Kementrian Lembaga: Kejaksaan Agung

  • Jaksa Banding atas Vonis 4 Terdakwa Kasus Korupsi PT Timah

    Jaksa Banding atas Vonis 4 Terdakwa Kasus Korupsi PT Timah

    Jaksa Banding atas Vonis 4 Terdakwa Kasus Korupsi PT Timah
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan banding atas vonis empat terdakwa kasus korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022.
    Keempat terdakwa yaitu Tamron alias Aon, Kwanyung alias Buyug, Hasan Tjie, dan Achmad Albani.
    “Adapun alasan menyatakan banding terhadap 4 terdakwa karena putusan pengadilan masih belum memenuhi rasa keadilan masyarakat,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, dalam keterangan resmi, Sabtu (28/12/2024).
    “Majelis Hakim juga tidak mempertimbangkan dampak yang dirasakan masyarakat terhadap kerusakan lingkungan akibat perbuatan para terdakwa serta terjadi kerugian negara yang sangat besar,” tambah dia.
    Adapun Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah memutus vonis 8 tahun terhadap Tamron alias Aon.
    Selain itu, Tamron juga harus membayar uang pengganti Rp 3,5 triliun subsidair lima tahun penjara serta denda Rp 1 miliar subsidair enam bulan kurungan.
    Kemudian, putusan vonis penjara 5 tahun diberikan kepada Kwanyung alias Buyug dan denda Rp 750 juta subsidair enam bulan kurungan.
    Majelis hakim juga memvonis Hasan Tjie dengan pidana penjara 5 tahun, denda Rp 750 juta subsidair enam bulan kurungan.
    Serta, Achmad Albani dengan vonis pidana penjara 5 tahun, dan denda Rp 750 juta subsidair enam bulan kurungan.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Crazy Rich Surabaya Budi Said Divonis 15 Tahun Penjara, Kejagung Banding

    Crazy Rich Surabaya Budi Said Divonis 15 Tahun Penjara, Kejagung Banding

    Bisnis.com, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan banding terkait dengan vonis crazy rich Surabaya, Budi Said dalam perkara korupsi transaksi emas antam 1,1 ton.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung RI, Harli Siregar mengatakan alasan pihaknya mengajukan banding lantaran terdakwa Budi Said melakukan upaya hukum yang sama.

    “Jaksa penuntut umum banding dengan alasan terdakwa menyatakan banding,” ujarnya dalam keterangan tertulis Sabtu (28/12/2024).

    Dia menambahkan, pengajuan banding ini merupakan upaya hukum pihaknya pada tingkat kasasi yang didasarkan pedoman kasasi pedoman Jaksa Agung RI Nomor 1 Tahun 2019 tentang Tuntutan Pidana Tindak Pidana.

    “Pengajuan banding oleh Penuntut Umum juga sebagai dasar dalam hal mengajukan upaya hukum kasasi,” imbuhnya.

    Sementara itu, Harli menyatakan pihaknya masih pikir-pikir terkait dengan vonis mantan General Manager UBPPLM PT Antam, Abdul Hadi Aviciena. 

    Sebagai informasi, majelis hakim pengadilan negeri tindak pidana korupsi atau PN Tipikor telah memvonis Budi Said bersalah dalam kasus pembelian 1,1 ton emas di BELM Surabaya 01 PT Antam Tbk. (ANTM).

    Budi kemudian divonis dengan pidana selama 15 tahun dan denda Rp1 miliar dengan subsidair enam tahun penjara.

    Selain pidana badan, Budi juga dijatuhkan beban uang pengganti sebesar 58,841 kg setara dengan nilai Rp35,5 miliar dengan subsidair delapan tahun penjara.

    Adapun, Abdul Hadi Aviciena telah dijatuhi hukuman penjara selama empat tahun pidana dengan denda Rp500 juta dengan subsider tiga bulan kurungan pidana oleh PN Tipikor Jakarta Pusat.

  • Alasan Kejagung Ajukan Banding Vonis Harvey Moeis Dkk : Belum Setimpal

    Alasan Kejagung Ajukan Banding Vonis Harvey Moeis Dkk : Belum Setimpal

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) menjelaskan alasan pihaknya mengajukan upaya hukum banding terkait dengan vonis Harvey Moeis dkk pada kasus timah.

    Dalam catatan Bisnis, Kejagung telah mengajukan banding terhadap Harvey Moeis, Suparta, Reza Andriansyah, Suwito Gunawan dan Robert Indarto.

    Kapuspenkum Kejagung RI, Harli Siregar mengatakan bahwa upaya hukum banding itu dilakukan karena pihaknya menilai vonis yang dijatuhkan terhadap kelima terdakwa itu belum setimpal.

    “Adapun alasan menyatakan banding terhadap 5 Terdakwa karena putusan pengadilan masih belum memenuhi rasa keadilan masyarakat,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Sabtu (28/12/2024).

    Dia juga menilai, majelis hakim PN tindak pidana korupsi (Tipikor) dalam putusannya tidak mempertimbangkan dampak dari kasus megakorupsi timah terhadap masyarakat.

    “Majelis Hakim tidak mempertimbangkan dampak yang dirasakan masyarakat terhadap kerusakan lingkungan akibat perbuatan para Terdakwa serta terjadi kerugian negara yang sangat besar,” pungkasnya.

    Sebagai informasi, hakim PN tindak pidana korupsi atau Tipikor telah memvonis sejumlah terdakwa dalam kasus timah. 

    Hanya saja, vonis hakim pada kasus yang merugikan negara Rp300 triliun itu dinilai terlalu rendah. Misalnya, Harvey Moeis hanya divonis setengahnya dari tuntutan jaksa penuntut umum 12 tahun.

    Perincian Tuntutan dan Vonis Harvey Moeis dkk :

    1. Perwakilan PT Refined Bangka Tin (RBT) Harvey Moeis

    Tuntutan jaksa : pidana penjara 12 tahun, uang pengganti Rp210 miliar subsidair enam tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsidair satu tahun kurungan.

    Putusan Majelis Hakim: pidana penjara 6 tahun 6 bulan, uang pengganti Rp210 miliar subsidair dua tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsidair enam bulan kurungan.

    2. Direktur Utama PT RBT, Suparta

    Tuntutan jaksa : pidana penjara 14 tahun, uang pengganti Rp4,5 triliun subsidair delapan tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsidair satu tahun kurungan.

    Putusan hakim : pidana penjara 8 tahun, uang pengganti Rp4,5 triliun subsidair enam tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsidair enam bulan kurungan.

    3. Direktur Pengembangan PT RBT, Reza Andriansyah

    Tuntutan jaksa : pidana penjara 8 tahun dan denda Rp750 juta subsidair enam bulan kurungan.

    Putusan hakim : pidana penjara 5 tahun dan denda Rp750 juta subsidair 3 bulan kurungan.

    4. Komisaris PT Stanindo Inti Perkasa, Suwito Gunawan

    Tuntutan jaksa : pidana penjara 14 tahun, uang pengganti Rp2,2 triliun subsidair delapan tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsidair satu tahun kurungan.

    Putusan hakim : pidana penjara 8 tahun, uang pengganti Rp2,2 triliun subsidair enam tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsidair enam bulan kurungan.

    5. Direktur Utama PT Sariwiguna Binasentosa, Robert Indarto

    Tuntutan jaksa : pidana penjara 14 tahun, uang pengganti Rp1,9 triliun subsidair enam tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsidair enam bulan kurungan.

    Putusan hakim : pidana penjara 8 tahun, uang pengganti Rp1,9 triliun subsidair enam tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsidair enam bulan kurungan.

  • Kejagung Nyatakan Banding Terkait Vonis Harvey Moeis Dkk

    Kejagung Nyatakan Banding Terkait Vonis Harvey Moeis Dkk

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan mengajukan banding terkait vonis terdakwa Harvey Moeis dkk dalam kasus korupsi timah di IUP PT Timah Tbk. (TINS) 2015-2022.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung RI, Harli Siregar mengatakan upaya hukum banding itu dilayangkan untuk sejumlah terdakwa.

    Perinciannya, perpanjang tangan PT Refined Bangka Tin (RBT) Harvey Moeis, Direktur Utama PT RBT, Suparta dan Direktur Pengembangan PT RBT, Reza Andriansyah.

    “Kejagung menyatakan upaya hukum banding terdakwa Harvey Moeis, Suparta dan Reza Andriansyah terkait vonis timah,” ujar Harli dalam keterangan tertulis, Sabtu (28/12/2024).

    Selain ketiga terdakwa smelter PT RBT, Harli juga menyampaikan bahwa pihaknya mengajukan banding terhadap vonis dua bos smelter terkait kasus ini.

    Kedua bos smelter itu adalah Komisaris PT Stanindo Inti Perkasa, Suwito Gunawan dan Direktur Utama PT Sariwiguna Binasentosa, Robert Indarto.

    “Kami juga menyatakan banding terhadap putusan terdakwa Suwito Gunawan dan Robert Indarto,” pungkasnya.

    Sebagai informasi, hakim PN tindak pidana korupsi atau Tipikor telah memvonis sejumlah terdakwa dalam kasus timah. 

    Hanya saja, vonis hakim pada kasus yang merugikan negara Rp300 triliun itu dinilai terlalu rendah. Misalnya, Harvey Moeis hanya divonis setengah atau 6,5 tahun pidana dari tuntutan jaksa penuntut umum 12 tahun.

  • 5
                    
                        Wacana Denda Damai untuk Koruptor Dihentikan
                        Nasional

    5 Wacana Denda Damai untuk Koruptor Dihentikan Nasional

    Wacana Denda Damai untuk Koruptor Dihentikan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menghentikan wacana penerapan
    denda damai
    bagi
    koruptor
    . Sebab, penerapan denda damai hanya berlaku bagi pelaku kejahatan ekonomi, sebagaimana disampaikan Kejaksaan Agung sebelumnya.
    “Karena itu, saya rasa untuk denda damai kita selesai sampai di sini, sudah
    clear
    bahwa itu diterapkan untuk tindak pidana ekonomi. Tetapi tindak pidana ekonomi itu kan intinya juga merugikan perekonomian negara. Jadi supaya jangan disalahartikan,” kata Supratman di Kantornya, Jumat (27/12/2024).
    Wacana ini sebelumnya dilontarkan Supratman. Menurutnya, perkara
    korupsi
    bisa dihentikan di luar pengadilan, bila koruptor membayar denda damai yang disetujui oleh jaksa agung. 
    Supratman pun sempat berdalih bahwa ketentuan denda damai ini diatur di dalam Pasal 35 ayat (1) huruf k Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan RI.
    Namun, setelah wacana itu bergulir, sejumlah pihak justru mengkritik pemerintah. 
    Mantan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, misalnya, menyatakan bahwa denda damai tidak bisa diterapkan untuk mengampuni koruptor.
    Sebab, ketentuan di dalam beleid itu hanya bisa diterapkan dalam tindak pidana ekonomi yang meliputi perpajakan, bea cukai, dan kepabeanan.

    Korupsi
    enggak masuk,” kata Mahfud saat ditemui di kantornya, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (26/12/2024).
    Hal yang sama disampaikan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar. Menurutnya, ada konteks berbeda antara penerapan denda damai dalam UU Kejaksaan dengan uang pengganti yang diatur dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

    Denda damai
    dalam UU Kejaksaan itu bukan untuk pengampunan koruptor tapi penyelesaian perkara tindak pidana ekonomi seperti kepabeanan, cukai, hingga pajak,” kata Harli kepada
    Kompas.com
    , Kamis (26/12/2024).
    “Penyelesaian tipikor berdasarkan UU tipikor, yaitu dengan uang pengganti” imbuhnya.
    Sejauh ini, menuturkan, penerapan denda damai belum digunakan, bahkan untuk menyelesaikan masalah kepabeanan.
    Apabila persoalan korupsi ingin dapat diselesaikan dengan mekanisme denda damai, maka perlu ada redefinisi korupsi sebagai tindak pidana ekonomi. Sejauh itu belum dilakukan, maka yang berlaku adalah ketentuan di dalam Pasal 2, 3 dan seterusnya yang diatur dalam UU Tipikor.
    “Kalau dari aspek teknis yuridis, tipikor tidak termasuk yang dapat diterapkan denda damai yang dimaksud Pasal 35 (1) huruf k, kecuali ada definisi yang memasukkan korupsi sebagai tindak pidana ekonomi,” tegasnya.
    Setelah pernyataannya menuai polemik di publik, Supratman pun memberikan klarifikasi. 
    Menurutnya, wacana penerapan
    denda damai untuk koruptor
    hanya sebagai sebuah komparasi atau perbandingan dalam penerapan sebuah aturan. 
    Baik korupsi maupun tindak pidana ekonomi, menurutnya, kedua perbuatan itu sama-sama berimplikasi terhadap kerugian keuangan negara.
    “Yang saya maksudkan itu adalah meng-
    compare
    . Karena UU Tindak Pidana Korupsi ataupun juga UU Kejaksaan, khusus pada tindak pidana ekonomi, dua-duanya itu adalah tindak pidana yang merugikan keuangan negara, merugikan perekonomian negara. Untuk itu, ada ruang yang diberikan,” ujarnya.
    Terkait kebijakan pengampunan, menurut Supratman, sebenarnya bukanlah sebuah barang baru di Indonesia. Ia mencontohkan, pemerintah sudah pernah dua kali menerapkan kebijakan tax amnesty.
    Selain itu, di dalam Undang-Undang Cipta Kerja juga diatur mengenai denda keterlanjuran yang ditujukan bagi kejahatan di sektor kehutanan. Kedua bentuk pengampunan itu dilakukan di luar pengadilan.
     
    “Nah karena itu, itu hanya
    compare. 
    Bahwa ada aturan yang mengatur, tetapi bukan berarti presiden akan menempuh itu. Sama sekali tidak,” ujarnya.
    Ia menegaskan, bukan menjadi wewenang bagi presiden untuk menerapkan denda damai yang diatur di dalam UU Kejaksaan RI. Wewenang penyelesaian perkara di luar pengadilan untuk kejahatan ekonomi itu menjadi wewenang jaksa agung.
    “Tetapi sekali lagi, untuk tindak pidana korupsi itu hanya sebagai pembanding bahwa ada aturan yang mengatur soal itu,” kata dia.
    Di sisi lain, ia menegaskan, wacana untuk memaafkan koruptor baru sebatas wacana. Dalam rencana pemberian amnesti terhadap 44.000 narapidana pun, Supratman mengatakan, Presiden Prabowo Subianto juga tidak berencana memberikan amnesti kepada pelaku kejahatan korupsi.
    Namun, sebagai wacana, ia mengingatkan bahwa ketika Mahfud menjabat sebagai Menteri Kehakiman pada masa pemerintahan Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid, juga pernah mengusulkan wacana memaafkan koruptor dengan menempuh berbagai macam cara.
    “Beliau menyatakan bisa mencontoh apa yang dilakukan oleh Latvia kalau tidak salah, dan juga Afrika Selatan. Artinya, waktu itu, menurut Prof Mahfud, tidak ada yang berani,” ujarnya. 
    Ia menambahkan, di dalam konteks tindak pidana korupsi, sebenarnya juga sudah dikenal amnesti atau pengampunan yang diatur pada sistem hukum di Indonesia melalui mekanisme restorative justice.
    “Tergantung berapa kerugian negaranya. Karena kalau semuanya diterapkan kalau kerugian negara cuma Rp 50 juta (atau) Rp 100 juta, padahal biaya penanganan perkaranya kan jauh lebih besar dibandingkan korupsinya yang sedikit,” ucapnya.
     
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Komisi III Ungkap Mitra Kerja Paling Responsif Tindaklanjuti Laporan Masyarakat, Siapa Dia?

    Komisi III Ungkap Mitra Kerja Paling Responsif Tindaklanjuti Laporan Masyarakat, Siapa Dia?

    Jakarta: Komisi III DPR mengumumkan mitra kerja yang paling responsif menindaklanjuti laporan masyarakat yang disampaikan melalui pihaknya. Mitra kerja yang paling responsif adalah Polri.

    Hal itu disampaikan Ketua Komisi III DPR Habiburokhman saat menyampaikan laporan Kinerja Akhir Tahun 2024. Menurut dia, tingkat reponsif Polri menindaklanjuti laporan masyakarat yang disampaikan melalui Komisi III mencapai 94 persen.

    “Polri menjadi mitra Komisi III yang paling responsif dalam menindaklanjuti pengaduan masyarakat,” kata Habiburokhman saat dikutip dari Metro TV, Jumat, 27 Desember 2024.

    Selanjutnya, Kejaksaan Agung (Kejagung). Tingkat reponsif Korps Adhyaksa menindaklanjuti laporan masyarakat yang disampaikan melalui Komisi III sebesar 89 persen.

    Selanjutnya, Komisi Yudisial (KY). Habiburokhman menyampaikan tingkat responsif KY menindaklanjuti laporan masyakarat yaitu 85 persen.
     

    “Selanjutnya adalah PPATK 85 persen, Mahkamah Konstitusi 78 persen, KPK 65 persen, BNN 54 persen, dan MA 38 persen,” ungkap dia.

    Selain itu, Komisi III DPR menagapresiasi sikap Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Jenderal bintang empat Korps Bhayangkara itu dinilai tegas dalam menindak pelanggaran yang dilakukan anggotanya. 

    “Komisi III DPR RI memberikan apresiasi kepada Kapolri yang telah memberikan sanksi tegas kepada oknum Polri yang melakukan pelanggaran dan meminta agar Kepolisian lebih responsif dalam menindaklanjuti pengaduan masyarakat,” ujar Habiburokhman.

    Jakarta: Komisi III DPR mengumumkan mitra kerja yang paling responsif menindaklanjuti laporan masyarakat yang disampaikan melalui pihaknya. Mitra kerja yang paling responsif adalah Polri.
     
    Hal itu disampaikan Ketua Komisi III DPR Habiburokhman saat menyampaikan laporan Kinerja Akhir Tahun 2024. Menurut dia, tingkat reponsif Polri menindaklanjuti laporan masyakarat yang disampaikan melalui Komisi III mencapai 94 persen.
     
    “Polri menjadi mitra Komisi III yang paling responsif dalam menindaklanjuti pengaduan masyarakat,” kata Habiburokhman saat dikutip dari Metro TV, Jumat, 27 Desember 2024.
    Selanjutnya, Kejaksaan Agung (Kejagung). Tingkat reponsif Korps Adhyaksa menindaklanjuti laporan masyarakat yang disampaikan melalui Komisi III sebesar 89 persen.
     
    Selanjutnya, Komisi Yudisial (KY). Habiburokhman menyampaikan tingkat responsif KY menindaklanjuti laporan masyakarat yaitu 85 persen.
     

    “Selanjutnya adalah PPATK 85 persen, Mahkamah Konstitusi 78 persen, KPK 65 persen, BNN 54 persen, dan MA 38 persen,” ungkap dia.
     
    Selain itu, Komisi III DPR menagapresiasi sikap Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Jenderal bintang empat Korps Bhayangkara itu dinilai tegas dalam menindak pelanggaran yang dilakukan anggotanya. 
     
    “Komisi III DPR RI memberikan apresiasi kepada Kapolri yang telah memberikan sanksi tegas kepada oknum Polri yang melakukan pelanggaran dan meminta agar Kepolisian lebih responsif dalam menindaklanjuti pengaduan masyarakat,” ujar Habiburokhman.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ABK)

  • Catatan Akhir Tahun Komisi III DPR: Polri Paling Responsif

    Catatan Akhir Tahun Komisi III DPR: Polri Paling Responsif

    Jakarta, CNN Indonesia

    Komisi III DPR menyampaikan laporan akhir tahun terkait hasil kerja dengan mitra kerja. Para mitra Komisi III yakni penegak hukum Polri, Kejaksaan Agung, Mahkamah Agung (MA), hingga KPK.

    Berdasarkan laporan tersebut, Komisi III DPR menyatakan Polri sebagai lembaga yang paling responsif menindaklanjuti laporan.

    “Yang paling aktif merespons itu Polri. Jadi, Polri adalah mitra Komisi III DPR yang paling responsif menindaklanjuti aduan yang disampaikan masyarakat yang disampaikan ke Komisi IIII,” kata Ketua Komisi III DPR Habiburokhman dalam jumpa pers di kompleks parlemen, Senayan, Jumat (27/12).

    Polri mendapat skor responsivitas 94 persen. Menurut Habib, dibandingkan mitra kerja yang lain, Polri paling cepat merespons aduan diterima Komisi III dari masyarakat.

    Kemudian, Kejaksaan Agung dengan skor responsivitas mencapai 89 persen, Komisi Yudisial 85 persen, PPATK 85 persen, Mahkamah Konstitusi 78 persen, KPK 65 persen, BNN 54 persen, dan MA 38 persen.

    Total ada delapan lembaga penegak hukum yang menjadi mitra Komisi III DPR. Dari jumlah tersebut, kata Habib, aduan terbanyak berasal atau terkait kinerja MA sebanyak 249 aduan (31,7 persen).

    Lalu, BNN sebanyak 113 laporan (24,1 persen), Kejaksaan 85 laporan (18,2 persen), Kepolisian 60 laporan (12,7 persen), KPK 23 laporan (4,9 persen), MK 18 laporan (3,8 persen), KY 13 laporan (2,7 persen), dan PPATK 8 laporan (1,9 persen).

    Habib menyatakan laporan yang disampaikan masyarakat itu umumnya menyangkut masalah profesionalisme aparat penegak hukum, pelayanan publik, hingga penyalahgunaan wewenang.

    Dalam laporan akhir tahun itu, Komisi III DPR turut memberikan catatan kepada KPK terutama menyangkut soal pengembalian aset negara dalam kasus korupsi. Komisi III meminta agar KPK mulai fokus pada pengembalian kerugian negara.

    “Komisi III DPR mencatat bahwa program pencegahan dan penindakan KPK telah berjalan baik namun perlu ditingkatkan dalam rangka meningkatkan indeks persepsi korupsi,” kata dia.

    (thr/tsa)

    [Gambas:Video CNN]

  • Kejagung Banding Vonis Harvey Moeis, Petimbangkan Rasa Keadilan Masyarakat

    Kejagung Banding Vonis Harvey Moeis, Petimbangkan Rasa Keadilan Masyarakat

    GELORA.CO  – Kejaksaan Agung (Kejagung) mengajukan banding atas vonis 6,5 tahun penjara Harvey Moeis, terdakwa kasus korupsi pengelolaan tata niaga timah. Vonis itu lebih ringan dari tuntutan jaksa yakni 12 tahun penjara.

    Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar menuturkan, jaksa penuntut umum (JPU) menilai putusan itu terlalu ringan.

    “Jaksa penuntut umum melihat ada range yang terlalu jauh antara tuntutan dan putusan,” ujar Harli, Jumat (27/12/2024).

    Selain itu, kata dia, JPU juga mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat yang dianggap belum dipertimbangkan secara utuh di pengadilan.

    “Terkait dengan unsur kerugian keuangan negara kita tahu bahwa di sana ada kerugian lingkungan, sehingga kerugian keuangan negara yang masih sangat besar Rp300 triliun lebih,” tutur Harli.

    Sebelumnya, Harvey Moeis divonis 6,5 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Suami Sandra Dewi ini terbukti bersalah menerima uang Rp420 miliar dalam kasus korupsi timah.

    “Menyatakan terdakwa Harvey Moeis telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah secara bersama-sama melakukan korupsi dan pencucian uang,” kata Hakim dalam sidang vonis di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (23/12/2024).

    Harvey menerima uang Rp420 miliar bersama Manajer PT Quantum Skyline Exchange (QSE) Helena Lim dan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) antara lain dengan membeli barang-barang mewah seperti mobil dan rumah.

    Atas perbuatannya dengan para terdakwa lain, Harvey diduga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp300 triliun.

    Kerugian tersebut meliputi sebanyak Rp2,28 triliun berupa aktivitas kerja sama sewa-menyewa alat peralatan processing (pengolahan) penglogaman dengan smelter swasta, Rp26,65 triliun atas pembayaran biji timah kepada mitra tambang PT Timah, serta Rp271,07 triliun berupa kerugian lingkungan.

    Harvey Moeis melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU juncto Pasal 55 ke-1 KUHP

  • Penjelasan Menteri Hukum soal Wacana Denda Damai

    Penjelasan Menteri Hukum soal Wacana Denda Damai

    Jakarta, CNN Indonesia

    Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menjelaskan maksud pernyataannya soal wacana pemberian pengampunan bagi pelaku tindak pidana yang menyebabkan kerugian negara, bisa melalui denda damai.

    Ia mengaku omongannya itu viral dan ramai diperbincangkan oleh khalayak publik belakangan.

    “Yang saya maksudkan itu adalah meng-compare karena UU Tindak Pidana Korupsi ataupun juga UU Kejaksaan khusus kepada tindak pidana ekonomi, dua-duanya itu adalah tindak pidana yang merugikan keuangan negara,” kata Supratman di Kantor Kementerian Hukum, Jakarta, Jumat (27/12).

    Supratman mengaku omongannya itu hanya untuk membandingkan bahwa hukum positif tentang tindak pidana yang menimbulkan kerugian negara memberikan jalur penyelesaian di luar pengadilan lewat denda damai.

    “Nah karena itu, itu hanya compare bahwa ada aturan yang mengambil, tetapi bukan berarti Presiden akan menempuh itu, sama sekali tidak,” ujarnya.

    Supratman pun menekankan bahwa denda damai sebagaimana yang diatur dalam UU Kejaksaan itu juga bukanlah wewenang presiden, melainkan kewenangan yang dimiliki Jaksa Agung.

    “Tetapi sekali lagi untuk tindak pidana korupsi itu hanya sebagai pembanding bahwa ada aturan yang mengatur soal itu,” ucap dia.

    Sebelumnya ramai mendapat sorotan publik omongan Supratman yang melempar wacana memberikan pengampunan bagi pelaku tindak pidana yang menyebabkan kerugian negara lewat denda damai.

    Menurutnya, kewenangan denda damai itu dimiliki Kejaksaan Agung sebagaimana yang diatur di Undang-undang Kejaksaan yang baru.

    Ia menjelaskan yang dimaksud dengan denda damai adalah penghentian perkara di luar pengadilan dengan membayar denda yang disetujui Jaksa Agung.

    Ketentuan itu tertuang dalam Pasal 35 ayat (1) huruf K UU Kejaksaan. Dalam aturan tersebut Jaksa Agung mempunyai tugas dan wewenang “menangani tindak pidana yang menyebabkan kerugian perekonomian negara dan dapat menggunakan denda damai dalam tindak pidana ekonomi berdasarkan peraturan perundang-undangan.”

    Kejagung telah merespons ucapan Supratman itu. Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar menyatakan hal itu tak bisa diterapkan pada kasus korupsi.

    Ia menjelaskan denda damai itu hanya bisa diterapkan bagi undang-undang sektoral yang merugikan perekonomian negara dan termasuk dalam tindak pidana ekonomi, seperti tindak pidana kepabeanan dan cukai, sedangkan penyelesaian tipikor mengacu pada UU Tipikor.

    Eks Menko Polhukam Mahfud MD juga mengkritik keras omongan Supratman. Ia berpendapat wacana ini telah salah kaprah lantaran kasus korupsi tak bisa diselesaikan secara damai.

    “Saya kira bukan salah kaprah. Salah beneran. Kalau salah kaprah itu biasanya sudah dilakukan, terbiasa meskipun salah. Ini belum pernah dilakukan kok. Mana ada korupsi diselesaikan secara damai. Itu korupsi baru namanya kolusi, kalau diselesaikan secara damai,” kata Mahfud di Kantor MMD Initiative, Jakarta, Kamis (26/12).

    (mab/isn)

    [Gambas:Video CNN]

  • Antam Apresiasi Vonis 15 Tahun Penjara yang Dijatuhkan kepada ‘Crazy Rich’ Surabaya – Halaman all

    Antam Apresiasi Vonis 15 Tahun Penjara yang Dijatuhkan kepada ‘Crazy Rich’ Surabaya – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) atau ANTAM menyampaikan apresiasi atas putusan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang menjatuhkan vonis 15 tahun penjara kepada ‘Crazy Rich’ Surabaya Budi Said dalam kasus dugaan korupsi pembelian emas ANTAM. 

    Direktur Utama ANTAM Nico Kanter menyatakan, putusan ini menjadi titik terang yang dapat mengakhiri spekulasi terkait kasus yang telah menjadi perhatian publik.

    “Kami menghormati proses hukum yang telah berjalan dan mengapresiasi kinerja Majelis Hakim, tim jaksa penuntut umum, serta seluruh pihak yang telah bekerja keras menyelesaikan perkara ini,” ujar Nico Kanter dalam pernyataannya yang diterima Tribun, Jumat(27/12/2024).

    Menurut Nico, putusan pidana ini juga diharapkan dapat memberikan kejelasan terhadap perkara perdata yang masih berlangsung.

     “Dengan adanya keputusan ini, kami berharap proses hukum lainnya dapat berjalan lebih lancar sehingga memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang terlibat,” tambahnya.

    Kasus ini telah menjadi salah satu tantangan hukum terbesar yang dihadapi oleh ANTAM.

    Namun, perusahaan memastikan komitmennya untuk terus menjunjung tinggi integritas dan tata kelola perusahaan yang baik.

    ANTAM akan terus bekerja sama dengan pihak berwenang untuk menyelesaikan seluruh proses hukum terkait secara tuntas dan transparan.

    Kasus korupsi emas 1,1 ton ini sebelumnya menjadi perhatian luas karena nilai dan kompleksitasnya. Dengan putusan ini, ANTAM berharap dapat menutup babak panjang polemik hukum yang melibatkan perusahaan.

    Vonis untuk Budi Said

    Diberitakan sebelumnya, terdakwa sekaligus crazy rich Surabaya, Budi Said divonis 15 tahun penjara pada kasus rekayasa jual beli emas Antam. 

    Tak hanya itu, ia juga dihukum pidana tambahan berupa uang pengganti Rp 35 miliar. 

    Dalam amar putusannya, majelis hakim menyampaikan hal-hal yang memberatkan dan meringankan vonis Budi Said. 

    Hal yang memberatkan, pertama, perbuatan Budi Said telah mengakibatkan kerugian keuangan negara.

    Kedua, perbuatannya untuk memperkaya diri sendiri dan orang lain. 

    “Hal yang meringankan terdakwa belum pernah dihukum. Terdakwa bersikap sopan di persidangan dan tidak mempersulit jalannya persidangan. Serta terdakwa memiliki tanggung jawab keluarga,” kata hakim anggota Alfis Setyawan dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (27/12/2024). 

    Dalam persidangan majelis hakim menyatakan terdakwa Budi Said terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi.

    Tak hanya itu crazy rich Surabaya tersebut juga dinyatakan secara bersama-sama melakukan tindak pidana pencucian uang.

    Atas perbuatannya majelis hakim menghukum Budi Said dengan pidana 15 tahun penjara. 

    “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Budi Said dengan pidana penjara selama 15 tahun tahun, dengan denda Rp1 miliar. Apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan,” kata hakim ketua Tony Irfan. 

    Perjalanan kasus

    Sebelumnya, Jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Agung mendakwa Crazy Rich Surabaya, Budi Said Didakwa Rugikan Negara Rp 1,1 Triliun

    Jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Agung mendakwa Crazy Rich Surabaya, Budi Said atas dugaan korupsi pembelian emas PT Antam sebanyak 7 ton lebih.

    Dakwaan itu dibacakan jaksa penuntut umum dalam persidangan perdana Budi Said di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

    Pembelian emas dalam jumlah besar dilakukan Budi Said ke Butik Emas Logam Mulia (BELM) Surabaya 01 PT Antam pada Maret 2018 sampai dengan Juni 2022.

    Menurut jaksa, pembelian emas dilakukan Budi Said dengan cara ber kongkalikong dengan Eksi Anggraeni selaku broker dan beberapa oknum pegawai PT Antam yakni Kepala BELM Surabaya 01 Antam bernama Endang Kumoro, General Trading Manufacturing and Service Senior Officer bernama Ahmad Purwanto, dan tenaga administrasi BELM Surabaya 01 Antam bernama Misdianto.

    Dari kongkalikong itu, kemudian disepakati pembelian di bawah harga resmi dan tidak sesuai prosedur Antam.

    “Terdakwa Budi Said bersama-sama dengan Eksi Anggraeni, Endang Kumoro, Ahmad Purwanto dan Misdianto melakukan transaksi jual beli emas Antam pada Butik Emas Logam Mulia Surabaya 01 dibawah harga resmi emas Antam yang tidak sesuai prosedur penetapan harga emas dan prosedur penjualan emas PT Antam Tbk,” kata jaksa penuntut umum saat membacakan dakwaan Budi Said.

    Total ada dua kali pembelian emas yang dilakukan Budi Said.

    Pertama, pembelian emas sebanyak 100 kilogram ke BELM Surabaya 01.

    Namun saat itu BELM Surabaya tidak memiliki stok tersebut, sehingga meminta bantuan stok dari Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPPLM) Pulo Gadung PT Antam.

    Harga yang dibayarkan Budi Said untuk 100 kilogram emas Rp 25.251.979.000 (dua puluh lima miliar lebih). Padahal, harga tersebut seharusnya berlaku untuk 41,865 kilogram emas.

    “Sehingga terdakwa Budi Said telah mendapatkan selisih lebih emas Antam seberat 58,135 kilogram yang tidak ada pembayarannya oleh terdakwa,” kata jaksa.

    Kemudian pembelian kedua, Budi Said membeli 7,071 ton emas kepada BELM Surabaya 01 Antam.

    Saat itu dia membayar Rp 3.593.672.055.000 (tiga triliun lebih) untuk 7.071 kilogram atau 7 ton lebih emas Antam. Namun dia baru menerima 5.935 kilogram.

    Kekurangan emas yang diterimanya itu, sebanyak 1.136 kilogram atau 1,13 ton kemudian diprotes oleh Budi Said.

    “Terdakwa Budi Said secara sepihak menyatakan terdapat kekurangan serah emas oleh PT Antam dengan cara memperhitungkan keseluruhan pembayaran emas yang telah dilakukan oleh terdakwa Budi Said sebesar Rp 3.593.672.055.000 untuk 7.071 kilogram namun yang diterima oleh terdakwa Budi Said baru seberat 5.935 kilogram, sehingga terdapat kekurangan serah emas kepada Terdakwa Budi Said sebanyak 1.136 kilogram,” ujar jaksa.

    Rupanya dalam pembelian 7 ton lebih emas Antam tersebut, ada perbedaan persepsi harga antara Budi Said dengan pihak Antam.

    Dari pihak Budi Said saat itu mengaku telah menyepakati dengan BELM Surabaya harga Rp 505.000.000 (lima ratus juta lebih) untuk per kilogram emas. Harga tersebut ternyata lebih rendah dari standar yang telah ditetapkan Antam.

    “Bahwa sesuai data resmi PT Antam Tbk dalam harga harian emas PT Antam sepanjang tahun 2018 tidak ada harga emas sebesar Rp 505.000.000 per kg sebagaimana diakul terdakwa sebagai kesepakatan harga transaksi,” ujar jaksa.

    Adapun berdasarkan penghitungan harga standar Antam, uang Rp 3,5 triliun yang dibayarkan Budi Said semestinya berlaku untuk 5,9 ton lebih emas.

    “Sehingga tidak terdapat kekurangan serah emas PT Antam kepada terdakwa Budi Said dengan total 1.136 kilogram,” katanya.

    Akibat perbuatannya ini, negara melalui PT Antam disebut-sebut merugi hingga Rp 1,1 triliun.

    Dari pembelian pertama, perbuatan Budi Said bersama pihak broker dan BELM Surabaya disebut merugikan negara hingga Rp 92.257.257.820 (sembilan puluh dua miliar lebih).

    “Kerugian keuangan negara sebesar kekurangan fisik emas antam di BELM Surabaya 01 sebanyak 152,80 kilogram atau senilai Rp 92.257.257.820 atau setidak-tidaknya dalam jumlah tersebut,” kata jaksa penuntut umum.

    Kemudian dari pembelian kedua, negara disebut-sebut telah merugi hingga Rp 1.073.786.839.584 (satu triliun lebih).

    “Kerugian keuangan negara sebesar 1.136 kilogram emas atau setara dengan Rp 1.073.786.839.584,” ujar jaksa.