Kementrian Lembaga: Kejaksaan Agung

  • Wamen ESDM sebut BBM Pertamina yang beredar sudah melalui pengawasan

    Wamen ESDM sebut BBM Pertamina yang beredar sudah melalui pengawasan

    Kami ada mekanisme pengawasan, baik dari sisi jumlah maupun standar terhadap BBM di dalam negeri, baik Pertalite maupun Pertamax

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung menyampaikan bahwa bahan bakar minyak (BBM) oleh Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Pertamina yang beredar di masyarakat sudah melalui pengawasan Kementerian ESDM.

    “Kami ada mekanisme pengawasan, baik dari sisi jumlah maupun standar terhadap bahan bakar minyak yang ada di dalam negeri, baik itu Pertalite maupun Pertamax,” ujar Yuliot ketika ditemui setelah menghadiri Indonesia Energy Outlook 2025 di Jakarta, Kamis.

    Pernyataan tersebut merespons kebijakan Kementerian ESDM terkait pengawasan kualitas BBM yang beredar di dalam negeri dalam periode 2018–2023.

    Saat ini, kata dia, proses hukum di Kejaksaan Agung sedang berjalan. Oleh karena itu, yang bisa dilakukan oleh Kementerian ESDM adalah mendukung proses hukum dan berusaha untuk meningkatkan pengawasan.

    “Yang bisa kami lakukan adalah pengawasan ke depan,” ucap dia.

    Pernyataan tersebut selaras dengan Wakil Ketua Komisi XII DPR Bambang Haryadi yang menyampaikan bahwa bahan bakar minyak (BBM) Pertamina sudah melalui program sertifikasi dan diuji oleh Balai Besar Pengujian Minyak dan Gas Bumi (Lemigas) yang beroperasi di bawah Kementerian ESDM.

    Bambang menjelaskan bahwa proses pengujian produk bahan bakar minyak sudah berlangsung sejak zaman dahulu, sebelum kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018–2023 mencuat.

    Produk yang diuji oleh Lemigas pun bukan hanya BBM yang berasal dari Pertamina. Lemigas juga menguji BBM yang dijual oleh SPBU lainnya seperti Shell, Vivo, maupun BP.

    “Jadi sebenarnya barang-barang ini (BBM) sudah diuji, tidak hanya sekarang. Dari dulu ada peraturannya,” kata Bambang ketika melakukan sidak Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Pertamina di Jakarta, Kamis.

    Pernyataan tersebut merespons keresahan masyarakat akibat ramainya pemberitaan terkait BBM jenis Pertalite yang dioplos menjadi Pertamax.

    Kejaksaan Agung menyatakan bahwa dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, tersangka Riva Siahaan selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga melakukan pembelian (pembayaran) untuk RON 92, padahal sebenarnya hanya membeli RON 90 atau lebih rendah.

    RON 90 tersebut kemudian dilakukan blending di storage/depo untuk menjadi RON 92 dan hal tersebut tidak diperbolehkan.

    Kabar tersebut menyusul pengungkapan dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018–2023. Kasus tersebut diduga menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp193,7 triliun.

    Atas hal tersebut, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Simon Aloysius Mantiri menyampaikan bahwa produk Pertamax, jenis BBM dengan angka oktan (research octane number/RON) 92, dan seluruh produk Pertamina lainnya, telah memenuhi standar dan spesifikasi, yang ditentukan Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM.

    Simon menjelaskan produk BBM Pertamina secara berkala dilakukan pengujian dan diawasi secara ketat oleh Kementerian ESDM melalui Balai Besar Pengujian Minyak dan Gas Bumi Lemigas

    Pewarta: Putu Indah Savitri
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2025

  • 8
                    
                        Daftar 10 Kasus Korupsi Terbesar di Indonesia
                        Nasional

    8 Daftar 10 Kasus Korupsi Terbesar di Indonesia Nasional

    Daftar 10 Kasus Korupsi Terbesar di Indonesia
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Kasus dugaan
    korupsi
    pada tata kelola minyak mentah dan produk kilang di
    PT Pertamina
    , yang diketahui publik sebagai korupsi oplosan bahan bakar minyak, menambah daftar panjang kasus rasuah dengan kerugian negara yang fantastis.
    Selain kasus tata kelola bisnis minyak di perusahaan pelat merah itu, di Indonesia juga tercatat berbagai kasus yang merugikan negara hingga triliunan rupiah.
    Berikut adalah daftar
    kasus mega korupsi
    dengan kerugian negara triliunan rupiah dari yang terbesar.
    1. Korupsi Tata Niaga Timah Rp 300 Triliun
    Kasus korupsi pada tata niaga komoditas timah di PT Timah Tbk sejauh ini tercatat masih menjadi kasus rasuah dengan kerugian negara paling banyak, yakni Rp 300 triliun.
    Kasus korupsi itu terjadi dalam
    tempus delict
    i (waktu terjadinya tindak pidana) pada 2015 hingga 2022 di wilayah Bangka Belitung.
    Perkara ini menyeret lebih dari 20 orang tersangka, termasuk suami aktris Sandra Dewi, Harvey Moeis, dan eks Direktur Utama PT Timah Tbk, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani.
    Kerugian Rp 300 triliun itu meliputi kerugian lingkungan akibat kegiatan penambangan timah ilegal di Bangka Belitung sebesar Rp 271 triliun.
    Kemudian, kerugian akibat kerja sama sewa smelter yang terlalu mahal Rp 2,85 triliun dan kerugian akibat PT Timah membeli bijih timah dari wilayah izin usaha pertambangan (IUP) mereka sendiri sebesar Rp 26,649 triliun.
    2. Korupsi Tata Kelola Minyak di Pertamina Rp 193,7 Triliun
    Baru dirilis oleh Kejaksaan Agung (Kejagung), kasus korupsi di perusahaan minyak dan gas negara ini langsung menempati urutan kedua dengan kerugian negara terbanyak, yakni Rp 193,7 triliun.
    Dalam perkara ini, Kejagung telah menetapkan tujuh tersangka, termasuk di antaranya eks Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan, dan broker MKAR selaku pemilik manfaat PT Navigator Khatulistiwa.
    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, menyebut kerugian negara ini bersifat sementara dan baru berdasarkan pada lima komponen yang terjadi pada 2023.
    “Jadi kalau apa yang kita hitung dan kita sampaikan kemarin (Senin) itu sebesar Rp 193,7 triliun, perhitungan sementara ya, tapi itu juga sudah komunikasi dengan ahli. Terhadap lima komponen itu baru di tahun 2023,” katanya dalam program Sapa Indonesia Malam di YouTube Kompas TV, Rabu (26/2/2025).
    3. Kasus BLBI Rp 138 Triliun
    Sebelum kasus tata kelola minyak di Pertamina dirilis, kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) menempati kasus korupsi kedua dengan kerugian negara terbanyak dengan angka Rp 138 triliun.
    Perkara ini dimulai dari krisis moneter 1997 yang mengakibatkan puluhan bank di Indonesia ambruk.
    Bank Indonesia (BI) kemudian mengucurkan bantuan dana Rp 137,7 triliun untuk menyelamatkan 48 bank, tetapi dana itu tidak dikembalikan.
    Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menerbitkan hasil audit yang menyatakan negara rugi Rp 138,44 triliun.
    Pada 2007, Kejagung membentuk tim yang mengusut korupsi BLBI, namun penyidikan dihentikan pada 2008.
    Meski mengakui ada kerugian negara, Korps Adhyaksa menyebut tidak ada tindakan melawan hukum.
    4. Kasus Duta Palma Rp 78 Triliun
    Kasus berikutnya adalah korupsi penyerobotan lahan kawasan hutan seluas 37 hektar di Riau yang menjerat taipan sekaligus pemilik PT Duta Palma Group, Surya Darmadi.
    Perkara rasuah ini turut melibatkan eks Bupati Indragiri Hulu periode 1999-2008, R Thamsir Rachman.
    Adapun kerugian Rp 78 triliun itu terdiri dari kerugian negara Rp 4,7 triliun; Rp 1,27 triliun; dan kerugian perekonomian negara Rp 73,9 triliun.
    5. Kasus PT TPPI Rp 37,8 Triliun
    Kasus rasuah pengolahan kondensat ilegal di kilang minyak Tuban, Jawa Timur, menempati urutan kelima dengan kerugian negara terbanyak, yakni Rp 37,8 triliun.
    Perkara ini menyeret PT Trans-Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) dengan tempus delicti 2009-2011.
    Dalam kasus ini, eks Kepala BP Migas, Raden Priyono, dan eks Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas, Djoko Harsono, dihukum 12 tahun penjara.
    6. PT Asabri Rp 22,7 Triliun
    Tidak hanya di perusahaan pertambangan, korupsi dengan angka fantastis juga terjadi di perusahaan asuransi milik negara, PT Asuransi Angkatan Bersenjata Indonesia (Asabri).
    Kasus ini merugikan negara hingga Rp 22,7 triliun.
    Korupsi dilakukan dengan menginvestasikan dana milik nasabah secara melawan hukum hingga akhirnya merugikan negara.
    Perkara ini turut menyeret Direktur Utama PT Hanson International Tbk, Benny Tjokrosaputro (Benny Tjokro), ke dalam bui dan dituntut hukuman mati.
    Namun, ia divonis nihil karena sudah mendapatkan hukuman maksimal pada kasus asuransi Jiwasraya.
    7. PT Jiwasraya Rp 16,8 Triliun
    Selain Asabri, kasus korupsi juga terjadi di PT Asuransi Jiwasraya.
    Perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu gagal membayar polis nasabah sebesar Rp 12,4 triliun.
    Berdasarkan hasil perhitungan auditor, negara rugi Rp 16,8 triliun akibat korupsi ini.
    Dalam perkara ini, Benny Tjokro dihukum 20 tahun penjara.
    8. Kasus Ekspor Minyak Sawit Mentah Rp 12 Triliun
    Kasus mega korupsi
    lainnya adalah pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan turunannya pada kurun 2021-2022.
    Korupsi ini menimbulkan kelangkaan minyak goreng dalam negeri.
    Hasil audit BPK pada 2022 menyatakan negara mengalami kerugian keuangan Rp 2 triliun dan kerugian perekonomian Rp 10 triliun.
    9. Kasus Pengadaan Pesawat di Garuda Indonesia
    Kasus pengadaan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600 pada 2011 masuk dalam daftar korupsi dengan kerugian negara terbesar di Indonesia.
    Perkara ini menjerat eks Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar.
    Negara disebut rugi 609 juta dollar AS atau Rp 9,37 triliun pada kurs saat itu.
    10. Korupsi Proyek BTS 4G
    Korupsi proyek pembangunan base transceiver station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 dalam program Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) di Kementerian Komunikasi dan Informatika 2020-2022 menempati urutan ke-10.
    Perkara yang menjerat eks Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Johnny Gerard Plate itu merugikan negara lebih dari Rp 8 triliun.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Menteri ESDM bentuk tim untuk pastikan spesifikasi BBM

    Menteri ESDM bentuk tim untuk pastikan spesifikasi BBM

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    Menteri ESDM bentuk tim untuk pastikan spesifikasi BBM
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Rabu, 26 Februari 2025 – 14:07 WIB

    Elshinta.com – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyampaikan akan membentuk tim untuk memberi kepastian spesifikasi bahan bakar minyak (BBM) sebagai respons dari keresahan masyarakat soal kualitas BBM.

    “Kami akan menyusun tim dengan baik untuk memberikan kepastian agar masyarakat membeli minyak berdasarkan spesifikasi dan harganya,” ucap Bahlil ketika ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu.

    Terkait dengan pembelian RON 90 dan RON 92, Bahlil menyampaikan pentingnya perbaikan penataan terhadap izin-izin impor BBM. Saat ini, kata dia, Kementerian ESDM membenahinya dengan memberi izin impor BBM untuk 6 bulan, bukan satu tahun sekaligus.

    “Makanya sekarang, izin-izin impor kami terhadap BBM tidak satu tahun sekaligus. Kami buat per enam bulan, supaya ada evaluasi per tiga bulan,” ucap dia.

    Selain itu, produksi minyak yang tadinya diekspor, Bahlil menyampaikan tidak akan lagi diizinkan untuk mengekspor agar minyak mentah yang diproduksi diolah di dalam negeri.

    “Nanti yang bagus, kami suruh blending. Nanti yang tadinya itu nggak bisa diolah di dalam negeri, sekarang kami minta harus diolah di dalam negeri,” ucap Bahlil.

    Pernyataan tersebut merespons keresahan masyarakat akibat ramainya pemberitaan terkait BBM jenis Pertalite yang dioplos menjadi Pertamax.

    Kejaksaan Agung menyatakan bahwa dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, tersangka Riva Siahaan selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga melakukan pembelian (pembayaran) untuk RON 92, padahal sebenarnya hanya membeli RON 90 atau lebih rendah.

    RON 90 tersebut kemudian dilakukan blending di storage/depo untuk menjadi RON 92 dan hal tersebut tidak diperbolehkan.

    Kabar tersebut menyusul pengungkapan dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018–2023. Kasus tersebut diduga menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp193,7 triliun.

    Atas hal tersebut, PT Pertamina (Persero) membantah kabar adanya bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax yang dioplos dengan BBM jenis Pertalite, sekaligus memastikan bahwa Pertamax yang beredar di masyarakat sudah sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan.

    Vice President Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso Fadjar menegaskan bahwa produk Pertamax yang sampai ke masyarakat sudah sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan.

    “Kami pastikan bahwa produk yang sampai ke masyarakat itu sesuai dengan speknya masing-masing,” ucap Fadjar ketika ditemui di Gedung DPD RI, Jakarta, Selasa (25/2).

    Sumber : Antara

  • 6
                    
                        Kejagung Bongkar Korupsi di Pertamina, Mahfud MD: Tak Akan Berani kalau Tidak Dapat Izin Presiden
                        Regional

    6 Kejagung Bongkar Korupsi di Pertamina, Mahfud MD: Tak Akan Berani kalau Tidak Dapat Izin Presiden Regional

    Kejagung Bongkar Korupsi di Pertamina, Mahfud MD: Tak Akan Berani kalau Tidak Dapat Izin Presiden
    Tim Redaksi
     
    SOLO, KOMPAS.com
    – Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam),
    Mahfud MD
    , menilai keberanian
    Kejaksaan Agung
    dalam membongkar kasus korupsi tata kelola minyak di Pertamina tidak terlepas dari restu Presiden
    Prabowo Subianto
    .
    “Menurut saya, Kejaksaan Agung tidak akan seberani itu kalau tidak mendapat izin dari Presiden. Oleh sebab itu, saya juga mengapresiasi bahwa Presiden membiarkan Kejaksaan Agung itu bekerja,” kata Mahfud MD saat ditemui di Universitas Slamet Riyadi Solo, Kamis (27/2/2025).
    Kasus korupsi di Pertamina ini mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp 193,7 triliun, dengan periode dugaan korupsi berlangsung antara 2018 hingga 2024.
    Kejaksaan Agung telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus ini pada Rabu (26/2/2025).
    Mahfud menilai bahwa langkah yang diambil Kejaksaan Agung adalah bukti penegakan hukum yang tegas meskipun ia tidak menampik kemungkinan adanya motif politik di baliknya.
    “Apa pun motifnya, kalau ada motif politik ya terserah, tapi hukum tegak seperti itu,” lanjutnya.
    Mahfud MD juga mengapresiasi kinerja Kejaksaan Agung yang menurutnya terus menunjukkan peningkatan sejak 2022 hingga 2024.
    “Kejaksaan Agung itu selalu mendapat penilaian terbaik. Asal dilindungi dan diberi peluang oleh atas untuk melakukan tindakan,” ujarnya.
    Langkah Awal dalam Penegakan Hukum
    Sebagai Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia (UII), Mahfud berharap keberanian Kejaksaan Agung dalam menangani kasus besar seperti ini menjadi awal yang baik dalam penegakan hukum di Indonesia.
    “Dan itu mungkin sebuah permulaan dari langkah-langkah untuk selanjutnya akan dilakukan dan perlu dilakukan oleh Presiden. Nah, kita tunggu,” ungkapnya.
    Ia juga mengajak masyarakat untuk tetap obyektif dalam menilai kinerja pemerintah, khususnya dalam pemberantasan korupsi.
    “Jangan sampai nihilistik, seakan-akan yang dilakukan pemerintah itu salah terus, tidak ada gunanya. Ini ada gunanya. Ada gunanya,” tegasnya.
     
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Komisi XII DPR sidak SPBU di Cibubur guna pastikan BBM tak dioplos

    Komisi XII DPR sidak SPBU di Cibubur guna pastikan BBM tak dioplos

    Jakarta (ANTARA) – Jajaran Komisi XII DPR RI melakukan inspeksi mendadak ke SPBU Pertamina di kawasan Cibubur, perbatasan Jakarta dan Depok, Kamis.

    Sidak dilakukan guna memastikan tidak ada pengoplosan BBM Pertalite dan Pertamax, di tengah polemik dugaan pengoplosan BBM yang mencuat dalam penegakan hukum yang dilakukan Kejaksaan Agung terhadap mantan bos PT Pertamina Patra Niaga.

    “Kami ingin memastikan bahwa RON 92 dan RON 90 benar-benar sesuai dengan ketentuan yang sudah ditetapkan Lemigas,” kata Bambang kepada wartawan di lokasi, Kamis.

    Ketika tiba di lokasi, rombongan komisi yang membidangi energi dan sumber daya mineral, lingkungan hidup, dan investasi, yang dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi XII DPR RI Bambang Hariyadi itu langsung menguji perbedaan BBM RON 90 dan RON 92. BBM tersebut pun dikucurkan ke dalam gelas tabung sampling.

    Pengecekan itu pun dilakukan oleh Lembaga Minyak dan Gas Bumi (Lemigas) yang juga hadir di lokasi. Pertama-tama, mereka mengucurkan BBM jenis Pertalite (RON 90) yang berwarna hijau.

    Selanjutnya, mereka pun lantas mengambil sampel bahan bakar Pertamax (RON 92). Dua jenis BBM itu pun kemudian dikomparasikan dan tampak warnanya pun berbeda.

    Dia menjelaskan bahwa Lembaga Minyak dan Gas Bumi (Lemigas) setiap tahun secara berkala menguji secara acak terhadap produk BBM yang beredar di masyarakat. Dari hasil pengecekan, menurut dia, bantahan Pertamina terhadap BBM oplosan pun terbukti.

    “Dan Lemigas sendiri sudah mengakui bahwa mereka juga dalam setiap tahun itu dilakukan uji sampling. Bahkan standarnya begitu, standarnya sebelum produk itu didistribusikan ke masyarakat wajib diuji,” kata dia.

    Walau begitu, dia pun tak menampik bahwa ada opini yang terbentuk di masyarakat terkait dugaan oplosan BBM tersebut. Setelah melihat secara fisik, menurut dia, BBM di SPBU itu pun akan kembali diuji oleh pihak Lemigas.

    Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) mengatakan bahwa tersangka kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang mengoplos bahan bakar minyak (BBM) jenis RON 90 menjadi RON 92.

    “BBM berjenis RON 90, tetapi dibayar seharga RON 92, kemudian dioplos, dicampur,” kata Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (25/2).

    Tindakan curang tersebut, kata dia, bermula pada periode 2018—2023. Pemenuhan minyak mentah dalam negeri wajib mengutamakan pasokan minyak bumi dari dalam negeri sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Menteri ESDM Nomor 42 Tahun 2018.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Rangga Pandu Asmara Jingga
    Copyright © ANTARA 2025

  • Alur dan Modus Tersangka Korupsi Minyak Mentah, Negara Tekor Ratusan Triliun

    Alur dan Modus Tersangka Korupsi Minyak Mentah, Negara Tekor Ratusan Triliun

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah mengusut dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina-KKKS periode 2018-2023.

    Kasus bermula pengamatan korps Adhyaksa terkait keresahan masyarakat soal bahan bakar di Indonesia. Salah satu persoalan itu yakni terkait dengan BBM yang diproduksi Pertamina yang diduga kurang bagus.

    Singkatnya, setelah menemukan adanya dugaan tindak melawan hukum, Kejagung kemudian mengeluarkan sprindik yang teregister dengan Nomor: PRIN-59/F.2/Fd.2/10/2024 tertanggal 24 Oktober 2024.

    Kemudian, setelah dilakukan serangkaian proses penyidikan, penyidik menemukan kasus ini bermula saat pemerintah mengeluarkan Permen ESDM No.42/2018 tentang prioritas pemanfaatan minyak bumi untuk kebutuhan dalam negeri. 

    Pada intinya, beleid tersebut mengatur soal pemenuhan minyak mentah dalam negeri yang wajib mengutamakan pasokan minyak bumi dari dalam negeri. 

    Dalam hal ini, pertamina juga wajib mencari pasokan minyak bumi yang berasal dari Kontraktor dalam negeri sebelum merencanakan impor minyak bumi.

    Namun demikian, berdasarkan fakta hukum yang ditemukan penyidik, petinggi anak usaha Pertamina malah melakukan pengkondisian dalam Rapat Optimasi Hilir (OH) yang dijadikan dasar untuk menurunkan produksi kilang.

    Alhasil, produksi minyak bumi dalam negeri tidak terserap secara optimal dan mengakibatkan pemenuhan minyak mentah maupun produk kilang diperoleh dari impor.

    Selanjutnya, saat produksi kilang sengaja diturunkan, maka produksi minyak mentah dalam negeri oleh KKKS sengaja ditolak dengan dalih tidak ekonomis dan memiliki kualitas yang tidak sesuai. Hal ini membuat minyak mentah Indonesia dilakukan ekspor.

    Di lain sisi, PT Kilang Pertamina Internasional justru malah melakukan impor minyak mentah, sementara PT Pertamina Patra Niaga melakukan impor produk kilang. Pembelian produk impor keduanya diduga dilakukan dengan lebih tinggi dibandingkan dengan produk dalam negeri.

    “Harga pembelian impor tersebut apabila dibandingkan dengan harga produksi minyak bumi dalam negeri terdapat perbandingan komponen harga yang tinggi,” ujar Dirdik Jampidsus Kejagung RI, Abdul Qohar, dikutip Kamis (27/2/2025).

    Modus Kasus Pertamina

    Kasus ini melibatkan antara kubu penyelenggara dari anak usaha Pertamina dengan broker. Kedua belah pihak sepakat untuk mengatur pengadaan impor minyak mentah dan produk kilang yang diduga bertujuan untuk keuntungan dengan cara melawan hukum.

    Salah satu modusnya yaitu dengan cara melakukan impor Ron 92 yang tidak sesuai dengan perencanaan atas persetujuan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan. 

    Dalam hal ini, PT Pertamina Patra Niaga malah melakukan impor Ron 90 atau lebih rendah untuk pemenuhan minyak mentah dalam negeri.

    Kemudian, Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya (MK) diduga telah memerintahkan tersangka Edward untuk melakukan blending produk kilang jenis Ron 88 Premium dengan Ron 92 agar dapat menghasilkan RON 92.

    Kegiatan blending bahan bakar itu dilakukan di PT Orbit Terminal milik tersangka Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) dan Gading Ramadhan Joedo (GRJ) atau yang dijual dengan harga Ron 92.

    “Ron 90 atau di bawahnya itu, tadi fakta yang ada di transaksi Ron 88 di blending dengan 92 dan dipasarkan seharga 92,” ungkap Qohar.

    Selain itu, tersangka sekaligus Direktur Utama PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi diduga telah melakukan mark up pada kegiatan impor tersebut.

    Atas tindakan itu, negara telah mengeluarkan fee sebesar 13%-15% secara melawan hukum yang kemudian tersangka sekaligus anak Riza Chalid, Muhammad Kerry Andrianto Riza diduga mendapatkan keuntungan dari transaksi tersebut.

    Sejumlah tindakan melawan hukum ini kemudian berimbas pada harga dasar yang dijadikan acuan untuk penetapan HIP (Harga Indeks Pasar) BBM menjadi lebih tinggi saat dijual ke masyarakat.

    “Komponen harga dasar yang dijadikan acuan untuk penetapan HIP BBM untuk dijual kepada masyarakat menjadi mahal/tinggi sehingga dijadikan dasar pemberian kompensasi maupun subsidi BBM setiap tahun dari APBN,” tutur Qohar.

    Kerugian Rp193,7 Triliun Belum Final

    Kapuspenkum Kejagung RI, Harli Siregar menyatakan bahwa kerugian negara Rp193,7 triliun di kasus minyak mentah dan kilang Pertamina hanya terjadi pada 2023.

    Dia menjelaskan kerugian tersebut terdiri atas lima komponen, yaitu kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp35 triliun dan kerugian impor minyak mentah melalui broker sekitar Rp2,7 triliun.

    Kemudian, kerugian impor BBM melalui broker sekitar Rp9 triliun; kerugian pemberian kompensasi periode 2023 sekitar Rp126 triliun; dan kerugian pemberian subsidi 2023 sekitar Rp21 triliun.

    “[Dugaan nilai kerugian keuangan negara] Rp193,7 triliun itu pada tahun 2023,” ujar Harli di Kejagung, Rabu (27/2/2025).

    Dengan demikian, hingga saat ini Kejagung masih menghitung kerugian negara kasus tersebut dengan menggandeng sejumlah ahli dan pihak terkait seperti BPKP.

    Terkait hal ini, Harli menyatakan bahwa kerugian negara kasus pengaturan ekspor dan impor minyak mentah ini bisa lebih dari Rp193,7 triliun.

    “Kalau melihat itu, karena kan ini di 2023. Nah, makanya tadi kita sampaikan, kalau ini di-trace misalnya sampai di 2018, 2019, sampai ke 2023. Nah, kita harapkan atau mungkin saja ini bisa lebih,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, berikut ini 9 tersangka dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero)-KKKS :

    1. Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (RS)

    2. Direktur Utama PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi (YF)

    3. Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR)

    4. VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina International Agus Purwono (AP)

    5. Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur PT Orbit Terminal Merak Gading Ramadhan Joedo (GRJ)

    6. Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional Sani Dinar Saifuddin (SDS)

    7. Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim Dimas Werhaspati (DW)

    8. Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga Maya Kusmaya (MK)

    9. VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga Edward Corne (EC) 

  • Korupsi Oplosan Pertamina Terjadi Antara 2018 – 2023, Dandhy Laksono: Itu Angka Cantik Sebelum Pilpres dan Pemilu

    Korupsi Oplosan Pertamina Terjadi Antara 2018 – 2023, Dandhy Laksono: Itu Angka Cantik Sebelum Pilpres dan Pemilu

    FAJAR.CO.ID,JAKARTA — Kasus dugaan korupsi oplosan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Pertamina terungkap. Terjadi antara 2018 – 2023.

    Hal tersebut menuai sorotan publik. Jurnalis investigasi Dandhy Laksono mengatakan kemungkinan BBM yang dioplos sudah habis.

    “Kasusnya memang terjadi antara 2018-2023. Jadi yang oplosan mungkin sudah habis dikonsumsi rakyat Indonesia,” kata Dandhy dikutip dari unggahannya di X, Kamis (27/2/2025).

    Menurutnya, penting untuk pihak terkait mengakui adanya praktik tersebut. Agar kredibilitasnya bisa dipulihkan.

    “Kalau mau memulihkan kredibilitas, mending jelasin (akui) bahwa selama 5 tahun ada praktik seperti ini,” ujarnya.

    Di sisi lain, Dandhy menggaris bawahi. Bahwa di tahun 2018 dan 2023 ada momen besar setelahnya. Yakni Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 dan 2024.

    “Btw, 2018 dan 2023 itu angka cantik sebelum Pilpres dan Pemilu,” terangnya.

    Sebelumnya Kejaksaan Agung mengatakan praktik blending atau oplosan bahan bakar minyak RON 90 menjadi RON 92 dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) terjadi pada tahun 2018–2023.

    Hal tersebut disampaikan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar untuk merespons adanya isu masih adanya bahan bakar minyak (BBM) oplosan yang beredar di masyarakat.

    “Terkait adanya isu oplosan, blending, dan lain sebagainya, untuk penegasan, saya sampaikan bahwa penyidikan perkara ini dilakukan dalam tempus waktu 2018 sampai 2023. Artinya, ini sudah dua tahun yang lalu,” kata Harli di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu.

  • Kejagung Jawab Soal Kans Periksa Ahok di Kasus Korupsi Minyak Mentah

    Kejagung Jawab Soal Kans Periksa Ahok di Kasus Korupsi Minyak Mentah

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) menjelaskan kans memeriksa mantan Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok di kasus minyak mentah dan kilang Pertamina.

    Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung RI, Abdul Qohar menyatakan bahwa pihaknya akan melakukan pemeriksaan terhadap pihak manapun jika terlibat dalam perkara ini, termasuk Ahok.

    “Ya saya jawab dari belakang ya, jadi siapapun yg terlibat dalam perkara ini,” ujarnya di Kejagung, Rabu (26/2/2024).

    Namun demikian, Qohar menekankan bahwa pemeriksaan itu tentunya harus dibarengi dengan dokumen, keterangan saksi atau alat bukti yang ada.

    Oleh sebab itu, Kejagung bisa jadi memeriksa politisi PDI-Perjuangan (PDIP) itu apabila ditemukan keterangan maupun alat bukti yang merujuk terhadap Ahok.

    “Baik berdasarkan keterangan saksi, maupun berdasarkan dokumen atau alat bukti yang lain pasti akan kita panggil untuk dimintai keterangan, siapapun,” pungkasnya.

    Sebagai informasi, Ahok ditetapkan sebagai Komisaris Utama Pertamina per Juli 2023. Pengangkatan Ahok itu berdasarkan Kepmen BUMN Nomor SK-211/MBU/07/2023 tanggal 25 Juli 2023.

    Selang tujuh bulan kemudian atau tepatnya pada Februari 2024, mantan Gubernur DKI Jakarta ini mundur dari jabatannya sebagai Komut Pertamina.

    Alasannya, Ahok mengundurkan diri dari jabatan Komut Pertamina lantaran ingin mendukung kampanye pasangan calon Presiden dan calon Wakil Presiden nomor urut 3 Ganjar Pranowo dan Mahfud MD pada Pilpres 2024

  • Pernyataan Prabowo, Erick Thohir, dan Bahlil soal Mega Korupsi Pertamina

    Pernyataan Prabowo, Erick Thohir, dan Bahlil soal Mega Korupsi Pertamina

    Bisnis.com, JAKARTA – Kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah yang melibatkan anak usaha PT Pertamina (Persero), yaitu PT Pertamina Patra Niaga, menjadi sorotan publik. Mulai dari Presiden Prabowo Subianto hingga pejabat tinggi di pemerintah pun memberikan tanggapan mengenai kasus ini, dengan sikap yang berbeda. 

    Presiden Prabowo Subianto menyampaikan komitmennya untuk menangani dan membersihkan kasus tersebut. Hal tersebut disampaikan Presiden usai meresmikan Layanan Bank Emas Pegadaian dan Bank Syariah Indonesia yang digelar di The Gade Tower, Jakarta, pada Rabu (26/2/2025).

    Dalam pernyataannya, Prabowo menegaskan bahwa saat ini pemerintah tengah menangani persoalan mega korupsi yang terjadi di Pertamina. 

    “Lagi diurus itu semua, ya. Lagi diurus semua. Oke, Kami akan bersihkan, kami akan tegakkan. Kami akan membela kepentingan rakyat,” ujarnya kepada wartawan. 

    Di sisi lain, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyampaikan pendekatan yang lebih mendalam terkait penegakan hukum. 

    Erick mengungkapkan bahwa pihaknya sangat mendukung proses hukum yang sedang berjalan dan menekankan pentingnya transparansi dalam setiap tahapan.

    “Kami kan sudah sampaikan bahwa memang penegakan hukum, kami harus hormati dan semua proses hukumnya pasti kita dukung,” ujar Erick setelah menghadiri peluncuran Bank Emas di Jakarta.

    Erick juga menegaskan komitmennya untuk bekerja sama dengan Kejaksaan Agung dalam pemberantasan korupsi, seperti yang telah dilakukan pada kasus-kasus sebelumnya, seperti korupsi PT Asabri dan PT Jiwasraya.

    Kendati demikian, Erick menuturkan soal penggantian Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, hal itu masih akan dibicarakan lebih lanjut dengan Komisaris Utama dan pihak terkait. 

    “Kan ada Komut [komisaris utama], Dirut nanti kami konsultasi, kami diskusi juga seperti apa TPA [Tim Penilai Akhir] proses berikutnya,” tandas Erick. 

    Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia juga ikut menanggapi kasus ini. Ketua Umum partai Golongan Karya (Golkar) ini menegaskan pentingnya menghargai proses hukum yang sedang berjalan dan menyerahkan sepenuhnya kepada aparat penegak hukum.

    Bahlil juga mengingatkan untuk menjunjung tinggi prinsip praduga tak bersalah dalam setiap kasus yang ditangani. 

    “Kami dari Kementerian ESDM sangat menghargai proses hukum yang terjadi. Kami harus menghargai dan menyerahkan semuanya kepada teman-teman aparat penegak hukum yang melakukan itu,” ucapnya di Kementerian ESDM, Rabu (26/2/2025). 

    Meski begitu, terkait isu pengoplosan BBM Pertalite menjadi Pertamax, Bahlil membantah keras rumor tersebut.

    “Enggak ada [BBM oplosan]. Apanya yang kualitas? Kualitas kami kan sudah sesuai standar. Kan sudah ada semuanya. Jadi kalau mau membeli harga minyak yang bagus, harganya juga bagus. Mau setengah-setengah, ada juga setengah-setengah. Semua sudah ada speknya,” pungkas Bahlil.

    Sekadar informasi, Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap bahwa modus Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan dalam dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina-KKKS 2018-2023.

    Kejagung RI mengemukakan bahwa RS selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga seolah-olah melakukan impor produk kilang RON 92. Namun, setelah diusut ternyata RS diduga malah membeli bahan bakar dengan oktan minimum sebesar RON 90 atau sejenis pertalite. Produk kilang itu kemudian dicampur sedemikian rupa untuk menjadi RON 92 atau sejenis pertamax.

  • Pertamina Pastikan Kualitas Pertamax RON 92 Sesuai Standar Ditjen Migas

    Pertamina Pastikan Kualitas Pertamax RON 92 Sesuai Standar Ditjen Migas

    Pertamina Pastikan Kualitas Pertamax RON 92 Sesuai Standar Ditjen Migas
    Tim Redaksi
    KOMPAS.com
    – Direktur Utama (Dirut) PT
    Pertamina
    (Persero) Simon Aloysius Mantiri memastikan produk
    Pertamax
    , jenis bahan bakar minyak (BBM) dengan angka oktan atau
    research octane number
    (RON) 92, telah memenuhi standar yang ditentukan.
    “Produk-produk Pertamina lainnya juga telah sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Ditjen Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM),” ucapnya dalam siaran pers, Kamis (27/2/2025).
    Simon menjelaskan, produk BBM Pertamina secara berkala diuji dan diawasi secara ketat oleh
    Kementerian ESDM
    melalui Balai Besar Pengujian Minyak dan Gas Bumi (Lemigas).
    Lebih lanjut, ia mengatakan, Pertamina menghormati proses penyidikan yang sedang dilakukan Kejaksaan Agung atas tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada 2018-2023.
    “Selama proses penyidikan tersebut, kami pastikan bahwa operasional Pertamina saat ini berjalan lancar. Kami akan terus mengoptimalkan layanan serta menjaga kualitas produk BBM kepada masyarakat,” kata Simon. 
    Pertamina, sebagai induk perusahaan dari berbagai lini bisnis energi, terus berupaya meningkatkan kinerja tata kelola yang baik (
    good corporate governance
    ) di seluruh Pertamina Group, termasuk melalui sinergi yang lebih kuat dengan Kejaksaan Agung.
    Simon mengapresiasi kepercayaan dan dukungan dari semua pihak terhadap kualitas produk-produk Pertamina selama ini.
    Dia juga meminta masyarakat tetap tenang dan tidak terprovokasi dengan berbagai isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.