Tersangka Kasus E-KTP Paulus Tannos Ditahan di Singapura Selama 45 Hari
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK
) Tessa Mahardhika Sugiarto mengatakan, tersangka kasus korupsi e-KTP
Paulus Tannos
ditahan sementara di Singapura selama 45 hari.
“Sampai adanya putusan pengadilan, (ditahan dari) tanggal 17 Januari 2025 untuk penahanan sementara Paulus Tannos,” ujar Tessa dalam keterangan yang diterima pada Sabtu (25/1/2025).
Ia menjelaskan, penahanan Tannos di Singapura melalui proses yang panjang lewat jalur
police to police
(
provisional arrest
).
Penahanan dilakukan atas permintaan Divisi Hubungan Internasional (Divhubinter) Mabes Polri.
“Pengajuan penahanan sementara dilakukan oleh KPK melalui jalur
police to police (provisional arrest)
berdasarkan perjanjian ekstradisi, yaitu ke Divhubinter Mabes Polri,” kata Tessa.
Duta Besar RI untuk Singapura, Suryo Pratomo, sebelumnya menyampaikan bahwa
provisional arrest
dikabulkan untuk jangka waktu 45 hari.
Dalam periode ini, Pemerintah Indonesia melalui lembaga terkait akan melengkapi formal request dan dokumen yang dibutuhkan untuk proses ekstradisi.
Sebagai informasi, Tannos ditahan setelah Pengadilan Singapura mengabulkan permintaan
provisional arrest request (
PAR) dari Pemerintah Indonesia pada 17 Januari 2025.
KBRI Singapura bekerja sama dengan atase Kejaksaan dan atase Kepolisian Republik Indonesia (Polri) untuk memfasilitasi proses PAR sejak awal melalui koordinasi intensif dengan Kejaksaan Agung Singapura dan lembaga anti-korupsi Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB).
“Ini merupakan implementasi pertama Perjanjian Ekstradisi RI-Singapura, yang menunjukkan komitmen kedua negara dalam menegakkan hukum dan hasil kesepakatan bilateral,” tambahnya.
Dubes Suryo juga menegaskan bahwa tujuan utama dari ekstradisi ini adalah untuk melanjutkan proses hukum terhadap Paulus Tannos.
“Sesuai dengan prinsip ekstradisi, ekstradisi dilakukan untuk penuntutan pidana. Oleh karena itu, kedua negara memastikan semua persyaratan hukum acara terpenuhi,” katanya.
Proses penahanan sementara ini memberikan waktu bagi Pemerintah Republik Indonesia untuk melengkapi dokumen formal yang dibutuhkan dengan batas waktu yang sudah ditentukan.
Adapun
Paulus Tannos ditangkap
oleh otoritas Singapura pada 17 Januari 2025 lalu setelah berstatus buron sejak 19 Oktober 2021.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kementrian Lembaga: Kejaksaan Agung
-
/data/photo/2025/01/24/67930e00f1a8c.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Tersangka Kasus E-KTP Paulus Tannos Ditahan di Singapura Selama 45 Hari Nasional 25 Januari 2025
-

Kejagung Ikut Dalami Indikasi Korupsi Polemik Pagar Laut di Tangerang
Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan ikut mendalami dugaan korupsi terkait penerbitan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan sertifikat hak milik (SHM) di lokasi Pagar Laut, Tangerang.
Kapuspenkum Kejagung RI, Harli Siregar mengatakan saat ini pihaknya masih memantau proses penanganan dugaan korupsi tersebut oleh lembaga terkait.
“Kami sedang mengikuti secara seksama perkembangannya di lapangan, dengan mengedepankan instansi atau lembaga leading sector yang sedang menangani,” ujarnya saat dihubungi, Sabtu (25/1/2025).
Dia menekankan, korps Adhyaksa akan terlibat secara aktif untuk melakukan kajian maupun pendalaman terkait dengan indikasi rasuah pada penerbitan SHGB dan SHM di Tangerang tersebut.
“[Kejagung] secara proaktif melakukan kajian dan pendalaman apakah ada informasi atau data yang mengindikasikan peristiwa pidana terkait tipikor,” pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman telah melaporkan dugaan korupsi pada penerbitan SHGB dan SHM di lokasi Pagar Laut, Tangerang ke KPK.
Boyamin menilai, lembaga antirasuah itu perlu meminta klarifikasi terhadap Menteri ATR/BPN sebelum Nusron Wahid. Pasalnya, HGB dan SHM yang diterbitkan untuk pagar laut itu tidak dilakukan saat Nusron menjabat.
Hanya saja, Boyamin tak memerinci siapa Menteri ATR yang dimasukkannya ke daftar pihak yang perlu diklarifikasi oleh KPK nantinya.
“Ada dua Menteri, yang jelas bukan Pak Nusron Wahid. Jadi yang sebagian besar Menteri A, yang sepuluhan persen Menteri B. Artinya yang Menteri awal itu mendatangkan sekitar 90% dari 200 sekian [HGB dan SHM, red] tadi. Yang 10% Menteri setelahnya,” ungkap Boyamin.
-
/data/photo/2025/01/24/67930e00f1a8c.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Paulus Tannos Ternyata Sudah Ditangkap sejak 17 Januari Nasional 25 Januari 2025
Paulus Tannos Ternyata Sudah Ditangkap sejak 17 Januari
Editor
JAKARTA, KOMPAS.com –
Paulus Tannos, buronan kasus korupsi pengadaan KTP elektronik, ternyata sudah ditangkap oleh otoritas Singapura sejak 17 Januari 2025.
Penangkapan ini dilakukan oleh Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura atas permintaan Divisi Hubungan Internasional (Hubinter) Polri.
Informasi ini disampaikan oleh Kepala Divhubinter Polri, Irjen Pol. Krishna Murti, pada Jumat malam (24/1/2025).
“Yang bersangkutan (Paulus Tannos) belum masuk daftar
red notice.
Yang bersangkutan ditangkap karena permintaan Polri, dan Polri sifatnya membantu KPK,” ujar Krishna Murti.
Ia menjelaskan bahwa pada akhir 2024, Divhubinter Polri mengirimkan surat penangkapan sementara (provisional arrest) kepada otoritas Singapura.
Langkah ini diambil setelah Polri mendapatkan informasi keberadaan Paulus Tannos di negara tersebut.
“Lalu, pada 17 Januari 2025, pihak kami dikabari oleh Jaksa Agung (attorney general) Singapura bahwa Paulus telah ditangkap oleh CPIB Singapura,” kata Krishna.
Selanjutnya, pada 21 Januari 2025, pemerintah Indonesia menggelar rapat gabungan bersama kementerian dan lembaga terkait untuk membahas tindak lanjut proses hukum terhadap Paulus Tannos.
“Indonesia saat ini sedang memproses ekstradisi yang bersangkutan dengan penjuru adalah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) yang didukung oleh KPK, Polri, Kejaksaan Agung, dan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu),” tambahnya.
Namun, Krishna tidak menjelaskan lebih rinci mengenai detail proses ekstradisi.
“Selanjutnya, silahkan ditanyakan ke KPK dan Kemenkumham,” ujarnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto menyampaikan bahwa pihaknya sedang berkoordinasi dengan berbagai institusi terkait untuk mempercepat proses ekstradisi Paulus Tannos ke Indonesia.
“KPK saat ini telah berkoordinasi dengan Polri, Kejaksaan Agung, dan Kementerian Hukum, sekaligus melengkapi persyaratan yang diperlukan guna dapat mengekstradisi yang bersangkutan ke Indonesia untuk secepatnya dibawa ke persidangan,” kata Fitroh.
Paulus Tannos menjadi buronan KPK sejak 19 Oktober 2021. Ia merupakan salah satu tersangka dalam kasus korupsi proyek pengadaan KTP elektronik yang diumumkan pada 13 Agustus 2019.
Dalam pengembangan penyidikan kasus ini, KPK menetapkan empat tersangka baru, termasuk Paulus Tannos yang saat itu menjabat sebagai Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra.
Selain Paulus, tiga tersangka lainnya adalah Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI (PNRI) Isnu Edhi Wijaya, anggota DPR RI periode 2014–2019 Miryam S. Haryani, dan mantan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan KTP elektronik Husni Fahmi.
KPK menduga kasus korupsi ini merugikan negara hingga Rp2,3 triliun. Paulus Tannos sendiri diduga melarikan diri ke luar negeri dengan mengganti namanya dan menggunakan paspor negara lain.
Saat ini, Paulus Tannos ditahan sementara di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Singapura sambil menunggu proses ekstradisi ke Indonesia.
Kasus ini menjadi sorotan publik mengingat skala kerugian negara yang sangat besar dan lamanya proses pengejaran terhadap para buronan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Pemerintah gagalkan penyelundupan Rp3,7 triliun dalam 100 hari kerja
Jakarta (ANTARA) – Pemerintah berhasil menggagalkan upaya penyelundupan barang ilegal senilai Rp3,7 triliun dalam 100 hari kerja pemerintahan Presiden RI Prabowo Subianto
Penindakan dilakukan melalui operasi terpadu dalam Desk Pencegahan dan Pemberantasan Penyelundupan Kemenkopolkam bersama Dirjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Bakamla, Polri, TNI, Kejaksaan Agung, Kemendag, Kemen KKP, Kemenperin, Badan Karantina Indonesia, serta dukungan dari masyarakat.
“Upaya ini merupakan hasil kerja keras bersama dari seluruh pihak yang terlibat, baik aparat penegak hukum maupun masyarakat yang berperan aktif melaporkan kegiatan mencurigakan,” kata Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Budi Gunawan dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Sabtu.
Pemerintah, kata dia, akan terus meningkatkan pengawasan dan penindakan agar tidak ada celah bagi para pelaku penyelundupan
“Untuk mencegah masuknya impor ilegal yang merusak industri dalam negeri, pemerintah melalui sinergi berbagai instansi terus bekerja keras untuk mencegah terjadinya kebocoran barang-barang impor ke dalam pasar domestik,” ujarnya.
Adapun barang-barang yang berhasil disita mencakup dari berbagai jenis. Misalnya, rokok ilegal, barang elektronik, kosmetik, benih lobster, minuman keras, dan komoditas lainnya.
Selain mengamankan barang bukti, operasi terpadu itu juga berhasil mengungkap jaringan penyelundupan skala besar yang melibatkan sindikat internasional. Setidaknya, 552 orang yang terlibat dalam jaringan telah diamankan untuk menjalani proses hukum.
Dia menambahkan bahwa pemerintah juga akan terus memperkuat kerja sama dengan negara-negara tetangga dalam rangka memberantas penyelundupan lintas batas, termasuk melalui peningkatan kapasitas teknologi pemantauan di perbatasan dan pelabuhan.
Masyarakat, tambah dia, diimbau pula untuk turut mendukung upaya pencegahan penyelundupan dengan tidak membeli barang-barang ilegal, yang dapat membahayakan kesehatan dan keamanan pengguna, serta berkontribusi pada kerugian negara.
“Sinergi antarinstansi, penerapan teknologi canggih, serta kesadaran masyarakat diharapkan dapat semakin mempersempit ruang gerak bagi pelaku penyelundupan, sehingga mendukung terciptanya pertumbuhan ekonomi yang berkualitas sesuai visi Presiden Prabowo Subianto,” kata dia.
Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2025 -
/data/photo/2025/01/24/67930e00f1a8c.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Fakta-fakta Tertangkapnya Buronan Licin Paulus Tannos di Singapura Nasional 25 Januari 2025
Fakta-fakta Tertangkapnya Buronan Licin Paulus Tannos di Singapura
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Paulus Tannos, Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, ditetapkan sebagai tersangka pada 13 Agustus 2019 atas kasus korupsi e-KTP yang melibatkan eks Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Setya Novanto.
Tannos diduga melakukan pengadaan paket penerapan kartu tanda penduduk berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (e-KTP) tahun 2011 hingga 2013 pada Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia.
Ia ditetapkan sebagai tersangka bersama tiga orang lainnya, yaitu mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) Isnu Edhi Wijaya, Anggota DPR RI 2014–2019 Miryam S. Haryani, dan mantan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP Husni Fahmi.
Ketiga orang tersebut sudah dijatuhi hukuman sebagaimana putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Sementara saat itu Tannos masih buron.
Saat masih menjabat sebagai direktur, Tannos diduga mengambil bagian dalam pengadaan paket penerapan e-KTP dari tahun 2011 hingga 2013.
Dalam kasus ini, perusahaan milik Tannos, terbukti mendapatkan keuntungan fantastis yakni Rp 140 miliar dari hasil proyek pengadaan KTP elektronik tahun anggaran 2011-2012.
Lebih lanjut, Tannos juga diduga terlibat dalam skema pembagian fee korupsi. Beberapa perusahaan diwajibkan memberikan sejumlah persen dari nilai proyek kepada pejabat-pejabat tertentu, termasuk Menteri Dalam Negeri saat itu, Gamawan Fauzi.
Hal ini menunjukkan betapa dalamnya keterlibatan Tannos dalam jaringan korupsi yang merugikan negara.
Karena itu, Tannos ditetapkan sebagai tersangka. KPK terus berusaha memanggil Tannos untuk diperiksa. Namun, usaha ini nihil.
Dalam laman resmi KPK, nama Tannos masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 19 Oktober 2021, dilengkapi dengan nama barunya, Tahian Po Tjhin (TPT).
Pada tahun 2023, jejak Tannos tercium di Thailand. Pengejaran dilakukan tetapi Tannos lolos dari jeratan hukum.
Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK saat itu, Karyoto mengatakan, Tannos bisa saja tertangkap di Thailand jika
red notice
dari Interpol terbit tepat waktu.Red notice
merupakan permintaan kepada penegak hukum di seluruh dunia untuk mencari dan sementara menahan seseorang yang menunggu ekstradisi, penyerahan, atau tindakan hukum serupa.
“Kalau pada saat itu yang bersangkutan betul-betul
red notice
sudah ada, sudah bisa tertangkap di Thailand,” kata Karyoto dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Rabu (25/1/2023).
Pengejaran Tannos tak berhenti sampai disitu. KPK tetap berusaha menangkap Tannos meski mengalami kendala karena tersangka mengubah kewarganegaraan menjadi Warga Negara Afrika Selatan.
Hal ini yang membuat KPK tidak bisa membawa DPO tersebut pulang meskipun telah tertangkap.
Pasalnya,
red notice
Paulus Tannos dengan identitas yang baru belum terbit, sehingga KPK terbentur yurisdiksi negara setempat.
“Punya paspor negara lain sehingga pada saat kami menemukan dan menangkapnya, tidak bisa memulangkan yang bersangkutan ke Indonesia,” kata Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK, Ali Fikri, saat dihubungi, Selasa (8/8/2023).
Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menyatakan, pemerintah tetap melakukan upaya ekstradisi terhadap Paulus meskipun diketahui telah menjadi warga negara Afrika Selatan (Afsel).
Alasannya, Tannos masih berstatus sebagai warga negara Indonesia (WNI) ketika terlibat dalam kasus korupsi e-KTP.
Pada Jumat (24/1/2025) terkonfirmasi Tannos ditangkap di Singapura. Namun bukan KPK yang menangkap, melainkan otoritas Singapura.
“Benar bahwa Paulus Tannos tertangkap di Singapura dan saat ini sedang ditahan,” kata Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto dalam keterangannya, Jumat (24/1/2025).
Fitroh mengatakan, KPK sedang berkoordinasi untuk dapat mengesktradisi Paulus Tannos dari Singapura.
“KPK saat ini telah berkoordinasi dengan Polri, Kejagung, dan Kementerian Hukum sekaligus melengkapi persyaratan yang diperlukan guna dapat mengekstradisi yang bersangkutan ke Indonesia untuk secepatnya dibawa ke persidangan,” ujar dia.
KPK bekerja sama dengan Polri, Kejaksaan Agung, serta Kementerian Hukum untuk melengkapi semua persyaratan yang diperlukan dalam proses ekstradisi ini.
Dengan penangkapan ini, KPK akan segera memproses kasus Paulus dan membawanya ke persidangan.
Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Singapura telah memfasilitasi proses penahanan sementara (provisional arrest) terhadap buronan kasus korupsi pengadaan KTP elektronik atau e-KTP, Paulus Tannos.
Duta Besar RI untuk Singapura Suryo Pratomo menyampaikan bahwa penahanan sementara ini merupakan langkah awal dalam proses ekstradisi Paulus Tannos.
”
Provisional arrest
dikabulkan untuk jangka waktu 45 hari. Dalam periode ini, Pemerintah Indonesia melalui lembaga terkait akan melengkapi formal request dan dokumen yang dibutuhkan untuk proses ekstradisi,” kata Suryo melansir Antara, Jumat (24/1/2025).
Penahanan tersebut dilakukan setelah Pengadilan Singapura mengabulkan permintaan
provisional arrest request
(PAR) dari Pemerintah Indonesia pada 17 Januari 2025.
KBRI Singapura bekerja sama dengan atase Kejaksaan dan atase Kepolisian Republik Indonesia (Polri) untuk memfasilitasi proses PAR sejak awal melalui koordinasi intensif dengan Kejaksaan Agung Singapura dan lembaga anti-korupsi Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB).
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Paulus Tannos Ditahan Sementara di KBRI Singapura Usai Ditangkap
Jakarta –
Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Singapura memfasilitasi proses penahanan sementara (provisional arrest) terhadap buronan kasus korupsi pengadaan KTP elektronik, Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin (PT). Paulus ditahan di KBRI Singapura selama 45 hari ke depan.
Duta Besar RI untuk Singapura Suryo Pratomo menyampaikan bahwa penahanan sementara ini merupakan langkah awal dalam proses ekstradisi Paulus Tannos.
“Provisional arrest dikabulkan untuk jangka waktu 45 hari. Dalam periode ini, Pemerintah Indonesia melalui lembaga terkait akan melengkapi formal request dan dokumen yang dibutuhkan untuk proses ekstradisi,” ujar Suryo seperti dilansir Antara, Jumat (24/1/2025).
Penahanan tersebut dilakukan setelah Pengadilan Singapura mengabulkan permintaan provisional arrest request (PAR) dari Pemerintah Indonesia pada 17 Januari 2025.
KBRI Singapura bekerja sama dengan atase Kejaksaan dan atase Kepolisian Republik Indonesia (Polri) untuk memfasilitasi proses PAR sejak awal melalui koordinasi intensif dengan Kejaksaan Agung Singapura dan lembaga anti-korupsi Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB).
“Ini merupakan implementasi pertama Perjanjian Ekstradisi RI-Singapura, yang menunjukkan komitmen kedua negara dalam menegakkan hukum dan hasil kesepakatan bilateral,” tambahnya.
“Sesuai dengan prinsip ekstradisi, ekstradisi dilakukan untuk penuntutan pidana. Oleh karena itu, kedua negara memastikan semua persyaratan hukum acara terpenuhi,” katanya.
Proses penahanan sementara ini memberikan waktu bagi pemerintah Republik Indonesia untuk melengkapi dokumen formal yang dibutuhkan dengan batas waktu yang sudah ditentukan, diharapkan kerja sama bilateral tersebut dapat memperkuat penegakan hukum di kedua negara.
(lir/idn)
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu
-

Hubinter Polri: Paulus Tannos Terdeteksi di Singapura Sejak Akhir 2024, 17 Januari 2025 Ditangkap – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Divisi Hubungan Internasional (Hubinter) Polri membeberkan proses penangkapan buronan kasus korupsi e-KTP, Paulus Tannos, di Singapura.
Kadiv Hubinter Polri Irjen Krishna Murti awalnya, pihaknya mendapat informasi jika Paulus berada di Singapura sejak akhir tahun 2024.
Selanjutnya, Divhubinter Polri mengirimkan surat permohonan penangkapan kepada otoritas Singapura.
“Akhir tahun lalu Divisi Hubinter mengirimkan surat Provisional Arrest ke otoritas Singapura untuk membantu menangkap yang bersangkutan karena kami ada info yang bersangkutan ada disana,” kata Krishna dalam keterangan tertulis, Jumat (24/1/2025).
Setelah itu, Krishna mengatakan pihaknya dihubungi otoritas Singapura jika Paulus berhasil ditangkap oleh Lembaga Antikorupsi Singapura.
“Tanggal 17 Januari kami dikabari oleh attorney general Singapura, yang bersangkutan berhasil diamankan oleh Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura,” jelasnya.
Khrisna mengatakan pasca penangkapan itu juga telah dilakukan rapat gabungan lintas Kementerian dan Lembaga di Hubinter Polri, pada Selasa (21/1/2025) kemarin untuk menindaklanjuti proses ekstradisi.
“Indonesia saat ini sedang memproses ekstradisi yang bersangkutan dengan penjuru adalah Kemenkum didukung KPK, Polri, Kejagung, dan Kemenlu,” pungkasnya.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil menangkap buronan kasus korupsi e-KTP, Paulus Tannos, di Singapura.
Saat ini KPK sedang melengkapi syarat ekstradisi agar Paulus Tannos dapat dibawa ke Indonesia.
“Masih di Singapura, KPK sedang berkoordinasi dengan melengkapi syarat-syarat dapat mengekstradisi yang bersangkutan,” kata Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto kepada wartawan, Jumat (24/1/2025).
KPK sebelumnya mengungkapkan kendala memulangkan dan memproses hukum Paulus Tannos.
Padahal tim KPK sudah menemukan keberadaan Direktur PT Sandipala Arthaputra itu
“Dia bukan warga negara Indonesia, dia punya dua kewarganegaraan karena ada negara-negara yang bisa punya dua kewarganegaraan salah satunya di negara Afria Selatan tersebut,” kata Direktur Penyidikan KPK Brigadir Jenderal Polisi Asep Guntur Rahayu.
Asep mengatakan tim KPK sempat menemukan Paulus di negara tetangga.
Berdasarkan catatan, lembaga antirasuah sempat menyebut negara dimaksud yaitu Thailand.
Akan tetapi, ketika hendak memulangkan Paulus Tannos, KPK mendapat kendala lantaran Paulus sudah mengubah identitasnya.
“Untuk Paulus Tannos memang berubah nama karena kami, saya sendiri yang diminta oleh pimpinan datang ke negara tetangga dengan informasi yang kami terima, kami juga sudah berhadap-hadapan dengan yang bersangkutan tapi tidak bisa dilakukan eksekusi karena kenyataannya paspornya sudah baru di salah satu negara di Afrika (Selatan, red) dan namanya sudah lain bukan nama Paulus Tannos,” kata Asep.
“Walaupun kita menunjukkan pada kepolisian di negara tersebut karena kita kerja sama police to police dan didampingi Hubinter kita tunjukkan fotonya sama, ‘Mister, ini fotonya sama’. Tapi, pada kenyataannya saat dilihat di dokumennya itu beda namanya,” imbuhnya.
Dalam proses pelariannya, Asep menjelaskan, Paulus sempat berupaya mencabut kewarganegaraan Indonesia.
“Rencananya dia mau mencabut yang di sini (Indonesia, red). Sudah ada upaya untuk mencabut tapi paspornya sudah mati. Rencananya yang Indonesia, tapi yang dia gunakan untuk melintas paspor dari negara yang Afrika (Selatan, red),” jelas Asep menegaskan status kewarganegaraan Paulus.
Paulus Tannos, yang menjabat sebagai Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, ditetapkan sebagai tersangka pada 13 Agustus 2019.
Sejak saat itu, keberadaannya mulai sulit dilacak.
Hingga akhirnya, nama Paulus Tannos resmi masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) pada 19 Oktober 2021.
Ia diduga kabur ke luar negeri dengan identitas barunya, Tahian Po Tjhin (TPT).
Upaya pengejaran terhadap Tannos terus dilakukan oleh KPK yang bekerjasama dengan negara tetangga.
Pada 2023, keberadaannya sempat terdeteksi di Thailand.
Namun, Paulus Tannos berhasil lolos dari penangkapan karena red notice dari Interpol tidak terbit tepat waktu.
“Kalau pada saat itu red notice sudah ada, dia sudah bisa tertangkap di Thailand,” kata Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Karyoto, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Rabu (25/1/2023).
KPK menyebut kendala terbesarnya yakni Paulus Tannos merubah kewarganegaraannya.
Dengan paspor barunya, Paulus Tannos tak dapat segera dibawa pulang ke Indonesia meskipun sempat tertangkap.
Red notice yang memuat identitas barunya belum diterbitkan, sehingga masalah yurisdiksi negara lain menjadi penghambat.
Diketahui, dalam kasus korupsi e-KTP, perusahaan milik Paulus Tannos, PT Sandipala Arthaputra, meraup keuntungan hingga Rp 140 miliar dari proyek pengadaan KTP elektronik tahun anggaran 2011-2012.
Adapun jumlah total korupsi kasus E-KTP ini merugikan negara Rp 2,3 triliun.
Kini, setelah lama menjadi buron, Paulus Tannos berhasil ditangkap di Singapura.
KPK kini tengah mengoordinasikan proses ekstradisi Tannos ke Indonesia.
Penangkapan ini menjadi langkah penting bagi KPK untuk membawa Paulus Tannos ke meja hijau.
Melansir Kompas.com, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyebut, masih ada dokumen-dokumen yang dibutuhkan dari Kejaksaan Agung (Kejagung) maupun Mabes Polri dalam hal ini pihak Interpol.
Kementerian Hukum sedang berkoordinasi guna menuntaskan urusan administrasi itu.
“Jadi ada masih dua atau tiga dokumen yang dibutuhkan. Nah karena itu Direktur AHU (Administrasi Hukum Umum) saya sudah tugaskan untuk secepatnya berkoordinasi dan saya pikir sudah berjalan,” kata Menteri Hukum Supratman Andi Agtas kepada wartawan di Jakarta, Jumat (24/1/2025).
Supratman mengatakan, proses ekstradisi memang membutuhkan waktu.
Apalagi proses itu juga bergantung pada penyelesaian administrasi oleh pemerintahan Singapura.
“Semua bisa sehari, bisa dua hari, tergantung kelengkapan dokumennya, karena itu permohonan harus diajukan ke pihak pengadilan di Singapura.”
“Kalau mereka anggap dokumen kita sudah lengkap, ya pasti akan diproses,” ujar Supratman.
-

MPR RI pastikan kantor legislatif dan yudikatif mulai dibangun di IKN
ANTARA – Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) memastikan infrastruktur perkantoran legislatif dan yudikatif mulai dibangun di Ibu Kota Nusantara (IKN). Gedung-gedung untuk DPR RI, DPD RI, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi hingga Kejaksaan Agung ditargetkan siap digunakan pada Agustus 2028. (Hanifan Ma’ruf/Fahrul Marwansyah/Gracia Simanjuntak)
-
/data/photo/2025/01/24/679379db13019.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Eks Dirut Dapen Bukit Asam Dituntut 13 Tahun Dalam Kasus yang Rugikan Negara Rp 234 Miliar Nasional 24 Januari 2025
Eks Dirut Dapen Bukit Asam Dituntut 13 Tahun Dalam Kasus yang Rugikan Negara Rp 234 Miliar
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Mantan Direktur Utama
Dana PensiunBukit Asam
(DPBA)
Zulheri
dituntut 13 tahun
penjara
dalam kasus dugaan
korupsi
yang merugikan negara sebesar Rp 234 miliar.
Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Agung (Kejagung) meminta Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menyatakan Zulheri terbukti bersalah melakukan korupsi secara sah dan meyakinkan bersama-sama terdakwa lain.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 13 tahun, dikurangi sepenuhnya dengan lamanya terdakwa ditahan, dengan perintah terdakwa tetap dilakukan penahanan di rutan,” kata jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (24/1/2025).
Jaksa menilai, perbuatan Zulheri bersama terdakwa lainnya yang menginvestasikan dana DPBA tanpa prosedur yang benar merugikan negara ratusan miliar.
Perbuatannya dinilai memenuhi unsur Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi
juncto Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHPidana.
Selain pidana badan, jaksa juga menuntut Zulheri dihukum membayar denda Rp 750 juta subsidair 6 bulan kurungan.
Di luar pidana pokok, jaksa meminta majelis hakim menjatuhkan pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp 24.105.081.903 (Rp 24,1 miliar).
Apabila dalam waktu satu bulan setelah terbit putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap uang itu tidak dibayar, maka harta bendanya akan disita dan dilelang untuk negara.
“Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka diganti dengan pidana penjara selama 6 tahun 6 bulan,” ujar jaksa.
Sementara itu, Muhammad Syafaat yang menjabat sebagai Direktur Investasi dan Pengembangan DPBA periode 19 Desember 2014 hingga 23 Januari 2018 dituntut 7 tahun penjara, denda Rp 750 juta subsidair 6 bulan kurungan, dan uang pengganti Rp 150 juta.
“Dikompensasikan dengan uang yang telah dititipkan oleh terdakwa di rekening Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan,” tutur jaksa.
Selain itu, jaksa juga menuntut Komisaris PT Strategic Management Services dan Direktur PT Eureka Prima Jakarta Tbk, Danny Boestami, dihukum 13 tahun penjara dan denda Rp 750 juta subsidair 6 bulan kurungan.
Danny juga dituntut membayar uang pengganti Rp 131.870.547.755 (Rp 131,87 miliar) subsidair 6 tahun 6 bulan penjara.
Terdakwa lainnya, Komisaris PT Oakwood Capital Management Angie Christina, yang juga merupakan pemegang saham mayoritas PT Millennium Capital Management, dituntut 12 tahun penjara dan denda Rp 750 juta subsidair 6 bulan kurungan.
Ia juga dituntut membayar uang pengganti Rp 52.534.693.757 (Rp 52,53 miliar) subsidair 6 tahun kurungan.
Sementara itu, Konsultan Keuangan PT Ratu Prabu Energi Tbk, Romi Hafnur, dituntut 10 tahun penjara, denda Rp 750 juta subsidair 6 bulan kurungan, dan uang pengganti Rp 8.159.353.991 (Rp 8,16 miliar) subsidair 5 tahun penjara.
Lalu, seorang pialang saham, Sutedy Alwan Anis, dituntut 10 tahun penjara, denda Rp 750 juta subsidair 6 bulan kurungan, dan uang pengganti Rp 750 juta subsidair 5 tahun kurungan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4968845/original/042465900_1728915618-20241014-Deretan_Calon_Menteri-HER_18.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Menko Yusril: Paulus Tanos Ditangkap 2 Hari Lalu di Singapura – Page 3
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Paulus Tanos di Singapura. Diketahui, Paulus adalah buronan dari kasus megakorupsi e-KTP.
“Benar bahwa Paulus Tannos tertangkap di Singapura dan saat ini sedang ditahan,” kata Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcayanto saat dikonfirmasi, Jumat (24/1/2025).
Fitroh menjelaskan, saat ini pihaknya sudah berkordinasi dengan Kementerian Hukum dan Kejaksaan Agung untuk melengkapi syarat pemulangan Paulus ke Indonesia secepatnya.
“Secepatnya,” tegas Fitroh.
Sebagai informasi, Palus sudah berstatus buron atau masuk ke dalam daftar pencarian orang (DPO) sejak 19 Oktober 2021. Sementara itu, Paulus sendiri menjadi tersangka bersama tiga orang lainnya pada 13 Agustus 2019.
Mereka adalah mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI (PNRI) Isnu Edhi Wijaya, anggota DPR periode 2014-2019 Miriam S Hariyani, dan mantan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP Husni Fahmi.