Kementrian Lembaga: Kejaksaan Agung

  • Pagar Laut Tangerang Sudah Bertahun-tahun, Kementerian ATR/BPN Jangan Terkesan ‘Cuci Piring’

    Pagar Laut Tangerang Sudah Bertahun-tahun, Kementerian ATR/BPN Jangan Terkesan ‘Cuci Piring’

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung mulai mendalami dugaan adanya indikasi pelanggaran hukum terkait kasus pagar laut di Tangerang, Banten.

    Penyelidikannya terkait dugaan korupsi dalam penerbitan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan sertifikat hak milik (SHM) terkait pagar laut misterius.

    Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, mengungkapkan, jika memang ada indikasi pelanggaran pidana, dirinya mendapatkan informasi dari Kejaksaan Agung bahwa proses penyelidikan sedang berjalan terhadap jajaran ATR/BPN.

    Penyelidikan ini bukan penyidikan, namun kami ingin membuka masalah ini secara terang benderang. Siapa pelakunya, siapa yang memerintahkan, dan siapa saja yang turut serta,” ujar Rifqinizamy di Jakarta, Jumat (31/1/2025).

    Politisi dari Fraksi Partai NasDem ini menilai bahwa akan lebih baik jika Menteri ATR/BPN terbuka dan transparan terkait detail lahan-lahan (lokasi pagar laut) yang sudah memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) dan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB).

    Hal ini penting untuk menghindari kesan adanya upaya “cuci piring” terhadap Kementerian ATR/BPN terkait kondisi yang sudah berlangsung bertahun-tahun.

    Ia berharap bidang-bidang tanah ini bisa disampaikan dengan terbuka dan transparan ke publik.

    “Sertifikat nomor berapa, dikeluarkan kapan, berapa banyak bidang tanah, dan seterusnya. Agar kita semua yang hadir di ruangan ini tidak menjadi ‘tukang cuci piring’ atas penerbitan sertifikat yang mungkin sudah berpuluh-puluh tahun lalu, namun baru menyeruak sekarang,” ucapnya..

  • Paulus Tannos Gugat Penangkapan di Singapura, RI Berpacu dengan Waktu Tempuh Jalur Ekstradisi

    Paulus Tannos Gugat Penangkapan di Singapura, RI Berpacu dengan Waktu Tempuh Jalur Ekstradisi

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap buron kasus korupsi proyek KTP Elektronik (e-KTP) Paulus Tannos menggugat penangkapan sementara terhadapnya oleh otoritas di Singapura. Pada saat yang sama, pemerintah RI pun kini tengah berpacu dengan waktu untuk melengkapi berkas administrasi untuk proses ekstradisi tersangka kasus dugaan korupsi itu. 

    Sebagaimana diketahui, Paulus ditangkap oleh Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura di Bandara Changi pada 17 Januari 2024. Meski demikian, komunikasi antara penegak hukum di Indonesia termasuk KPK dengan Singapura telah dilakukan sejak tahun lalu menyusul perjanjian ekstradisi kedua negara yang disahkan 2022 lalu. 

    Juru Bicara KPK Tessa Mahardika menjelaskan, proses pelengkapan dokumen ekstradisi Paulus dan proses pengadilan untuk menguji keabsahan provisional arrest terhadapnya berjalan secara simultan. Namun, pemerintah hanya bisa berupaya untuk segera melengkapi berkas ekstradisi Paulus sebelum tenggat waktu yang ditentukan. 

    Tessa mengatakan, Kementerian Hukum, Kejaksaan Agung (Kejagung), KPK, Polri dan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) berkoordinasi untuk melengkapi persyaratan ekstradisi Paulus dari Singapura. Mereka memiliki waktu selama 45 hari sejak penahanan pada 17 Januari untuk melengkapi berkas-berkas yang dimintakan oleh CPIB. 

    “Bahwa ada proses di sana kita tidak bisa ikut campur, tidak bisa mengganggu karena itu merupakan otoritas pemerintahan negara lain, yang pertama. Yang kedua, sistem hukumnya juga berbeda, sehingga, tugas KPK dan lembaga-lembaga yang tadi sudah disebutkan hanya mencoba untuk secepatnya memenuhi persyaratan yang diminta,” ujarnya kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (31/1/2025). 

    Meski demikian, KPK sebagai institusi yang menangani kasus Paulus menyatakan optimistis bahwa provisional arrest yang dilakukan CPIB akan disetujui oleh Pengadilan Singapura. 

    Potensi kalah di pengadilan

    Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum mengamini bahwa potensi kalah di setiap pengadilan ada, tidak terkecuali proses yang bergulir terhadap penahanan sementara Paulus di Singapura. Untuk diketahui, Ditjen AHU menjadi institusi yang turut ikut andil dalam mendorong upaya ekstradisi Paulus.

    Dirjen AHU Kementerian Hukum Widodo menjelaskan, penahanan sementara terhadap Paulus turut diuji dalam  pengadilan untuk memastikan di antaranya keabsahan dan kebenaran identitas buron tersebut. Apalagi, Paulus diisukan turut memiliki kewarganegaraan Guineau-Bissau. 

    “Kami kan harus menghormati [proses hukum di Singapura] sebagai negara sahabat kan, dan kita sebagai negara hukum. Dan itu bagian dari komitmen kami ketika perjanjian ekstradisi itu ditandatangani,” jelasnya kepada wartawan, Rabu (29/1/2025). 

    Widodo pun membenarkan bahwa potensi kekalahan di pengadilan pastinya. Akan tetapi, dia memastikan penegak hukum di sana juga berupaya dengan sebaik-baiknya. 

    Seperti halnya penegak hukum di Singapura, terang Widodo, otoritas di Indonesia juga berupaya keras untuk segera melengkapi berkas administrasi ekstradisi Paulus. 

    Dia juga menyebut bahwa perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura turut mengatur bahwa tenggat waktu untuk melengkapi dokumen yang dibutuhkan bisa diperpanjang. 

    “Berdasarkan perjanjian itu ada kemungkinan bisa ada perpanjangannya gitu. Enggak [mengulang dari awal prosesnya, red], kita hanya melengkapi dokumen-dokumen yang diperlukan,” paparnya. 

    Berdasarkan pemberitaan Bisnis sebelumnya, Ketua KPK Setyo Budiyanto menjelaskan bahwa lembaganya telah berkoordinasi menggunakan jalur Interpol bersama dengan Divisi Hubungan Internasional Polri sejak akhir 2024. 

    KPK menjelaskan bahwa pengajuan penahanan sementara Paulus Tannos ditempuh oleh KPK dengan mengirimkan permohonan via jalur police to police (provisional arrest). Hal itu didasari juga dengan perjanjian ekstradisi yaitu ke Divisi Hubungan Internasional (Hubinter) Mabes Polri. 

    KPK mengirimkan permohonan dengan melampirkan kelengkapan persyaratan penahanan tersebut. Kemudian, Divisi Hubinter Polri bersurat ke Interpol Singapura dan Atase Kepolisian Indonesia di sana dan permintaan itu diteruskan ke CPIB. 

    Untuk diketahui, penahanan di Singapura harus melalui proses di Kejaksaan dan Pengadilan setempat. Sehingga Atase Jaksa melakukan koordinasi dengan CPIB serta Kejaksaan dan Pengadilan setempat.

    Selanjutnya, pemenuhan syarat penahanan dilakukan melalui komunikasi email antara Atase Kepolisian dan Atase Jaksa dan penyidik terkait pemenuhan kelengkapan persyaratan yang diminta pengadilan Singapura sampai adanya putusan pengadilan tanggal 17 Januari 2025 untuk penahanan sementara Paulus. 

    Adapun Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi pengadaan paket KTP Elektronik 2011-2013 Kementerian Dalam Negeri. Dia lalu dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 19 Oktober 2021. 

    Dia diduga mengganti identitasnya dan memegang dua kewarganaegaraan dari satu negara di Afrika Selatan. KPK pun tak menutup kemungkinan ada pihak yang membantunya untuk mengganti identitas di luar negeri.

  • Perairan Subang Juga Diduga Disertifikatkan, Tagar Copot Kapolri Trending

    Perairan Subang Juga Diduga Disertifikatkan, Tagar Copot Kapolri Trending

    Kasus ini menjadi pengingat bahwa pengawasan terhadap aset negara, terutama wilayah perairan, perlu diperketat agar tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu demi kepentingan pribadi atau kelompok.

    Sebelumnya, Mantan Menko Polhukam Mahfud MD mendesak aparat penegak hukum, termasuk Kejaksaan Agung (Kejagung), Polri, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), untuk segera mengambil langkah hukum terkait kasus pagar laut di Tangerang.

    Mahfud menegaskan bahwa perkara ini telah memenuhi unsur pelanggaran pidana, terutama dalam hal penerbitan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) di atas wilayah perairan.

    “Kalau sudah keluar sertifikat resmi di atas laut, pasti ada permainan antara dunia usaha dan pejabat terkait,” ujar Mahfud dalam keterangannya.

    Ia menilai hal tersebut sebagai bukti adanya praktik penipuan atau penggelapan, mengingat laut seharusnya tidak dapat disertifikatkan.

    “Itu kejahatan, dan kalau ada unsur suap kepada pejabat, maka KPK, Kejaksaan Agung, serta Polri bisa langsung bertindak,” sebutnya.

    Ia juga menegaskan bahwa seluruh aparat penegak hukum memiliki kewenangan penuh untuk menangani kasus ini tanpa perlu menunggu pihak lain bertindak lebih dahulu.

    Menurutnya, sikap saling menunggu hanya akan menghambat penyelesaian perkara.

    “Siapa yang sudah tahu lebih dulu atau mengambil langkah lebih dulu tidak boleh diganggu oleh institusi lain. Tapi ini malah saling takut, saya heran, kenapa aparat kita takut menangani kasus seperti ini? Ini mencurigakan,” timpalnya.

    Mahfud menyoroti bahwa dalam birokrasi Indonesia, bawahan sering kali ragu bertindak tanpa instruksi atasan.

  • Polri Usut Dugaan Fraud dan Pencucian Uang di LPEI

    Polri Usut Dugaan Fraud dan Pencucian Uang di LPEI

    Bisnis.com, JAKARTA — Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortastipikor) Polri mengusut dugaan korupsi terkait penyaluran kredit Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) serta pencucian uang.

    Kasus yang sudah naik ke tahap penyidikan itu diduga merugikan keuangan negara dalam jumlah signifikan. 

    Kepala Kortastipidkor Irjen Pol Cahyono Wibowo mengemukakan bahwa, kasus itu melibatkan dua debitur LPEI yang mendapatkan fasilitas kredit ekspor selama periode 2012-2016. Dua debitur dimaksud adalah PT Duta Sarana Technology (PT DST) dan PT Maxima Inti Finance (PT MIF) 

    Awalnya, Kortastipidkor melakukan penyelidikan yang berawal dari temuan penyimpangan pada pemberian kredit Eximbank ke dua perushaaan itu. Ada dugaan pemberian kredit ekspor tidak sesuai prosedur. 

    “Akibatnya, dana yang disalurkan digunakan untuk kepentingan yang tidak sesuai dengan tujuan awal, berujung pada kerugian negara yang besar. Kami akan menuntaskan penyidikan ini secara profesional guna menemukan tersangka dan memulihkan kerugian negara,” ujar Cahyono, dikutip dari siaran pers, Jumat (31/1/2025). 

    Menurut keterangan penyidik, fasilitas kredit LPEI awalnya diberikan kepada PT DST sejak 2012 hingga 2014. Fasilitas pembiayaan itu diduga diberikan oleh LPEI secara tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku. Alhasil, terjadi kredit macet senilai Rp45 miliar dan US$4,1 juta. 

    Selanjutnya, dengan skema novasi, PT MIF mengambil alih kewajiban PT DST, namun pembiayaan yang diberikan kepada PT MIF juga digunakan tidak sesuai dengan ketentuan. Dana tersebut sebagian besar digunakan untuk membayar utang PT DST dan kepentingan lain yang tidak terkait dengan tujuan pemberian kredit.

    Selama periode 2014 hingga 2016, LPEI memberikan pembiayaan kepada PT MIF sebesar US$47,5 juta. Namun, proses pemberiannya diduga penuh dengan penyimpangan dan melanggar ketentuan yang ada, termasuk analisis permohonan kredit yang tidak tepat dan kurangnya monitoring terhadap penggunaan dana. 

    Pada akhirnya, PT MIF di 2022 mengalami kebangkrutan dan gagal membayar utang kepada sebesar US$43,6 juta.

    “Dari hasil penyelidikan yang dilakukan, kami menemukan adanya potensi tindak pidana pencucian uang yang berasal dari tindak pidana korupsi, di mana dana hasil pembiayaan yang disalurkan digunakan untuk kepentingan pribadi dan perusahaan yang tidak sesuai dengan peruntukannya,” tambah Cahyono.

    Periksa 27 Saksi

    Penyidik Kortastipidkor telah memeriksa 27 saksi dan mengumpulkan berbagai dokumen terkait proses pemberian pembiayaan, perjanjian kredit, serta hasil audit yang menunjukkan adanya penyimpangan. 

    Selain itu, penyidik telah berkoordinasi dengan instansi terkait, seperti BPK dan PPATK untuk mendalami lebih lanjut dugaan pencucian uang dalam kasus ini.

    Cahyono mengungkap bahwa penyidik saat ini belum menetapkan pihak-pihak sebagai tersangka. Namun, penyidikan dilakukan untuk menemukan pihak-pihak yang bisa dimintai tanggung jawab secara pidana maupun melakukan proses penhembalian kerugian keuangan negara. 

    “Penyidikan ini akan terus kami lakukan dengan komitmen tinggi, untuk mengungkap pihak-pihak yang bertanggung jawab serta memastikan bahwa keuangan negara dapat dipulihkan,” tutup Cahyono.

    Ditangani Kejagung dan KPK

    Dalam catatan Bisnis, kasus dugaan fraud LPEI juga ditangani oleh penegak hukum lain seperti Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) namun dengan debitur yang berbeda-beda.

    Pada Agustus 2024, Kejagung secara resmi melimpahkan kasus yang ditangani dan seluruh bukti yang telah dihimpun ke KPK. Sebab, debitur yang ditangani Kejagung beririsan dengan KPK. 

    Komisi antirasuah pun telah menetapkan tujuh orang sebagai tersangka perseorangan. Sementara itu, ada sekitar 11 debitur LPEI yang diduga melakukan fraud dalam penyaluran kredit pembiayaan ekspor tersebut.

    Pada kasus tersebut, KPK menduga nilai kerugian keuangan negara mencapai Rp1 triliun.

  • Kejagung Dalami Indikasi Korupsi Pagar Laut Tangerang

    Kejagung Dalami Indikasi Korupsi Pagar Laut Tangerang

    Jakarta, Beritasatu.com – Kejaksaan Agung sedang mempelajari laporan dari Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) terkait pagar laut di Tangerang, apakah masuk ranah tindak pidana korupsi atau pemalsuan sertifikat.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar mengatakan apabila ditemukan unsur tindak pidana korupsi dari laporan pagar laut Tangerang tersebut, maka Kejagung berwenang mengusutnya.

    “Kalau misalnya terindikasi ada tindak pidana korupsi katakanlah dalam penerbitannya dan seterusnya ada suap gratifikasi, nah tentu ini menjadi kewenangan kami,” ujar Harli kepada wartawan di Jakarta, Jumat (31/1/2025).

    Namun, apabila laporan tersebut memenuhi unsur pemalsuan sertifikat, Kejagung bakal melimpahkannya ke kementerian terkait.

    “Misalnya pemalsuan dan seterusnya, nah ini kan menjadi kewenangan lembaga lain,” katanya.

    Harli mengatakan setelah laporan pagar laut itu dipelajari oleh Kejagung, nanti hasilnya akan disampaikan ke publik.

    “Jadi sebenarnya lebih jauh kami belum bisa menyampaikan, tentu update-nya nanti akan kami sampaikan,” ungkap dia.

    Sebelumnya MAKI mengadukan dugaan korupsi penerbitan sertifikat Kawasan pagar laut Tangerang ke Kejagung dan KPK pada Kamis 923/1/2025).

    MAKI mendorong KPK dan Kejagung menyelidiki dugaan korupsi di balik kepemilikan pagar laut Tangerang.

  • Komisi II DPR Desak Nusron Wahid Transparan Soal Sertifikat Pagar Laut Tangerang

    Komisi II DPR Desak Nusron Wahid Transparan Soal Sertifikat Pagar Laut Tangerang

    Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda mendesak Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid supaya lebih transparan dalam menjelaskan duduk perkara keberadaan Sertifikat Hak Milik (SHM) dan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB), di area pagar laut Tangerang.

    Menurutnya, hal ini penting untuk menghindari kesan “cuci piring” Kementerian ATR/BPN terkait kondisi yang sudah berlangsung bertahun-tahun.

    “Kita tentu berharap bidang tanah 263 itu bisa disampaikan secara terbuka dan transparan kepada publik. Sertifikatnya nomor berapa, tahun berapa terbitnya, berapa banyak bidang tanah, dan seterusnya,” katanya dalam rapat kerja (raker) bersama Menteri ATR/BPN di Gedung DPR, Jakarta Pusat, Kamis (30/1/2025).

    Saat ini pun, Rifqi, sapaan akrabnya, menyebut dirinya menerima informasi bahwa Kejaksaan Agung mulai mendalami dugaan pelanggaran hukum terkait kasus pagar laut di Tangerang itu.

    “Saya mendapatkan informasi dari Kejaksaan Agung bahwa proses penyelidikan sedang berjalan terhadap jajaran ATR/BPN,” katanya.

    Informasi yang didapatnya ini dia pertegas merupakan penyelidikan, bukan penyidikan. Namun, pihaknya berharap dan ingin masalah ini benar-benar diusut sampai tuntas.

    “Penyelidikan ini bukan penyidikan, namun kami ingin membuka masalah ini secara terang benderang, siapa pelakunya, siapa yang memerintahkan, dan siapa saja yang turut serta,” pungkasnya.

    Sebelumnya, Menteri ATR/BPN Nusron Wahid membeberkan pihaknya menemukan hak atas tanah di sepanjang pagar laut di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Tangerang, Banten.

    Di desa Kohod itu, katanya, ditemukan hak atas tanah di wilayah pagar laut seluas 3,5 hingga 4 kilometer. Di dalamnya terdapat 263 bidang hak guna bangunan dengan luas 390,7985 hektare dan 17 bidang hak milik dengan luas 22,9334 hektare.

    “Kami temukan memang ada hak atas tanah di sepanjang pagar laut itu di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji. Sementara ini yang kita batalkan 50 bidang dari 263 [HGB] dan 17 [SHM], sisanya sedang berjalan, on progress,” kata Nusron dalam kesempatan yang sama.

  • Kejagung Bergerak Selidiki Dugaan Pelanggaran Hukum Pagar Laut Tangerang

    Kejagung Bergerak Selidiki Dugaan Pelanggaran Hukum Pagar Laut Tangerang

    loading…

    Kejagung mulai bergerak menyelidiki dugaan pelanggaran hukum pagar laut di pesisir utara Kabupaten Tangerang. Foto: Dok SINDOnews

    JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) mulai bergerak menyelidiki dugaan pelanggaran hukum pagar laut di pesisir utara Kabupaten Tangerang. Informasi penyelidikan tersebut disampaikan Ketua Komisi II DPR Muhammad Rifqinizamy Karsayuda.

    Korps Adhyaksa serius menelusuri keterlibatan oknum pegawai ATR/BPN. “Saya mendapatkan informasi dari Kejaksaan Agung bahwa proses penyelidikan sedang berjalan terhadap jajaran ATR/BPN,” ujar Rifqi, Jumat (31/1/2025).

    Meskipun masih tahap penyelidikan, dia berharap keterlibatan Kejagung dalam rangka penegakan hukum ini dapat membuat kasus pagar laut di Tangerang menjadi terang benderang. Terlebih, kasus ini telah menjadi sorotan publik.

    “Kami ingin membuka masalah ini secara terang benderang siapa pelakunya, siapa yang memerintahkan, dan siapa saja yang turut serta,” katanya.

    Diberitakan sebelumnya, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional ( ATR/BPN ) Nusron Wahid menyampaikan perkembangan terbaru terkait penanganan kasus penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) di kawasan pagar laut pesisir utara Kabupaten Tangerang. Alhasil, enam pegawai ATR/BPN dicopot dari jabatannya karena terbukti terlibat dalam penerbitan SHGB.

    Hal ini disampaikan Nusron dalam forum rapat kerja (raker) bersama Komisi II DPR di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (30/1/2025).

    “Kita memberikan sanksi berat pembebasan dan penghentian dari jabatannya kepada 6 pegawai dan sanksi berat kepada 2 pegawai,” ucapnya.

    (jon)

  • Patgulipat Korupsi Timah hingga Mengalir ke Eks Bos Sriwijaya Air Hendry Lie

    Patgulipat Korupsi Timah hingga Mengalir ke Eks Bos Sriwijaya Air Hendry Lie

    Bisnis.com, JAKARTA — Skandal korupsi rata niaga timah di PT Timah Tbk. (TINS) memasuki babak baru. Setelah heboh kasus suami Sandra Dewi, Harvey Moeis, dakwaan jaksa mengungkap dugaan aliran dana senilai Rp1,05 triliun ke bekas bos Sriwijaya Air, Hendry Lie.

    Dokumen dakwaan jaksa mengungkap bahwa Hendry Lie selaku pemegang saham mayoritas PT Tinindo Inter Nusa (TIN) diduga telah bersekongkol dengan sejumlah pihak, termasuk mantan Dirut PT Timah Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dalam kasus ini.

    “Memperkaya Terdakwa Hendry Lie melalui PT Tinindo Inter Nusa setidak tidaknya Rp1,05 triliun,” ujar jaksa penuntut umum alias JPU dalam sidang dakwaan di PN Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (30/1/2025) kemarin.

    Jaksa juga menyatakan bahwa Hendry Lie telah memerintahkan Rosalina dan tersangka Fandy Lingga surat kerja sama sewa alat timah dengan PT Timah Tbk pada (3/8/2018). 

    Kemudian, Hendry Lie melalui PT TIN juga didakwa telah mengumpulkan bijih timah dari penambangan ilegal di IUP PT Timah melalui perusahaan boneka.

    Selanjutnya, Hendry Lie disebut telah menyetujui permintaan terdakwa Harvey Moeis untuk melakukan pembayaran biaya pengamanan sebesar US$500-US$750 per ton.

    Biaya pengamanan itu dicatat sebagai dana tanggung jawab sosial atau Corporate Social Responsibility (CSR) dari smelter swasta yaitu CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa dan PT Tinindo Inter Nusa.

    Adapun, Hendry Lie telah menyepakati harga sewa processing pelogaman timah sebesar US$4.000 per ton untuk PT Refined Bangka Tin dan USD3700 per ton untuk 4 smelter swasta termasuk PT TIN. 

    Selain itu, JPU menyatakan bahwa Hendry Lie telah bekerja sama dengan sejumlah pihak untuk menerbitkan SPK di IUP dengan tujuan melegalkan pembelian bijih timah dari penambangan ilegal. Serangkaian perbuatan itu, kemudian didakwa telah merugikan keuangan negara Rp300 triliun.

    “Yang merugikan Keuangan Negara sebesar Rp300.003.263.938.131,14 berdasarkan laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara perkara dugaan tindak pidana korupsi tata niaga komoditas timah di IUP PT Timah,” ucap JPU.

    Dakwaan Eks Dirjen Minerba 

    Selain eks bos Sriwijaya Air, mantan Direktur Jenderal Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono juga telah didakwa melakukan perbuatan melawan hukum lantaran menyetujui RKAB 2019 PT Timah.

    Padahal, menurut JPU, Gatot mengetahui bahwa masih ada kekurangan yang belum dilengkapi terkait dengan studi amdal dan kelayakan dalam rangka mengakomodir pembelian bijih timah ilegal.

    “Padahal mengetahui masih terdapat kekurangan yang belum dilengkapi yaitu aspek studi Amdal dan Studi Kelayakan untuk memfasilitasi PT Timah, Tbk dalam mengakomodir pembelian bijih timah ilegal,” ujar jaksa.

    Gatot juga didakwa telah menerbitkan persetujuan proyek area PT Timah meskipun kegiatan kerja sama sewa alat processing PT Timah dengan sejumlah smelter swasta sudah dilakukan terlebih dahulu.

    Bahkan, kerja sama antara PT Timah dengan kelima smelter mulai dari PT Refined Bangka Tin, CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa dan PT Tinindo Internusa tidak termuat dalam RKAB 2019.

    “Dan smelter swasta tersebut dapat dengan leluasa melakukan pengambilan dan pengolahan bijih timah hasil penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah, Tbk,” tambah jaksa.

    Selain itu, Bambang Gatot juga diduga telah menerima sejumlah uang dan fasilitas untuk menyetujui RKAB 2019 itu. Perinciannya, uang Rp60 juta, sponsorship kegiatan golf tahunan yang dilaksanakan oleh IKA Minerba Golf, Mineral Golf Club, dan Batubara Golf Club yang difasilitasi oleh PT Timah.

    Hadiah kegiatan golf itu juga difasilitasi PT Timah berupa tiga ponsel Iphone 6 Rp12 juta dan tiga jam beerek Garmen seharga Rp21 juta.

    Di sisi lain, Direktur Operasi Produksi PT Timah Tbk 2017-2020 Alwin Albar serta mantan Plt. Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bangka Belitung Supianto yang didakwa melakukan korupsi bersama-sama dengan Bambang beserta terdakwa lainnya.

    Atas perbuatannya, ketiga terdakwa ini telah mengakibatkan terjadinya kerugian pada PT Timah dan kerusakan lingkungan baik di kawasan hutan maupun di luar Kawasan hutan dalam wilayah IUP PT Timah , berupa kerugian ekologi, kerugian ekonomi lingkungan, dan pemulihan lingkungan. Totalnya, kerugian itu mencapai Rp300 triliun.

    5 Korporasi Jadi Tersangka

    Sementara itu, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan 5 tersangka korporasi sebagai tersangka dalam kasus tata niaga timah di IUP PT Timah Tbk. (TINS) periode 2015-2022.

    Jaksa Agung (JA) Burhanuddin mengatakan lima korporasi yang dijadikan tersangka itu yakni PT Refined Bangka Tin (RBT), PT Sariwiguna Bina Sentosa (SBS), PT Stanindo Inti Perkasa (SIP), PT Tinindo Inter Nusa (TIN) dan CV Venus Inti Perkasa (VIP).

    “Pertama adalah PT RBT yang ke-2 adalah PT SB yang ke-3 PT SIP yang ke-4 TIN dan yang ke-5 VIP,” ujar Burhanuddin di Kejagung, Kamis (2/1/2025).

    Di lain sisi, Jampidsus Kejagung RI, Febrie Adriansyah mengatakan bahwa pihaknya telah memutuskan pembebanan uang kerugian negara kepada lima tersangka korporasi itu.

    Secara terperinci, kerugian lingkungan hidup Rp271 triliun kasus timah ditanggung PT RBT sebesar Rp38 triliun, PT SB Rp23 triliun, PT SIP Rp24 triliun, PT TIN Rp23 triliun, dan PT VIP Rp42 triliun.

    “Ini sekitar Rp152 triliun,” tutur Febrie. 

    Sementara itu, Febrie menyatakan pihak yang bertanggung jawab dari sisa kerugian lingkungan hidup sebesar Rp119 triliun masih dihitung oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

    “Sisanya dari Rp271 triliun yang telah diputuskan hakim itu jadi kerugian negara sedang dihitung BPKP siapa yang bertanggung jawab tentunya akan kita tindak lanjuti,” pungkasnya.

  • MAKI Sebut Oknum Kades Akali Surat Perizinan Pagar Laut, Agar Persetujuannya Tak Perlu sampai Pusat – Halaman all

    MAKI Sebut Oknum Kades Akali Surat Perizinan Pagar Laut, Agar Persetujuannya Tak Perlu sampai Pusat – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, menduga beberapa oknum kepala desa (kades) yang diduga terlibat dalam kasus pagar laut di Tangerang, Banten, mengakali surat perizinan lahan pagar laut.

    Di mana, sejumlah oknum kades itu mengakali surat-surat tersebut dengan keterangan luas lahan maksimal dua hektar.

    Ketentuan itu sengaja diatur secara khusus, supaya pejabat daerah tidak perlu meminta persetujuan sampai ke pusat.

    Meski demikian, Boyamin juga menduga bahwa pihak pusat juga turut terlibat dalam pembuatan surat-surat ini.

    Atas hal tersebut, MAKI melaporkan sejumlah oknum kades tersebut ke Kejaksaan Agung (Kejagung) RI.

    Beberapa oknum kades yang dilaporkan itu yang berada di Kecamatan Kronjo, Tanjung Kait, dan Pulau Cangkir. 

    Dalam hal ini, mereka diduga terlibat dalam penyalahgunaan wewenang sejak 2012.

    “Kalau terlapor itu kan oknum kepala desa di beberapa desa, bukan Kohod saja loh ya, ada di Pakuaji, di beberapa yang lain itu ada,” ujar Boyamin saat ditemui di kawasan Kejaksaan Agung, Kamis (30/1/2025).

    Tak hanya kades, penyalahgunaan wewenang ini diduga juga melibatkan oknum di tingkat kecamatan, kabupaten, hingga pejabat pertanahan di Kabupaten Tangerang.

    “Terus yang terakhir otomatis oknum di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Tangerang.”

    “Karena, terbitnya HGB dan SHM ini pada posisi di BPN. Nampaknya ada akal-akalan,” kata Boyamin.

    Berdasarkan kesaksian sejumlah warga yang mengadu kepada Boyamin, pembuatan surat ini mulai terjadi pada tahun 2012, saat isu reklamasi mencuat.

    Sehingga warga berbondong-bondong membeli segel pernyataan keluaran tahun 1980-an.

    “Jadi, urutannya begini, 2012 itu kemudian ada isu mau ada reklamasi dan sebagainya. Maka kemudian, warga banyak yang membeli segel tahun 1980-an ke kantor pos Teluk Naga dan ke Jakarta,” terang Boyamin. 

    Segel ini dipergunakan untuk menerbitkan surat keterangan lahan garapan dan surat ini kemudian dijual kembali dengan harga miring, kisaran Rp2 juta hingga Rp7 juta.

    “Setelah punya surat keterangan garapan itu, diketahui kepala desa, dan sebagainya, terus (surat) dijual lagi kepada (pihak) A, kepada B,” jelas dia.

    Melalui proses jual beli yang ada, surat ini kemudian sampai ke tangan sejumlah perusahaan yang namanya disebutkan sebagai pemilik izin lahan pagar laut. 

    Kemudian, perusahaan-perusahaan ini membuat surat hak guna bangunan (HGB) pada tahun 2023. 

    “Jadi, warga juga tahu kalau lahannya di laut sebagian besar. Tapi, karena ada yang mau beli ya mau-mau saja. Dijual Rp5 juta, Rp7 juta, bahkan ada yang murah itu Rp2 juta,” jelas Boyamin.

    Boyamin pun menduga telah terjadi korupsi dalam proses penerbitan surat hak guna bangunan (HGB) maupun surat hak milik (SHM) dalam sejumlah bidang tanah di lokasi berdirinya pagar laut Tangerang. 

    “Yang penting adalah (kami) memasukkan surat laporan resmi atas dugaan korupsi dalam penerbitan surat kepemilikan HGB maupun HM di lahan laut utara Tangerang yang populer yang dibangun pagar laut,” ujar Boyamin, dilansir Kompas.com.

    Boyamin juga meyakini bahwa sertifikat tanah yang diterbitkan tahun 2023 palsu, meski ada klaim bahwa surat-surat itu diterbitkan pada tahun 1970-1980-an.

    “Terbitnya sertifikat itu kan di atas laut, saya meyakininya itu palsu, karena tidak mungkin bisa diterbitkan karena itu di tahun 2023.”

    “Kalau ada dasar klaim tahun 1980, tahun 1970, itu empang dan lahan, artinya itu sudah musnah, sudah tidak bisa diterbitkan sertifikat,” kata dia.

    MAKI Ajukan Nusron Wahid Jadi Saksi

    Dalam laporannya tersebut, Boyamin juga melampirkan sejumlah barang bukti berupa kesaksian sejumlah warga, dokumen akta jual beli, serta keterangan rilis dari Menteri ATR/BPN Nusron Wahid. 

    Boyamin mengatakan, saksi ahli yang utama adalah Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid.

    Pasalnya, Nusron dinilai sebagai orang yang paling mengetahui soal polemik pagar laut tersebut.

    Apalagi, sebelumnya, Kementerian ATR/BPN juga telah mencabut 50 SHGB dan SHM di area pagar laut Tangerang karena dinilai melanggar aturan.

    “Saksi ahli yang utama itu saksi jabatan, yaitu Pak Nusron Wahid, saya masukkan juga jadi saksi di sini.”

    “Karena beliau yang paling tahu itu sekarang dan sudah mencabut itu 50 dan mengatakan itu cacat formil maupun materiil,” kata dia. 

    Adapun, para terlapor ini diduga menyalahi pasal 9 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi dengan ancaman penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp250 juta.

    Kejagung Telaah Laporan MAKI

    Soal laporan dari MAKI tersebut, Kejagung memastikan bakal menelaahnya terlebih dahulu.

    “Jadi itu sedang diregistrasi tentu, nanti akan dipelajari, ditelaah apa yang menjadi esensi dari laporan yang bersangkutan,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung RI, Harli Siregar kepada wartawan di Gedung Kejagung RI, Kamis (30/1/2025).

    Harli mengaku belum bisa menjelaskan terlalu jauh soal laporan dugaan korupsi tersebut.

    Namun, dia menegaskan, jika dalam kasus itu benar terdapat unsur korupsi maka hal itu akan menjadi dasar untuk pihaknya melakukan pendalaman.

    “Apakah fakta-fakta atau informasi yang disampaikan itu bisa dijadikan sebagai dasar untuk melakukan.”

    “Katakanlah semacam pengumpulan bahan keterangan apakah ada indikasi korupsi atau tidak,” ujarnya.

    (Tribunnews.com/Rifqah/Fersianus Waku/Fahmi Ramadhan) (Kompas.com)

  • Sindir Kepala Desa Kohod Punya Rubicon, DPR RI Duga Ada Kongkalikong Terkait Sertifikat Pagar Laut

    Sindir Kepala Desa Kohod Punya Rubicon, DPR RI Duga Ada Kongkalikong Terkait Sertifikat Pagar Laut

    GELORA.CO  – Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Dede Yusuf, menyinggung soal kekayaan Kepala Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Banten, bernama Arsin.

    Hal ini disampaikan Dede saat rapat bersama Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, Kamis (30/1/2025), terkait sertifikat di kawasan pagar laut Tangerang.

    Awalnya, Dede menyinggung adanya benang merah dalam penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di kawasan tersebut.

    Ia menduga kuat ada usulan dari aparat desa setempat, terutama Desa Kohod, untuk penerbitan sertifikat.

    Apalagi, kata Dede, Desa Kohod memiliki SHGB dan SHM paling banyak, hingga 263 bidang.

    “Kalau saya perhatikan benang merah ini (kasus SHGB dan SHM), berasal dari usulan desa. Saat ini, Kepala Desa itu sudah dipanggil Kejaksaan, kalau saya tidak salah ya, terutama yang (Desa) Kohod.”

    “Agak unik ini, karena Desa Kohod ini hampir mayoritas 263 bidang, 390 hektar ada di situ. Pertanyaan saya yang terbesar adalah kenapa Desa Kohod? Kenapa harus di situ yang paling banyak?” kata Dede, Kamis, dikutip dari YouTube KompasTV.

    Lantas, Dede menyinggung soal Kepala Desa Kohod yang kabarnya memiliki Rubicon.

    Ia pun mengaku heran. Sebab, Dede dan rekan-rekannya yang merupakan anggota DPR, belum tentu bisa membeli mobil senilai miliaran tersebut.

    “Bahkan, saya dengar katanya Kepala Desanya naik Rubicon, kami (DPR) aja belum tentu kebeli di sini,” sindir Dede.

    Atas hal itu, Dede menduga ada kongkalikong antara pengembang proyek diduga Proyek Strategis Nasional (PSN) dengan aparat desa di wilayah-wilayah tertentu terkait penerbitan sertifikat dan pembangunan pagar laut.

    “Jadi ini menandakan bahwa ada permainan antara pengembang atau pengusaha dengan wilayah-wilayah tertentu yang dimudahkan,” pungkas dia.

    Kejagung Kirimi Surat

    Terpisah, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah mengirim surat untuk Kepala Desa Kohod, Arsin.

    Surat itu berupa surat permintaan kelengkapan dokumen terkait penyelidikan pembangunan pagar laut di Tangerang.

    Dalam surat itu, disebutkan Kejagung tengah menyelidiki dugaan korupsi dalam penerbitan SHGB dan SHM di wilayah perairan Tangerang dalam kurun waktu 2023-2024.

    Terkait hal itu, dalam surat yang sama, Kejagung meminta agar Arsin melengkapi dokumen berupa buku Letter C terkait kepemilikan tanah di lokasi pemasangan pagar laut.

    “Secara proaktif sesuai kewenangan, kami melakukan pengumpulan data dan keterangan. Karena ini sifatnya penyelidikan, belum pro justicia. Jadi perlu kehati-hatian kami juga dalam menjalankan tugas ini,” jelas Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, Kamis.

    Sementara itu, setelah sosoknya menjadi sorotan, keberadaan Arsin kini tak diketahui.

    Bahkan, Kantor Desa Kohod dalam keadaan tertutup, saat awak media mendatanginya.

    Dilansir Kompas.com, sejumlah warga mengaku Arsin jarang muncul sejak kasus pagar laut mencuat.

    Sejak awal, kemunculan Arsin telah menjadi sorotan dalam kasus SHGB dan SHM pagar laut.

    Ia sempat mengklaim kawasan perairan Tangerang yang saat ini dipasangi pagar laut, dulunya adalah empang.

    Tetapi, menurut citra Google Satelit, tidak ada empang ataupun tanah di kawasan tersebut selama kurun waktu 1995-2025.

    Buntut kasus SHGB dan SHM, seorang warga Desa Kohod, Khaerudin, mengaku ada pencatuan nama-nama warga setempat untuk penerbitan sertifikat tersebut.

    Ia pun mendesak pihak berwenang agar mengusut karena diduga kuat melibatkan oknum aparat dan perangkat Desa kohod.

    “Kami tidak pernah merasa mengajukan sertifikat. Sertifikat-sertifikatnya atas nama warga yang memang nggak tahu dibuat sertifikat. Nah di sini, tolong diusut tuntas,” ujar Khaerudin saat dihubungi, Selasa (28/1/2025).

    “Ada keterlibatan dari Kepala Desa ya. Itu harus diusut, harus diusut tuntas. Wallahu a’lam kalau aparat desa. Soalnya di aparat desa juga ada data-datanya,” tegasnya