkan tersangka oleh tim penyidik di Jampidsus Kejagung, Selasa (29/10/2024).

    Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar menjelaskan hasil rapat koordinasi antarkementerian pada 12 Mei 2015 silam menyimpulkan Indonesia surplus gula sehingga tidak membutuhkan impor dari luar negeri.

    Namun, Tom Lembong yang saat itu menjabat Mendag pada 2015-2016 atau periode pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) justru memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah kepada perusahaan swasta.

    “Akan tetapi pada tahun yang sama 2015 Menteri Perdagangan, yaitu Saudara TTL memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 350.000 ton kepada PT AP yang kemudian gula kristal mentah tersebut diolah menjadi gula kristal putih,” jelas Qohari pada konferensi pers, Selasa (29/10/2024).

    Di sisi lain, peraturan yang ada yakni Keputusan Menteri Perdagangan dan Perindustrian No.257/2004 mengatur bahwa impor gula kristal hanya boleh diimpor oleh BUMN. Namun, pada izin persetujuan yang dikeluarkan oleh Tom, impor itu dilakukan oleh swasta PT AP.

    “Dan impor gula kristal tersebut tidak melalui rapat koordinasi atau rakor dengan instansi terkait serta tanpa adanya rekomendasi dari Kementerian Perindustrian guna mengetahui kebutuhan riil gula di dalam negeri,” lanjut Qohari.

    Selanjutnya, pada 28 Desember 2015. kementerian-kementerian di bawah Kemenko Perekonomian menggelar rapat ihwal Indonesia yang disebut bakal mengalami kekurangan gula kristal putih sebanyak 200.000 ton di 2016. Pemerintah pun menggelar rapat untuk membahas stabilisasi harga gula dan pemenuhan stok gula nasional.

    Pada rentang waktu November-Desember 2015, tersangka CS selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdangan Indonesia (Persero) atau PPI memerintahkan P, selaku Staf Senior Manajer Bahan Pokok PT PPI untuk melakukan pertemuan dengan delapan perusahaan swasta yang bergerak di bidang gula.

    Padahal, timpal Qohari, impor yang boleh dilakukan untuk pemenuhan stok dan stabilasi harga seharusnya gula impor putih, dan hanya boleh dilakukan oleh BUMN.

    Tidak hanya itu, izin industri kedelapan perusahaan swasta yang mengelola gula kristal mentah menjadi gula kristal putih itu sebenarnya adalah produsen gula kristal rafinasi untuk industri makanan, minuman dan farmasi.

    Setelah impor dilakukan oleh kedelapan perusahaan, PT PPI seolah-olah membeli gula tersebut. Padahal, Kejagung menduga senyatanya gula itu dijual oleh perusahaan swasta ke pasaran atau masyarakat melalui distributor yang terafiliasi dengannya.

    Harga yang dipatok untuk gula itu yakni Rp16.000 per kg, atau lebih tinggi dari HET saat itu Rp13.000 per kg dan tidak dilakukan operasi pasar.

    Alhasil, PT PPI berhasil mendapatkan fee sebesar Rp105 per kg dari delapan perusahaan yang melakukan importasi dan pengolahan gula kristal mentah ke gula putih tersebut.

    “Bahwa kerugian negara akibat perbuatan importasi gula yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-perundangan yang berlaku, negara dirugikan sebesar kurang lebih Rp400 miliar,” pungkasnya.

    Dengan demikian, Kejagung menetapkan dua orang tersangka yaitu TTL selaku Mendag Periode 2015-2016 serta CS selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI 2015-2016.

  • Kronologi Ditetapkannya Tom Lembong Jadi Tersangka Korupsi Impor Gula

    Kronologi Ditetapkannya Tom Lembong Jadi Tersangka Korupsi Impor Gula

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kejaksaan Agung (Kejagung) RI resmi menetapkan dua tersangka kasus tindak pidana korupsi impor gula periode tahun 2015-2016. Dua tersangka itu yakni Thomas Trikasih Lembong (TTL) sebagai Menteri Perdagangan (Mendag) pada saat itu dan CS sebagai Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI.

    Perihal kasus tersebut, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, Abdul Qohar menjelaskan kronologinya: Bahwa berdasarkan rapat koordinasi antar kementerian tepatnya yang dilaksanakan 15 Mei 2014 telah disimpulkan bahwa Indonesia mengalami surplus gula sehingga tidak perlu melakukan impor.

    Akan tetapi pada tahun yang sama yaitu tahun 2015 tersebut Mendag yaitu Tom Lembong memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 105 ribu ton, yang kemudian Gula Kristal Mentah (GKM) diolah menjadi Gula Kristal Putih (GKP).

    Qohar melanjutkan, sesuai dengan keputusan Mendag dan Industri nomor.. Tahun 2004 yang dibolehkan impor GKP adalah BUMN tapi berdasarkan persetujuan yang dikeluarkan tersangka TTL, impor gula dilakukan dan impor GKM itu tidak melalui rapat koordinasi atau rapat koordinasi dengan instansi terkait, serta tanpa adanya rekomendasi dari kementerian-kementerian guna mengetahui kebutuhan riil.

    Lalu, pada 28 Desember, dilakukan rakor di bidang Perekonomian yang dihadiri Kementerian Perekonomian yang salah satu pembahasannya bahwa Indonesia pada 2016 kekurangan gula kristal putih sebanyak 207 ribu ton.

    “Dalam rangka stabilitasi harga gula dan pemenuhan impor gula nasional sampai November-Desember 2015, tersangka CS selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI, memerintahkan, bahan pokok PT PPI atas nama P untuk melakukan pertemuan dengan 8 perusahaan swasta yang bergerak di bidang gula. Padahal dalam rangka pemenuhan stok harusnya diimpor adalah GKP secara langsung dan yang dapat melakukan hanya BUMN,” ungkap Abdul Qohar.

    Selanjutnya, ke delapan perusahaan swasta yang kelola GKM menjadi GKP sebenarnya izin industrinya adalah produsen gula kristal rafinasi yang diperuntuhkan untuk industri makanan minuman.

    Adapun, setelah kedelapan perusahaan itu impor dan mengolah GKM jadi GKP, lalu PT PPI seolah membeli gula itu padahal senyatanya gula itu dijual perusahaan swasta yaitu 8 perusahaan itu ke pasaran atau masyarakat lewat distributor yang terafiliasi dengannya, seharga RP 16 ribu per kilogram atau lebih tinggi dari HIT Rp 13 ribu dan tidak dilakukan operasi pasar.

    “Bahwa kerugian negara akibat ini yang tidak sesuai perundangan, negara rugi kurang lebih Rp 400 miliar,” ungkap Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, Abdul Qohar dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Selasa, (29/10/2024).

    “Karena telah memenuhi alat bukti bahwa yang bersangkutan melakukan tindak pidana korupsi, adapun dua tersangka itu adalah satu TTL (Tomas Trikasih Lembong), selaku Mendag periode 2015-2016. Yang kedua tersangka atas nama CS Direktur Pengembangan bisnis PT PPI periode 2015-2016 berdasarkan surat tap tersangka tanggal 29 Oktober 2024,” tegasnya.

    (pgr/pgr)

  • 3
                    
                        Ditahan Kejagung, Tom Lembong: Saya Serahkan pada Tuhan
                        Nasional

    3 Ditahan Kejagung, Tom Lembong: Saya Serahkan pada Tuhan Nasional

    Ditahan Kejagung, Tom Lembong: Saya Serahkan pada Tuhan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau
    Tom Lembong
    menyerahkan pada Tuhan soal kelanjutan kasusnya.
    Ia ditetapkan sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi
    impor gula
    di Kementerian Perdagangan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).
    “Semua saya serahkan pada Tuhan yang Maha Esa,” ucap Tom Lembong singkat di Kantor Kejagung, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (29/10/2024) malam.
    Pantauan
    Kompas.com,
    Tom Lembong meninggalkan Kantor Kejagung pukul 21.00 WIB bersama tersangka lain berinisial CS yang merupakan Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI).
    Ia kemudian menggunakan rompi tersangka berwarna merah muda dan bakal ditahan selama 20 hari ke depan.

    Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Abdul Qohar menyebutkan, Tom Lembong dan CS bakal ditahan terpisah.
    “Untuk tersangka TTL (Thomas Trikasih Lembong) di Rutan Salemba cabang Kejari Jakarta Selatan dan untuk tersangka CS di Rutan Salemba cabang Kejagung,” sebut dia.
    Dalam perkara ini, Tom Lembong disebut mengizinkan impor gula murni di tahun 2015.
    Padahal, saat itu Indonesia tengah mengalami surplus gula.
    Tak hanya itu, Tom Lembong juga diduga mengambil keputusan sepihak tanpa berkoordinasi dengan kementerian atau lembaga lain.
    Keputusannya pun tidak disertai dengan rekomendasi dari Kementerian Perindustrian soal status stok gula dalam negeri.

    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Tom Lembong Tersangka Impor Gula, Kejagung: Kerugian Negara Rp400 Miliar

    Tom Lembong Tersangka Impor Gula, Kejagung: Kerugian Negara Rp400 Miliar

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong (TTL) atau Tom Lembong sebagai tersangka kasus dugaan korupsi importasi gula 2015-2016 dengan total kerugian yang ditaksir Rp400 miliar.

    Dirdik Jampidsus Kejagung RI Abdul Qohar mengatakan kasus ini terkait dengan penerbitan izin impor gula dalam rangka pemenuhan stok dan stabilitas harga nasional.

    “Kerugian negara akibat perbuatan importasi gula yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, negara dirugikan kurang lebih Rp400 miliar,” ujarnya di Kejagung, Selasa (29/10/2024) malam.

    Dia menambahkan penerbitan izin oleh eks Mendag Tom Lembong berkaitan dengan impor gula kristal mentah sebanyak 105 ribu ton kepada PT AP yang kemudian gula kristal mentah tersebut diolah menjadi gula kristal putih.

    “Padahal dalam rangka pemenuhan stok dan stabilisasi harga seharusnya diimpor adalah gula impor putih secara langsung dan yang boleh melakukan impor tersebut hanya BUMN,” tambahnya.

    Selain Tom Lembong, Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI periode 2015-2016 berinisial DDS. Adapun, untuk kebutuhan penyidikan keduanya ditahan selama 20 hari di Rutan Salemba Cabang Kejari Jaksel dan Rutan Salemba Kejagung.

    “Terhadap kedua tersangka dilakukan penahanan Rutan selama 20 hari ke depan. Untuk tersangka TTL di Rutan Salemba cabang Kejari Jakarta Selatan, dan untuk tersangka CS di Rutan Salemba cabang Kejagung,” pungkas Qohar.

    Atas perbuatannya, Tom Lembong dan DS terancam dijerat Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara.