Perjalanan Hukuman Harvey Moeis: Divonis Ringan, Disentil Prabowo, Kini 20 Tahun Penjara
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Hukuman suami aktris Sandra Dewi,
Harvey Moeis
, dalam perkara korupsi tata niaga komoditas timah diperberat menjadi 20 tahun penjara di tingkat banding.
Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta menjatuhkan putusan ultrapetita atau penjatuhan hukuman yang melebihi tuntutan atas dakwaan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Pada pengadilan tingkat pertama atau Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Harvey dituntut jaksa selama 12 tahun penjara.
Namun, majelis hakim Pengadilan Tipikor menjatuhkan hukuman lebih rendah daripada tuntutan jaksa, yakni 6,5 tahun bui.
Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat Eko Aryanto menilai, tuntutan yang diajukan jaksa terhadap Harvey terlalu tinggi.
“Menimbang bahwa tuntutan pidana penjara selama 12 tahun penjara terhadap diri terdakwa Harvey Moeis majelis hakim mempertimbangkan tuntutan pidana penjara tersebut terlalu berat jika dibandingkan dengan kesalahan terdakwa sebagaimana kronologis perkara,” kata hakim Eko, 23 Desember 2024.
Hukuman terhadap Harvey pada pengadilan tingkat pertama ini pun menjadi buah bibir di tengah masyarakat karena dianggap terlalu rendah dan tidak sebanding dengan kerugian Rp 300 triliun akibat praktik korupsi.
Bahkan, Presiden Prabowo Subianto ikut menyentil vonis terhadap koruptor yang menurutnya terlalu ringan.
“Saya mohon ya, kalau sudah jelas melanggar, jelas mengakibatkan kerugian triliunan, ya semua unsur lah, terutama juga hakim-hakim, ya vonisnya jangan terlalu ringan lah. Nanti dibilang Prabowo enggak ngerti hukum lagi,” ujar Prabowo, 30 Desember 2024 lalu.
Prabowo menilai masyarakat juga menyadari bahwa vonis terhadap Harvey, yang merugikan negara ratusan triliun, hanya beberapa tahun penjara.
“Tapi rakyat pun ngerti. Rakyat di pinggir jalan ngerti. Rampok triliunan, ratusan triliun, vonisnya sekian tahun. Nanti jangan-jangan di penjara pakai AC, punya kulkas, pakai TV, tolong Menteri Pemasyarakatan ya,” kata dia.
Prabowo pun memerintahkan Kejaksaan Agung untuk mengajukan banding atas vonis terhadap Harvey Moeis.
Menurut Prabowo, praktik korupsi yang merugikan negara begitu besarnya harus dibalas dengan hukuman penjara selama 50 tahun.
“Jaksa Agung, naik banding enggak? Naik banding ya. Naik banding,” kata Prabowo.
“Vonisnya ya 50 tahun begitu kira-kira,” imbuh dia.
Pada tingkat banding inilah hukuman Harvey diperberat jauh di atas tuntutan jaksa dan hukuman majelis hakim tingkat I.
Majelis Hakim PT Jakarta menilai, Harvey Moeis terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang secara bersama-sama.
“Menjatuhkan pidana kepada Harvey Moeis selama 20 tahun dan denda sebesar Rp 1 miliar subsider 8 bulan kurungan,” kata ketua majelis hakim, Teguh Harianto, dalam sidang di ruang sidang PT Jakarta, Kamis (13/2/2024).
Selain pidana badan dan denda, majelis hakim banding juga menambah hukuman pidana pengganti Harvey Moeis dari Rp 210 miliar menjadi Rp 420 miliar.
Jika uang tersebut tidak dibayar dalam waktu satu bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya akan dirampas untuk negara.
Dalam hal Harvey tidak memiliki harta untuk menutup uang pengganti, hukumannya akan ditambah 10 tahun.
Teguh menyatakan, hukuman tersebut dijatuhkan karena perbuatan korupsi Harvey telah menyakiti masyarakat Indonesia.
“Perbuatan terdakwa sangatlah menyakiti hati rakyat, di saat ekonomi susah terdakwa melakukan tindak pidana korupsi,” kata hakim Teguh.
Berdasarkan surat dakwaan, Harvey selaku perwakilan PT RBT sekitar 2018 hingga 2019 disebut menghubungi Mochtar Riza Pahlevi Tabrani selaku Direktur Utama PT Timah Tbk tahun 2016-2021.
Komunikasi Harvey dan Riza dimaksudkan untuk mengakomodasi kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah untuk mendapat keuntungan.
Keduanya sepakat untuk menjalin kerja sama dalam kegiatan pertambangan ilegal yang dibungkus dengan sewa-menyewa peralatan pemrosesan timah.
Harvey menginstruksikan kepada para pemilik smelter tersebut untuk menyetorkan sebagian keuntungan bagi dirinya dan para tersangka lain, seolah-olah sebagai dana
corporate social responsibility
(CSR).
Dalam perkara ini, Harvey bertindak sebagai pihak yang mewakili PT RBT, bersama dengan Dirut PT Timah Riza Pahlevi, kongkalikong mencari keuntungan dalam kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah.
Harvey dan Riza beberapa kali bertemu dan bersepakat agar kegiatan di pertambangan liar tersebut diakali dengan dalih sewa-menyewa peralatan processing peleburan timah.
Untuk melancarkan aksinya, Harvey menghubungi sejumlah perusahaan smelter guna mengakomodasi rencana tersebut.
Kasus korupsi timah yang menyeret Harvey Moeis telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 300 triliun.
Berdasarkan surat dakwaan, kerugian negara ratusan triliun ini timbul dari pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015-2022.
Jumlah tersebut didapat dari kerugian atas kerja sama PT Timah Tbk dengan smelter swasta Rp 2,265 triliun, kerugian pembayaran biji timah Rp 26,649 triliun, dan kerugian lingkungan Rp 271,1 triliun.
Adapun kerugian lingkungan dihitung berdasarkan total luas galian yang mencapai 170.363.064 hektar di kawasan hutan dan nonkawasan hutan Bangka Belitung.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kementrian Lembaga: Kejaksaan Agung
-
/data/photo/2024/12/31/6773e9c87bd79.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Perjalanan Hukuman Harvey Moeis: Divonis Ringan, Disentil Prabowo, Kini 20 Tahun Penjara
-

Anggota DPR minta efisiensi anggaran tak kurangi penegakan hukum
“Wajah penegakan hukum adalah wajah dari negara itu sendiri. Persepsi masyarakat terhadap negara kita sangat tergantung dari kebijakan penegakan hukum,”
Jakarta (ANTARA) – Anggota Komisi III DPR RI Stevano Rizki Adranacus meminta agar efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto tidak mengurangi penegakan hukum yang berkaitan langsung dengan masyarakat.
Dia pun mengingatkan bahwa Presiden Prabowo berkomitmen dalam penegakan hukum di Indonesia. Sehingga penegakan hukum tidak boleh lengah dan rasa keadilan itu harus terus diwujudkan hingga menjadi prioritas.
“Wajah penegakan hukum adalah wajah dari negara itu sendiri. Persepsi masyarakat terhadap negara kita sangat tergantung dari kebijakan penegakan hukum,” kata Stevano di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu.
Dia mengatakan efisiensi anggaran tidak hanya dilakukan oleh pemerintahan Indonesia. Menurutnya, efisiensi anggaran tersebut harus dilihat secara objektif berdasarkan tren ekonomi dunia saat ini yang sedang tidak baik-baik saja, di mana kondisi perekonomian global saat ini sedang mengalami kesulitan.
“Tren efisiensi ini bukan hanya dilakukan di negara kita, tapi negara super power seperti Amerika misalnya, China, bahkan Vietnam semuanya melakukan efisiensi,” kata dia.
Untuk itu, menurut dia, langkah yang diambil terkait efisiensi ini tidak perlu ditangisi atau disesalkan. Pada dasarnya, dia pun mendukung kebijakan pemerintah tersebut dan merupakan sesuatu yang memang sudah harus dilakukan, mengingat tren perekonomian dunia pada saat ini.
“Jangan sampai rasa keadilan itu dikurangi. Saya dan rekan-rekan saya di Komisi III sangat senang bahwa Bapak Presiden memiliki konsen betul terhadap penegakan hukum di Indonesia,” kata dia.
Saat ini, sejumlah lembaga penegak hukum terkena kebijakan efisiensi anggaran sebagaimana Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025. Di antaranya Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) terkena efisiensi anggaran sebesar Rp20,5 triliun dalam rekonstruksi anggaran Polri tahun 2025.
Kemudian Kejaksaan Agung (Kejagung) RI terkena efisiensi anggaran sebesar Rp5,43 triliun, KPK terkena efisiensi anggaran sebesar Rp201 miliar, hingga Badan Narkotika Nasional (BNN) terkena efisiensi anggaran sebesar Rp998 miliar.
Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2025 -

Efisiensi Anggaran Rp 5,4 Triliun, Kejagung Pastikan Kualitas Penegakan Hukum Tetap Terjaga
Jakarta, Beritasatu.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan efisiensi anggaran sebesar Rp 5,4 triliun tidak akan berdampak pada kualitas penegakan hukum. Jaksa Agung Muda Pembinaan, Bambang Sugeng Rukmono, menegaskan efisiensi anggaran harus tetap menjaga kinerja optimal di seluruh jajaran kejaksaan.
“Pencapaian kinerja harus sesuai dengan rencana aksi. Efisiensi anggaran tidak boleh mengurangi kualitas penegakan hukum,” ujar Bambang dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (12/2/2025).
Bambang menjelaskan, anggaran Kejagung pada 2025 semula ditetapkan sebesar Rp 24,2 triliun. Setelah dilakukan rekonstruksi dan efisiensi, anggaran tersisa Rp 18,4 triliun.
Efisiensi anggaran dilakukan dengan pemangkasan di berbagai pos. Pada belanja barang, semula Rp 4 triliun, dipangkas Rp 1,9 triliun, termasuk perjalanan dinas sebesar Rp 339 miliar.
Sementara itu, belanja modal dari Rp 14,5 triliun dipangkas menjadi Rp 3,4 triliun. Sisa anggaran akan dialokasikan untuk belanja pegawai (Rp 5,6 triliun), belanja barang (Rp 2,054 triliun), dan belanja modal (Rp 11,1 triliun).
Menindaklanjuti kebijakan efisiensi anggaran, jaksa agung telah menginstruksikan kepada seluruh jajaran, termasuk Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan Kejaksaan Negeri (Kejari), untuk menerapkan penghematan anggaran operasional.
Bambang menegaskan penghematan dilakukan melalui langkah-langkah, seperti penghematan listrik dan air, termasuk mematikan lampu, AC, dan perangkat elektronik di luar jam kerja.
Lebih lanjut, Bambang mengingatkan para pengguna anggaran di lingkungan kejaksaan juga harus melakukan optimalisasi penggunaan teknologi informasi di setiap rapat, pertemuan, monitoring evaluasi, dan pengawasan kinerja dengan menggunakan video conference atau aplikasi daring.
“Perjalanan dinas dilakukan hanya untuk kepentingan mendesak dan dapat dilakukan secara daring dengan urgensi efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran. Terakhir, seluruh kegiatan rapat sebisa mungkin dilaksanakan di kantor kecuali terdapat kondisi khusus yang tidak memungkinkan pelaksanaan di dalam kantor,” pungkas Bambang.
-

Revisi UU Kejaksaan dan KUHAP: 2 Contoh Kasus Ketidakpastian Hukum Akibat Kewenangan Berlebih Jaksa – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi, mengungkapkan contoh ketidakpastian hukum yang disebabkan oleh kewenangan berlebih jaksa atas nama asas dominus litis yang berpotensi dilegalisasi melalui revisi UU Kejaksaan dan KUHAP.
“Kasus pagar laut Tangerang dan kasus timah adalah dua contoh ketidakpastian hukum yang disebabkan oleh kewenangan berlebih jaksa,” kata R Haidar Alwi, Rabu (12/2/2025).
Ia menjelaskan, kasus pagar laut Tangerang setidaknya ditangani oleh tiga lembaga penegak hukum, yaitu Polri, KPK, dan Kejaksaan.
Polri mengusut dugaan pidana umum, sedangkan KPK dan Kejaksaan sama-sama mengusut dugaan pidana korupsinya.
“Antara KPK dan Kejaksaan yang menangani satu kasus korupsi jelas tidak efisien dan menyebabkan ketidakpastian hukum,” tutur R Haidar Alwi.
Untuk menghindari hal-hal seperti itulah, KUHAP yang berlaku saat ini mengatur pemisahan fungsi kewenangan lembaga penegak hukum. Polri dan PPNS sebagai penyidik, jaksa sebagai penuntut umum, dan hakim sebagai pengadil.
Sementara itu, KPK sebagai lembaga ad-hoc yang diberi tugas khusus dalam pemberantasan tindak pidana korupsi dengan gabungan fungsi penyidikan sekaligus penuntutan.
“Namun kewenangan jaksa sebagai penyidik tindak pidana tertentu dalam UU Kejaksaan telah mengganggu keteraturan penegakan hukum tersebut. Padahal tindak pidana tertentu bukan hanya korupsi. Kini jaksa terkesan lebih mirip KPK daripada KPK, hingga menutupi fungsi utamanya sebagai penuntut umum,” jelas R Haidar Alwi.
Selain itu, ketidakpastian hukum akibat kewenangan berlebih jaksa juga tercermin dari kasus timah. Gembar-gembor kasus timah sebagai kasus korupsi terbesar di Indonesia bertolak-belakang dengan vonis hakim.
“Dampaknya bukan hanya merugikan pelaku dan keluarga karena terlanjur mendapatkan predikat koruptor terbesar, tapi juga merugikan hakim karena dicap pro koruptor. Padahal itu terjadi karena kegagalan jaksa membuktikan tuntutan dan dakwaannya di pengadilan,” ujar R Haidar Alwi.
Awalnya Kejaksaan Agung mengumumkan kerugian negara sebesar Rp271 triliun. Kemudian diralat menjadi Rp300 triliun. Angka itu diperoleh Kejaksaan Agung dari hasil audit BPKP dan perhitungan ahli.
Sebanyak Rp271 triliun di antaranya diklaim sebagai kerugian ekologis. Sisanya Rp29 triliun sebagai kerugian keuangan. Namun, berdasarkan vonis hakim soal uang penggantinya, uang korupsi kasus timah yang diterima 17 terdakwa tidak sampai Rp15 triliun. Artinya, terdapat selisih sekitar Rp285 triliun dari dakwaan Jaksa.
“Harusnya kan audit kerugian negara itu dihitung dan diumumkan oleh BPK, bukan BPKP. Lalu, dilampirkan sebagai alat bukti. Tapi ini tidak. Alias Goib. Korupsi itu kerugian negaranya harus actual loss (nyata), bukan potential loss (perkiraan),” papar R Haidar Alwi.
Menurutnya, hal itu terjadi karena jaksa bertindak sebelum jelas dan nyata kerugian negara berdasarkan hasil audit BPK. Jaksa lidik sendiri, sidik sendiri, tentukan auditor sendiri ternyata keliru dan mereka tuntut sendiri.
Berbeda jika lidik dan sidik dilakukan kepolisian, karena jaksa dapat mengoreksinya. Atau jika sidik, lidik, dan tuntut dilakukan oleh KPK, karena penyidiknya terdiri dari gabungan polisi, jaksa, dan PPNS.
“Jadi, kewenangan berlebih jaksa telah terbukti mengabaikan checks and balances, menimbulkan ketidakpastian hukum, menyebabkan kegaduhan, dan caruk-maruk penegakan hukum,” sambung R Haidar Alwi.
Kalau kewenangan berlebih jaksa atas nama asas dominus litis pada akhirnya dilegalisasi melalui Revisi UU Kejaksaan dan KUHAP, dirinya khawatir akan terjadi kekacauan hukum yang lebih kusut lagi.
“Sudah semrawut masih mau diawut-awut jadinya makin kusut. Dan ini tidak sesuai dengan asta cita Presiden Prabowo Subianto mengenai transformasi hukum,” tutup R Haidar Alwi.
-
/data/photo/2025/02/12/67ac2605e91a5.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Komisi III DPR Harap Efisiensi Anggaran Lembaga Hukum Jangan Kurangi Rasa Keadilan
Komisi III DPR Harap Efisiensi Anggaran Lembaga Hukum Jangan Kurangi Rasa Keadilan
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Sejumlah anggota
Komisi III DPR
RI memberikan tanggapan terkait kebijakan
efisiensi anggaran
yang diterapkan oleh delapan lembaga mitra kerja mereka di bidang hukum.
Mereka memberikan dukungan terhadap kebijakan pemerintah, tetapi tetap mengingatkan agar pemotongan anggaran tidak mengganggu pelayanan hukum dan mengurangi rasa keadilan bagi masyarakat.
Anggota Komisi III
DPR
RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Hasbiallah Ilyas menekankan pentingnya kehati-hatian dalam melakukan efisiensi agar tidak mengorbankan program-program yang bersentuhan langsung dengan masyarakat.
“Fraksi PKB hanya menitikberatkan pada program layanan langsung kepada masyarakat, kalau bisa jangan ada pemotongan,” kata Hasbiallah dalam rapat kerja bersama mitra Komisi III DPR RI, Rabu (12/2/2025).
Selain itu, dia mengingatkan agar anggaran untuk pembinaan dan pengawasan dalam penegakan hukum tetap dipertahankan.
Hasbiallah juga menyoroti pentingnya program yang melibatkan partisipasi masyarakat dalam meningkatkan kesadaran hukum.
“Yang penting, jangan sampai penegakan hukum berkurang akibat efisiensi ini,” ujarnya.
Sementara itu, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Nasdem, Rudianto Lallo menyebut, total efisiensi di seluruh mitra kerja Komisi III mencapai sekitar Rp 38 triliun.
Dia berharap efisiensi ini tetap dapat meningkatkan kinerja mitra Komisi III di tengah banyak program kerja yang telah dirancang untuk 2025
“Harapannya, efisiensi ini bisa meningkatkan kinerja mitra Komisi III, khususnya dalam penegakan hukum dan pemberantasan korupsi,” kata Rudianto.
Menurut dia, optimalisasi kinerja lembaga hukum juga bisa membantu menekan kebocoran anggaran negara, terutama di sektor sumber daya alam.
Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Gerindra, Bimantoro Wiyono juga menyampaikan apresiasi terhadap upaya efisiensi yang dilakukan mitra kerja Komisi III.
Dia menekankan bahwa keadilan tetap harus ditegakkan oleh seluruh mitra kerja Komisi III, meskipun terjadi pemangkasan anggaran.
“Kami mendorong agar penegakan hukum, pelayanan hukum, serta pelayanan publik tetap harus dioptimalkan,” ujar Bimantoro.
Dia berharap, program-program prioritas yang sudah disusun tetap bisa berjalan dengan baik dan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat.
“Kami ingin agar efisiensi ini tetap menghasilkan program yang tepat sasaran, efektif, dan yang paling penting meningkatkan kepercayaan publik terhadap mitra-mitra Komisi III,” ujar Bimantoro.
Sebagai informasi, delapan lembaga di bidang hukum yang menjadi mitra Komisi III terkena kebijakan
efisiensi anggaran 2025
. Hal itu terungkap dalam rapat kerja yang berlangsung pada Rabu (12/2/2025).
Adapun lembaga-lembaga tersebut yakni Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), Komisi Yudisial (KY), Kepolisian Negara Republik Indonesia (
Polri
), Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK
), Kejaksaan Agung (
Kejagung
), Badan Narkotika Nasional (
BNN
), dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (
PPATK
).
Beberapa dampak efisiensi yang telah diungkapkan antara lain:
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
Menkeu Sri Tunjuk Suahasil jadi Pjs Dirjen Anggaran Usai Isa Rachmatarwata jadi Tersangka Jiwasraya
Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menunjuk Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menjadi penjabat sementara Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan.
Penunjukan ini seiring ditetapkannya Dirjen Anggaran Isa Rachmatarwata sebagai tersangka dalam kasus BUMN Jiwasraya dalam kapasitasnya sebagai Kepala Asuransi Bapepam LK.
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Deni Surjantoro menginformasi penunjukkan tersebut.
“Benar, untuk penjabat sementara [PJs] telah ditunjuk yaitu Wamen Keuangan Suahasil Nazara,” ujar Deni kepada Bisnis, Rabu (12/2/2025).
Seperti diberitakan sebelumnya, Isa Rachmatarwata ditetapkan menjadi tersangka kasus korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi BUMN PT Asuransi Jiwasraya (persero) oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar menyampaikan pihaknya telah menemukan bukti yang cukup untuk menetapkan Isa sebagai tersangka.
“Yang bersangkutan saat ini menjabat Dirjen Anggaran pada Kemenkeu RI,” ujarnya di Kejagung, Jumat (7/2/2025).
Dia menyampaikan, Isa ditetapkan sebagai tersangka atas kaitannya sebagai Kepala Biro Asuransi pada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) 2006-2012. Untuk keperluan penyidikan, kata Qohar, Isa bakal ditahan di rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan.
“Terhadap tersangka pada malam ini dilakukan penahanan selama 20 hari ke depan di rutan Salemba Cabang Kejagung,” pungkasnya.
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/765901/original/052608800_1579067172-kejagung_2.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kebijakan Efisiensi, Kejagung Pangkas Anggaran Rp5,4 Triliun – Page 3
Liputan6.com, Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) mengaku sudah melakukan efisiensi anggaran tahun 2025 dari total pagu alokasi Rp24,2 triliun. Menurut Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan, Bambang Sugeng Rukmono, jumlah anggaran yang diefisiensikan sebesar Rp5,4 triliun sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang efisiensi belanja.
“Kejaksaan Agung RI Akan melakukan efisiensi anggaran tahun 2025 sebesar Rp5,4 triliun yang bersumber dari efisiensi belanja barang dari yang semula Rp4 triliun diefisiensi Rp1,9 triliun yang termasuk akun perjalanan dinas sebesar Rp339 miliar dan belanja modal yang semula dianggarkan Rp14,5 triliun menjadi diefisiensi Rp3,4 triliun,” kata Bambang saat rapat dengan Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (12/2/2025).
Bambang menjelaskan, setelah dikurangkan dengan besaran efisiensi diperoleh pagu setelah diefisiensi sebesar Rp 18,4 triliun. Angka itu berasal dari per belanja pegawai sebesar Rp5,6 triliun, kemudian belanja barang Rp2,054 triliun, belanja modal Rp11,1 triliun.
“Sebagai dukungan atas instruksi presiden no.1 tahun 2025 maka telah diterbitkan surat Jaksa Agung yang ditujukan kepada seluruh pengguna anggaran di Korps Adhyaksa tak terkecuali kepada Kejaksaan Agung Tinggi (Kejati) dan Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) dalam nota dinasnya.”
“Pada nota dinas tersebut menekankan pada pokoknya menekankan, dilakukan penghematan anggaran operasional perkantoran dengan memanfaatkan listrik dan air serta mematikan lampu AC dan peralatan elektronik lainnya di luar jam kerja,” jelas Bambang.
-

Setelah Dirjen Isa Tersangka, Kejagung Periksa Aktuaris Kemenkeu dalam Kasus Jiwasraya
Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa pejabat Aktuaris pada Kementerian Keuangan dalam kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) periode 2008–2018.
Kapuspenkum Kejagung RI Harli Siregar mengatakan pejabat pada Kementerian Keuangan yang diperiksa berinisial DK.
“DK selaku Kepala Bidang Pemeriksaan Penilai Aktuaris dan Profesi Keuangan Lainnya pada Pusat Pembinaan Profesi Keuangan pada Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan RI,” ujarnya dalam keterangan tertulis Rabu (12/2/2025).
Selain itu, Harli mengatakan DSK, mantan Kepala Divisi Investasi PT Asuransi Jiwasraya, turut diperiksa.
Namun, Harli tidak merinci secara detail terkait pemeriksaan ini. Ia hanya menyebut bahwa pemeriksaan dilakukan untuk melengkapi berkas perkara atas tersangka Isa Rachmatarwata.
“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,” pungkasnya.
Sebagai informasi, Kejagung menduga Isa, selaku mantan Kepala Bapepam-LK, memberikan persetujuan kepada Jiwasraya untuk memasarkan produk asuransi JS Saving Plan. Padahal, ia mengetahui bahwa Jiwasraya saat itu tengah mengalami insolvensi atau kondisi keuangan tidak sehat.
Sebagian pendapatan premi sebesar total Rp47,8 triliun yang diterima Jiwasraya selama 2014–2017 kemudian diinvestasikan ke reksa dana dan saham oleh tiga petinggi Jiwasraya, yang kini telah berstatus terpidana.
Adapun, berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), investasi tersebut telah menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp16,8 triliun.
DARI REDAKSI
Berita ini mengalami perubahan judul dan substansi isi seiring ralat Kejaksaan Agung yang diterima pada Rabu, 12 Februari 2025 pukul 17.45 WIB.

