Kementrian Lembaga: Kejaksaan Agung

  • Paulus Tannos Tertangkap, Singapura Tak Lagi Jadi Surga bagi Buronan

    Paulus Tannos Tertangkap, Singapura Tak Lagi Jadi Surga bagi Buronan

    Jakarta, Beritasatu.com – Penangkapan buronan kasus e-KTP Paulus Tannos di Singapura menjadi bukti negara tersebut tidak lagi menjadi tempat perlindungan bagi para buronan, termasuk yang tersandung kasus korupsi.

    Mantan penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Praswad Nugraha menyebut keberhasilan ini sebagai pesan kuat kepada para buronan yang melarikan diri ke Singapura.

    “Hal ini merupakan pesan kepada seluruh buronan yang melarikan diri ke Singapura, mereka sudah tidak lagi menjadi pihak yang tidak tersentuh hukum,” ujar Praswad, Senin (27/1/2025).

    Penangkapan Paulus Tannos menjadi momen pertama penerapan perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura, yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2023 tentang Pengesahan Perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Singapura tentang Ekstradisi Buronan (UU Ekstradisi). Perjanjian ini memungkinkan proses hukum terhadap buronan yang sebelumnya sulit dijangkau.

    “Apresiasi setinggi-tingginya kepada KPK setelah sekian lama kita tunggu-tunggu. Ini menunjukkan sinergi positif antara pemerintah Indonesia dan Singapura,” tambah Praswad terkait penangkapan Paulus Tannos di Singapura.

    Praswad juga memuji sinergi antara KPK, Kejaksaan Agung, Polri, dan Interpol dalam penangkapan Tannos. Ia berharap kerja sama ini dapat terus berlanjut untuk memberantas korupsi.

    “Kami dukung penuh kerja sama antara KPK, Kejaksaan, dan Interpol Mabes Polri yang telah berhasil melakukan penangkapan Paulus Tannos dengan bantuan Pemerintah Singapura,” jelasnya.

    Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto mengonfirmasi Paulus Tannos saat ini telah ditahan di Singapura. KPK tengah melengkapi dokumen untuk mempercepat proses ekstradisi ke Indonesia.

    “Kami sedang menjalin koordinasi dengan Polri, Kejaksaan Agung, dan Kementerian Hukum untuk melengkapi persyaratan ekstradisi,” ujar Fitroh.

    Paulus Tannos merupakan salah satu buronan terkait kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP yang menyebabkan kerugian besar bagi negara. KPK berkomitmen untuk segera membawanya ke pengadilan di Indonesia.

    Dengan penangkapan Paulus Tannos di Singapura, KPK berharap dapat memberikan efek jera bagi para pelaku korupsi lainnya.

  • Tertangkapnya Paulus Tannos Diharapkan Bisa Buka Kotak Pandora Kasus E-KTP – Page 3

    Tertangkapnya Paulus Tannos Diharapkan Bisa Buka Kotak Pandora Kasus E-KTP – Page 3

    Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan kesiapannya untuk membantu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam proses ekstradisi buronan kasus korupsi proyek pengadaan KTP elektronik, Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin. Saat ini, Paulus diketahui masih menjalani penahanan sementara di Changi Prison, Singapura.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, menjelaskan bahwa perkara tersebut sepenuhnya ditangani oleh KPK, bukan oleh Kejagung.

    “Perkara ini ditangani teman-teman KPK, tadi mereka yang tahu apa kebutuhannya untuk pemulangan yang bersangkutan. Kami selama ini melalui atase sudah memfasilitasi dan ke depan kita siap memberi bantuan,” ujar Harli saat dihubungi, Minggu (26/1/2025).

    Sebelumnya, buronan kasus korupsi pengadaan KTP-el Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin ditangkap oleh Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura pada 17 Januari 2025.

    Paulus Tannos saat ini ditahan di Changi Prison setelah Pengadilan Singapura mengabulkan permintaan penahanan sementara. Penahanan sementara ini merupakan mekanisme yang diatur dalam Perjanjian Ekstradisi RI-Singapura.

    Atas penangkapan tersebut, pihak KPK, Kemenkum, Polri, dan Kejaksaan Agung langsung memulai proses pemenuhan berbagai dokumen dan persyaratan untuk segera memulangkan Tannos ke Indonesia.

  • Tak Semudah Itu Pakai Tanah Koruptor untuk Program 3 Juta Rumah, Kejagung: Kewenangan di Kemenkeu
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        27 Januari 2025

    Tak Semudah Itu Pakai Tanah Koruptor untuk Program 3 Juta Rumah, Kejagung: Kewenangan di Kemenkeu Nasional 27 Januari 2025

    Tak Semudah Itu Pakai Tanah Koruptor untuk Program 3 Juta Rumah, Kejagung: Kewenangan di Kemenkeu
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Pemanfaatan tanah sitaan dari koruptor untuk program
    pembangunan 3 juta rumah
    bagi rakyat ternyata rumit.
    Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar mengatakan, penetapan status penggunaan barang rampasan negara ada di Kemenkeu.
    “Kewenangan penetapan status penggunaan barang rampasan negara ada di Kemenkeu,” kata Harli kepada Kompas.com, Minggu malam (26/1/2025).
    Harli mengatakan instansi Aparat Penegak Hukum (APH) sifatnya hanya mengajukan usul saja.
    “Instansi APH penyita hanya mengajukan usul,” lanjut Harli.
    Oleh karena itu, tanah koruptor tidak bisa serta merta langsung digunakan untuk progam 3 juta rumah.
    Sebelumnya, rumitnya pemanfaatan lahan tanah bekas korupsi untuk program pembangunan 3 juta rumah bagi rakyat disampaikan oleh Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, Fahri Hamzah.
    “Sebenarnya itu agak rumit karena harus mengalami proses banding dan sebagainya,” ujarnya saat mengunjungi Rumah Khusus (Rusus) Kedungsari, Kota Magelang, Jawa Tengah, Minggu (26/1/2025).
    Tapi, Fahri menegaskan bahwa pemanfaatan tanah bekas korupsi untuk
    program 3 juta rumah
    tidak sepenuhnya gagal.
    “Cuma, harus diserahkan dulu ke Dirjen Kekayaan Negara, enggak bisa langsung dipakai karena negara kita negara hukum,” tukasnya.
    Beberapa waktu lalu, Jaksa Agung ST Burhanuddin menerima kunjungan kehormatan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman RI Maruarar Sirait, dalam rangka membahas pengadaan lahan untuk permukiman rakyat di Gedung Utama Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (22/10/2024).
    Burhanuddin menyampaikan bahwa Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman RI memiliki program untuk membangun sekitar 5 juta unit rumah bagi masyarakat.
    Burhanuddin bilang, program tersebut membutuhkan dukungan bersama agar dapat terlaksana dan tercapai sesuai target.
    “Kejaksaan menaungi beberapa tanah sitaan negara, oleh karenanya kami akan sinergikan dengan Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman agar tanah-tanah tersebut dapat digunakan untuk kepentingan rakyat,” kata dia.
    “Tentunya hal itu memerlukan mekanisme dan waktu dalam pengerjaannya,” tegasnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pemerintah Sudah Ajukan Ekstradisi Paulus Tannos, Begini Prosesnya

    Pemerintah Sudah Ajukan Ekstradisi Paulus Tannos, Begini Prosesnya

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah Indonesia telah mengajukan proses ekstradisi buron tersangka kasus korupsi proyek KTP elektronik (e-KTP), Paulus Tannos, dari Singapura. 

    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut proses administrasi pemulangan Paulus Tannos memakan waktu 45 hari terhitung sejak waktu penangkapan Paulus di Singapura, 17 Januari 2025. Saat ini belum ada perkiraan kapan proses ekstradisi tersebut bisa diselesaikan. 

    “Karena masih berproses. Sesuai perjanjian ekstradisi antara Pemerintah RI dengan Pemerintah Singapura Pasal 7 huruf (5), Indonesia memiliki waktu 45 hari sejak dilakukannya penahanan sementara (sejak 17 Januari 2025), untuk melengkapi persyaratan administrasi yang diperlukan,” ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto saat dimintai konfirmasi oleh Bisnis, Minggu (26/1/2025). 

    Menteri Hukum Supratman Andi Agtas sebelumnya menjelaskan bahwa kementeriannya sudah menerima permohonan dari Kejaksaan Agung (Kejagung). Proses yang berlangsung di kementeriannya ditangani oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU).

    Supratman mengungkap masih ada sejumlah dokumen yang dibutuhkan baik dari Kejagung maupun Polri, terutama Divisi Hubungan Internasional. Dia memastikan telah meminta percepatan penyelesaian dokumen-dokumen dimaksud. 

    “Jadi ada masih dua atau tiga dokumen yang dibutuhkan. Nah karena itu Direktur AHU. Saya sudah tugaskan untuk secepatnya berkoordinasi dan saya pikir sudah berjalan,” ungkapnya ke wartawan, Jumat (24/1/2025).

    Pada saat itu, politisi Partai Gerindra itu mengatakan proses ekstradisi itu bisa memakan waktu satu hari hingga dua hari. Semua bergantung terhadap kelengkapan dokumen-dokumen tersebut. Pasalnya, proses permohonan ekstradisi nantinya diajukan ke Pengadilan Singapura. 

    “Kalau mereka anggap dokumen kita sudah lengkap, ya pasti akan diproses,” ujar Supratman.

    Koordinasi Sejak Akhir 2024

    Adapun Ketua KPK Setyo Budiyanto mengaku lembaganya sudah berkoordinasi dengan pihak Singapura sejak akhir 2024 terkait dengan penangkapan Paulus Tannos.

    “KPK sudah berkoordinasi jalur Interpol dengan Div Hubinter Mabes Polri sejak November [hingga, red] Desember,” ungkapnya melalui pesan singkat kepada Bisnis, Minggu (26/1/2025).

    Berdasarkan keterangan sebelumnya, KPK menjelaskan bahwa pengajuan penahanan sementara Paulus Tannos ditempuh oleh KPK dengan mengirimkan permohonan via jalur police to police (provisional arrest). Hal itu didasari juga dengan perjanjian ekstradisi yaitu ke Divisi Hubungan Internasional (Hubinter) Mabes Polri. 

    KPK mengirimkan permohonan dengan melampirkan kelengkapan persyaratan penahanan tersebut. Kemudian, Divisi Hubinter Polri bersurat ke Interpol Singapura dan Atase Kepolisian Indonesia di sana dan permintaan itu diteruskan ke CPIB. 

    Untuk diketahui, penahanan di Singapura harus melalui proses di Kejaksaan dan Pengadilan setempat. Sehingga Atase Jaksa melakukan koordinasi dengan CPIB serta Kejaksaan dan Pengadilan setempat.

    Selanjutnya, pemenuhan syarat penahanan dilakukan melalui komunikasi email antara Atase Kepolisian dan Atase Jaksa dan penyidik terkait pemenuhan kelengkapan persyaratan yang diminta pengadilan Singapura sampai adanya putusan pengadilan tanggal 17 Januari 2025 untuk penahanan sementara Paulus. 

    Berdasarkan pemberitaan Bisnis sebelumnya, Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi pengadaan paket KTP Elektronik 2011-2013 Kementerian Dalam Negeri. Dia lalu dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 19 Oktober 2021. 

    Adapun Paulus diduga mengganti identitasnya dan diduga memegang dua kewarganaegaraan dari satu negara di Afrika Selatan. KPK pun tak menutup kemungkinan ada pihak yang membantunya untuk mengganti identitas di luar negeri.

  • Setelah Paulus Tannos Ditangkap, Siapa Bakal Dijerat Kasus Korupsi e-KTP?

    Setelah Paulus Tannos Ditangkap, Siapa Bakal Dijerat Kasus Korupsi e-KTP?

    Bisnis.com, JAKARTA — Penangkapan buronan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Paulus Tannos, bakal membuka tabir kasus korupsi KTP elektronik atau e-KTP yang masih belum tuntas. 

    Paulus telaah ditangkap oleh penegak hukum di Singapura. Pemerintah bahkan mulai mengupayakan ekstradisi terhadap buronan kasus korupsi yang telah diburu sejak 2021 lalu. 

    Adapun penangkapan Paulus dilakukan oleh Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) atau KPK-nya Singapura. Dia sudah mulai ditahan sejak 17 Januari 2025. Paulus menurut informasi ditangkap otoritas antikorupsi Singapura di Bandara Internasional Changi saat pulang dari luar negeri. 

    Proses ekstradisi Paulus Tannos telah dilakukan melalui banyak saluran. Polri dan Kejaksaan Agung (Kejagung) kompak untuk membantuku KPK memulangkan buronan paling dicari tersebut. Apalagi, Paulus memiliki banyak informasi penting. Hanya saja, belum ada kepastian kapan Paulus bisa diterbangkan ke Jakarta. 

    Sesuai perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Singapura, pasal 7 huruf (5), menjelaskan bahwa pemerintah Indonesia memiliki waktu 45 hari sejak dilakukannya penahanan sementara (sejak 17 Januari 2025), untuk melengkapi persyaratan administrasi yang diperlukan.

    Sementara itu, Ketua KPK Setyo Budiyanto meyakini proses pemulangan Paulus akan berjalan lancar kendati dia sudah berganti kewarganegaraan. Berdasarkan catatan Bisnis, KPK sebelumnya pernah mengungkap bahwa pengusaha itu beberapa tahun yang lalu sudah berganti identitas dan memiliki dua kewarganegaraan. 

    “Ya enggak [terdampak] saya kira. Mudah-mudahan semuanya lancar,” ujarnya kepada wartawan saat ditemui di Kantor Kementerian Hukum, Jakarta, Jumat (24/1/2025).

    Proses Ekstradisi

    Sebelumnya, Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto menjelaskan bahwa pengajuan penahanan sementara Paulus Tannos ditempuh oleh KPK dengan mengirimkan permohonan via jalur police to police (provisional arrest). Hal itu didasari juga dengan perjanjian ekstradisi yaitu ke Divisi Hubungan Internasional (Hubinter) Mabes Polri. 

    KPK mengirimkan permohonan dengan melampirkan kelengkapan persyaratan penahanan tersebut. Kemudian, Divisi Hubinter Polri bersurat ke Interpol Singapura dan Atase Kepolisian Indonesia di sana dan permintaan itu diteruskan ke CPIB. 

    Untuk diketahui, penahanan di Singapura harus melalui proses di Kejaksaan dan Pengadilan setempat. Sehingga Atase Jaksa melakukan koordinasi dengan CPIB serta Kejaksaan dan Pengadilan setempat.

    “Selanjutnya pemenuhan syarat penahanan dilakukan melalui komunikasi email antara Atase Kepolisian dan Atase Jaksa dan penyidik terkait pemenuhan kelengkapan persyaratan yang diminta pengadilan Singapura sampai adanya putusan pengadilan tanggal 17 Januari 2025 untuk penahanan sementara PT,” ungkap Tessa kepada wartawan.

    Sementara itu, untuk proses ekstradisi, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas sebelumnya menjelaskan bahwa kementeriannya sudah menerima permohonan dari Kejaksaan Agung (Kejagung). Proses yang berlangsung di kementeriannya ditangani oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU).

    Supratman mengungkap masih ada sejumlah dokumen yang dibutuhkan baik dari Kejagung maupun Polri, terutama Divisi Hubungan Internasional. Dia memastikan telah meminta percepatan penyelesaian dokumen-dokumen dimaksud. 

    “Jadi ada masih dua atau tiga dokumen yang dibutuhkan. Nah karena itu Direktur AHU. Saya sudah tugaskan untuk secepatnya berkoordinasi dan saya pikir sudah berjalan,” ungkapnya ke wartawan, Jumat (24/1/2025).

    Pada saat itu, politisi Partai Gerindra itu mengatakan proses ekstradisi itu bisa memakan waktu satu hari hingga dua hari. Semua bergantung terhadap kelengkapan dokumen-dokumen tersebut. Pasalnya, proses permohonan ekstradisi nantinya diajukan ke Pengadilan Singapura. 

    “Kalau mereka anggap dokumen kita sudah lengkap, ya pasti akan diproses,” ujar Supratman.

    Sejak Akhir 2024

    Adapun berdasarkan catatan Polri, Divisi Hubungan Internasional Polri telah mengirimkan surat provisional arrest ke otoritas di Singapura pada akhir 2024. Surat itu berisi permohonan bantuan penangkapan Paulus Tannos, lantaran terdapat informasi keberadaannya di sana. 

    Kepala Divisi Hubungan Internasional (Hubinter) Polri Irjen Pol. Krishna Murti lalu mengungkap, pihaknya mendapatkan informasi bahwa Paulus Tannos telah ditangkap oleh CPIB, atau lembaga antirasuah Singapura pada 17 Januari lalu. 

    “Kami sudah melaksanakan rapat gabungan kementerian dan lembaga di Hubinter hari selasa tanggal 21 Januari 2025 untuk menindaklanjuti proses berikutnya. Selanjutnya pihak Indonesia saat ini sedang memproses extradisi yang bersangkutan, dengan penjuru adalah Kemenkum didukung KPK, Polri, Kejagung, dan Kemenlu,” kata Krishna. 

    Berdasarkan pemberitaan Bisnis sebelumnya, Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi pengadaan paket KTP Elektronik 2011-2013 Kementerian Dalam Negeri. Dia lalu dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 19 Oktober 2021. 

    Adapun Paulus diduga mengganti identitasnya dan diduga memegang dua kewarganaegaraan dari satu negara di Afrika Selatan. KPK pun tak menutup kemungkinan ada pihak yang membantunya untuk mengganti identitas di luar negeri.

    Direktur Penyidikan KPK Brigjen Pol. Asep Guntur Rahayu, yang pada 2023 lalu merangkap Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, mengaku sempat berhadap-hadapan dengan Paulus di luar negeri, namun gagal menangkapnya lantaran sudah berubah identitas. 

    “Sudah ketemu orangnya, tetapi ketika mau ditangkap tidak bisa, kenapa? Karena namanya lain, paspornya juga bukan paspor Indonesia, dia menggunakan paspor dari salah satu negara di Afrika,” ujarnya kepada wartawan, dikutip Minggu (13/8/2023).  

  • Dianggap Cenderung “Berpolitik”, Citra Positif KPK Membingungkan Publik

    Dianggap Cenderung “Berpolitik”, Citra Positif KPK Membingungkan Publik

    JAKARTA – Citra positif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dianggap lebih mendahulukan kasus-kasus yang bernuansa politik dibandingkan kasus kakap dengan jumlah kerugian negara yang besar disebut membingungkan publik.

    Seperti diketahui, temuan Litbang Kompas yang dipublikasikan 24 Januari lalu, citra positif KPK mengalami kenaikan, semula 60,9 persen pada September 2024 menjadi 72,6 persen di Januari 2025.

    Di antara lembaga-lembaga penegak hukum, dalam survei Litbang Kompas, KPK menjadi yang paling tinggi dibandingkan Kejaksaan (70 persen), Mahkamah Konstituti (69,1), Mahkamah Agung (69 persen), juga Polri (65,7 persen).

    “Anggota KPK yang sekarang ini kan belum kerja, kok tiba-tiba tingkat kepuasan dan kepercayaan meningkat drastis ke mereka,” ungkap Direktur Lingkar Madani (LIMA), Ray Rangkuti, Minggu 26 Januari 2025.

    Menurutnya, KPK saat ini lebih tampak pada kegiatan politik alih-alih pengungkapan kasus hukum.

    Ini karena yang kasus dikejar oleh KPK lebih bernuansa politik, seperti kasus Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto.

    Wajah KPK saat ini, lanjut Ray, lebih banyak sebagai KPK politik dibandingkan KPK pendekatan hukum.

    “Jadi kalau tiba-tiba meningkat kepercayaan kepada KPK, saya juga angkat tangan. Saya tidak paham bagaimana menjelaskannya,” imbuhnya.

    Dia menilai, dalam konteks pemberantasan hukum, Kejaksaan Agung (Kejagung) lebih trengginas dan berani mengungkap kasus-kasus besar maupun dengan kerugian negara besar.

    “Tapi kok penghargaan publiknya malah ke KPK bukan ke Kejaksaan. Mana ada kasus di atas Rp10 miliar yang ditangani KPK sekarang,” tukasnya.

    Ray menegaskan, tidak meragukan metodologi penelitian yang digunakan Litbang Kompas.

    Tapi seharusnya, publik juga harus mendapatkan informasi seluas-luasnya terkait kinerja KPK yang mendapatkan citra positif lebih besar dibanding lembaga penegak hukum lainnya.

    “Saya tidak meragukan metodologinya, tapi masyarakat kita seperti kurang dalam mendapatkan informasi. Apa yang dilakukan KPK sampai belum bekerja pun citra positif mereka bisa naik dan mengalahkan lembaga lain,” tukasnya.

  • Kejagung Siap Bantu KPK untuk Ekstradisi Buronan Kasus Korupsi E-KTP Paulus Tannos – Page 3

    Kejagung Siap Bantu KPK untuk Ekstradisi Buronan Kasus Korupsi E-KTP Paulus Tannos – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan kesiapannya untuk membantu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam proses ekstradisi buronan kasus korupsi proyek pengadaan KTP elektronik, Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin. Saat ini, Paulus diketahui masih menjalani penahanan sementara di Changi Prison, Singapura.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, menjelaskan bahwa perkara tersebut sepenuhnya ditangani oleh KPK, bukan oleh Kejagung.

    “Perkara ini ditangani teman-teman KPK, tadi mereka yang tahu apa kebutuhannya untuk pemulangan yang bersangkutan. Kami selama ini melalui atase sudah memfasilitasi dan ke depan kita siap memberi bantuan,” ujar Harli saat dihubungi, Minggu (26/1/2025).

    Sebelumnya, buronan kasus korupsi pengadaan KTP-el Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin ditangkap oleh Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura pada 17 Januari 2025.

    Paulus Tannos saat ini ditahan di Changi Prison setelah Pengadilan Singapura mengabulkan permintaan penahanan sementara. Penahanan sementara ini merupakan mekanisme yang diatur dalam Perjanjian Ekstradisi RI-Singapura.

    Atas penangkapan tersebut, pihak KPK, Kemenkum, Polri, dan Kejaksaan Agung langsung memulai proses pemenuhan berbagai dokumen dan persyaratan untuk segera memulangkan Tannos ke Indonesia.

     

  • Kejagung Pastikan Siap Bantu KPK untuk Ekstradisi Paulus Tannos

    Kejagung Pastikan Siap Bantu KPK untuk Ekstradisi Paulus Tannos

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan siap membantu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam proses ekstradisi buronan kasus korupsi e-KTP Paulus Tannos.

    Kapuspenkum Kejagung RI Harli Siregar mengatakan bahwa sejatinya penanganan Paulus Tannos merupakan ranah dari KPK. Namun demikian, Harli menekankan bahwa pihaknya siap memfasilitasi keperluan dalam proses ekstradisi terkait Paulus tersebut.

    “Mereka [KPK] yang tahu apa kebutuhannya untuk pemulangan yang bersangkutan, kami selama ini melalui atase sudah memfasilitasi dan ke depan kita siap memberi bantuan,” ujarnya saat dihubungi Bisnis, Minggu (26/1/2025).

    Sebelumnya, Menkum Supratman menyampaikan bahwa proses ekstradisi Paulus baru bisa diproses setelah dokumen dari lembaga terkait di Indonesia sudah lengkap.

    Pemerintah, kata Supratman, telah menerima permohonan dari Kejagung untuk proses ekstradisi tersebut. Namun, dalam prosesnya, pemerintah masih memerlukan dokumen tambahan dari Kejagung maupun Polri.

    “Masih ada dokumen yang dibutuhkan baik dari Kejaksaan Agung maupun dari Mabes Polri terutama yang interpol ya,” ujarnya kepada wartawan, Jumat (24/1/2024).

    Paulus Tannos Ditangkap 

    Kadiv Hubinter Polri Irjen Krishna Murti mengatakan informasi penangkapan Paulus awalnya dilakukan setelah pihaknya bersurat ke otoritas Singapura.

    Singkatnya, kepolisian telah dikabari oleh otoritas Singapura bahwa Paulus telah diamankan Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura pada 17 Januari 2025.

    “Pada 17 Januari kami dikabari oleh Attorney General Singapore yang bersangkutan berhasil diamankan oleh CPIB Singapore,” ujar Krishna dalam keterangan tertulis, Jumat (24/1/2025).

    Selanjutnya, kata Krishna, kepolisian melakukan rapat gabungan dengan kementerian atau lembaga terkait untuk menindaklanjuti informasi dari otoritas Singapura pada (21/1/2025).

    “Selanjutnya pihak Indonesia saat ini sedang memproses extradisi yang bersangkutan, denham penjuru adalah Kemenkum didukung KPK, Polri, Kejagung, dan Kemenlu,” pungkas Krishna.

  • Kejaksaan Sebut Penanganan Perkara Paulus Tannos Adalah Ranah KPK, Tapi Siap Bantu Proses Ekstradisi – Halaman all

    Kejaksaan Sebut Penanganan Perkara Paulus Tannos Adalah Ranah KPK, Tapi Siap Bantu Proses Ekstradisi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) menyebut bahwa penanganan perkara buronan kasus KTP Elektronik (e-KTP) Paulus Tannos merupakan ranah dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

    Hanya saja dijelaskan Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, pihaknya siap membantu KPK dalam proses ekstradisi Paulus Tannos yang saat ini masih berada di Singapura.

    Sejauh ini kata Harli, pihaknya juga telah memfasilitasi soal rencana ekstradisi buronan KPK itu yang hingga kini masih ditahan oleh otoritas Negeri Singa tersebut.

    “Perkara ini ditangani teman-teman KPK, mereka yang tahu apa kebutuhannya untuk pemulangan yang bersangkutan. Kami selama ini melalui atase sudah memfasilitasi dan kedepan siap memberikan bantuan,” kata Harli saat dikonfirmasi, Minggu (26/1/2025).

    Sebelumnya diberitakan, Buronan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di kasus korupsi megaproyek e-KTP, Paulus Tannos, telah berhasil diamankan.

    Paulus Tannos yang terjerat perkara korupsi dengan kerugian negara Rp2,3 triliun ini ditangkap oleh otoritas Singapura di Bandar Udara Internasional Changi Singapura.

    “(Ditangkap) di Changi,” kata seorang sumber, Jumat (24/1/2025).

    Menurut sumber, Paulus Tannos baru saja mendarat di Changi sehabis bepergian dari luar Singapura.

    Ihwal penangkapan Paulus Tannos di Singapura awalnya dibenarkan oleh Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto.

    Otoritas Singapura menangkap Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra itu berdasarkan permintaan KPK.

    “Benar bahwa Paulus Tannos tertangkap di Singapura dan saat ini sedang ditahan, KPK saat ini telah berkoordinasi Polri, Kejagung dan Kementerian Hukum sekaligus melengkapi persyaratan yang diperlukan guna dapat mengekstradisi yang bersangkutan ke Indonesia untuk secepatnya dibawa ke persidangan,” kata Fitroh kepada wartawan, Jumat (24/1/2025).

    Pemerintah melalui Kementerian Hukum (Kemenkum) kemudian menyatakan tengah berupaya mempercepat proses ekstradisi Paulus Tannos. 

    Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyebut, masih ada dokumen-dokumen yang dibutuhkan dari Kejaksaan Agung (Kejagung) maupun Mabes Polri, terutama Interpol.

    Kementerian Hukum sedang berkoordinasi guna menuntaskan urusan administrasi itu. 

    “Jadi ada masih dua atau tiga dokumen yang dibutuhkan. Nah karena itu Direktur AHU (Administrasi Hukum Umum) saya sudah tugaskan untuk secepatnya berkoordinasi dan saya pikir sudah berjalan,” kata Menteri Hukum Supratman Andi Agtas kepada wartawan di Jakarta, Jumat (24/1/2025).

    Menurut politikus Partai Gerindra itu, proses ekstradisi memang membutuhkan waktu. 

    Apalagi proses itu juga bergantung pada penyelesaian administrasi oleh pemerintahan Singapura. 

    “Semua bisa sehari, bisa dua hari, tergantung kelengkapan dokumennya. Karena itu permohonan harus diajukan ke pihak pengadilan di Singapura. Kalau mereka anggap dokumen kita sudah lengkap, ya pasti akan diproses,” ujar Supratman.

    Sosok Paulus Tannos di Kasus Korupsi e-KTP

    Paulus Tannos ditangkap setelah tingal di Singapura sejak 2012 lalu dan sudah berstatus sebagai permanent residence atau penduduk tetap.

    Paulus tinggal di Singapura bersama dengan keluarganya, termasuk anaknya Catherine Tannos yang terjerat kasus pengadaan e-KTP.

    Ia memilih tinggal di Singapura setelah dilaporkan ke Mabes Polri atas tuduhan menggelapkan dana chip surat izin mengemudi (SIM).

    Peran Paulus Tannos dalam kasus korupsi pengadaan e-KTP diketahui cukup banyak, salah satunya melakukan beberapa pertemuan dengan pihak-pihak vendor, termasuk dengan tersangka Husmi Fahmi (HSF) dan Isnu Edhi Wijaya (ISE).

    Wakil Ketua KPK pada 2019, Saut Situmorang, mengatakan Paulus bersama Husmi dan Isnu bertemu di sebuah ruko di kawasan Fatmawati, Jakarta Selatan

    “Padahal HSF dalam hal ini adalah Ketua Tim Teknis dan juga panitia lelang,” kata Saut.

    Paulus, Husmi, dan Isnu kemudian melakukan pertemuan lanjutan dalam waktu 10 bulan dan menghasilkan beberapa output.

    Di antaranya, standard operasional prosedur (SOP) pelaksanaan kerja, struktur organisasi pelaksana kerja, dan spesifikasi teknis.

    Hasil-hasil tersebut kemudian dijadikan dasar untuk penyusunan harga perkiraan sendiri (HPS) pada 11 Februari 2011.

    Pihak yang menetapkan HPS adalah Sugiharto selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

    “Tersangka PLS (Paulus) juga diduga melakukan pertemuan dengan Andi Agustinus, Johannes Marliem dan tersangka ISE untuk membahas pemenangan konsorsium PNRI dan menyepakati fee sebesar lima persen, sekaligus skema pembagian beban fee yang akan diberikan kepada beberapa anggota DPR RI dan pejabat pada Kemendagri,” kata Saut.

    Pembagian fee korupsi e-KTP

    Lewat skema pembagian fee, PT Sandipala Artha Putra bertanggung jawab memberikan fee kepada Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi melalui adiknya Asmin Aulia sebesar lima persen dari nilai pekerjaan yang diperoleh.

    Kemudian, PT Quadra Solution bertugas memberikan fee kepada eks Ketua DPR Setya Novanto sebesar lima persen dari jumlah pekerjaan yang diperoleh.

    Di sisi lain, Perum PNRI memiliki tugas untuk memberikan fee kepada Irman dan stafnya sebesar lima persen dari jumlah pekerjaan yang diperoleh.

    Saut menjelaskan, keuntungan bersih masing-masing anggota konsorsium setelah dipotong pemberian fee tersebut adalah sebesar 10 persen.

    Setya Novanto dan politikus Golkar, Chairuman Harahap, kemudian menagih komitmen fee yang sudah dijanjikan sebesar lima persen dari nilai proyek.

    Atas penagihan tersebut, Andi Agustinus dan Paulus berjanji untuk segera memberikan fee setelah mendapatkan uang muka dari Kemendagri.

    Namun, Kemendagri tidak memberikan modal kerja.

    Hal ini mendorong Paulus, Andi Agustinus, dan Johannes Marliem selaku penyedia sistem AFIS L-1 bertemu dengan Setya Novanto.

    Setya Novanto kemudian memperkenalkan orang dekatnya, yaitu Made Oka Masagung yang akan membantu permodalannya.

    Sebagai kompensasinya dalam kesempatan itu, juga disepakati fee yang akan diberikan kepada Setya Novanto melalui Made Oka.

    “Sebagaimana telah muncul di fakta persidangan dan pertimbangan hakim dalam perkara dengan terdakwa Setya Novanto, PT Sandipala Arthaputra diduga diperkaya Rp145,85 miliar terkait proyek KTP elektronik ini,” ujar Saut.

  • Paulus Tannos Ditangkap, Media Singapura Ungkit Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura – Halaman all

    Paulus Tannos Ditangkap, Media Singapura Ungkit Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA –  Buronan kasus dugaan korupsi e-KTP Indonesia, Paulus Tannos, ditangkap di Singapura.

    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang melengkapi syarat ekstradisi agar Paulus Tannos dapat dibawa ke Indonesia.

    “Masih di Singapura, KPK sedang berkoordinasi dengan melengkapi syarat-syarat dapat mengekstradisi yang bersangkutan,” kata Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto kepada wartawan, Jumat (24/1/2025).

    Media Singapura The Straits Times menulis Paulus Tannos ditangkap oleh Biro Investigasi Praktik Korupsi Singapura (CPIB).

    Melalui pengacaranya, Paulus Tannos mengatakan selama pembacaan dakwaan di pengadilan pada 23 Januari bahwa ia memiliki paspor diplomatik dari negara Afrika Barat Guinea-Bissau.

    Namun Penasihat Negara Singapura membantah bahwa hal ini tidak memberikan Paulus kekebalan diplomatik karena ia tidak diakreditasi oleh Kementerian Luar Negeri (MFA) Singapura.

    CPIB mengatakan pada 24 Januari dalam menanggapi pertanyaan The Straits Times bahwa pihaknya menangkap Paulus pada 17 Januari setelah pemerintah Indonesia mengajukan permintaan penangkapan sementara terhadapnya.

    Biro tersebut mengatakan masalah tersebut sedang menunggu pengajuan permintaan ekstradisi resmi oleh pihak berwenang Indonesia.

    “Singapura berkomitmen untuk terus bekerja sama dengan Indonesia dalam kasus ini, sesuai dengan proses hukum dan aturan hukum,” tambahnya.

    CPIB mengatakan pihaknya tidak dapat berkomentar lebih jauh karena perkara tersebut saat ini sedang disidangkan di pengadilan Singapura.

    Soal Perjanjian Ekstradisi Singapura-Indonesia

    Perjanjian ekstradisi antara Singapura dan Indonesia mulai berlaku pada 21 Maret 2024 dan dianggap sebagai tonggak penting dalam hubungan bilateral.

    Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura resmi ditandatangani pada Selasa 25 Januari 2022  di Bintan, Kepulauan Riau.

    Perjanjian ditandatangani oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) RI Yasonna H. Laoly dan Menteri Dalam Negeri dan Menteri Hukum Singapura K. Shanmugam serta disaksikan oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dan Perdana Menteri (PM) Singapura Lee Hsien Loong.

    Perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura adalah kesepakatan antara kedua negara untuk menyerahkan pelaku kejahatan dari satu negara ke negara lain.

    Perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura berlaku untuk 31 jenis tindak pidana, di antaranya: 

    Korupsi, Pencucian uang, Suap, Narkotika, Terorisme, Pendanaan terorisme.
    Perjanjian ini berlaku surut selama 18 tahun ke belakang. 
    Perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura memiliki kekuatan hukum yang mengikat dan mewajibkan kedua negara untuk melaksanakannya dengan itikad baik. 
    Perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura disahkan menjadi Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2023. 

    Kata Dubes Indonesia untuk Singapura soal Ekstradisi

    Pengacara buronan kasus dugaan korupsi e-KTP Indonesia, Paulus Tannos, menyebut kliennya menggunakan paspor diplomatik Guinea Bissau, sebuah negara di Afrika Barat.

    Namun, pemerintah Singapura menyatakan Paulus tidak memiliki kekebalan hukum.

    Penjelasan mengenai hal itu disampaikan oleh Duta Besar RI untuk Singapura, Suryopratomo, dalam dialog  Kompas TV, Sabtu (25/1/2025).

    Menurutnya, Pemerintah Singapura sangat mendukung upaya penegakan hukum yang tengah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia terhadap Paulus Tannos.

    “Singapura, sekali lagi, sangat suportif dan mendukung apa yang menjadi upaya penegakan hukum di Indonesia,” ucapnya.

    “Sekarang yang memang pemberitaan di Singapura disampaikan bahwa pengacara Paulus Tannos memang mengajukan permohonan pada pemerintah Singapura, bahwa yang bersangkutan menggunakan paspor diplomatik dari Guinea Bissau.”

    Namun, lanjut Suryopratomo, pemerintah setempat menyatakan tidak pernah memberi persetujuan bahwa Tannos merupakan diplomat yang memiliki kekebalan hukum.

    “Tapi disampaikan oleh pihak Singapura bahwa yang bersangkutan tidak mempunyai kekebalan politik, karena yang bersangkutan tidak pernah mendapatkan persetujuan dari Kemenlu Singapura bahwa yang bersangkutan adalah seorang diplomat yang memiliki kekebalan hukum,” bebernya.

    “Jadi saya kira prosesnya Singapura sangat mendukung apa yang dilakukan Indonesia,” tegasnya.

    Koordinasi Berjalan Baik

    Suryopratomo menambahkan saat ini komunikasi dan koordinasi yang dilakukan oleh pihak Singapura dengan Indonesia terkait ekstradisi Paulus Tannos berjalan baik.

    “Komunikasi antara teman-teman KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan CPIB (Corrupt Practices Investigation Bureau), kemudian Kejaksaan Agung Indonesia dan Kejaksaan Agung Singapura berjalan sangat baik.”

    “Saya kira proses ini kita tunggulah bagaimana selanjutnya,” tambah dia.

    Ia juga menjelaskan bahwa saat Tannos melakukan dugaan tindak pidana, yang bersangkutan masih warga negara Indonesia.

    “Kita juga belum tahu ketika Paulus Tannos itu melepaskan kewarganegaraan prosesnya benar atau tidak,” tuturnya.

    “Jadi saya kira kita punya posisi yang kuat untuk mengatakan bahwa Paulus Tannos adalah dulu warga negara Indoneisia dan melakukan tindak pidana di Indonesia.”

    Dalam dialog tersebut, ia juga menjelaskan bahwa pada 2023 lalu, Tannos pernah masuk ke Singapura dan saat itu ada permintaan dari pimpinan KPK agar berkoordinasi dengan pihak Singapura untuk melakukan penahanan.

    Tetapi, kata dia, ketika itu pihak imigrasi Singapura tidak bisa melakukan penanganan karena memang tidak ada pelanggaran.

    “Kedua, yang bersangkutan menggunakan paspor Guinea Bissau. Ketiga, yang bersangkutan ketika itu tidak masuk dalam daftar red notice Interpol yang ada di dalam sistem Singapura.”

    “Kami di KBRI waktu itu berkoordinasi dengan KPK dan menyampaikan bahwa kami tidak bisa melakukan apa pun dan pemerintah Singapura tidak bisa melakukan apa pun,” kata dia menegaskan.

    Saat ini, kondisinya berbeda. Ia mengatakan, sejak akhir tahun 2024, KPK telah berkoordinasi dengan CPIB, bahkan kemudian pemeriksaan terhadap Paulus Tannos sudah dilakukan di kantor CPIB.

    “Setelah itulah kemudian di bulan Januari diajukan permohonan untuk penahanan sementara.”