Kementrian Lembaga: Kejaksaan Agung

  • Pemerintah Buka Peluang Bahas Wacana KPK Jadi Lembaga Penyidik Tunggal

    Pemerintah Buka Peluang Bahas Wacana KPK Jadi Lembaga Penyidik Tunggal

    ERA.id – Menteri Koordinator bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan (Menko Kumhamimpipas) Yusril Ihza Mahendra mengatakan, peluang pembahasan soal Komisi Pemberantaran Korupsi (KPK) jadi lembaga penyidik tunggal, masih terbuka. Saat ini pembahasan masih dilakukan.

    “Belum final diskusi tentang masalah ini ya,” kata Yusril kepada wartawan di Gedung ACLC KPK, Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa (10/12/2024).

    Yusril menyebut ikut mewakili pemerintah di DPR ketika pembentukan KPK pada 2003. Ketika itu, memang diperlukan pendekatan khusus dalam upaya pemberantasan korupsi.

    “Karena itu sebenarnya KPK selain mempunyai kewenangan-kewenangan yang extraordinary tapi juga hukum acaranya dapat mengatur sendiri berbeda dari KUHAP,” tegasnya.

    Hanya saja, 20 tahun kemudian penegak hukum seperti, Polri dan Kejaksaan Agung disadari punya kewenangan hukum serupa dengan KPK dalam mengusut dugaan korupsi. Sehingga, muncul wacana lembaga penyidik tunggal meski penerapannya harus diikuti perubahan undang-undang.

    Salah satunya dengan menyesuaikan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). “Setelah 20 tahun kemudian timbul pertanyaan kalau semuanya bisa juga dilakukan oleh polisi, oleh jaksa, KPK mengapa kita tidak hanya menyatukan satu saja lembaga yang berwenang melakukan penyidikan dan penuntutan di bidang tindak pidana korupsi,” jelas Yusril.

    “Tapi, tentu itu harus diimbangi dengan kemungkinan pembaruan terhadap undang-undang tindak pidana korupsi itu sendiri,” pungkasnya.

  • Kepala BPOM Temui Jaksa Agung Minta Kawal Program Makan Bergizi Gratis

    Kepala BPOM Temui Jaksa Agung Minta Kawal Program Makan Bergizi Gratis

    Jakarta, CNN Indonesia

    Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Taruna Ikrar menemui Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin di Gedung Utama Kejaksaan Agung (Kejagung) pada Rabu (11/12) sore.

    Burhanuddin menjelaskan pertemuan tersebut dilakukan untuk membahas pendampingan serta pengawasan dari Kejagung dalam sektor pidana maupun perdata di seluruh kegiatan BPOM.

    “Pembicaraan kami adalah sinergitas kita dalam rangka tentunya mendukung kegiatan-kegiatan Balai POM baik itu masalah kepidanaan maupun masalah perdata dan tata usaha negara,” ujarnya dalam konferensi pers, Rabu (11/12).

    Dalam kesempatan yang sama, Ikrar menyebut pihaknya juga turut meminta adanya pengawasan dari Kejagung terkait proses sertifikasi obat dan makanan yang dinilai rawan diselewengkan.

    “Surat keterangan izin ekspor, surat keterangan izin impor, dan sebagainya memiliki kerawanan khusus. Karena yang namanya sertifikasi memiliki kerawanan berbagai macam hal,” jelasnya.

    Melalui pengawasan dari Kejagung, ia berharap nantinya tidak akan ada kasus korupsi ataupun suap yang terjadi di BPOM. Selain itu, Ikrar berharap tidak akan ada lagi pelanggaran ataupun oknum-oknum mafia di internal BPOM.

    Lebih lanjut, ia juga meminta Jaksa Agung untuk memberi pengarahan kepada jajaran di bidang Deputi Penindakan agar dapat menangani pelanggaran-pelanggaran pidana secara cermat dan tepat.

    “Karena ternyata kejahatan dari siber, kejahatan pangan yang ilegal, kejahatan obat dan sebagainya masih sangat banyak. Kita akui itu, tapi kita ingin membenahi secara tepat sasaran,” tuturnya.

    Terakhir, Ikrar mengatakan dalam pertemuan itu kedua lembaga juga turut membahas tugas khusus dari Presiden Prabowo Subianto yang meminta agar dapat mengawal keamanan makanan dalam program makan siang bergizi.

    “Mengawasi rumah produksi atau dapurnya sampai dengan distribusi, sampai pada tahap terakhirnya kalau terjadi kejadian luar biasa. Nah, tentu semua ini memiliki kerawanan-kerawanan khusus,” pungkasnya.

    (tfq/dna)

  • Kejagung Temukan Info Berharga di Kasus Ronald Tannur, Singgung Dissenting Opinion Hakim MA

    Kejagung Temukan Info Berharga di Kasus Ronald Tannur, Singgung Dissenting Opinion Hakim MA

    Jakarta, Beritasatu.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) mengaku mendapat informasi berharga terkait kasus dugaan suap Gregorius Ronald Tannur terhadap tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Apa informasi tersebut?

    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar menyampaikan, informasi tersebut berkaitan dengan sikap dissenting opinion hakim Mahkamah Agung (MA), Soesilo. Sikap Soesilo tersebut telah tertuang dalam salinan putusan kasasi yang diajukan oleh pihak Ronald Tannur.

    “Saya kira informasi ini menjadi informasi yang berharga,” ujar Harli kepada wartawan Selasa (11/12/2024).

    Harli menyebut, sikap Soesilo tersebut merupakan hak setiap hakim agung saat memutus kasasi perkara. 

    Namun, dia mempertanyakan dissenting opinion Soesilo lantaran sikapnya sama dengan tiga hakim PN Surabaya yang memutus bebas Ronald Tannur.

    “Walaupun berdasarkan hasil Bawas tidak ada masalah dalam pertemuan tersebut, tetapi dalam putusan ternyata ybs sependapat dengan hakim di PN Surabaya untuk membebaskan Ronald Tannur,” katanya.

    Harli menambahkan, bahwa pihaknya tak menutup peluang untuk memeriksa Soesilo buntut sikapnya tersebut. Dia menyebut, kepastian pemanggilan Soesilo masih menunggu penyidik.

    “Apakah penyidik ini menganggap ini sebagai informasi yang sangat urgent untuk dilakukan pendalaman, saya kira kita tunggu,” kata Harli terkait kasus suap Ronald Tannur.

  • Respons Kejagung Soal Hakim Agung Soesilo Beda Pendapat di Kasasi Ronald Tannur

    Respons Kejagung Soal Hakim Agung Soesilo Beda Pendapat di Kasasi Ronald Tannur

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) angkat bicara terkait perbedaan pendapat dari Hakim Agung Soesilo pada kasus Ronald Tannur di tingkat kasasi.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung RI, Harli Siregar menyatakan informasi itu memiliki nilai dalam perkara yang tengah ditangani penyidik Jampidsus itu.

    “Saya kira itu menjadi perhatian dan tentu akan kami informasikan kepada penyidik,” ujarnya di Kejagung, Rabu (11/12/2024).

    Namun demikian, Harli menyatakan bahwa pemeriksaan Hakim Agung Soesilo akan bergantung pada kebutuhan penyidik.

    “Apakah penyidik ini menganggap ini sebagai informasi yang sangat urgen untuk dilakukan pendalaman, saya kira kita tunggu,” tambahnya.

    Adapun, kata Harli, pendapat berbeda dalam persidangan merupakan hal yang wajar. Sebab, setiap hakim bisa jadi memiliki penilaian masing-masing terkait dalam memutus setiap perkara.

    “Nah kita mau menyatakan tentu setiap hakim memiliki keyakinan masing-masing dalam menilai sesuatu perkara,” pungkas Harli.

    Diberitakan sebelumnya, dalam salinan putusan kasus Ronald Tannur di tingkat kasasi dengan nomor: 1466 K/Pid/2024 tertanggal 22 Oktober 2024.

    Soesilo menilai bahwa berdasarkan dakwaan jaksa hingga alat bukti dalam kasus pembunuhan itu Ronald Tannur tidak memiliki niat jahat.

    Dengan demikian, kata Soesilo, putusan Pengadilan Negeri Surabaya untuk membebaskan Ronald Tannur dari dakwaannya dinilai sudah tepat.

    “Konstruksi fakta yang dibangun dalam surat dakwaan Penuntut Umum dihubungkan dengan alat bukti dan maka muncul konklusi ataupun kesimpulan bahwa Terdakwa tidak mempunyai mens rea untuk melakukan tindak pidana sebagaimana Dakwaan Penuntut Umum sehingga Putusan judex facti yang membebaskan Terdakwa dari Dakwaan Penuntut Umum sudah tepat,” kata Soesilo dalam salinan putusan MA, dikutip Rabu (11/12/2024).

  • Kepala BPOM Temui Jaksa Agung, Minta Pengawalan Program Makan Bergizi Gratis

    Kepala BPOM Temui Jaksa Agung, Minta Pengawalan Program Makan Bergizi Gratis

    Bisnis.com, JAKARTA — Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Taruna Ikrar telah menemui Jaksa Agung ST Burhanuddin untuk membahas sinergitas antar kedua lembaga, termausk pengawalan program Makan Bergizi Gratis (MBG). 

    Burhanuddin menjelaskan sinergitas itu berupa pengawalan dalam kegiatan BPOM terkait dengan persoalan pidana, perdata hingga tata usaha negara.

    “Baik itu secara masalah-masalah kepidanaan maupun masalah-masalah perdata dan tata usaha negara, dan banyak hal yang kami tukar pikiran dan rencana ke depan,” ujarnya di Kejagung, Rabu (11/12/2024).

    Kemudian, Taruna menjelaskan salah satu persoalan yang dibahas yaitu terkait dengan program makan siang bergizi gratis atau MBG.

    Taruna menambahkan, program yang mulai digelar pada (2/1/2025) itu memerlukan pendanaan yang sangat besar agar terlaksana dengan sukses.

    “Kami mendapat tambahan tugas baru juga untuk mengawal food security-nya yang disebut dengan makan siang bergizi, atau makan siang bergizi,” tutur Taruna.

    Dalam program itu, BPOM mendapatkan tugas untuk mengawasi rumah produksi MBG sampai dengan distribusi ke masyarakat. Pasalnya, program ini rentan akan penyimpangan dari oknum-oknum penyelenggara negara.

    “Maka pengawalan dalam konteks bantuan, support dan sekaligus mentoring ataupun apa yang namanya itu, kami sangat butuhkan dari kejaksaan agung. Tentu di daerah dengan kejaksaan tinggi dan sebagainya,” imbuhnya.

    Selain itu, Taruna juga menyatakan bahwa pihaknya bertekad menjadi lembaga bebas korupsi, mafia dan pelanggaran lainnya. Pertemuan ini juga telah membahas tentang pengawalan dari Kejagung terkait dengan kerawanan khusus mulai dari izin ekspor, impor, peredaran obat dan makanan hingga industri farmasi.

    “Dengan demikian, maka keyakinan saya sebagai Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, pertemuan hari ini sangat konseruptif karena Bapak Jaksa Agung sangat memberikan support yang tinggi kepada kami untuk mencapai tujuan tadi,” pungkasnya.

  • Tantangan Program 3 Juta Rumah

    Tantangan Program 3 Juta Rumah

    Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah (Kementerian Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman) menggulirkan Program Pembangunan 3 Juta Rumah per tahun yang patut diapresiasi. Program itu tiga kali program sebelumnya Program Sejuta Rumah (PRS) per tahun pada era Jokowi.

    Apa saja faktor kunci keberhasilan (key success factors) yang wajib dipenuhi agar program itu berjalan mulus?

    Bagaimana kinerja PSR yang mulai berjalan pada 2015 ketika kekurangan rumah (backlog) mencapai 11,4 juta? PSR diharapkan dapat menekan backlog menjadi 6,8 juta dalam waktu 5 tahun sejak 2015. Sayangnya, setelah hampir 10 tahun, backlog justru naik menjadi 9,9 juta per 2023 (BPS).

    Menurut Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rayat (PUPR), target PSR mencapai 1.042.738 unit pada 2024. Hingga Agustus 2024, realisasi PSR mencapai 666.432 unit atau 63,9% dari target yang meliputi rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan untuk non-MBR. Realisasi dari 2015 hingga Agustus 2024 telah mencapai 9,8 juta unit rumah.

    Backlog boleh dikatakan akan terus mendaki sebab kebutuhan rumah mencapai 800.000 unit setahun. Oleh karena itu, Program Pembangunan 3 Juta Rumah setahun layak didukung.

    Lantas, apa saja faktor kunci keberhasilan yang wajib dipenuhi agar program tersebut berhasil?

    Pertama, Menteri Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman (PRKP) mengemukakan bahwa pencapaian program 3 juta rumah per tahun sulit terwujud jika hanya mengandalkan APBN.

    Anggaran perumahan pada 2024 tercatat Rp14 triliun sedangkan pada 2025 turun menjadi Rp5 triliun. Jika hanya mengandalkan APBN, hanya sedikit rumah yang bisa dibangun.

    Ada tiga terobosan. Pertama, penyediaan tanah gratis atau lahan murah untuk pembangunan rumah rakyat. Kedua, pengurangan atau penghilangan biaya perpajakan dan perizinan 21%. Biaya itu meliputi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 11%, Pajak Penghasilan (PPh) 2,5%, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BBHTB) 5% dan retribusi 2,5%. Ketiga, efisiensi biaya material bangunan melalui sistem belanja terpusat (central purchasing) yang bisa dilakukan pengembang perumahan dalam (Kompas, 13/11/24).

    Kedua, terobosan itu membutuhkan koordinasi prima dengan kementerian lain seperti Kementerian Keuangan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR), Kementerian Dalam Negeri dan Kejaksaan Agung.

    Namun, rencana mengenai pengurangan atau penghilangan biaya perpajakan dan perizinan itu bisa bertentangan dengan rencana kenaikan penerimaan negara dari pajak. Bahkan pemerintah akan mengenakan pajak untuk ekonomi bawah tanah (underground economy) yang selama ini terlewat dari perhitungan Produk Domestik Bruto (PDB).

    Koordinasi itu hendaknya diwujudkan dalam memorandum of understanding (MoU). Hal itu bertujuan untuk menciptakan komitmen dan sinergi dalam pembangunan rumah sejalan dengan fungsi, tugas dan wewenang masing-masing kementerian.

    Ketiga, satu hal yang juga wajib diperhatikan adalah legalitas surat kepemilikan lahan sitaan negara untuk dijadikan rumah (gratis). Hal ini penting untuk memberikan jaminan keamanan bagi pemilik rumah. Bisa dibayangkan betapa nestapanya ketika di kemudian hari pemilik rumah digusur gegara tanah yang ditempati ternyata bermasalah.

    Keempat, sekalipun rumah sederhana, jangan pernah mengabaikan kualitas pembangunan rumah tersebut. Untuk itu, pemerintah perlu menetapkan spesifikasi rumah seperti material dan standar kualitas.

    Kelima, sumber pendanaan juga wajib dipertimbangkan dengan matang. Saat ini, likuiditas perbankan tergolong masih memadai. Hal tersebut tampak dari rasio alat likuid/non-core deposit yang mencapai 112,66% per September 2024 atau masih di atas ambang batas 50%. Selain itu, rasio alat likuid/dana pihak ketiga (DPK) tercatat 25,4% yang juga jauh di atas ambang batas 10%.

    Namun, bank juga dibatasi untuk tidak terlalu banyak membiayai satu sektor tertentu misalnya perumahan. Mengapa? Lantaran, hal itu bisa memicu potensi risiko konsentrasi kredit (Paul Sutaryono, Kompas, 12/11/24). Dengan bahasa lebih bening, pemerintah wajib mempertimbangkan sumber pendanaan lainnya di luar perbankan.

    Keenam, selain itu, pemerintah wajib menjamin kelancaran rantai pasokan (supply chain) bahan bangunan. Hal itu perlu dipertimbangkan sebagai salah satu variabel penting untuk mencapai target 250.000 sebulan atau 8.333 unit rumah sehari.

    Ketujuh, pembangunan perumahan dapat menggairahkan paling tidak 174 subsektor. Sebut saja, pasir, semen, batu kali, batu bata, cat, besi, kawat, paku, baja ringan, kayu, genteng dan arsitektur.

    Alhasil, sektor properti juga dapat membantu pemerintah dalam menekan tingkat pengangguran terbuka (TPT) yang mencapai 4,91% per Agustus 2024 turun 0,41 poin dari 5,32% per Agustus 2023.

    Kedelapan, Indonesia bisa belajar dari China yang membangun rumah susun bukan rumah tapak seperti penulis amati di Beijing. Rumah susun itu lebih strategis untuk mengatasi keterbatasan lahan.

    Kesembilan, Kementerian PRKP juga wajib menggandeng Badan Pengelola (BP) Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang mengelola rumah subsidi melalui Program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Mengapa? Lantaran selama ini Menteri PUPR sebagai Ketua Komite BP Tapera.

    BP Tapera memiliki fungsi untuk mengatur, mengawasi dan melakukan tindak turun tangan terhadap pengelolaan Tapera untuk melindungi kepentingan peserta. BP Tapera merupakan transformasi dari Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil (Bapertarum-PNS). Bahkan BP Tapera sudah memiliki ekosistem pembiayaan pembangunan perumahan.

  • Dapat Untung Ratusan Miliar dari Hasil Korupsi, Harvey Moeis Dituntut 12 Tahun Penjara

    Dapat Untung Ratusan Miliar dari Hasil Korupsi, Harvey Moeis Dituntut 12 Tahun Penjara

    ERA.id – Terdakwa Harvey Moeis selaku perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT) dituntut pidana penjara selama 12 tahun terkait kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah pada tahun 2015–2022.

    “Kami menuntut agar majelis hakim menyatakan terdakwa Harvey Moeis terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang,” ujar Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung Ardito Muwardi dalam sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, dikutip Antara, Senin (9/12/2024).

    Selain pidana penjara, Harvey juga dituntut pidana denda sejumlah Rp 1 miliar dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama satu tahun.

    JPU turut menuntut majelis hakim agar menjatuhkan pidana tambahan kepada Harvey berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp210 miliar subsider pidana penjara selama enam tahun.

    Dengan demikian menurut JPU, Harvey telah melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ke-1 KUHP, sebagaimana dalam dakwaan kesatu primer.

    Dalam melayangkan tuntutan kepada Harvey, JPU mempertimbangkan beberapa hal yang memberatkan, yakni perbuatan Harvey tidak mendukung program pemerintah dalam rangka penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.

    Kemudian, perbuatan Harvey dinilai telah mengakibatkan kerugian keuangan negara yang sangat besar, yaitu sejumlah Rp300 triliun, telah menguntungkan diri Harvey sebesar Rp210 miliar, serta Harvey berbelit-belit dalam memberikan keterangan di persidangan.

    “Namun terdapat pula hal meringankan yang dipertimbangkan, yakni terdakwa Harvey belum pernah dihukum sebelumnya,” ucap JPU menambahkan.

    Selain Harvey, dalam persidangan yang sama terdapat pula Suparta selaku Direktur Utama PT RBT, dan Reza Andriansyah selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT yang mendengarkan pembacaan tuntutan.

    Suparta dituntut untuk dinyatakan secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan yang sama dengan Harvey, sehingga dituntut dengan pasal yang sama. Dengan begitu, Suparta dituntut pidana penjara selama 14 tahun, pidana denda Rp1 miliar subsider pidana kurungan satu tahun, dan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti senilai Rp4,57 triliun subsider pidana penjara selama delapan tahun.

    Sementara Reza dituntut agar dinyatakan secara sah dan terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama, sehingga melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Untuk itu, JPU menuntut Reza agar dikenakan pidana penjara selama delapan tahun dan pidana denda sebanyak Rp750 juta subsider pidana kurungan selama enam bulan. Dalam kasus korupsi timah, ketiga terdakwa tersebut diduga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp300 triliun.

    Kerugian tersebut meliputi sebanyak Rp2,28 triliun berupa kerugian atas aktivitas kerja sama sewa-menyewa alat peralatan processing (pengolahan) penglogaman dengan smelter swasta, Rp26,65 triliun berupa kerugian atas pembayaran biji timah kepada mitra tambang PT Timah, serta Rp271,07 triliun berupa kerugian lingkungan.

    Dalam kasus itu, Harvey didakwa menerima uang Rp420 miliar bersama Manajer PT Quantum Skyline Exchange (QSE) Helena Lim, sementara Suparta didakwa menerima aliran dana sebesar Rp4,57 triliun.

    Kedua orang tersebut juga didakwa melakukan TPPU dari dana yang diterima. Dengan demikian, Harvey dan Suparta terancam pidana yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 atau Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

    Sementara itu, Reza diduga tidak menerima aliran dana dari kasus dugaan korupsi tersebut. Namun, karena terlibat serta mengetahui dan menyetujui semua perbuatan korupsi itu, Reza didakwakan pidana dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

  • Sering Kalah di Praperadilan, Ini Saran untuk KPK

    Sering Kalah di Praperadilan, Ini Saran untuk KPK

    Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa kali mendulang kekalahan di proses praperadilan. Teranyar, di praperadilan mantan Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor, atau Paman Birin. KPK diminta mempelajari cara Kejaksaan Agung (Kejagung), mengusut perkara hukum.

    “Harusnya KPK lebih matang dan fokus menangani sebuah perkara,” kata pengamat hukum pidana dari Universitas Bung Karno Cecep Handoko, dalam keterangan yang dikutip Selasa, 19 Desember 2024. 

    Cecep membandingkan praperadilan yang dilakukan mantan Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor atau Paman Birin, dan praperadilan eks Menteri Perdagangan Tom Lembong. KPK kalah di praperadilan Paman Birin sementara Kejagung menang di praperadilan Tom Lembong.

    Cecep menyebut KPK harus belajar dari Kejagung, supaya tak kalah dalam praperadilan. Apalagi, penanganan perkara yang diusut KPK sangat spesifik, yakni hanya terkait tindak pidana korupsi.

    “Segmennya kan jelas, tipikor, bukan perkara lainnya. Ini perlu ditekankan agar KPK kembali belajar. Agar apa? Supaya penanganan sebuah perkara itu tidak dipatahkan,” kata Cecep.
     

    Senada, pengamat hukum pidana UPN Veteran Jakarta, Beni Harmoni Harefa, menilai KPK mesti memperkuat bukti dari niatan jahat. Sehingga, kata dia, KPK jangan hanya mengandalkan operasi tangkap tangan (OTT) yang disertai penyadapan.

    “Namun harus mengkonstruksi (membangun) suatu perkara sejak awal dengan mengumpulkan seluruh bukti tanpa melanggar hukum acara (formil). Hal inilah yang sering dilakukan pidsus Kejaksaan,” kata Beni.

    Berdasarkan itu pula, kata Beni, hakim tunggal pada PN Jakarta Selatan, Tumpanuli Marbun, menolak permohonan praperadilan Tom Lembong. Menurut Beni, hal tersebut mesti jadi pelajaran KPK.

    “Karena hal itu pula, (KPK) perlu mengkonstruksi suatu perkara sejak awal. Sehingga terkumpul seluruh bukti dengan tanpa melanggar hukum acara/formilnya suatu perkara,” ungkap Beni.

    Menurut dia, membangun konstruksi kasus dari awal jauh lebih sulit ketimbang mengandalkan OTT yang selalu berdasarkan pengintaian dan penyadapan. Membangun kasus dari awal itu membutuhkan pemahaman hukum tinggi khususnya soal tindak pidana korupsi. 

    Karena itu, kata Beni, penyidik pada KPK penting untuk belajar dari Jampidsus, Kejagung dalam menangani kasus tindak pidana korupsi agar tidak mudah kalah ketika digugat praperadilan. 

    “KPK kendati punya kewenangan supervisi, tidak perlu malu untuk studi banding ke Jampidsus Kejagung untuk belajar mempertahankan argumentasi dalam menghadapi praperadilan. Itu sebabnya, penting mendiskusikan hal tersebut terutama dalam rangka menyiapkan roadmap pemberantasan korupsi ke depan,” kata Beni.

    Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa kali mendulang kekalahan di proses praperadilan. Teranyar, di praperadilan mantan Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor, atau Paman Birin. KPK diminta mempelajari cara Kejaksaan Agung (Kejagung), mengusut perkara hukum.
     
    “Harusnya KPK lebih matang dan fokus menangani sebuah perkara,” kata pengamat hukum pidana dari Universitas Bung Karno Cecep Handoko, dalam keterangan yang dikutip Selasa, 19 Desember 2024. 
     
    Cecep membandingkan praperadilan yang dilakukan mantan Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor atau Paman Birin, dan praperadilan eks Menteri Perdagangan Tom Lembong. KPK kalah di praperadilan Paman Birin sementara Kejagung menang di praperadilan Tom Lembong.
    Cecep menyebut KPK harus belajar dari Kejagung, supaya tak kalah dalam praperadilan. Apalagi, penanganan perkara yang diusut KPK sangat spesifik, yakni hanya terkait tindak pidana korupsi.
     
    “Segmennya kan jelas, tipikor, bukan perkara lainnya. Ini perlu ditekankan agar KPK kembali belajar. Agar apa? Supaya penanganan sebuah perkara itu tidak dipatahkan,” kata Cecep.
     

    Senada, pengamat hukum pidana UPN Veteran Jakarta, Beni Harmoni Harefa, menilai KPK mesti memperkuat bukti dari niatan jahat. Sehingga, kata dia, KPK jangan hanya mengandalkan operasi tangkap tangan (OTT) yang disertai penyadapan.
     
    “Namun harus mengkonstruksi (membangun) suatu perkara sejak awal dengan mengumpulkan seluruh bukti tanpa melanggar hukum acara (formil). Hal inilah yang sering dilakukan pidsus Kejaksaan,” kata Beni.
     
    Berdasarkan itu pula, kata Beni, hakim tunggal pada PN Jakarta Selatan, Tumpanuli Marbun, menolak permohonan praperadilan Tom Lembong. Menurut Beni, hal tersebut mesti jadi pelajaran KPK.
     
    “Karena hal itu pula, (KPK) perlu mengkonstruksi suatu perkara sejak awal. Sehingga terkumpul seluruh bukti dengan tanpa melanggar hukum acara/formilnya suatu perkara,” ungkap Beni.
     
    Menurut dia, membangun konstruksi kasus dari awal jauh lebih sulit ketimbang mengandalkan OTT yang selalu berdasarkan pengintaian dan penyadapan. Membangun kasus dari awal itu membutuhkan pemahaman hukum tinggi khususnya soal tindak pidana korupsi. 
     
    Karena itu, kata Beni, penyidik pada KPK penting untuk belajar dari Jampidsus, Kejagung dalam menangani kasus tindak pidana korupsi agar tidak mudah kalah ketika digugat praperadilan. 
     
    “KPK kendati punya kewenangan supervisi, tidak perlu malu untuk studi banding ke Jampidsus Kejagung untuk belajar mempertahankan argumentasi dalam menghadapi praperadilan. Itu sebabnya, penting mendiskusikan hal tersebut terutama dalam rangka menyiapkan roadmap pemberantasan korupsi ke depan,” kata Beni.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ADN)

  • Kejagung Periksa Pejabat Kemendag sebagai Saksi Kasus Korupsi Tom Lembong

    Kejagung Periksa Pejabat Kemendag sebagai Saksi Kasus Korupsi Tom Lembong

    ERA.id – Kejaksaan Agung memeriksa seorang pejabat Kementerian Perdagangan (Kemendag) sebagai saksi dalam penyidikan perkara dugaan korupsi importasi gula di Kemendag pada tahun 2015–2016, Senin (9/12/2024).

    “Tim jaksa penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) memeriksa NI selaku Kepala PDSI Kementerian Perdagangan,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Selasa (10/12/2024), dikutip dari Antara.

    Selain NI, penyidik juga memeriksa tiga orang saksi lainnya yang berasal dari pihak swasta, yaitu FN selaku Manajer Sales PT Makassar Tene dan PT Permata Dunia; IA selaku Bagian Impor PT KTM; dan AMR selaku Bagian Pemasaran PT KTM.

    Harli mengatakan empat orang saksi tersebut diperiksa untuk tersangka atas nama Thomas Trikasih Lembong (TTL) alias Tom Lembong dan kawan-kawan.

    “Pemeriksaan saksi ini untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara tersebut,” ucapnya.

    Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan dua orang tersangka dalam kasus tersebut, yaitu Tom Lembong selaku Menteri Perdagangan periode 2015–2016 dan CS selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI.

    Dalam keterangannya, Kejagung menuturkan bahwa kasus ini bermula ketika Tom Lembong selaku menteri perdagangan saat itu memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton kepada PT AP untuk diolah menjadi gula kristal putih.

    Padahal, dalam rapat koordinasi antarkementerian pada tanggal 12 Mei 2015 disimpulkan bahwa Indonesia sedang mengalami surplus gula sehingga tidak memerlukan impor gula.

    Kejagung menyebut persetujuan impor yang dikeluarkan itu juga tidak melalui rakor dengan instansi terkait serta tanpa adanya rekomendasi dari Kementerian Perindustrian guna mengetahui kebutuhan gula dalam negeri.

  • Yusril Kaji Wacana KPK Jadi Penyidik Tunggal Kasus Korupsi

    Yusril Kaji Wacana KPK Jadi Penyidik Tunggal Kasus Korupsi

    Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengaku tengah mengkaji wacana agar pengusutan kasus tindak pidana korupsi ditangani oleh penyidik tunggal. 

    Seperti diketahui, saat ini terdapat tiga lembaga penegak hukum yang berwenang mengusut kasus korupsi yakni Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK, dengan dibekali UU No.30/2002 (kini direvisi menjadi UU No.19/2019), bahkan berwenang untuk mengusut kasus korupsi dari tingkat penyelidikan, penyidikan hingga penuntutan. 

    “Ya belum final diskusi tentang masalah ini ya, karena saya pada waktu mewakili pemerintah membahas KPK di DPR pada tahun 2003 itu, memang kita membentuk KPK karena menganggap bahwa korupsi itu adalah sesuatu yang akut dalam masyarakat kita,” jelas Yusril kepada wartawan usai menghadiri diskusi di Gedung KPK C1, Jakarta, Selasa (10/12/2024). 

    Mantan Menteri Kehakiman di era Presiden Abdurrahman Wahid dan Presiden Megawati Soekarnoputri lalu menekankan, KPK memiliki kewenangan luar biasa karena hukum acaranya berbeda dengan KUHAP. 

    Meski demikian, sekitar 20 tahun lebih berjalan, dia mengakui ada pikiran untuk menetapkan penyidik tunggal dalam pengusutan kasus korupsi. Apalagi, kini ada tiga penegak hukum yang berwenang mengusut kasus rasuah. 

    “Tetapi setelah 20 tahun kemudian timbul pertanyaan kalau semuanya bisa juga dilakukan oleh polisi, jaksa, KPK, mengapa kita tidak hanya menyatukan satu saja lembaga yang berwenang melakukan penyidikan dan penuntutan di bidang tindak pidana korupsi? Tapi tentu itu harus diimbangi dengan kemungkinan pembaruan terhadap uUndang-undang Tindak Pidana Korupsi itu sendiri,” ucap Yusril.

    Menurut mantan Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) itu, wacana menjadikan penyidik tunggal dalam penanganan kasus korupsi itu sejalan dengan proses yang bergulir untuk merevisi Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) serta penerapan KUHP baru di 2026.

    Namun, Yusril memastikan wacana itu akan didiskusikan terlebih dahulu serta mendengar masukan dari berbagai pemangku kepentingan. 

    “Bukan saja dari lembaga-lembaga penegak hukum, tapi juga dari para akademisi dan aktivis yang bergerak dalam pemberantasan korupsi kita dengar semuanya, sehingga kita dapat mengambil satu rumusan yang lebih sesuai dengan apa yang kita butuhkan,” tuturnya.