Kementrian Lembaga: Kejaksaan Agung

  • Prabowo Minta Jaksa Agung Ajukan Banding dan 50 Tahun Penjara, usai Vonis Harvey Moeis

    Prabowo Minta Jaksa Agung Ajukan Banding dan 50 Tahun Penjara, usai Vonis Harvey Moeis

    Jakarta: Presiden Prabowo Subianto menyindir vonis ringan yang dijatuhkan kepada Harvey Moeis dalam kasus korupsi timah yang merugikan negara hingga Rp 300 triliun. Prabowo menilai hukuman yang hanya beberapa tahun penjara tidak mencerminkan keadilan dan meminta Jaksa Agung ST Burhanuddin untuk mengajukan banding atas putusan tersebut.

    “Saya mohon ya, kalau sudah jelas melanggar, jelas mengakibatkan kerugian triliunan, ya semua unsur lah, terutama juga hakim-hakim, ya vonisnya jangan terlalu ringan lah. Nanti dibilang Prabowo enggak ngerti hukum lagi,” ujar Prabowo dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) RPJMN 2025-2029 di Bappenas, Jakarta, Senin, 30 Desember 2024.

    Prabowo juga menyoroti kesadaran masyarakat terhadap vonis yang dijatuhkan kepada Harvey Moeis. Menurutnya, vonis tersebut sangat jauh dari harapan rakyat.

    Baca juga: Berapa Total Biaya yang Dibayarkan Pemprov DKI untuk BPJS Harvey Moeis dan Sandra Dewi?

    “Tapi rakyat pun ngerti. Rakyat di pinggir jalan ngerti. Rampok triliunan, ratusan triliun, vonisnya sekian tahun. Nanti jangan-jangan di penjara pakai AC, punya kulkas, pakai TV, tolong Menteri Pemasyarakatan ya,” tegasnya.

    Presiden juga mempertanyakan langkah Kejaksaan Agung terkait vonis ini. Ia meminta Jaksa Agung untuk segera mengajukan banding dan menegaskan bahwa hukuman yang layak untuk Harvey Moeis adalah 50 tahun penjara.

    “Jaksa Agung, naik banding enggak? Naik banding ya. Naik banding,” kata Prabowo. 

    “Vonisnya ya 50 tahun begitu kira-kira,” imbuhnya.

    Harvey Moeis dijatuhi hukuman 6,5 tahun penjara, denda Rp 1 miliar, dan uang pengganti Rp 210 miliar dalam kasus korupsi tata niaga komoditas timah. Kasus ini disebut telah merugikan negara sebesar Rp 300 triliun. Vonis ini pun menjadi sangat kontroversial di tengah masyarakat.

    Jakarta: Presiden Prabowo Subianto menyindir vonis ringan yang dijatuhkan kepada Harvey Moeis dalam kasus korupsi timah yang merugikan negara hingga Rp 300 triliun. Prabowo menilai hukuman yang hanya beberapa tahun penjara tidak mencerminkan keadilan dan meminta Jaksa Agung ST Burhanuddin untuk mengajukan banding atas putusan tersebut.
     
    “Saya mohon ya, kalau sudah jelas melanggar, jelas mengakibatkan kerugian triliunan, ya semua unsur lah, terutama juga hakim-hakim, ya vonisnya jangan terlalu ringan lah. Nanti dibilang Prabowo enggak ngerti hukum lagi,” ujar Prabowo dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) RPJMN 2025-2029 di Bappenas, Jakarta, Senin, 30 Desember 2024.
     
    Prabowo juga menyoroti kesadaran masyarakat terhadap vonis yang dijatuhkan kepada Harvey Moeis. Menurutnya, vonis tersebut sangat jauh dari harapan rakyat.
    Baca juga: Berapa Total Biaya yang Dibayarkan Pemprov DKI untuk BPJS Harvey Moeis dan Sandra Dewi?
     
    “Tapi rakyat pun ngerti. Rakyat di pinggir jalan ngerti. Rampok triliunan, ratusan triliun, vonisnya sekian tahun. Nanti jangan-jangan di penjara pakai AC, punya kulkas, pakai TV, tolong Menteri Pemasyarakatan ya,” tegasnya.
     
    Presiden juga mempertanyakan langkah Kejaksaan Agung terkait vonis ini. Ia meminta Jaksa Agung untuk segera mengajukan banding dan menegaskan bahwa hukuman yang layak untuk Harvey Moeis adalah 50 tahun penjara.
     
    “Jaksa Agung, naik banding enggak? Naik banding ya. Naik banding,” kata Prabowo. 
     
    “Vonisnya ya 50 tahun begitu kira-kira,” imbuhnya.
     
    Harvey Moeis dijatuhi hukuman 6,5 tahun penjara, denda Rp 1 miliar, dan uang pengganti Rp 210 miliar dalam kasus korupsi tata niaga komoditas timah. Kasus ini disebut telah merugikan negara sebesar Rp 300 triliun. Vonis ini pun menjadi sangat kontroversial di tengah masyarakat.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (DHI)

  • Anggap Wajar Tuntutan dan Vonis Berbeda, Kejagung: Perbedaan Pandangan, Itulah Hukum

    Anggap Wajar Tuntutan dan Vonis Berbeda, Kejagung: Perbedaan Pandangan, Itulah Hukum

    JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) mengatakan wajar terdapat perbedaan antara tuntutan dari jaksa penuntut umum (JPU), dan vonis dari Majelis Hakim, karena perbedaan pendapat dalam hukum itulah hukum.

    “Bahwa ada perbedaan pandangan, perbedaan pendapat, ya itulah hukum,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar di Kantor Kejagung, Jakarta, Selasa.

    Dia menjelaskan, perbedaan tersebut bisa terjadi karena terdapat kompartementasi dalam sistem peradilan pidana terpadu di Indonesia.

    “Ada kamar-kamar. Jadi kamar penyidikan, kamar penuntut umum, kamar pengadilan, kemudian ada kamar pemasyarakatan,” ujarnya.

    Oleh sebab itu, dia mengatakan bahwa ke depannya semua kompartemen tersebut harus berkolaborasi dalam rangka komitmen memberantas tindak pidana korupsi, baik dari sisi pencegahan maupun penindakan.

    Selain itu, kata dia, kolaborasi diperlukan untuk mendukung misi Astacita Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

    “Jadi, saya kira pertanyaan-pertanyaan ini juga harus disampaikan kepada kompartemen yang lain. Ya supaya kalaupun kami berada dalam kamar-kamar, tetapi kalau kamar-kamar itu berkolaborasi dan bersinergi, saya kira apa yang menjadi komitmen bersama bisa tercapai,” tandasnya.

  • Ini 6 Perkara Besar yang Ditangani Kejaksaan Agung, Nilai Kerugian Negara Capai Rp 310,6 T

    Ini 6 Perkara Besar yang Ditangani Kejaksaan Agung, Nilai Kerugian Negara Capai Rp 310,6 T

    Jakarta (beritajatim.com) – Kejaksaan Agung menyampaikan Kilas Balik Capaian Kinerja Kejaksaan RI Sepanjang Tahun 2024. Pada bidang Pidana Khusus (Pidsus) setidaknya ada enam perkara yang ditangani dan menarik perhatian masyarakat.

    “Total kerugian negara dari keenam perkara tersebut yaitu Rp310.608.424.224.032 atau Rp 310,6 triliun, USD7,885,857.36 dan 58,135 kg emas,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar, Selasa (31/12/2024).

    Dia menjelaskan, perkara pertama adalah dugaan tindak pidana korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah IUP PT Timah Tbk Tahun 2015 s.d Tahun 2022, dengan jumlah kerugian negara senilai Rp300.003.263.938.131 atau lebih Rp 300 triliun. Kedua, dugaan Tindak Pidana Korupsi Proyek Pembangunan Jalur Kereta Api Besitang-Langsa pada Balai Teknik Perkeretaapian Medan Tahun 2017 s.d Tahun 2023, dengan jumlah kerugian negara senilai kurang lebih Rp1.000.000.000.000 atau Rp 1 triliun.

    Perkara ketiga adalah dugaan tindak pidana korupsi Penyalahgunaan Wewenang dalam Penjualan Emas oleh Butik Emas Logam Mulia Surabaya 01 Antam (BELM Surabaya 01 Antam) tahun 2018, dengan jumlah kerugian negara senilai Rp1.073.786.839.584 atau lebih Rp 1 triliuan dan 58,135 kg emas. Kemudian, perkara keempat, dugaan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengelolaan Kegiatan Usaha Komoditi Emas Tahun 2010 s.d. 2022, dengan jumlah kerugian negara senilai Rp. 24.587.229.549,53 atau lebih Rp 24,5 miliar.

    Perkara kelima yakni, dugaan Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan Tindak Pidana Asal Tindak Pidana Korupsi dalam kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit yang dilakukan oleh PT Duta Palma Group di Kabupaten Indragiri Hulu, dengan jumlah kerugian negara senilai Rp4.798.706.951.640 atau lebih Rp 4,7 triliun, dan USD7,885,857.36.

    “Terakhir, Dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Kegiatan Importasi Gula di Kementerian Perdagangan Tahun 2015 s.d. 2023, dengan jumlah kerugian negara senilai kurang lebih Rp.400.000.000.000 atau Rp 400 miliar,” katanya. [kun]

  • Kejagung: 153 Jaksa ‘Nakal’ Telah Dijatuhi Hukuman Sepanjang 2024

    Kejagung: 153 Jaksa ‘Nakal’ Telah Dijatuhi Hukuman Sepanjang 2024

    Bisnis.com, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap ada 153 jaksa ‘nakal’ yang telah dijatuhkan hukuman sepanjang 2024.

    Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar mengatakan jaksa itu telah dihukum dengan sejumlah kategori yang berbeda, mulai dari hukuman disiplin ringan, sedang, hingga berat.

    “Penjatuhan hukuman disiplin ringan sebanyak 25 orang, penjatuhan hukuman disiplin sedang 53 orang, penjatuhan hukuman disiplin berat 60 orang,” ujarnya di konferensi pers akhir tahun di Kejagung, Selasa (31/12/2024).

    Selain itu, Harli juga menyatakan bahwa terdapat 15 jaksa yang telah diberikan hukuman oleh Tim Pengamanan Sumber Daya Organisasi (PAM SDO).

    “Tindak lanjut PAM SDO, nah ini Satgas 53 yang telah dijatuhi hukuman, 16 orang yang terdiri dari 15 jaksa dan 1 tata usaha,” imbuhnya.

    Dia menambahkan, ratusan jaksa itu ditindak melalui direktorat pengawasan Kejagung yang berwenang melakukan pengawasan kinerja jaksa dan keuangan secara internal.

    “Capaian kinerja untuk bidang pengawasan tahun 2024, inspeksi umum dilakukan 575 kegiatan, pemantauan sebanyak 546 kegiatan, supervisi dilakukan 4 kegiatan, inspeksi khusus 414 kegiatan, inspeksi pimpinan 9 kegiatan,” pungkas Harli.

  • Kejagung Anggap Pernyataan Prabowo Koruptor Divonis 50 Tahun Pemikiran Filosofis

    Kejagung Anggap Pernyataan Prabowo Koruptor Divonis 50 Tahun Pemikiran Filosofis

    loading…

    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung) Harli Siregar dalam konferensi pers Capaian Kinerja Kejaksaan 2024, Selasa (31/12/2024). FOTO/NUR KHABIBI

    JAKARTA Presiden Prabowo Subianto menyindir vonis ringan yang diberikan terhadap para koruptor yang merugikan negara triliunan rupiah. Prabowo menilai semestinya para koruptor dihukum berat hingga 50 tahun.

    Kejaksaan Agung (Kejagung) menanggapi pernyataan Prabowo Subianto tersebut yang diduga terkait vonis 6,5 tahun Harvey Moeis dalam perkara korupsi tata niaga komoditas timah yang merugikan negara Rp300 triliun. Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, pernyataan tersebut merupakan pemikiran filosofis Prabowo selaku kepala negara.

    “Selalu saya sampaikan ya presiden itu kepala negara. Pemikiran-pemikiran presiden pemikiran filosofis, kemaslahatan,” kata Harli usai Konferensi Pers Capaian Kinerja Kejaksaan 2024, Selasa (31/12/2024).

    Untuk diketahui, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Harvey Moeis 12 tahun penjara. Namun, dalam sidang putusan, majelis hakim hanya memvonis 6,5 tahun penajra. Terkait vonis tersebut, Kejagung telah mengajukan banding.

    “Nah sedangkan kita itu tataran operasional. Ya tentu penegakan hukum harus didasarkan pada regulasi yang ada. Jadi harus dikembalikan kepada peraturan yang ada, yaitu UU Tipikor,” ujarnya.

    Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto menyoroti vonis ringan terhadap terdakwa korupsi yang merugikan negara ratusan triliun rupiah. Prabowo ingin para koruptor dihukum 50 tahun penjara.

    Keinginan Prabowo itu disampaikan dalam acara Musrenbangnas RPJMN 2025-2029, Senin (30/12/2024). Pernyataan Prabowo setelah majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat memvonis Harvey Moeis hukuman pidana 6,5 tahun penjara dan denda Rp1 miliar. Vonis itu, lebih ringan dibanding tuntutan jaksa yang meminta hukuman 12 tahun. Selain itu, Harvey diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp210 miliar. Jika tidak dibayar, hukuman penjara akan ditambah dua tahun.

    “Saya mohon ya, kalau sudah jelas-jelas melanggar, jelas mengakibatkan kerugian triliunan, vonisnya ya 50 tahun begitu kira-kira,” kata Prabowo.

    Berikut ini pernyataan lengkap Presiden Prabowo yang menginginkan koruptor dihukum 50 tahun penjara:

    “Saya mohon ya, kalau sudah jelas-jelas melanggar, jelas mengakibatkan kerugian triliunan, ya semua unsurlah, terutama hakim-hakim yang vonisnya jangan terlalu ringanlah, nanti dibilang Prabowo nggak ngerti hukum lagi, tapi rakyat pun ngerti, rakyat di pinggir jalan pun ngerti, ngrampok triliunan, ratusan triliun vonisnya sekian tahun, nanti jangan-jangan di penjara pakai AC punya kulkas, pakai TV, tolong Menteri pemasyarakatan yah, jaksa agung, naik banding nggak, naik banding ya, naik banding, vonisnya ya 50 tahun begitu kira-kira”.

    (abd)

  • Disindir Prabowo soal Koruptor Divonis 50 Tahun, Kejagung Ngaku Banding Vonis Harvey Moeis

    Disindir Prabowo soal Koruptor Divonis 50 Tahun, Kejagung Ngaku Banding Vonis Harvey Moeis

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) buka suara soal permintaan Presiden Prabowo Subianto agar koruptor  seharusnya divonis 50 tahun.

    Perlu diketahui, pernyataan Prabowo dilontarkan setelah Hakim PN Tipikor memberikan vonis rendah terhadap pelaku korupsi yang merugikan negara triliunan.

    Salah satu yang disorot publik yaitu terkait dengan vonis Harvey Moeis di kasus skandal korupsi timah. Pasalnya, Harvey hanya divonis 6,5 tahun dalam kasus korupsi yang merugikan negara Rp300 triliun. Oleh karenanya, Prabowo meminta pihak terkait agar bisa memberikan vonis yang setimpal bagi para koruptor.

    Menanggapi pernyataan Presiden Prabowo, Kapuspenkum Kejagung RI Harli Siregar memastikan pihaknya bakal mengajukan banding terkait dengan vonis Harvey Moeis. Hanya saja, kata Harli, penegakan hukum dalam perkara Tipikor harus sesuai dengan aturan yang berlaku.

    “Pemikiran-pemikiran presiden pemikiran filosofis, kemaslahatan. Nah, sedangkan kita itu tataran operasional. Ya tentu penegakan hukum harus didasarkan pada regulasi yang ada,” ujarnya saat konferensi pers di Kejagung, Selasa (31/12/2024).

    Dia menekankan jaksa penuntut umum Kejagung bakal mengupayakan agar Harvey Moeis bisa divonis dengan tuntutan pihaknya melalui upaya hukum banding.

    Adapun, Harli juga menyatakan bahwa saat ini jaksa penuntut umum tengah berfokus untuk menyusun poin atau dalil-dalil terkait dengan memori banding Harvey Moeis.

    “Kami berkomitmen dan sesungguhnya kami sudah melakukan upaya hukum, lakukan banding, dan sudah didaftarkan di pengadilan,” pungkasnya. 

  • Bersama 19 Organisasi Lainnya, Pimpinan Presidium PNI Jan S Maringka Resmi Bergabung ke Formas – Halaman all

    Bersama 19 Organisasi Lainnya, Pimpinan Presidium PNI Jan S Maringka Resmi Bergabung ke Formas – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Dewan Pembina (Wanbin) Forum Masyarakat Indonesia Emas (Formas) Hashim Djojohadikusumo secara simbolis meresmikan dan menyerahkan Bendera Pataka Formas kepada Jan S Maringka selaku pimpinan Presidium Persatuan Nusantara Indonesia (PNI). 

    Organisasi PNI bersama 19 Organisasi baru lainnya resmi dilantik dan bergabung Formas.

    Peresmian dan pelantikan Presidium PNI dilaksanakan dalam rangkaian Gathering Akhir Tahun Formas dan Launching Gerakan Peduli Anak Sekolah (GEMAS) di Auditorium Abdulrahman Saleh, Radio Republik Indonesia (RRI), Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, pada Senin (30/12/2024).

    Jan Maringka yang merupakan mantan Jaksa Agung Muda Intelejen (JAM Intel) Kejaksaan Agung RI 2017-2020 dan eks Inspektur Jenderal Kementerian Pertanian tahun 2022-2023, menerima langsung pataka organisasi dari Hashim Djojohadikusumo didampingi Ketua Umum FORMAS, Yohanes Handoyo Budhisedjati.

    “Saya Hasjim Djojohadikusumo atas nama Wanbin Formas menyerahkan Bendera Pataka kepada Dr Jan S Maringka SH MH Pimpinan Presidium PNI yang menyatakan bergabung kepada Forum Masyarakat Indonesia Emas (FORMAS). Semoga sukses dan bisa bekerjasama membangun Indonesia Emas 2045,” kata Hasjim sapaan akrabnya.

    Jan Maringka sapaan akrabnya mengatakan, organisasi PNI siap berkontribusi membantu pemerintah dalam mengawasi pelaksanaan anggaran di semua sektor. Termasuk juga mengawasi pemberian makanan bergizi bagi anak sekolah.

    “Apa yang disampaikan Pak Hashim itu adalah sejalan dengan konsep jaga pangan yang telah kami gaungkan saat menjabat Irjen Kementan RI beberapa waktu lalu,” ujar Maringka di sela-sela acara pelantikan dan peresmian.

    Pada momen peresmian 19 organisasi baru Formas, Ketua Wanbin Formas, Hashim Djojohadikusumo memberikan sambutan di hadapan ratusan anggota dan pengurus FORMAS. Hashim berpesan, agar Formas yang telah memiliki dukungan 56 organisasi masyarakat sipil hendaknya semakin kuat dan terus bersinergi untuk mengawal dan memonitoring kinerja pemerintah.

    Hashim juga berharap jajaran Formas ikut berperan mengawasi program pemerintah terutama dalam mengawasi anggaran program Pemberian Makanan Bergizi bagi anak sekolah.

    “Saya tau pelaksanaan program pemberian makanan bergizi ini sudah mulai bermunculan tikus-tikus. Tikus-tikus ini maksud saya adalah para koruptor yang ingin makan dari situ. Ada laporan bahwa UKM yang mau ambil bagian dalam penyediaan makanan bergisi di Badan Gizi harus menyetor dana sekian miliar,” ungkap Hashim dengan raut wajah serius.

    Menanggapi pernyataan Hashim tersebut, Ketua Umum FORMAS Handoyo Budhisejhati mengatakan, dengan bergabungnya ke 19 organisasi baru, hal ini menunjukan bahwa masyarakat mulai timbul kepedulianya terhadap program program pemerintah.

    “Dan organisasi-organisasi ini akan terus berperan aktif di dalamnya untuk berkomitmen serta bekerja sama dengan pemerintah untuk mewujudkan tujuan bangsa yaitu masyarakat Indonesia yang adil dan Makmur,” ujar Handoyo.

    Pada kesempatan ini, Formas juga meluncurkan program GEMAS. “Hal ini juga sebagai bentuk dukungan terhadap cita-cita bangsa dan Asta Cita Presiden Prabowo untuk pemerataan ekonomi dan pengentasan kemiskinan, khususnya di sektor Pendidikan,” ujarnya.

    Pada kesempatan ini turut hadir mentan Panglima TNI Yudo Margono, Kepala Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan Budiman Sudjatmiko, Dirut RRI Hendrasmo, Anggota DPR RI Mardani Alisera, Ketum APTIKNAS Soegiharto Santoso, Ketua KPTIK Dedi Yudianto, Ketum SPRI Hence Mandagi, Ketum SMSI Firdaus, Ketum PPDI Fery Sibarani, dan puluhan pimpinan organisasi lainnya yang tergabung dalam Formas.

  • Kejaksaan Siapkan Dalil Banding Vonis Harvey Moeis

    Kejaksaan Siapkan Dalil Banding Vonis Harvey Moeis

    loading…

    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung) Harli Siregar dalam konferensi pers Capaian Kinerja Kejaksaan 2024, Selasa (31/12/2024). FOTO/NUR KHABIBI

    JAKARTA Kejaksaan menyatakan banding atas vonis ringan yang dijatuhkan kepada Harvey Moeis , terdakwa kasus korupsi tata niaga komoditas timah. Saat ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) sedang menyiapkan dalil-dalil memori banding.

    Hal itu ditegaskan Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung) Harli Siregar merespons pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang menyebutkan vonis terlalu ringan terhadap terdakwa yang menyebabkan kerugian negara ratusan triliun.

    “Sesungguhnya kami sudah melakukan upaya hukum, lakukan banding, dan sudah didaftarkan di pengadilan. Dan saat ini JPU sedang fokus dalam rangka susun butir-butir atau poin-poin dalil-dalil yang terkait dengan memori banding,” kata Harli usai Konferensi Pers Capaian Kinerja Kejaksaan 2024, Selasa (31/12/2024).

    Presiden Prabowo Subianto menyoroti vonis ringan terhadap terdakwa korupsi yang merugikan negara ratusan triliun rupiah. Prabowo ingin para koruptor dihukum 50 tahun penjara.

    Keinginan Prabowo itu disampaikan dalam acara Musrenbangnas RPJMN 2025-2029, Senin (30/12/2024). Pernyataan Prabowo setelah majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat memvonis Harvey Moeis hukuman pidana 6,5 tahun penjara dan denda Rp1 miliar. Vonis itu, lebih ringan dibanding tuntutan jaksa yang meminta hukuman 12 tahun. Selain itu, Harvey diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp210 miliar. Jika tidak dibayar, hukuman penjara akan ditambah dua tahun.

    “Saya mohon ya, kalau sudah jelas-jelas melanggar, jelas mengakibatkan kerugian triliunan, vonisnya ya 50 tahun begitu kira-kira,” kata Prabowo.

    Berikut ini pernyataan lengkap Presiden Prabowo yang menginginkan koruptor dihukum 50 tahun penjara:

    “Saya mohon ya, kalau sudah jelas-jelas melanggar, jelas mengakibatkan kerugian triliunan, ya semua unsurlah, terutama hakim-hakim yang vonisnya jangan terlalu ringanlah, nanti dibilang Prabowo nggak ngerti hukum lagi, tapi rakyat pun ngerti, rakyat di pinggir jalan pun ngerti, ngrampok triliunan, ratusan triliun vonisnya sekian tahun, nanti jangan-jangan di penjara pakai AC punya kulkas, pakai TV, tolong Menteri pemasyarakatan yah, jaksa agung, naik banding nggak, naik banding ya, naik banding, vonisnya ya 50 tahun begitu kira-kira”.

    (abd)

  • Kaleidoskop 2024: Kejagung Catat Kerugian Negara Akibat Korupsi Rp310 Triliun

    Kaleidoskop 2024: Kejagung Catat Kerugian Negara Akibat Korupsi Rp310 Triliun

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) mencatatkan kasus korupsi telah mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp310 triliun sepanjang 2024.

    Kapuspenkum Kejagung RI Harli Siregar mengatakan selain rugi negara Rp310 triliun, negara juga mengalami kerugian lain berupa dollar Amerika dan emas puluhan kilogram.

    “Total perhitungan kerugian negara Rp 310.608.424.224.32 [Rp310 triliun] dan US$7,8 juta serta 58,135 kg emas. Ini belum dikonversi dengan harga emas 2018,” ujarnya dalam konferensi pers akhir tahun di Kejagung, Selasa (31/12/2024).

    Dia menambahkan kerugian ratusan triliun itu didominasi oleh enam kasus menonjol yang ditangani direktorat pidana khusus (Pidsus) misalnya, kasus korupsi timah di IUP PT Timah Tbk. (TINS) sebesar Rp300 triliun.

    Kemudian, kasus korupsi pembangunan KA Besitang-Langsa Rp1 triliun; kasus transaksi emas ilegal di Butik Emas Logam Mulia (BELM) Surabaya 01 Antam Rp1 triliun dan 58,135 kg emas.

    Selanjutnya, kasus korupsi pengelolaan komoditi emas periode 2010-2022 Rp24,5 miliar; kasus dugaan TPPU dengan tindak pidana asal korupsi kegiatan usaha Duta Palma Group sebesar Rp4,7 triliun dan US7,8 juta

    Terakhir, kasus dugaan korupsi importasi gula di Kemendag periode 2015-2023 yang menyeret eks Mendag Tom Lembong sebesar Rp400 miliar.

    “Mudah-mudahan di tahun 2025 tentu penegakan hukum kita akan semakin berkualitas, akan semakin bermartabat dan tentu akan semakin lebih baik,” pungkas Harli.

    Beda Hukuman Hakim untuk Harvey Moeis vs Budi Said

    Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) telah menjatuhkan vonis terhadap dua orang crazy rich yang menjadi terdakwa kasus korupsi, yaitu Harvey Moeis dan Budi Said.

    Dalam catatan Bisnis, Harvey Moeis dijatuhkan hukuman 6,5 pidana di skandal korupsi PT Timah Tbk. (TINS). Selain pidana badan, hakim tipikor juga telah membebankan uang pengganti Rp210 miliar kepada suami artis Sandra Dewi itu. 

    Sementara itu, Budi Said divonis 15 tahun dalam perkara korupsi pembelian 1,1 ton emas PT Antam Tbk. (ANTM). Crazy rich Surabaya dibebankan harus membayar uang pengganti 58,841 kg emas atau setara Rp35,5 miliar.

    Namun demikian, keduannya sama-sama dijatuhi hukuman denda sebesar Rp1 miliar dengan subsidair enam bulan penjara.

    Berkaitan dengan hal ini, Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menyatakan banding terkait dengan vonis baik itu Harvey Moeis maupun Budi Said.

    Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menilai tuntutan pidana penjara yang diajukan jaksa penuntut umum selama 12 tahun terhadap terdakwa Harvey Moeis selaku perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT) terlalu berat.

    Hakim Ketua Pengadilan Tipikor Jakarta Eko Aryanto menyatakan Harvey tidak berperan besar dalam hubungan kerja sama peleburan timah antara PT Timah Tbk dan PT RBT maupun dengan para pengusaha smelter peleburan timah lainnya yang menjalin kerja sama dengan PT Timah.

    “Jika dibandingkan dengan kesalahan terdakwa sebagaimana kronologis perkara maka majelis hakim berpendapat tuntutan pidana penjara yang diajukan penuntut umum terlalu tinggi dan harus dikurangi,” ujar Hakim Ketua dalam sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (23/12/2024) dilansir dari Antara. 

    Maka dari itu, majelis hakim menjatuhkan hukuman 6 tahun dan 6 bulan penjara kepada Harvey, lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum.

    Berbeda dengan Harvey, terdakwa Budi Said divonis pidana 15 tahun penjara karena terbukti melakukan korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait dengan kasus dugaan korupsi jual beli emas PT Antam Tbk.

    Budi Said juga divonis pidana denda sejumlah Rp1 miliar subsider pidana kurungan selama 6 bulan dan dibebankan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar 58,841 kilogram emas Antam atau Rp35,53 miliar subsider 8 tahun penjara.

    “Menyatakan Budi Said terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi serta TPPU secara bersama-sama dan berlanjut sesuai dengan dakwaan kesatu primer dan dakwaan kedua primer,” ujar Hakim Ketua Tony Irfan dalam sidang putusan majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. 

    Dengan demikian, Budi Said dinyatakan melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

    Dalam menjatuhkan vonis terhadap Budi Said, majelis hakim mempertimbangkan beberapa hal yang memberatkan dan meringankan. Hal memberatkan, yakni perbuatan Budi Said telah menyebabkan kerugian atas keuangan negara serta memperkaya diri sendiri dan orang lain.

    Sementara itu, hal yang meringankan, yakni Budi Said belum pernah dihukum, bersifat sopan di persidangan, dan tidak mempersulit jalannya persidangan serta memiliki tanggung jawab keluarga.

    Adapun vonis itu lebih ringan dari tuntutan jaksa. Sebelumnya, Budi Said dituntut pidana penjara selama 16 tahun, pidana denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan, serta pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar 58,13 kg emas Antam atau senilai Rp35,07 miliar dan 1.136 kilogram emas Antam atau senilai Rp1,07 triliun subsider pidana penjara 8 tahun.

    Dalam kasus dugaan korupsi jual beli logam mulia emas Antam, Crazy Rich Surabaya itu didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp1,07 triliun.

  • Eks Dirjen ESDM Didakwa Terlibat Korupsi Timah

    Eks Dirjen ESDM Didakwa Terlibat Korupsi Timah

    JAKARTA – Direktur Jenderal (Dirjen) Mineral dan Batu bara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) 2015-2022 Bambang Gatot Ariyono didakwa terlibat dan menerima uang dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. pada tahun 2015—2022.

    “Akibat perbuatannya yang melawan hukum, negara mengalami kerugian sebesar Rp300 triliun,” kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejagung) Teuku Rahmatsyah dalam sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta dilansir ANTARA, Senin, 30 Desember.

    JPU menjelaskan Bambang diduga secara melawan hukum menyetujui Revisi Rencana Kerja Anggaran dan Biaya (RKAB) tahun 2019 PT Timah, padahal mengetahui masih terdapat kekurangan yang belum dilengkapi.

    Kekurangan dimaksud, yaitu aspek studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Amdal) dan studi kelayakan untuk memfasilitasi PT Timah dalam mengakomodir pembelian bijih timah ilegal dari hasil penambangan ilegal di wilayah cadangan marginal wilayah IUP PT Timah.

    Bambang juga didakwa telah memfasilitasi PT Timah dalam kegiatan kerja sama pengolahan, pemurnian, dan penglogaman dengan smelter swasta yang melakukan pengambilan dan pengolahan bijih timah hasil penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah.

    Selain itu, Bambang diduga tetap menerbitkan persetujuan project area PT Timah walaupun kegiatan kerja sama sewa alat processing (pengolahan) PT Timah dengan smelter swasta, di antaranya PT Refined Bangka Tin, CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa sudah dilaksanakan terlebih dahulu sebelum persetujuan penetapan project area.

    Bahkan, lanjut JPU, kerja sama tersebut tidak termuat dalam studi kelayakan dan RKAB tahun 2019 PT Timah, sehingga PT Timah dan smelter swasta tersebut dapat dengan leluasa melakukan pengambilan dan pengolahan bijih timah hasil penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah.

    JPU menjelaskan, Bambang juga didakwa secara melawan hukum menerima sejumlah uang dan fasilitas untuk menyetujui Revisi RKAB tahun 2019 PT Timah berupa uang sebesar Rp60 juta serta sponsor kegiatan golf tahunan yang dilaksanakan oleh IKA Minerba Golf, Mineral Golf Club, dan Batu bara Golf Club yang difasilitasi oleh PT Timah.

    Sponsor yang diterima Bambang berupa hadiah atau doorprize tiga buah Iphone 6 seharga Rp12 juta dan tiga buah jam merek Garmin seharga Rp21 juta.

    Dalam persidangan yang sama, terdapat Direktur Operasi Produksi PT Timah Tbk 2017-2020 Alwin Albar serta mantan Plt. Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bangka Belitung Supianto yang didakwakan melakukan korupsi bersama-sama dengan Bambang dalam kasus tersebut.

    Alwin antara lain diduga tidak melakukan tugas dan tanggungjawabnya sebagai Direksi PT Timah dalam menjalankan pengurusan PT Timah untuk kepentingan Perusahaan sesuai dengan maksud dan tujuan Perusahaan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan terkait adanya kegiatan penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah.

    Sementara Supianto antara lain didakwa secara melawan hukum menyetujui RKAB tahun 2020 yang isinya tidak benar terhadap dua smelter swasta, yaitu PT Refined Bangka Tin beserta perusahaan afiliasinya dan PT Menara Cipta Mulia (afiliasi CV Venus Inti Perkasa).

    RKAB tersebut seharusnya digunakan sebagai dasar untuk melakukan penambangan di wilayah IUP masing-masing perusahaan smelter dan afiliasinya, akan tetapi RKAB itu juga digunakan sebagai legalisasi untuk pengambilan dan mengelola bijih timah hasil penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah.