Antrean Pertamax di 3 SPBU Jakarta Mendadak Sepi Usai Skandal Korupsi Pertamina Terbongkar
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Tiga Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Pertamina di Jakarta mengalami penurunan jumlah pengunjung setelah terungkapnya skandal korupsi PT Pertamina (Persero).
Pengamatan
Kompas.com
pada Minggu (2/3/2025) dilakukan di SPBU 34 Pejompongan, yang terletak di Jalan Penjernihan 1, Jakarta Pusat, sekitar pukul 16.30 WIB.
Di area pengisian Pertamax untuk mobil dan motor, suasana tampak sepi, bahkan tidak ada petugas yang berjaga di lokasi tersebut.
Sementara itu, di area pengisian Pertalite, terdapat sekitar 11 motor yang sedang antre.
Meski demikian, antrean di area Pertalite SPBU 34 Penjompongan tidak terlihat seramai biasanya. Padahal pada sore hari, antrean biasanya mencapai puluhan kendaraan.
Pengamatan kedua dilakukan di SPBU 34 Jalan Hanglekir 1, Tanah Abang, Jakarta Pusat, sekitar pukul 17.01 WIB. Di SPBU ini, hanya satu pengendara motor yang terlihat mengisi Pertamax.
Sementara itu, Pertalite masih diminati oleh warga, dengan antrean pembeli yang mengular cukup panjang, mencapai sekitar 15 sepeda motor.
Di lokasi ketiga, SPBU 31 Jalan Gandaria 1, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, sekitar pukul 17.29 WIB, area pengisian Pertamax juga terlihat sepi.
Petugas SPBU yang berjaga bahkan terlihat duduk lesehan menunggu pelanggan dan menguap lantaran sepinya pengunjung.
Di area pengisian Pertalite, hanya ada dua sepeda motor yang sedang mengantre.
Kasus pengoplosan ini melibatkan PT Pertamina Patra Niaga, yang diduga membeli Pertalite untuk kemudian ”
diblending
” atau dioplos menjadi Pertamax.
Menurut keterangan dari
Kejaksaan Agung
(Kejagung), saat pengadaan produk kilang, tersangka RS melakukan pembelian untuk Ron 92 (Pertamax) padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 (Pertalite) atau bahan bakar yang lebih rendah.
“Hal tersebut tidak diperbolehkan,” ungkap Kejagung.
Dalam kasus ini, enam tersangka lainnya juga telah ditetapkan, termasuk Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi; SDS selaku Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional; serta AP selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional.
Selain itu, MKAR selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa, DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim, serta GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak juga terlibat dalam kasus ini.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kementrian Lembaga: Kejaksaan Agung
-
/data/photo/2025/03/01/67c2eafe83c8f.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Sudirman Said: Korupsi di Pertamina, Modus Lama dengan Pemain Baru
Sudirman Said: Korupsi di Pertamina, Modus Lama dengan Pemain Baru
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)
Sudirman Said
menilai bahwa kasus korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina (Persero) merupakan praktik lama yang kembali muncul dengan melibatkan pelaku baru.
“Ada seorang teman dari pemerintahan menyebutnya ini modus lama dengan pemain yang baru,” ungkap Sudirman dalam program
Gaspol
yang disiarkan di kanal Youtube
Kompas.com,
Sabtu (2/3/2025).
Sudirman mengidentifikasi tiga faktor yang menyebabkan celah korupsi di Pertamina.
Pertama, sebagai pemegang pasar utama, Pertamina rentan terhadap tindakan korupsi.
Kedua, transaksi dengan volume besar di Pertamina menciptakan margin yang signifikan.
“Marginnya begitu besar artinya dalam iklim yang serba suap menyuap itu sedang terjadi di mana-mana,” ungkap Sudirman.
Menurut dia, margin yang besar itu bisa saja dibagi untuk apa saja, mulai orang-orang yang terlibat dalam pengadaan di dalam perusahaan Pertamina.
“Ini bukan tuduhan tapi ini analisis ya,” tegas Sudirman.
Ketiga, Sudirman berujar, faktor sikap pemerintah terhadap kasus korupsi ini.
Ia yakin bahwa kerugian negara yang besar tidak mungkin dilakukan oleh satu pihak saja.
“Ketiga adalah sikap dari para pemegang kekuasaan atau pemegang otoritas di sekitar Pertamina. Apakah itu Menteri BUMN, harus kita tanya sikapnya bagaimana terhadap ini. Kemudian Menteri Energinya bagaimana terhadap ini,” tambahnya.
Sebelumnya,
Kejaksaan Agung
mengungkapkan kasus korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina (Persero) Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang berlangsung dari 2018 hingga 2023.
Kasus ini melibatkan sejumlah petinggi Pertamina, termasuk Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan, Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional Sani Dinar Saifuddin, serta beberapa pejabat lainnya.
Dalam perhitungan sementara, kerugian negara akibat korupsi ini diperkirakan mencapai Rp 193,7 triliun pada tahun 2023.
Menurut keterangan Kejaksaan Agung, PT Pertamina Patra Niaga diduga melakukan praktik pembelian Pertalite yang kemudian di-blend menjadi Pertamax.
Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, tersangka RS melakukan pembelian (pembayaran) untuk Ron 92 (Pertamax), padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 (Pertalite) atau lebih rendah.
“Kemudian dilakukan
blending
di
storage
/depo untuk menjadi Ron 92,” demikian bunyi keterangan Kejaksaan Agung yang dilansir pada Selasa (25/2/2025).Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
-
/data/photo/2024/12/15/675efea93b5f5.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
PDI-P Sebut Ada Upaya Penggiringan Opini soal Keterlibatan Ahok dalam Korupsi Pertamina
PDI-P Sebut Ada Upaya Penggiringan Opini soal Keterlibatan Ahok dalam Korupsi Pertamina
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Juru Bicara PDI Perjuangan, Chico Hakim, mengatakan ada upaya penggiringan opini yang menyudutkan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dalam dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina untuk periode 2018-2023.
Ahok sendiri pernah menjabat sebagai Komisaris Utama PT Pertamina dari 22 November 2019 hingga mundur pada 2 Februari 2024.
“Upaya penggiringan opini untuk menyudutkan PDI Perjuangan memang sedang marak terjadi. Salah satunya melalui kasus tata kelola minyak oleh anak perusahaan Pertamina, Patra Niaga,” ujar Chico saat dihubungi pada Minggu (2/3/2025).
Kendati demikian, Chico menambahkan, masyarakat tidak akan terpengaruh oleh isu yang mengaitkan Ahok dengan praktik korupsi di perusahaan minyak dan gas milik negara tersebut.
Ia menilai Ahok sangat antusias untuk memenuhi panggilan penyidik Jaksa Agung Muda bidang Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung jika keterangannya dibutuhkan.
“Justru Pak Ahok sangat bersemangat untuk hadir apabila memang ada panggilan dari Kejaksaan,” tuturnya.
Chico juga mengkritik kredibilitas, integritas, dan moral pihak-pihak yang menggiring opini negatif terhadap Ahok terkait kasus korupsi di Pertamina.
Ia menegaskan, PDI-P menjunjung tinggi supremasi hukum, dengan penegakan yang tidak tebang pilih, transparan, dan tidak mengada-ada.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung mengumumkan akan memanggil siapa pun yang dianggap dapat memberikan keterangan terkait dugaan korupsi di Pertamina.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, menyebutkan tempus delicti atau waktu terjadinya tindak pidana di Pertamina berlangsung antara 2018-2023.
Berdasarkan perhitungan sementara, kerugian yang tercatat pada 2023 saja mencapai Rp 193,7 triliun.
Jika dihitung secara keseluruhan, kerugian sejak 2018 hingga 2023 diperkirakan mencapai Rp 968,5 triliun.
“Jadi, coba dibayangkan, ini kan tempus-nya 2018-2023. Kalau sekiranya dirata-rata di angka itu setiap tahun, bisa kita bayangkan sebesar kerugian negara,” kata Harli dalam program Sapa Indonesia Malam di YouTube
Kompas TV
pada Rabu (26/2/2025).
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Narasi BBM Oplosan pada Proses Penegakan Hukum Kejagung Dianggap Membahayakan Pasar Migas
loading…
Mencuatnya narasi BBM oplosan terhadap proses penegakan hukum yang dilakukan Kejagung dianggap membahayakan pasar retail migas. Foto: Dok SINDOnews
JAKARTA – Mencuatnya narasi BBM oplosan terhadap proses penegakan hukum yang dilakukan Kejaksaan Agung (Kejagung) dianggap membahayakan pasar retail migas. Kejagung tengah menangani kasus dugaan korupsi tata niaga hilir migas PT Pertamina Patra Niaga.
Sejauh ini, sudah 9 orang ditetapkan tersangka baik dari Pertamina maupun pihak swasta. Menurut Ketua Dewan Pembina Pimpinan Pusat Kesatria Muda Respublika Iwan Bento Wijaya, ada informasi Kejagung yang kurang tepat dalam mempublikasi rangkaian suatu tindak pidana korupsi sehingga publik menangkap berbeda.
“Terdapat disinfromasi dalam narasi Kejagung dalam perkara tata niaga migas ditambah pada nilai kerugian negara yang sangat luar biasa di dalamnya. Publik merespons dari hasil publikasi Kejagung yakni BBM hasil blending dianggap sebagai BBM oplosan,” ujar Iwan, Minggu (2/3/2025).
Atas hal itu, dia menilai penegakan hukum Kejagung perlu dipertanyakan lagi soal independensinya. Ini terkait perhitungan kerugian negara yang cenderung tidak didasari perhitungan yang riil oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Perhitungan kerugian negara dalam suatu rangkaian tindak pidana merupakan langkah krusial dalam proses penegakan hukum oleh lembaga penegak hukum tersebut.
“Kejaksaan juga harus mengedepankan prinsip independen dan terlepas dari kepentingan politik, serta tidak menciptakan stigmatisasi terhadap salah satu pihak,” tuturnya.
Iwan menuturkan dalam proses penegakan hukum yang dilakukan Kejagung terhadap beberapa pihak yang diduga terlibat dalam pengadaan BBM dan proses produksi dan distribusi BBM murni sebagai suatu tindak pidana yang harus ditegakkan.
Namun, muncul dugaan proses hukum ini tidak murni upaya penegakan hukum semata melainkan ada indikasi suatu upaya menunggangi pihak-pihak tertentu yang ingin menguasai tata niaga hilir migas di Indonesia dan menjatuhkan kepercayaan publik terhadap Pertamina.
Maka itu, Iwan memberikan penekanan agar Kejagung dalam proses penegakan hukum harus mengedepankan prinsip persamaan di mata hukum, yang mana equality before the law menjadi bagian penting yang harus dipegang dalam proses penegakan hukum.
-

Saling Bantah Pertamina-Kejagung soal Isu Oplos BBM, Ini Kata Erick Thohir dan Istana – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM – Isu pengoplosan bahan bakar minyak (BBM) Pertalite menjadi Pertamax mencuat di masyarakat setelah Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap kasus mega korupsi yang merugikan negara hingga Rp193,7 triliun.
Menteri BUMN, Erick Thohir, mengaku telah berdiskusi dengan Jaksa Agung ST Burhanudin mengenai isu ini.
Erick Thohir menegaskan bahwa ia enggan berargumentasi mengenai dugaan praktik pengoplosan BBM.
“Saya dan Pak Jaksa Agung rapat jam 11 malam mengenai isu apakah ini blending oplosan, kita enggak mau berargumentasi,” ungkap Erick dalam wawancara dengan Kompas TV, Minggu (23/3/2025).
Erick juga menjelaskan bahwa praktik blending dalam industri perminyakan sudah ada sebelumnya dan meminta semua pihak untuk tidak emosional dalam menanggapi isu ini.
“Tidak semua pom bensin milik Pertamina, banyak yang dimiliki oleh UMKM swasta,” tambahnya.
Tanggapan Istana
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, juga memberikan tanggapan terkait isu ini.
Ia menegaskan bahwa kasus pengoplosan terjadi di anak perusahaan Pertamina, yaitu Pertamina Patra Niaga.
“Pemerintah mendukung seluruh proses hukum yang dijalankan Kejagung dalam mengungkap kasus pengoplosan BBM,” jelas Hasan di Magelang, Jawa Tengah, Kamis, (27/2/2025).
Hasan menekankan pentingnya memberantas praktik korupsi di BUMN dan mendukung Pertamina untuk memperbaiki tata kelolanya agar lebih akuntabel dan transparan.
Bantahan Pertamina
Pihak Pertamina melalui Pelaksana Tugas Harian Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Mars Ega Legowo Putra, membantah isu pengoplosan tersebut.
Ia menegaskan bahwa produk yang dijual di SPBU sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan.
“Kami sudah menerima RON 92, meskipun sudah berada di RON 90 dan 92, itu sifatnya masih base fuel,” kata Ega dalam rapat kerja dengan Komisi XII DPR RI.
Ega menjelaskan bahwa proses penambahan aditif dilakukan untuk meningkatkan kualitas BBM, yang dikenal sebagai injection blending.
Setiap bahan bakar yang diterima selalu melalui pengujian laboratorium sebelum dan sesudah bongkar muat.
Di sisi lain, Kejagung mengeklaim bahwa tersangka kasus mega korupsi Pertamina mengakui adanya pengoplosan BBM.
Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, menyatakan bahwa BBM yang dioplos dipasarkan dengan harga Pertamax.
“Ada RON 90 atau di bawahnya, RON 88 diblending dengan RON 92,” jelas Qohar dalam jumpa pers pada Rabu, (26/2/2025)
(Tribunnews.com/Jayanti Tri Utami/Taufik Ismail/Fersianus Waku)
Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5119339/original/040331100_1738573296-IMG-20250203-WA0008.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kejagung Ungkap Perubahan KUHP 2023 soal Hukuman Mati yang Bisa Dikonversi – Page 3
Liputan6.com, Jakarta Kejaksaan Agung (Kejagung) mengulas isi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) 2023 yang berbeda dengan sebelumnya.
Salah satunya terkait hukuman pidana mati yang dapat berubah menjadi seumur hidup jika narapidana tersebut menunjukkan penyesalan.
Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Asep N Mulyana menyampaikan soal perubahan paradigmatik dalam hukum pidana dari pendekatan retributif atau pembalasan menjadi restoratif, korektif, dan rehabilitatif.
Paradigma penegakan hukum juga mempertimbangkan kepentingan individu, masyarakat, negara, kearifan lokal, aspirasi global, dan keahlian.
“KUHP 2023 memiliki perbedaan sistematika dengan KUHP lama, termasuk jumlah bab dan pasal. KUHP 2023 membawa perubahan mendasar dalam sistematika hukum pidana, termasuk penghapusan kategori kejahatan dan pelanggaran, serta memperkenalkan pidana baru seperti pengawasan dan kerja sosial,” tutur Asep dalam keterangannya, Minggu (2/3/2025).
Dia menyebut, tujuan pemidanaan meliputi pencegahan, pemasyarakatan atau rehabilitasi, penyelesaian konflik, pemulihan keseimbangan, penciptaan rasa aman dan damai, serta penumbuhan penyesalan bagi terpidana.
“Terdapat pembatasan pidana penjara untuk kelompok tertentu seperti anak-anak, orang tua di atas 75 tahun, first offender, dan kondisi lainnya. Pidana pokok meliputi penjara, denda, tutupan, pengawasan, dan pidana kerja sosial, sedangkan pidana tambahan meliputi pencabutan hak tertentu, perampasan barang tertentu/tagihan, pembayaran ganti rugi, pencabutan izin tertentu, dan pemenuhan kewajiban adat. Pidana mati merupakan jenis pidana paling berat,” jelas dia.
Tidak dipungkiri, pro dan kontra atas penerapan hukuman mati masih menjadi perdebatan hingga saat ini. Beberapa pihak menganggap hal itu sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), sementara yang lain melihatnya sebagai instrumen keadilan dan efek jera dalam sistem peradilan pidana.
-

Polemik BBM Oplosan: Memiliki Dampak Serius, Harus Dibuktikan oleh Pendapat Ahli – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Dewan Pembina Pimpinan Pusat Kesatria Muda Respublika Iwan Bento Wijaya memberikan respons atas langkah Kejaksaan Agung yang menangani suatu perkara tindak pidana korupsi tata niaga hilir migas PT Pertamina Patra Niaga.
Dalam paparannya ada informasi Kejaksaan Agung yang kurang tepat dalam mempublikasi rangkaian suatu tindak pidana korupsi sehingga publik menangkap berbeda.
“Terdapat disinformasi dalam narasi Kejaksaan Agung dalam perkata tata niaga migas ditambah pada nilai kerugian negara yang sangat luar biasa di dalamnya. Publik merespons dari hasil publikasi Kejaksaan Agung adalah bahan bakar minyak (BBM) hasil blending dianggap sebagai BBM oplosan,” kata Iwan dalam keterangan persnya yang diterima wartawan pada Minggu, (2/3/2025).
Oleh sebab itu, ia pun menduga bahwa proses penegakan hukum yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung tersebut masih perlu dipertanyakan lagi soal independensinya.
Hal ini juga dikatakan Iwan terkait dengan perhitungan kerugian negara dalam tindak pidana korupsi yang ditangani oleh Kejaksaan Agung cenderung tidak didasari perhitungan yang real oleh Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK).
Di mana perhitungan kerugian negara dalam suatu rangkaian tindak pidana merupakan langkah krusial dalam proses penegakan hukum oleh lembaga penegak hukum tersebut.
“Kejaksaan juga harus mengedepankan prinsip independen dan terlepas dari kepentingan politik serta tidak menciptakan stigmatisasi terhadap salah satu pihak,” ujarnya.
Iwan menegaskan bahwa dalam proses penegakan hukum yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung terhadap beberapa pihak yang diduga terlibat dalam pengadaan BBM dan proses produksi dan distribusi BBM murni sebagai suatu tindak pidana yang harus ditegakkan.
Namun muncul dugaan bahwa proses hukum ini tidak murni upaya penegakan hukum semata.
Melainkan ada indikasi suatu upaya mengungguli oleh pihak-pihak tertentu yang ingin menguasai tata niaga hilir migas di Indonesia dan menjatuhkan kepercayaan publik terhadap Pertamina.
“Terlihat dari terjadinya disinformasi di masyarakat,” katanya.
Maka dari itu, Iwan pun memberikan penekanan agar Kejaksaan Agung dalam proses penegakan hukum harus mengedepankan prinsip persamaan di mata hukum yang mana equality before the law menjadi bagian penting yang harus dipegang oleh Kejaksaan Agung dalam proses penegakan hukum.
Hal ini menegaskan bahwa penegakan hukum tidak boleh diskriminatif atau menyudutkan salah satu pihak secara tidak proporsional.
“Apalagi berkaca pada perkara tata niaga migas PT Pertamina Patra Niaga, publikasi yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung mengenai adanya dugaan pengoplosan seharusnya didasari pendapat ahli perminyakan atau ahli kimia atau ahli pada ekosistem tata niaga hilir migas,” ujarnya.
“Karena bila ini tidak didasarkan oleh pendapat ahli, sangat berdampak pada kepercayaan publik yang di mana ini sangat bahaya bagi kendali negara terhadap ekosistem hilir tata niaga migas,” tambahnya.
Iwan juga menekankan bahwa PT Pertamina sebagai keterwakilan negara atau perpanjangan tangan negara dalam penguasaan dan pengusahaan ekosistem hilir tata niaga migas merupakan bentuk negara dalam mengimplementasikan amanat Pasal 33 UUD 1945, di mana negara harus memegang kendali penuh atas ekosistem hilir tata niaga migas.
“Bila pengaruh negara atas kendali ekosistem hilir tata niaga migas menurun bahkan hilang, itu sangat bahaya bagi negara atas kepastian supply migas untuk masyarakat,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Iwan juga mengatakan bahwa narasi BBM Oplosan Pertalite dan Pertamax tersebut memiliki dampak yang sangat serius, yakni pada kepercayaan publik pada seluruh produk Pertamina, khususnya Pertamax.
Bahkan, kata dia, perusahaan Badan Usaha Niaga Migas yang lain tidak berinvestasi terhadap kilang pengolahan dan penampungan.
Akhirnya yang diandalkan hanya kegiatan impor BBM.
“Bila ini terjadi, negara akan berkurang kendali atas pasar niaga hilir migas. Ini merupakan keadaan bahaya terhadap supply BBM kepada masyarakat bila ini terjadi,” tegasnya.
Oleh sebab itu, Iwan pun mengajak kepada seluruh elemen masyarakat untuk cermat dalam setiap informasi yang diterima melalui media massa atau media sosial karena butuh kebijaksanaan seluruh stakeholder dalam menyampaikan informasi ataupun yang menerima informasi.
“Hal ini bertujuan untuk setiap proses penegakan hukum berjalan secara utuh pada koridor hukum dan memberi dampak keadilan serta pengetahuan terhadap masyarakat,” ujar Iwan.
Sebelumnya, Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung Abdul Qohar menyatakan Kejagung tetap pada pernyataannya soal adanya pengoplosan RON 90 Pertalite atau di bawahnya RON 88 Premium dengan RON 92 Pertamax.
Tetapi penyidik menemukan tidak seperti itu.
Ada RON 90 Pertalite atau di bawahnya 88 diblending dengan 92 Pertamax.
Jadi RON dengan RON sebagaimana yang disampaikan tadi, kata Abdul Qohar dilansir Kompas.com.
yakni berdasarkan keterangan saksi yang telah diperiksa penyidik.
Bahkan dari keterangan saksi ini diperoleh juga informasi soal adanya bahan bakar minyak (BBM) oplosan yang disebut dijual seharga Pertamax.
Jadi hasil penyidikan tadi saya sampaikan itu RON 90 atau di bawahnya itu tadi fakta yang ada dari keterangan saksi RON 88 diblending dengan 92 dan dipasarkan seharga 92, terang Abdul Qohar.
Terkait benar tidaknya adanya pengoplosan Pertamax ini, Kejagung nantinya akan meminta ahli untuk meneliti.
“Nanti ahli yang meneliti. Tapi fakta-fakta alat bukti yang ada seperti itu. Keterangan saksi menyatakan seperti itu,” tuturnya.
-

Saling Tuduh Pertamina-Kejagung soal Isu Oplos BBM, Ini Kata Erick Thohir dan Istana – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM – Menteri BUMN, Erick Thohir buka suara soal isu bahan bakar minyak (BBM) Pertalite dioplos menjadi Pertamax.
Isu ini merebak di masyarakat seusai Kejaksaan Agung (Kejagung) membongkar kasus mega korupsi tata kelola minyak yang merugikan negara hingga Rp193,7 triliun.
Erick Thohir mengaku sudah berdiskusi dengan Jaksa Agung ST Burhanudin terkait isu ini.
Namun, Erick menegaskan enggan berargumentasi terkait dugaan praktik pengoplosan BBM.
“Saya dan Pak Jaksa Agung rapat jam 11 malam mengenai isu apakah ini blending oplosan, kita enggak mau berargumentasi,” ucap Erick, dikutip dari kanal YouTube Kompas TV, Minggu (2/3/2024).
Ia hanya memastikan, jika benar terjadi praktik oplosan pasti sudah ditindak.
Erick lantas menyinggung soal tahapan blending dalam proses pembuatan BBM di industri perminyakan.
“Tapi kalau itu ada oplosan di titik tertentu, kan pihak kejaksaan sedang menggali itu,” ujar Erick.
“Apakah ini blending? Ini beda lagi karena ada yang namanya blending di industri perminyakan yang selama ini sudah terjadi. Apakah itu koruptif atau bagian penaikan performance dari bensin tersebut. Bukan RON bensin tersebut,” ujarnya.
Menurut Erick, tidak semua SPBU dimiliki oleh Pertamina. Ada pula SPBU milik pengusaha swasta.
Oleh karena itu, Erick meminta semua pihak untuk tidak secara emosional menanggapi isu praktik BBM oplosan ini.
“Tidak semua pom bensin milik Pertamina. Semua banyak, mayoritas pom bensin itu milik UMKM, swasta. Nah itu kita harus jaga juga.”
“Nah ini yang sama-sama, kalau kita membenahi sesuatu, jangan dengan emosi, tuduh-menuduh,” tandasnya.
Kata Istana
Sementara itu, Istana melalui Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi juga telah buka suara terkait isu praktik BBM oplosan tersebut.
Hasan menegaskan, kasus tersebut terjadi di anak perusahaan Pertamina bukan perusahaan induknya.
“Oh yang Pertamina Patra Niaga ya, bukan di Pertamina tapi di anak perusahaan Pertamina. Pertamina Patra Niaga,” kata Hasan di Magelang, Jawa Tengah, Kamis, (27/2/2025).
Menurut Hasan, pemerintah mendukung seluruh proses hukum yang dijalankan Kejagung dalam mengungkap kasus pengoplosan BBM.
Hal ini, kata dia, sesuai dengan keinginan Presiden Prabowo Subianto untuk memberantas praktik korupsi.
“Karena ini juga merupakan bagian dari yang dicanangkan oleh Presiden Prabowo, yaitu memerangi korupsi. Jadi korupsi di manapun, di lembaga manapun, di BUMN manapun, baik itu di pusat maupun di daerah, memang harus diberantas dan diperangi,” katanya.
Hasan juga mendukung Pertamina untuk segera memperbaiki diri selaku perusahaan plat merah.
“Salah satu kekuatan ekonomi bangsa Indonesia dan mungkin satu-satunya perusahaan Indonesia yang masuk ke dalam jajaran Fortune 500,” katanya.
“Jadi aksi bersih-bersih di dalam Pertamina ini harus kita dukung juga, supaya nanti yang muncul adalah Pertamina yang jauh lebih baik lagi, jauh lebih prudent lagi, jauh lebih akuntabel, dan jauh lebih transparan dan bisa dipertanggungjawabkan dalam tata kelolanya,” ucapnya.
Sebelumnya, pihak Pertamina telah membantah isu praktik oplos Pertalite menjadi Pertamax.
Pelaksana Tugas Harian (PTH) Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Mars Ega Legowo Putra menegaskan produk yang diterima dan dijual di SPBU sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan.
“Baik yang dari luar negeri maupun dari dalam negeri itu kami sudah menerima RON 92. Yang membedakan adalah meskipun sudah berada di RON 90 dan 92 itu sifatnya masih base fuel artinya belum ada adiktif yang kita terima di Pertamina Patra Niaga ya,” kata Ega dalam rapat kerja dengan Komisi XII DPR RI di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (26/2/2025) lalu.
Ega menjelaskan, Pertamina Patra Niaga mengelola bahan bakar mulai dari terminal hingga ke SPBU.
Sementara itu, proses pengangkutan bahan bakar dari kilang ke terminal dilakukan oleh kapal milik Pertamina.
“Tidak ada proses perubahan RON, tetapi yang ada itu Pertamax kita tambahkan adiktif. Jadi di situ ada proses penambahan aditif dan proses penambahan warna. Proses inilah yang memberikan keunggulan perbedaan dalam produk,” ujar Ega.
Ega menjelaskan bahwa proses penambahan aditif ini dikenal sebagai injection blending.
Dia menambahkan bahwa setiap bahan bakar yang diterima, baik dari dalam maupun luar negeri, selalu melalui pengujian laboratorium sebelum dan sesudah bongkar muat.
“Setelah kita terima di terminal itu pun di terminal juga melakukan rutin pengujian kualitas produk di tempat-tempat Pertamina itu pun kita terus jaga sampai dengan ke SPBU,” tegasnya.
Temuan Kejagung
Sementara itu, Kejagung mengklaim bahwa tersangka kasus mega korupsi Pertamina menyatakan adanya pengoplosan BBM.
Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar mengatakan para tersangka mengakui BBM yang telah dioplos dipasarkan dengan harga Pertamax.
“Penyidik menemukan tidak seperti itu. Ada RON 90 atau dibawahnya ya (RON) 88 (BBM jenis premium) diblending dengan RON 92. Jadi RON (dioplos) dengan RON. Jadi kan tidak seperti itu (seperti klaim Pertamina),” jelas Qohar dalam jumpa pers, Rabu (26/2/2025) malam.
“Jadi hasil penyidikan saya sudah sampaikan, RON 90 atau dibawahnya tadi fakta yang ada di transaksi RON 88 diblending dengan RON 90 dipasarkan seharga RON 92,” katanya.
(Tribunnews.com/Jayanti Tri Utami/Taufik Ismail/Fersianus Waku)
-

Ahok Siap Diperiksa Kejagung soal Korupsi Pertamina: Aku Senang Dimintai Keterangan
loading…
Mantan Komisaris Utama PT Pertamina Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok siap diperiksa Kejagung. Pemeriksaan Ahok terkait kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produksi kilang minyak di Pertamina. Foto: Dok SINDOnews
JAKARTA – Mantan Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok siap diperiksa Kejaksaan Agung (Kejagung). Pemeriksaan Ahok terkait kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produksi kilang minyak di Pertamina.
Ketua Bidang Perekonomian PDIP ini mengaku senang bila diminta untuk memberi keterangan terhadap kasus tersebut. “Ya bisa saja dan aku senang jika diminta keterangan,” ujar Ahok, Sabtu (1/3/2025).
Ssbelumnya, Kejagung membuka peluang memeriksa Ahok, Komisaris Utama PT Pertamina 2019-2024. Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung Abdul Qohar menegaskan siapa pun yang terlibat dalam kasus ini tak luput dari pemeriksaan.
“Baik berdasarkan keterangan saksi maupun dokumen atau alat bukti yang lain pasti akan kita panggil untuk dimintai keterangan, siapa pun,” ujar Qohar, Rabu (26/2/2025).
Kejagung menetapkan 2 tersangka baru kasus ini yakni Maya Kusmaya selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga serta Edward Corne selaku VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga.
Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan 7 tersangka kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada Pertamina subholding dan KKKS tahun 2018-2023. Mereka telah ditahan Kejagung.
Tujuh tersangka yakni Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan; Direktur Utama PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi; Direktur Optimalisasi dan Produk Pertamina Kilang Internasional Sani Dinar Saifuddin; dan Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa Muhammad Kerry Andrianto Riza.
Kemudian, Vice President Feedstock Manajemen PT Kilang Pertamina Internasional Agus Purwono; Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak Gading Ramadhan; serta Dimas Werhaspati selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim Nusantara.
(jon)
-
/data/photo/2022/08/09/62f1f57760121.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
5 Deretan Korupsi di Pertamina: Dari Minyak Mentah hingga Dana Pensiun Nasional
Deretan Korupsi di Pertamina: Dari Minyak Mentah hingga Dana Pensiun
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Skandal korupsi di
Pertamina
tak hanya terjadi pertama kali ini saja. Perusahaan pelat merah itu sudah beberapa kali digerogoti
kasus korupsi
.
Berikut beberapa kasus korupsi di Pertamina:
1. Tata kelola minyak mentah dan produk kilang
Terbaru,
Kejaksaan Agung
mengungkap perkara korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina (Persero) Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.
Kasus korupsi
ini menyeret nama beberapa petinggi Pertamina, yaitu Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (RS);
Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional Sani Dinar Saifuddin (SDS); VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional Agus Purwono; dan pejabat di PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi (YF).
Kemudian, beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa Muhammad Kerry Adrianto Riza (MKAR); Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim Dimas Werhaspati (DW);
Komisaris PT Jenggala Maritim serta Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak Gading Ramadhan Joedo (GRJ); dan Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga Maya Kusmaya serta VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga Edward Corne.
Dalam perhitungan sementara, kerugian negara pada tahun 2023 akibat korupsi ini mencapai Rp 193,7 triliun.
Dilansir dari keterangan Kejagung, PT Pertamina Patra Niaga diduga membeli Pertalite untuk kemudian di-
blending
atau dioplos di depo/storage menjadi Pertamax. Pada saat pembelian, Pertalite tersebut dibeli dengan harga Pertamax.
“Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, tersangka RS melakukan pembelian (pembayaran) untuk Ron 92 (Pertamax), padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 (Pertalite) atau lebih rendah kemudian dilakukan blending di storage/depo untuk menjadi Ron 92,” demikian bunyi keterangan Kejagung, dilansir pada Selasa (25/2/2025).
“Dan hal tersebut tidak diperbolehkan,” imbuh keterangan itu.
2. Pengadaan LNG
Kasus korupsi pengadaan liquefied natural gas (LNG) di Pertamina periode 2011-2014 menyeret nama eks Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina (Persero), Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan.
Karen disangkakan melakukan pembelian gas secara sepihak dan tanpa mengikuti prosedur pengadaan yang berlaku, seperti kajian komprehensif.
Hal ini menyebabkan kargo LNG mengalami kelebihan suplai sehingga menyebabkan kerugian negara Rp 2,1 triliun.
Atas perbuatannya, Mahkamah Agung (MA) memperberat hukuman Karen dari 9 tahun penjara menjadi 13 tahun penjara, pada Jumat (28/2/2025).
3. Perdagangan minyak mentah dan produk kilang di PES
Pada 2019, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap dugaan pemberian hadiah dalam kegiatan perdagangan minyak mentah dan produk kilang di Pertamina Energy Services Pte.Ltd (PES).
Dalam perkara ini, KPK menetapkan Bambang Irianto selaku Managing Director periode 2009-2013 sebagai tersangka.
Kasus dugaan suap ini menjadi salah satu kasus yang mendapat perhatian Presiden Joko Widodo untuk segera diselesaikan KPK pada 2019 silam.
Kasus ini mulai diselidiki KPK sejak Juni 2014. Namun, KPK baru berhasil menetapkan Bambang sebagai tersangka pada September 2019.
Bambang diduga menerima uang sedikitnya 2,9 juta dollar AS atau setara Rp 40,75 miliar karena membantu pihak swasta terkait bisnis migas di lingkungan PES.
4. Pengelolaan dana pensiun
Pada 2017, Presiden Direktur Dana Pensiun Pertamina periode 2013-2015 Muhammad Helmi Kamal Lubis ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung, dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan dana pensiun Pertamina.
Tak hanya Helmi, putra sulung pendiri Astra Internasional William Soeryadjaja, Edward Seky Soeryadjaya juga ditetapkan sebagai tersangka.
Kasus tersebut bermula pada pertengahan 2014. Edward yang juga Direktur Ortus Holding Ltd berkenalan dengan Presiden Direktur Dana Pensiun Pertamina Muhammad Helmi Kamal Lubis.
Perkenalan itu berlanjut dengan deal bisnis, yakni permintaan agar dana pensiun Pertamina membeli saham PT Sugih Energy Tbk (SUGI).
Dari pertemuan itu, Muhammad Helmi Kamal Lubis pun melakukan pembelian saham SUGI senilai Rp 601 miliar melalui PT Millenium Danatama Sekuritas.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya kerugian negara dalam pembelian saham SUGI tersebut sebesar Rp 599 miliar.
5. Korupsi Investasi di BMG Australia
Pada 2018, Kejaksaan Agung menetapkan seorang Manajer MNA Direktorat Hulu PT Pertamina (Persero), berinisial BK terkait dugaan korupsi penyalahgunaan investasi di Blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia oleh Pertamina tahun 2009.
Dia disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kasus itu bermula saat PT Pertamina (Persero) pada tahun 2009, melalui anak perusahaannya PT Pertamina Hulu Energi (PHE) melakukan akuisisi saham sebesar 10 persen terhadap ROC Oil Ltd.
Perjanjian jual beli ditandatangani pada tanggal 1 Mei 2009, dengan modal sebesar 66,2 juta dollar Australia atau senilai Rp 568 miliar dengan asumsi mendapatkan 812 barrel per hari.
Namun, ternyata Blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia pada tahun 2009 hanya dapat menghasilkan minyak mentah untuk PHE Australia Pty.Ltd rata-rata sebesar 252 barrel per hari.
Pada 5 November 2010, Blok BMG Australia dinyatakan ditutup setelah ROC Oil Ltd, Beach Petroleum, Sojitz, dan Cieco Energy memutuskan penghentian produksi minyak mentah (non production phase/npp) dengan alasan lapangan tidak ekonomis.
6. Digitalisasi SPBU
Pada 2025, KPK tengah mengusut kasus dugaan korupsi digitalisasi Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) PT Pertamina (Persero) tahun 2018–2023.
Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto mengatakan, perkara korupsi ini sedang bergulir di tahap penyidikan.
“Sprindik (Surat Perintah Penyidikan) bulan September 2024,” kata Tessa dalam keterangannya, Selasa (21/1/2025).
Tessa mengatakan, KPK sudah menetapkan tersangka dalam korupsi
digitalisasi SPBU
PT Pertamina. Namun, ia tidak mengungkapkan identitas tersangka tersebut.
“Sudah ada tersangkanya,” ujar Tessa.
Adapun dugaan korupsi digitalisasi PT Pertamina (Persero) tahun 2018-2023 muncul pertama kali dalam jadwal pemeriksaan sejumlah saksi di Gedung Merah Putih, Jakarta, pada Senin (20/1/2025).
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2025/03/02/67c43ce39f475.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)