Tom Lembong Kecewa dengan Dakwaan Jaksa, Sebut Kerugian Negara Kasus Impor Gula Tak Jelas
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Menteri Perdagangan (Mendag) 2015-2016, Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong mengaku kecewa atas dakwaan jaksa penuntut umum terkait dugaan korupsi
importasi gula
yang menjerat dirinya.
Pernyataan ini Tom sampaikan usai menjalani sidang dakwaan kasus importasi gula yang disebut merugikan negara Rp 578 miliar.
“Ya saya kecewa atas dakwaan yang disampaikan,” kata Tom saat ditemui awak media di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (6/3/2025).
Tom menilai, dalam surat dakwaan jaksa persoalan menyangkut dugaan kerugian keuangan negara dalam perkara ini menjadi semakin tidak jelas.
Sebab, jaksa tidak melampirkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
“Tidak ada lampiran audit BPKP yang menguraikan dasar perhitungan
kerugian negara
tersebut,” tutur Tom.
Lebih lanjut, Tom berharap Kejaksaan Agung bersikap transparan dan profesional menyangkut persoalan kerugian negara dalam kasus ini.
Selain itu, ia juga merasa uraian yang disampaikan jaksa terkait kronologi kasus tersebut tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi.
“Secara umum saya melihat dakwaan tidak mencerminkan dengan akurat realita yang berlaku pada saat itu ya di saat masa-masa yang diperkarakan,” kata Tom.
Dalam perkara ini, Tom didakwa melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Perbuatannya dinilai melanggar hukum, memperkaya orang lain maupun korporasi yang menimbulkan kerugian negara Rp 578 miliar.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kementrian Lembaga: Kejaksaan Agung
-
/data/photo/2025/03/06/67c945dbd61bf.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Tom Lembong Kecewa dengan Dakwaan Jaksa, Sebut Kerugian Negara Kasus Impor Gula Tak Jelas
-

Jaksa Agung: Korupsi Minyak Mentah Saat Pandemi Bisa Dihukum Mati
Jakarta, Beritasatu.com – Jaksa Agung ST Burhanuddin menegaskan bahwa ancaman hukuman mati bisa diterapkan bagi pihak yang terbukti terlibat dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah.
“Tindak pidana ini terjadi pada 2018–2023, termasuk saat pandemi Covid-19. Dalam kondisi demikian, bisa-bisa hukuman mati. Namun, kita lihat nanti,” ujar Burhanuddin.
Ia menegaskan Kejaksaan Agung akan terus memantau perkembangan penyidikan kasus korupsi minyak mentah yang diduga merugikan negara hingga Rp193 triliun per tahun. Jika terbukti bahwa tindak pidana ini dilakukan selama masa pandemi, sanksinya bisa lebih berat.
“Tentu hukumannya akan lebih berat dan bisa hukuman mati,” tegasnya.
Burhanuddin juga meminta Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) untuk segera menuntaskan kasus ini agar kepercayaan masyarakat terhadap Pertamina dapat dipulihkan.
“Saya meminta Jampidsus untuk segera menyelesaikan kasus ini agar dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat,” lanjutnya.
Sebagai informasi, pandemi Covid-19 secara resmi ditetapkan pada 11 Maret 2020 melalui Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Kedaruratan Kesehatan Masyarakat. Selain itu, Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 menetapkan pandemi sebagai bencana nasional.
Sementara itu, Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyebutkan hukuman mati bisa dijatuhkan jika korupsi, seperti yang terjadi dalam kasus korupsi minyak mentah, dilakukan dalam keadaan tertentu, termasuk saat bencana nasional.
-

Jaksa Agung Minta Masyarakat Tak Takut Beli Pertamax: Sudah Bagus dan Sesuai Standar
Bisnis.com, JAKARTA – Jaksa Agung ST Burhanuddin mempromosikan produk BBM jenis pertamax yang dijual PT Pertamina (Persero).
Burhanudin mengatakan bahwa bensin jenis pertamax yang saat ini beredar bukanlah bensin bermasalah seperti yang ditangani tim penyidik JAMPidsus Kejaksaan Agung.
Burhanudin mengatakan bensin bermasalah yang tengah diselidiki adalah bensin periode 2018-2023, sehingga tidak ada kaitannya dengan bensin jenis pertamax pada tahun 2024-2025.
“Artinya bahwa mulai 2024 ke sini itu tidak ada kaitannya dengan yang sedang kami selidiki. Artinya kondisi pertamax yang ada sudah bagus dan sudah sesuai dengan standar yang ada di Pertamina,” tuturnya di Jakarta, Kamis (6/3/2025).
Selain itu, menurutnya, kondisi bensin yang kini dijual oleh pertamina juga diklaim telah sesuai dengan spesifikasi yang ada, tidak berkaitan dengan peristiwa hukum saat ini.
“Bahan bakar minyak sebagai produk kilang yang didistribusi atau dipasarkan oleh PT Pertamina saat ini adalah baik, dalam kondisi yang baik dan sudah sesuai dengan spesifikasi tetap tidak terkait dengan peristiwa hukum yang sedang disidik,” kata Burhanuddin.
Burhanuddin menyebut bensin bermasalah yang dipasarkan pada periode 2018-2023 lalu itu sudah tidak dipasarkan lagi di tahun 2024, sehingga bensin produksi 2024-2025 dipastikan oleh Burhanudin aman.
“Karena bahan bakar minyak adalah barang habis pakai dan jika dilihat dari sisi lamanya stok kecukupan BBM yang bersekitar antara 21-23 hari maka BBM yang dipasarkan pada tahun 2018-2023 tidak ada lagi stok di dalam tahun 2024. Artinya yang kita sidik tetap sampai 2023. Ini tidak ada kaitannya,” ujarnya.
-

Pertamax yang Beredar Sesuai Standar, Bukan Hasil Oplosan
Jakarta, Beritasatu.com – Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin menegaskan bahan bakar minyak (BBM) Pertamax yang beredar di pasaran saat ini telah sesuai standar Pertamina dan tidak terkait dengan kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada 2018–2023.
“Pertamax yang ada saat ini sudah sesuai standar Pertamina dan tidak ada kaitannya dengan perkara yang sedang disidik,” ujar Burhanuddin dalam konferensi pers di gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (6/3/2025).
Menurutnya, penyidikan kasus ini hanya mencakup periode 2018–2023, sementara Pertamax yang beredar mulai 2024 sudah tidak terkait dengan perkara tersebut.
Jaksa Agung juga menjelaskan BBM adalah barang habis pakai dengan stok yang hanya bertahan sekitar 21–23 hari. Artinya, BBM dari periode 2018–2023 sudah tidak lagi tersedia di pasaran pada 2024.
“BBM yang saat ini dipasarkan oleh Pertamina dalam kondisi baik dan sudah sesuai spesifikasi,” tegasnya.
Selain itu, Burhanuddin menegaskan meskipun ada dugaan kecurangan dalam pengelolaan BBM, tindakan tersebut dilakukan oleh segelintir oknum, bukan kebijakan Pertamina.
“Kami tegaskan, perbuatan ini dilakukan oleh oknum yang telah ditetapkan sebagai tersangka dan tidak terkait dengan kebijakan resmi Pertamina,” ucapnya.
Dalam kasus yang sedang disidik, ditemukan praktik manipulasi kualitas BBM. Pertamina Patra Niaga membeli BBM RON 92, tetapi yang diterima adalah BBM RON 88 atau 90.
BBM tersebut disimpan di depo PT Orbit Terminal Merak dan diblending sebelum dipasarkan. Namun, Jaksa Agung menekankan praktik ini hanya dilakukan oleh segelintir oknum yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka.
“Kami harap masyarakat tidak terprovokasi oleh isu yang tidak benar. Pertamina tetap berkomitmen menjaga kualitas BBM,” katanya.
Lebih lanjut, Burhanuddin menegaskan penegakan hukum dalam kasus ini merupakan bagian dari sinergi antara Kejaksaan Agung dan Pertamina untuk meningkatkan tata kelola perusahaan yang lebih baik.
“Ini adalah bagian dari upaya membersihkan BUMN agar lebih transparan dan akuntabel,” katanya.
Kejaksaan Agung juga memastikan penyidikan ini dilakukan tanpa intervensi pihak mana pun, murni sebagai bentuk penegakan hukum demi mendukung visi Indonesia Emas 2045.
Saat ini, penyidik terus bekerja sama dengan ahli keuangan untuk menghitung kerugian negara yang nyata dari kasus ini. Burhanuddin juga meminta masyarakat untuk mendukung Pertamina dan Kejaksaan Agung dalam menjalankan tugasnya.
“Kami mendukung Pertamina dalam menjaga pasokan BBM (termasuk Pertamax), khususnya menjelang Ramadan dan Idulfitri 1446 H,” tutupnya.
-

Kejagung: Jangan Tinggalkan Pertamina, Harus Tetap Cintai Produk Sendiri
Bisnis.com, JAKARTA – Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung), Febrie Adriansyah menyampaikan kepada masyarakat agar jangan khawatir untuk membeli produk di PT Pertamina (Persero).
Pertamina, kata Febrie, sudah melakukan pengujian produk Pertamax dan produk-produk lain yang menjadi konsumsi masyarakat. Dari hasil pengujian itu, disebut sudah memenuhi standar.
“Saya sampaikan kepada masyarakat, ini Pertamina menjadi kebanggaan kita semua, sehingga kita tetap harus menjaga Pertamina ini bisnisnya bisa berlangsung lebih baik,” tuturnya seusai rapat tertutup dengan Komisi III DPR RI, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (5/3/2025).
Akan tetapi, dia juga menerangkan bahwa kasus BBM yang dipolos hingga memengaruhi RON pada produk Pertamina terjadi hingga 2023. Namun, saat ini produk Pertamina sudah sesuai dengan spesifikasinya.
“Kemarin yang jelas naik penyidikan itu ‘kan pasti ada. Ya, pasti ada kesalahan sampai 2023. Ingat ya sampai 2023,” tegasnya.
Dia kembali menegaskan, Kejagung dan Pertamina juga terus berkoordinasi, sehingga pihaknya bisa memastikan produk yang beredar di tengah masyarakat telah sesuai dengan standar.
Sebab itu, Febrie mengimbau agar masyarakat jangan beralih dari Pertamina. Menurutnya, masyarakat harus tetap mencintai produk dalam negeri.
“Kepada masyarakat, kami imbau, jangan tinggalkan Pertamina. Karena kita harus tetap mencintai produk kita sendiri,” tegasnya.
-

Tak Diperiksa, Kejagung Bantah Keterlibatan Erick Thohir di Kasus Pertamina, Loyalis Ahok Geram: Layak Dilempar Telur Busuk
FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pegiat media sosial Jhon Sitorus kembali melontarkan kritik tajam terhadap Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait kasus dugaan mega korupsi di Pertamina Patra Niaga yang disebut mencapai Rp1.000 triliun.
Ia menilai Kejagung tidak serius dalam menangani kasus ini dan justru terkesan menutupi pihak-pihak yang seharusnya diperiksa.
“Korupsi Pertamina, Aroma telur busuk di Kejagung. Wajar jika publik menilai Kejagung tidak serius menuntaskan korupsi Pertamina Rp 1.000 Triliun ini,” ujar Jhon di X @JhonSitorus_18 (6/3/2025).
Jhon menyoroti sikap Kejagung yang awalnya menyatakan kemungkinan memanggil Menteri BUMN Erick Thohir, namun belakangan justru bertemu secara diam-diam hingga larut malam.
“Awalnya Kejagung menyatakan berpeluang akan memanggil Erick Thohir, ternyata malah bertemu diam-diam hingga larut malam,” cetusnya.
Selain itu, Kejagung juga menggelar rapat tertutup dengan Komisi III DPR RI, padahal perhatian publik sedang tertuju pada perkembangan kasus ini.
“Lalu kemarin rapat tertutup dengan komisi III DPR RI, padahal atensi publik sedang ramai-ramainya,” Jhon menuturkan.
“Saya menduga banyak yang ditutupi, setidaknya soal bohir besar yang disebut-sebut belakangan ini,” tambahnya.
Yang lebih mengejutkan, kata Jhon, Kejagung justru seolah menjadi juru bicara Erick Thohir dengan menyatakan bahwa mantan Presiden Inter Milan itu tidak terlibat.
“Yang mengejutkan, Kejagung seolah menjadi juru bicara Erick Thohir sendiri dengan menyatakan Erick tidak terlibat,” imbuh loyalis Ahok ini.
-

Daftar 10 Orang Terima Cuan Rp515 Miliar dari Kasus Korupsi Impor Gula
loading…
Mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong menjalani sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (6/3/2025). Foto: Riyan Rizki Roshali
JAKARTA – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejagung) mendakwa mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong merugikan keuangan negara sebesar Rp515,4 miliar. Dakwaan ini terkait kasus dugaan korupsi impor gula pada 2015-2016.
Angka tersebut merupakan bagian dari total kerugian keuangan negara akibat perkara ini yang mencapai Rp578,1 miliar berdasarkan laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara atas dugaan korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan tahun 2015-2016 dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
“Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,” kata jaksa membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (6/3/2025).
Ada pihak-pihak yang diperkaya akibat perbuatan Tom Lembong. Namun, dalam dakwaannya, jaksa tidak menyebutkan keuntungan yang didapatkan Tom Lembong untuk memperkaya diri.
1. Memperkaya Tony Wijaya NG melalui PT Angels Products sebesar Rp144,1 miliar yang diperoleh dari kerja sama impor gula PT Angels Products dengan Induk Koperasi Kartika (Inkopkar), Induk Koperasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Inkoppol), dan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI).
2. Memperkaya Then Surianto Eka Prasetyo melalui PT Makassar Tene sebesar Rp31,1 miliar yang diperoleh dari kerja sama impor gula PT Makassar Tene dengan Inkoppol dan PT PPI.
3. Memperkaya Hansen Setiawan melalui PT Sentra Usahatama Jaya sebesar Rp36,8 miliar yang diperoleh dari kerja sama impor gula PT Sentra Usahatama Jaya dengan Inkoppol dan PT PPI.
4. Memperkaya Indra Suryaningrat melalui PT Medan Sugar Industry sebesar Rp64,5 miliar yang diperoleh dari kerja sama impor gula PT Medan Sugar Industry dengan Inkoppol dan PT PPI.
5. Memperkaya Eka Sapanca melalui PT Permata Dunia Sukses Utama sebesar Rp26,1 miliar yang diperoleh dari kerja sama impor gula PT Permata Dunia Sukses Utama dengan Inkoppol dan PT PPI.
-
/data/photo/2025/03/06/67c916aab298f.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
3 Jaksa Persoalkan Tom Lembong Tunjuk Koperasi TNI-Polri untuk Kendalikan Harga Gula, Bukan BUMN Nasional
Jaksa Persoalkan Tom Lembong Tunjuk Koperasi TNI-Polri untuk Kendalikan Harga Gula, Bukan BUMN
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Jaksa penuntut umum dari
Kejaksaan Agung
(Kejagung) mempersoalkan tindakan eks Menteri Perdagangan (Mendag) 2015-2016, Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong, yang menunjuk koperasi milik Polri dan TNI untuk mengendalikan harga gula di pasar domestik.
Koperasi tersebut adalah Induk Koperasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Inkoppol), Pusat Koperasi Kepolisian Republik Indonesia (Puskopol), dan Satuan Koperasi Kesejahteraan Pegawai (SKKP) TNI-Polri.
Selain itu, ia juga menunjuk Induk Koperasi Kartika (Inkopkar) untuk menstabilkan harga gula.
“Terdakwa Thomas Trikasih Lembong tidak menunjuk Perusahaan BUMN untuk pengendalian ketersediaan dan stabilisasi harga gula, melainkan Inkopkar, Inkoppol, Puskopol, SKKP TNI-Polri,” kata jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (6/3/2025).
Dalam dakwaannya, jaksa menyebutkan, pada 28 Desember 2015, Rapat Bidang Perekonomian membahas ketersediaan suplai pangan yang meliputi beras, kedelai, gula, jagung, dan daging sapi.
Rapat itu menyepakati agar Perum Bulog segera berkoordinasi dengan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) sembari menunggu penyelesaian Peraturan Pemerintah tentang Perum Bulog, baik Bulog maupun PT PPI merupakan perusahaan BUMN.
Selain itu, mereka juga bersepakat untuk kembali membahas mengenai gula pada awal 2016.
Pada 22 April 2016, Ketua Pengurus Inkoppol, Yudi Sushariyanto, mengajukan surat terkait Permohonan Distribusi Gula, antara lain berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi (monev) produksi gula konsumsi dalam negeri tahun 2016 yang hanya mencapai 2,25 juta ton.
Padahal, saat itu kebutuhan gula konsumsi dalam negeri mencapai 2,75 juta ton sehingga terdapat kekurangan 500.000 ton.
“Inkoppol meminta penugasan untuk melakukan operasi pasar sebanyak 300.000 ton sampai akhir tahun 2016 sekaligus izin impor Gula Kristal Mentah (GKM) kepada produsen gula mitra usaha Inkoppol,” ujar jaksa.
Selanjutnya, pada 3 Mei 2026,
Tom Lembong
yang menjabat Mendag membalas surat Yudi.
Ia menyetujui permohonan operasi pasar untuk menjaga stabilitas harga gula dalam negeri dan pengadaan GKM sebanyak 200.000 ton sampai 31 Desember 2016.
Sementara itu, pada kurun waktu tersebut, pihak Inkoppol menggelar rapat dengan produsen gula rafinasi, salah satunya dihadiri oleh Then Surianto Eka Prasetyo yang mewakili PT Makassar Tene dan PT Permata Dunia Sukses Utama.
“Membahas penugasan distribusi gula oleh Inkoppol,” tutur jaksa.
Pada 11 Mei 2016, Inkoppol kemudian menjalin kerja sama dengan 8 perusahaan gula rafinasi untuk menjaga harga gula dalam negeri dan pengadaan GKM sebanyak 200.000 ton.
Delapan perusahaan itu adalah PT Makassar Tene 12.000 ton, PT Sentra Usahatama Jaya 25.000 ton, PT Medan Sugar Industry 50.000 ton, PT Permata Dunia Sukses Utama 25.000 ton, PT Andalan Furnindo 30.000 ton, PT Dharmapala Usaha Sukses 17.500 ton, PT Berkah Manis Makmur 20.000 ton, dan PT Angels Products 20.000 ton.
Jaksa menyebutkan, pada 16 dan 17 Mei 2016, Tom Lembong memerintahkan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri (Dirjen Daglu) almarhum Karyanto Suprih untuk menandatangani Persetujuan Impor (PI) GKM guna diolah menjadi gula kristal putih (GKP) terhadap delapan perusahaan gula tersebut.
Tindakan itu dilakukan tanpa melalui persetujuan Rapat Koordinasi antarkementerian dan lampiran rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.
Menurut jaksa, delapan perusahaan itu telah mengimpor 200.000 ton GKM dan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) sebesar Rp 193.003.248.712.
Sementara itu, untuk menjaga pemenuhan stok dan pengendalian harga, yang diimpor adalah gula kristal putih dengan membayar PDRI sebesar Rp 290.047.228.073,16.
“Mengakibatkan kekurangan atas pembayaran bea masuk dan PDRI, yaitu selisih bea masuk dan PDRI Gula Kristal Putih (GKP) dengan Gula Kristal Mentah (GKM) sebesar Rp 97.043.970.361,16,” ujar jaksa.
Dalam perkara ini, Tom didakwa melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi
jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Perbuatannya dinilai melanggar hukum, memperkaya orang lain ataupun korporasi yang menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 578 miliar.
Di antara pihak yang diperkaya adalah Direktur Utama PT Angels Products, Tony Wijaya, sebesar Rp 144.113.226.287,05.
“Dari kerja sama impor gula PT Angels Products dengan Inkopkar, Inkoppol, dan PT PPI,” kata jaksa.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/03/06/67c915adc22fc.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Pengadilan Fasilitasi Layar Besar untuk Saksikan Sidang Tom Lembong
Pengadilan Fasilitasi Layar Besar untuk Saksikan Sidang Tom Lembong
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat menyediakan layar besar di lobi gedung pengadilan untuk menayangkan jalannya sidang mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong.
Tom Lembong
merupakan terdakwa dalam kasus dugaan korupsi
impor gula
di Kementerian Perdagangan pada 2015-2016.
Berdasarkan pantauan Kompas.com, layar besar tersebut menampilkan gambar dari ruang sidang Muhammad Hatta Ali, tempat Tom Lembong menjalani persidangan.
Para pengunjung yang tidak dapat masuk ke dalam ruang sidang tetap dapat mengikuti jalannya sidang melalui tayangan di lobi.
Dalam kasus ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan total 11 orang tersangka.
Penyidik menyatakan bahwa para tersangka terlibat dalam praktik impor gula secara ilegal pada periode tersebut, yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 578 miliar.
Kerugian ini berdasarkan laporan hasil audit yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Meski begitu, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, menyebutkan bahwa Tom Lembong tidak dibebankan kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi impor gula.
Qohar menjelaskan bahwa uang pengembalian kerugian negara yang diperoleh Kejaksaan Agung dalam kasus ini berasal dari praktik korupsi yang terjadi tidak pada masa jabatan Tom Lembong sebagai menteri.
“Ini adalah kerugian di tahun 2016 yang pada saat itu pejabatnya bukan Pak Menteri Perdagangan saat itu, bukan Pak Thomas Lembong,” kata Qohar, di Kantor Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (25/2/2025).
“Jadi, karena bukan pada masa beliau, maka kerugian itu tidak dibebankan pada para tersangka yang disangkakan melanggar ketentuan tindak pidana korupsi bersama-sama dengan Pak Thomas Lembong,” ujar dia.
Qohar menambahkan, sejauh ini Kejaksaan Agung telah memperoleh pengembalian kerugian negara senilai total Rp 565.339.071.925,25 atau Rp 565 miliar dari 9 tersangka yang berstatus pihak swasta.
Selain Tom Lembong, Kejaksaan Agung menetapkan Charles Sitorus (CS) selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI sebagai tersangka.
Sembilan tersangka lainnya adalah Direktur Utama PT AP berinisial TW; Presiden Direktur PT AF berinisial WN; Direktur Utama PT SUC berinisial HS; Direktur Utama PT MSI berinisial IS; dan Direktur PT MP berinisial TSEP.
Kemudian, Direktur PT BSI berinisial HAT; Direktur Utama PT KTM berinisial ASB; Direktur Utama PT BFM berinisial HFH; dan Direktur PT PDSU berinisial ES.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Anies Hadiri Sidang Perdana Tom Lembong: Harapannya Hakim Mementingkan Kebenaran
GELORA.CO – Anies Baswedan menghadiri sidang perdana Mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong, terdakwa kasus korupsi dalam kegiatan importasi gula Kementerian Perdagangan (Kemendag) tahun 2015 sampai dengan 2016 di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Dia membawa harapan kepada jajaran majelis hakim yang memimpin jalannya persidangan Tom Lembong.
“Saya datang sebagai sahabat Bapak Tom Lembong, saya hadir untuk ikut menyaksikan proses peradilan berlangsung dan saya datang untuk menyampaikan harapan,” tutur Anies di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (6/3/2025).
Anies menyampaikan, dirinya sangat percaya majelis hakim akan bertindak sesuai dengan objektivitas dan keadilan penegakan hukum.
“Harapan agar majelis hakim akan bertindak dengan seksama, dengan obyektif, dan mementingkan kebenaran, kepastian hukum, keadilan, dalam memutuskan perkara ini,” jelas dia.
“Harapan kami besar, kami sangat menghormati, kami percaya majelis hakim akan bisa memutuskan sesuai dengan harapan yang tadi kami sampaikan. Jadi tujuan kami hadir hari ini, saya ingin secara langsung menghadiri, menyaksikan proses ini dimulai,” lanjut Anies.
Berkas
Sebelumnya, Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Jampidsus Kejagung) dan Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus) melimpahkan berkas perkara terdakwa eks Mendag Thomas Trikasih Lembong (TTL) alias Tom Lembong, terkait kasus korupsi importasi gula Kementerian Perdagangan (Kemendag).
“Telah melakukan pelimpahan berkas perkara terhadap dua terdakwa pada Rabu, 26 Februari 2025 ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,” tutur Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar dalam keterangannya, Kamis (27/2/2025).
Pelimpahan berkas perkara tersebut terdaftar atas nama terdakwa Thomas Trikasih Lembong dengan Pelimpahan Nomor: B-1114 /M.1.10/Ft.1/02/2025 tanggal 25 Februari 2025; dan terdakwa Charles Sitorus dengan Pelimpahan B- 1117 /M.1.10/Ft.1/02/2025 tanggal 25 Februari 2025.
“Tim Jaksa Penuntut Umum selanjutnya akan menunggujadwal pelaksanaan sidang yang akan ditetapkan oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terhadap kedua terdakwa,” kata Harli.
Mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong hendak menyampaikan pernyataan kepada awak media di Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat. Namun hal itu sempat dihalangi oleh pihak kejaksaan sehingga membuat Tom protes.
“Saya punya hak untuk bicara. Wartawan pada di sini,” kata Tom kepada pihak kejaksaan yang mengawalnya di lokasi, Jumat (14/2/2025) siang.
Minta Jaksa Profesional
Tom menyatakan, dirinya ingin tim jaksa bertindak profesional. Sebagai seorang berstatus hukum tersangka, Tom memastikan juga akan melakukan hal sebaliknya. Namun demikian hal dirasakan adalah sebaliknya.
“Ya kita terus kooperatif dan berupaya untuk kondusif. Tapi bagi saya, diprosesnya agak lama ya,” ujar Tom.
Tom yang belum selesai bicara diminta menyudahi pernyataanya kepada media. Dia pun kembali protes dengan tindakan tersebut.
“Makin lama nih, diinterupsi terus,” ungkap Tom.
Tom mengatakan, kasusnya terlalu berlarut sejak surat perintah penyidikan terbitnya pada Oktober 2023. Artinya, sudah 12 bulan kasus yang melibatkan dirinya belum kunjung usai.
Dia mengaku, saat ini sudah tiga bulan dirinya dipenjara menunggu ke proses selanjutnya. Menurutnya hal itu sudah sangat lama.
“Ini kan tidak pokok perkara Pak. ini proses ya kan. Jadi saya sudah ditahan 3 bulan. Jadi saya sih agak lama ya prosesnya,” tegas Tom.
Tom berharap, kebenaran pada akhirnya akan terungkap di pengadilan nanti. Namun kembali tim pengawal dari kejaksaan meminta Tom mengakhiri pernyataannya kepada awak media.
“Tentunya tetap saja, kebenaran terungkap. Supaya kebenaran terungkap,” Tom menyudahi.