Kementrian Lembaga: Kejaksaan Agung

  • KPK Siap Kawal Program Andalan Prabowo: Cek Kesehatan hingga Makan Bergizi Gratis

    KPK Siap Kawal Program Andalan Prabowo: Cek Kesehatan hingga Makan Bergizi Gratis

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mengawal berjalannya program prioritas pemerintahan Presiden Prabowo Subianto seperti Cek Kesehatan Gratis hingga Makan Bergizi Gratis (MBG). 

    Hal itu disampaikan usai pertemuan KPK dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) hingga Badan Gizi Nasional (BGN) dalam dua hari berturut-turut. Lembaga antirasuah diminta untuk memberikan pendampingan kepada dua lembaga tersebut dalam menjalankan program-program amanat Presiden. 

    Pada hari ini, Kamis (6/3/2025), Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin bertemu dengan pimpinan KPK untuk meminta pendampingan hingga pengawasan terhadap sejumlah program di Kemenkes. 

    Budi menyebut kementeriannya mengelola sejumlah program maupun proyek senilai Rp70 triliun yang bersumber dari APBN hingga pinjaman luar negeri. 

    “Dalam prinsip keterbukaan kita lapor dulu ke KPK. Ini adalah proyek-proyek besarnya, kita minta didampingin, diawasi, dan dikasih tahu kalau ada di luar berita-berita mengenai penyimpangan, sehingga kita bisa perbaiki termasuk masukan dari KPK,” katanya di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (6/3/2025). 

    Menkes pada pemerintahan Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) itu lalu memerinci proyek maupun program senilai Rp70 triliun yang dimaksud olehnya berasal dari APBN senilai Rp10 triliun, serta pinjaman Bank Dunia Rp60 triliun. 

    Program dari APBN meliputi program-program Quick Wins Prabowo seperti cek kesehatan gratis, percepatan eliminasi TBC serta pembangunan rumah sakit. 

    Sementara itu, program pinjaman dari Bank Dunia meliputi infrastruktur kesehatan sebanyak 10.000 puskesmas serta 514 laboratorium kesehatan masyarakat di kabupaten, kota, dan provinsi, sekaligus peningkatan alat kesehatan di 514 RSUD seluruh kabupaten, kota. 

    Kepala Badan Gizi Sambangi KPK 

    Sehari sebelumnya, Rabu (5/3/2025), Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana serta jajarannya turut menyambangi KPK. Lembaga pelaksana program Makan Bergizi Gratis (MBG) itu turut meminta pendampingan KPK untuk transparansi dan akuntabilitas program. 

    Dadan menjelaskan bahwa lembaganya mengelola anggaran sebesar Rp70 triliun pada 2025 untuk MBG. Anggaran itu rencananya bakal ditambah Rp100 triliun sehingga mencapai total Rp170 triliun pada kuartal III/2025. 

    Dia menyebut pendampingan juga bakal dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) hingga Kejaksaan Agung (Kejagung). 

    “Kami hadir hari ini di KPK untuk mendapatkan pencerahan terkait pengelolaan dana yang besar. Tahun depan kemungkinan besar anggaran akan mencapai Rp400 triliun. Kami mohon dibantu untuk pengawasan,” ujar Dadan di Gedung KPK, Rabu (5/3/2025). 

    Pada kesempatan yang sama, Ketua KPK Setyo Budiyanto berharap agar implementasi program di lapangan sejalan dengan paparan yang disampaikan oleh BGN. 

    Selanjutnya, kerja sama antara KPK dan BGN dapat berupa koordinasi serta metode pengawasan secara tertutup untuk mengevaluasi kondisi di lapangan, guna mendeteksi potensi penyimpangan sejak dini.

    “Nanti bisa dikoordinasikan untuk pelaksanaan kerja sama KPK dengan BGN. Tapi prinsipnya, kegiatan dilakukan dengan metode mystery shopping sehingga jika nanti ada sesuatu yang berpotensi menimbulkan risiko, mitigasinya bisa dilakukan,” pungkas Setyo.

  • Jaksa Agung Pastikan Pertamax Saat ini Sesuai Standar yang Ditetapkan

    Jaksa Agung Pastikan Pertamax Saat ini Sesuai Standar yang Ditetapkan

    Jakarta (beritajatim.com) – Jaksa Agung RI Burhanuddin menjelaskan, tempus atau waktu dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero), Sub Holding dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) yakni tahun 2018 s.d. 2023.

    “Artinya bahwa periode 2024 sampai dengan saat ini, itu tidak ada kaitannya dengan substansi yang sedang disidik. Kondisi pertamax yang ada saat ini sudah bagus dan sesuai standar yang ditetapkan,” ujar Burhanuddin saat menerima kunjungan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Simon Aloysius Mantiri di Gedung Utama Kejaksaan Agung, Kamis (6/2/2025).

    Dia juga memastikan bahwa bahan bakar minyak (BBM) sebagai produk kilang yang didistribusi atau dipasarkan oleh PT Pertamina saat ini dalam kondisi baik dan sesuai dengan spesifikasi. Jaksa Agung menegaskan bahwa kondisi tersebut tidak terkait dengan peristiwa hukum yang sedang disidik.

    “BBM adalah barang habis pakai dan jika dilihat dari lamanya stok kecukupan BBM yakni sekitar 21-23 hari, maka BBM yang dipasarkan pada tahun 2018 s.d. 2023 berarti tidak tersedia di tahun 2024. Saya tegaskan kembali bahwa kondisi BBM saat ini tidak ada kaitannya dengan proses penyidikan yang sedang berlangsung,” imbuh Jaksa Agung.

    Sementara itu, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Simon Aloysius Mantiri mengapresiasi langkah penegakan hukum yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung berkaitan dengan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh salah satu anak perusahaan PT Pertamina (Persero). Hal itu mendorong jajaran PT Pertamina (Persero) berintrospeksi menuju tata kelola yang lebih baik.

    “Sehubungan dengan kualitas BBM yang saat ini beredar di seluruh SPBU, kami telah melakukan uji rutin setiap tahun dengan Lemigas kepada Badan Usaha Hilir termasuk Pertamina,” ujar Simon.

    Dari pengujian itu, Simon mengungkapkan bahwa BBM Pertamina hasilnya sudah sesuai dengan standar spesifikasi teknis seperti yang dipersyaratkan Ditjen Migas Kementerian ESDM.

    “Uji ini akan dilakukan terus menerus di seluruh Indonesia secara transparan agar masyarakat ikut serta mengawasi,” tegasnya. [hen/but]

  • Jaksa Agung Soal Kemungkinan Tersangka Korupsi Pertamina Dituntut Mati: Tunggu Hasil Penyelidikan  – Halaman all

    Jaksa Agung Soal Kemungkinan Tersangka Korupsi Pertamina Dituntut Mati: Tunggu Hasil Penyelidikan  – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Jaksa Agung ST Burhanuddin mengungkap soal adanya peluang para tersangka mega korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Patra Niaga dituntut hukuman mati.

    Kemungkinan dijatuhkannya hukuman mati itu, lantaran kata Burhanuddin, medio terjadinya kasus korupsi itu yakni pada 2018-2023.

    Di mana dalam kurun waktu tersebut, Indonesia tengah dilanda wabah Covid-19 yang disebutnya menjadi suatu hal yang memberangkatkan.

    “Apakah ada hal-hal yang memberatkan dalam situasi Covid, dia melakukan perbuatan itu dan tentunya ancaman hukumannya akan lebih berat,” kata Burhanuddin saat jumpa pers di Kantor Kejaksaan Agung RI (Kejagung), Kamis (6/3/2025).

    Atas hal itu, Burhanuddin menyatakan, terbuka kemungkinan para tersangka tersebut diancam dengan tuntutan hukuman mati.

    Hanya saja, Burhanuddin belum dapat memastikan lebih jauh perihal mekanisme hukumnya.

    Kata dia, saat ini proses hukum masih berlangsung, sehingga penting untuk menunggu hasil penyelidikan terlebih dahulu.

    “Bahkan dalam kondisi yang demikian bisa-bisa hukuman mati. Tapi kita akan lihat dulu bagaimana hasil penyelidikan ini,” ujar dia.

    “Kita akan melihat hasil nanti selesai penyelidikan ini, kita akan melihat dulu,” sambung Burhanuddin.

    Sebelumnya, Jaksa Agung RI ST Burhanuddin menyatakan, saat ini masyarakat tidak perlu khawatir dalam menggunakan produk bahan bakar minyak (BBM) milik PT Pertamina.

    Pasalnya kata dia, saat ini kualitas dari seluruh jenis BBM yang dijual sudah dalam kondisi yang baik.

    “Bahwa penyidikan ini tempus delictinya, waktu kejadiannya adalah tahun 2018-2023. Tolong ini, tempus ini nantinya akan mempengaruhi tentang kondisi minyak premium ya, minyak Pertamax yang ada di pasaran,” kata Burhanuddin saat jumpa pers dengan Direktur Utama PT Pertamina Persero Simon Aloysius Mantiri, di Gedung Kejaksaan Agung RI, Kamis (6/3/2025).

    “Artinya bahwa mulai 2024 (red) ke sini itu tidak ada kaitannya yang sedang diselidiki. Artinya kondisi Pertamax yang ada sudah bagus dan sudah sesuai dengan standar yang ada di Pertamina,” sambung Burhanuddin.

    Pernyataan itu didasarkan karena kata Burhanuddin, produk BBM merupakan produk yang bersifat habis pakai dan hanya memiliki masa waktu stok berkisar 21-23 hari.

    Sementara itu, terkait dengan spesifikasi BBM yang sedang diproses hukum saat ini oleh Kejagung merupakan, produk BBM di tahun 2018-2023.

    “Maka BBM yang dipasarkan pada tahun 2018-2023 tidak ada lagi stok di dalam tahun 2024. Artinya yang kita sidik tetap sampai 2023. Ini tidak ada kaitannya,” kata dia.

    “Artinya lagi spesifikasi yang ada di pasaran adalah spesifikasi yang sesuai dengan yang ditentukan oleh Pertamina,” sambungnya.

    Meski demikian, Burhanuddin memastikan kalau memang ada fakta hukum yang terjadi terhadap kasus korupsi yang turut menjerat Dirut PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan.

    Kata dia, saat itu PT Pertamina Patra Niaga memang benar membeli minyak dengan spesifikasi RON 92 untuk Pertamax, namun yang diterima adalah RON 88 atau RON 09.

    “Namun yang diterima adalah BBM RON 88 atau 90. Dan selanjutnya dilakukan penyimpanan di depo milik PT Orbit Terminal Merak dan dilakukan blending sebelum didistribusikan atau dipasarkan,” kata dia.

    Hanya saja kata Burhanuddin, perbuatan tersebut merupakan tingkah dari beberapa oknum yang ada di dalam tubuh PT Pertamina.

    Sementara itu, keseluruhan oknum tersebut saat ini kata dia, sudah ditetapkan sebagai tersangka.

    “Namun perlu kami tegaskan bahwa perbuatan itu dilakukan oleh segelintir oknum yang saat ini telah dinyatakan tersangka dan ditahan dan tindakan itu tidak terkait dengan kebijakan yang ada di Pertamina,” beber dia.

    Lebih lanjut, Burhanuddin juga menegaskan kalau peristiwa hukum yang dilakukan pihaknya ini tidak ada kaitannya dengan intervensi apa pun.

    Dirinya meyakini kalau, penegakan hukum yang dilakukan Kejagung ini merupakan upaya untuk melakukan bersih-bersih terhadap BUMN dan PT Pertamina secara khusus.

    “Bahwa perlu saya tegaskan dalam penanganan perkara ini tidak ada intervensi dari pihak manapun melainkan murni sebagai penegakan hukum dalam rangka mendukung astacita pemerintahan menuju Indonesia 2045,” tukas dia.

    Seperti diketahui, Kejaksaan Agung saat ini sedang mengusut kasus korupsi tata kelola Bahan Bakar Minyak (BBM) di Pertamina.

    Dalam kasus yang merugikan negara Rp 193,7 triliun ini, Kejaksaan Agung sudah menetapkan sembilan orang sebagai tersangka.

    Sembilan tersangka tersebut di antaranya Riva Siahaan selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Sani Dinar Saifuddin selaku Direktur Feedstock And Produk Optimization PT Pertamina Internasional, Yoki Firnandi selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping.

    Kemudian Agus Purwono selaku Vice President (VP) Feedstock, Muhammad Kerry Andrianto Riza selaku Beneficial Owner PT Navigator Katulistiwa, Dimas Werhaspati selaku Komisaris PT Navigator Katulistiwa dan Gading Ramadhan Joedo selaku Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.

    Maya Kusmaya selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Niaga, dan Edward Corne selaku Heavy Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga.

    Atas perbuatannya para tersangka dijerat Pasal 2 ayat 1 Juncto Pasal 3 Juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

  • Kejagung dan BPK Masih Hitung-hitungan Kerugian Negara di Kasus Korupsi Pertamina

    Kejagung dan BPK Masih Hitung-hitungan Kerugian Negara di Kasus Korupsi Pertamina

    Bisnis.com, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Badan Pemeriksa Keuangan masih menghitung angka pasti nilai kerugian negara dari perkara korupsi tata kelola minyak mentah PT Pertamina (Persero).

    Jaksa Agung ST Burhanuddin minta masyarakat untuk bersabar dan menunggu angka pasti kerugian negara yang timbul akibat perkara mega korupsi Pertamina. 

    Burhanuddin juga mengimbau masyarakat untuk tidak terprovokasi dengan isu soal kerugian negara dalam kasus korupsi PT Pertamina yang beredar di media sosial.

    “Tunggu dan sabar, masyarakat harus tetap tenang, penyidik masih menghitung angka pasti kerugian negaranya,” tuturnya di Jakarta, Kamis (6/3).

    Malah, Burhanuddin juga mengingatkan masyarakat untuk mendukung Pertamina dalam mempersiapkan BBM menjelang Hari Raya Idulfitri nanti.

    “Kami akan terus memberikan dukungan kepada PT Pertamina dalam menjalankan tugas khususnya dalam melaksanakan persediaan BBM dalam menghadapi bulan suci Ramadan serta persiapan pelaksanaan Idul Fitri 1446,” katanya.

    Jaksa Agung RI Burhanuddin menerima kunjungan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Simon Aloysius Mantiri pada Kamis(06/03/2025) di Gedung Utama Kejaksaan Agung, Jakarta. Kunjungan kerja pada hari ini terkait dengan penegakan hukum perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero), Sub Holding dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) tahun 2018-2023.

    Hadir dalam pertemuan ini yaitu Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Komjen Pol. (Purn) Mochamad Iriawan, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Febrie Adriansyah, VP Divisi Bisnis Strategis, Oil, Gas Renewable Energy PT Surveyor Indonesia M. Chairudin, President Director TUV Rheinland Indonesia I Nyoman Susila, Kepala Balai Besar Pengukian Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS.

  • Jaksa Agung Tegaskan Kualitas Pertamax Sudah Sesuai Standar, BBM Oplosan Sudah Habis

    Jaksa Agung Tegaskan Kualitas Pertamax Sudah Sesuai Standar, BBM Oplosan Sudah Habis

    GELORA.CO –  Jaksa Agung ST Burhanuddin menegaskan bahwa saat ini kualitas bahan bakar minyak (BBM) Pertamax sudah bagus dan sesuai standar yang ada di PT Pertamina.

    Hal ini disampaikan oleh Jaksa Agung usai melakukan pertemuan dengan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Simon Aloysius Mantiri di Gedung Kejagung, Kamis (6/3/2025).

    Burhanuddin menjelaskan bahwa BBM Pertamax oplosan yang dikuak kasus korupsinya oleh Kejagung terjadi pada 2018 sampai dengan 2023. 

    Mulai tahun 2024, kata dia, kualitas Pertamax sudah kembali sesuai standar.

    “Artinya bahwa mulai 202 ke sini itu tidak ada kaitannya yang sedang diselidiki. Artinya kondisi Pertamax yang ada sudah bagus dan sudah sesuai dengan standar yang ada di Pertamina,” ucap Jaksa Agung Burhanuddin kepada wartawan, Kamis (6/3/2025). 

    “Yang kedua bahwa bahan bakar minyak sebagai produk kilang yang didistribusi atau dipasarkan oleh PT Pertamina saat ini adalah baik, dalam kondisi yang baik dan sudah sesuai dengan spesifikasi tetap tidak terkait dengan peristiwa hukum yang sedang disidik,” sambungnya.

    Burhanuddin menyebut justru sekarang stok BBM Pertamax oplosan sudah habis.

    “Karena bahan bakar minyak adalah barang habis pakai dan jika dilihat dari sisi lamanya stok kecukupan BBM yang berkisar antara 21-23 hari maka BBM yang dipasarkan pada tahun 2018-2023 tidak ada lagi stok di dalam tahun 2024. Artinya yang kita sidik tetap sampai 2023. Ini tidak ada kaitannya,” tutur Burhanuddin.

    “Artinya lagi spesifikasi yang ada di pasaran adalah spesifikasi yang sesuai dengan yang ditentukan oleh Pertamina,” tegasnya.

    Diketahui, Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Simon Aloysius Mantiri mendatangi kantor Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan pada Kamis (6/3/2025).

    Burhanuddin menjelaskan bahwa maksud kedatangan Dirut Pertamina itu untuk membahas perihal kasus dugaan korupsi tata kelola minyak dan produk kilang di PT Pertamina, Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).

    Burhanuddin mengatakan kasus korupsi pengoplosan Pertamax dan Pertalite terjadi pada 2018-2023.

    Dalam kasus korupsi Pertamina ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan 9 orang tersangka. Mereka adalah petinggi PT Pertamina.

    Pertama, Maya Kusmaya yang merupakan Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga Pertamina Patra Niaga. 

    Kemudian, ada Edward Corne selaku VP Trading Produk Pertamina Patra Niaga. 

    Keduanya pun langsung ditahan di Rumah Tahanan Salemba cabang Kejaksaan Agung.

    Sementara tujuh orang tersangka yang lebih dulu dijadikan tersangka adalah RS selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, SDS selaku Direktur Feed Stock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, YF selaku Dirut PT Pertamina International Shipping, AP selaku VP Feed Stock Management PT Kilang Pertamina International dan MKAR selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa.

    Lalu, DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim dan YRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Dirut PT Orbit Terminal Mera. Mereka pun langsung ditahan Korps Adhyaksa.

  • Kita Harus Cinta Produk Dalam Negeri

    Kita Harus Cinta Produk Dalam Negeri

    GELORA.CO –  Kejaksaan Agung (Kejagung) meminta masyarakat untuk tetap memilih bahan bakar minyak atau BBM produksi Pertamina maupun produk lainnya untuk berkegiatan sehari-hari, dan tidak beralih ke produk lain.

    Demikian disampaikan Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Febrie Adriansyah, di tengah penanganan kasus dugaan korupsi Pertamina yang merugikan negara ratusa triliun rupiah.

    “Kami mengimbau masyarakat untuk tidak meninggalkan Pertamina. Kita harus mencintai produk dalam negeri,” kata Febrie di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (5/3/2024).

    Febrie memastikan produk-produk Pertamina telah memenuhi standar kualitas, dan aman untuk dikonsumsi masyarakat. Pihaknya pun telah berkoordinasi dengan Pertamina terkait kualitas produknya, terutama BBM yang dipasarkan.

    Dari koordinasi tersebut, kata dia, Pertamina lantas melakukan pengujian untuk memastikan kualitas produknya sesuai standar yang berlaku.

    Oleh karena itu, ia meminta masyarakat tidak perlu ragu untuk membeli bahan bakar maupun produk lainnya dari perusahaan pelat merah tersebut.

    “Kami sudah meminta Pertamina secara terbuka untuk menguji produknya, dan saya dengar ini sudah dilakukan,” ujar Febrie.

    “Jadi, masyarakat tidak perlu ragu dan khawatir saat membeli produk di Pertamina.”

    Febrie karena itu mengajak masyarakat untuk tetap mendukung Pertamina sebagai perusahaan kebanggaan nasional. Menurut dia, keberhasilan bisnis Pertamina akan berdampak positif bagi ekonomi nasional.

    “Pertamina adalah kebanggaan kita semua. Kita harus menjaga agar bisnisnya terus berkembang dengan baik,” ujarnya.

    Seperti diketahui, masyarakat sempat khawatir membeli produk Pertamina jenis Pertamax usai kasus dugaan korupsi di PT Pertamina Patra Niaga mencuat.

    Sebab, selain merugikan negara hingga Rp 193,7 triliun, terungkap modus dugaan korupsi yang dilakukan para tersangka, yakni mencampur BBM kualitas rendah agar bisa dijual dengan harga yang lebih tinggi.

    Dalam fakta transaksi hasil penyidikan ditemukan bukti RON 90 dicampur dengan RON 92 dan dipasarkan seharga RON 92 atau Pertamax. Hal ini terjadi dalam kurun 2018 sampai 2023.

    “Dalam pengadaan produk kilang, tersangka RS (Riva Siahaan, Direktur PT Pertamina Patra Niaga) membeli (membayar) untuk Ron 92 (Pertamax). Padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 (Pertalite) atau lebih rendah,” demikian pernyataan Kejagung.

    “Kemudian dilakukan blending di Storage/Depo untuk menjadi Ron 92. Hal tersebut tidak diperbolehkan.”

  • Korupsi Pertamina Patra Niaga Bukan Rp980 Triliun? Begini Beber Jaksa Agung

    Korupsi Pertamina Patra Niaga Bukan Rp980 Triliun? Begini Beber Jaksa Agung

    Surabaya (beritajatim.com) – Isu dugaan korupsi di PT Pertamina Patra Niaga kembali menjadi sorotan publik setelah muncul klaim bahwa kerugian negara akibat tata kelola minyak mentah dan produk kilang mencapai Rp980 triliun atau hampir 1 Kuadriliun.

    Angka yang fantastis ini memicu berbagai spekulasi dan reaksi dari berbagai pihak. Namun, benarkah angka tersebut akurat? Berikut pernyataan resmi dari Pertamina dan Kejaksaan Agung.

    Direktur Utama PT Pertamina, Simon Aloysius Mantiri, menegaskan bahwa hingga kini proses penyelidikan masih berlangsung. Investigasi ini dilakukan juga untuk mengetahui wilayah mana saja yang terdampak akibat distribusi minyak ilegal dalam rentang waktu 2018 hingga 2023 tersebut.

    “Proses ini masih berlangsung,” ujar Simon dalam konferensi pers bersama Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin, Kamis (6/3/2025).

    Simon menambahkan bahwa Pertamina berkomitmen untuk mendukung penuh penyelidikan ini dan akan terus berkoordinasi dengan aparat penegak hukum guna mengungkap fakta yang sebenarnya.

    Hingga saat ini, pihaknya belum dapat memastikan total kerugian yang ditimbulkan dari dugaan korupsi tersebut.

    Menanggapi kasus ini, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menegaskan bahwa pihaknya akan menindak tegas para pelaku yang terbukti bersalah.

    Mengingat kejahatan ini diduga terjadi dalam jangka waktu yang lama dan bertepatan dengan masa pandemi COVID-19, opsi hukuman mati menjadi salah satu kemungkinan yang dipertimbangkan.

    “Dalam kondisi seperti ini, hukuman mati bisa saja diterapkan. Namun, kita harus menunggu hasil penyelidikan lebih lanjut,” kata Sanitiar.

    Sebelumnya, Sanitiar Burhanuddin mengungkapkan bahwa dugaan kerugian negara akibat korupsi di PT Pertamina, subholding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) mencapai Rp193,7 triliun dalam satu tahun.

    “Yang pasti Rp190 triliun itu untuk satu tahun,” ujar Sanitiar dalam pernyataannya pada Selasa (25/2/2025).

    Kerugian tersebut berasal dari berbagai pelanggaran, di antaranya:

    Kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri mencapai mencapai Rp35 triliun, kerugian impor minyak mentah melalui broker sebesar Rp2,7 triliun, kerugian pemberian kompensasi mencapai Rp126 triliun, dan kerugian pemberian subsidi sebesar sebesar Rp21 triliun.

    Total kerugian ini dihitung hanya untuk tahun 2023. Dengan demikian, jika kasus ini terjadi selama beberapa tahun, angkanya tentu bisa jauh lebih besar. Namun, hingga kini, angka Rp980 triliun masih perlu diverifikasi lebih lanjut dalam penyelidikan.

    Jika kerugian tersebut benar, maka angka ini setara dengan hampir sepertiga dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia, yang tentunya berdampak besar terhadap sektor ekonomi, khususnya industri energi dan subsidi bahan bakar.

    Kejaksaan Agung menegaskan bahwa penyelidikan masih terus dilakukan. Langkah-langkah lebih lanjut akan ditentukan setelah perhitungan total kerugian negara benar-benar valid.

    Sementara itu, masyarakat diharapkan menunggu informasi resmi dari pemerintah terkait perkembangan kasus ini. (fyi/ian)

  • Jaksa Agung Buka Peluang Tuntut Hukuman Mati Tersangka Korupsi Pertamina

    Jaksa Agung Buka Peluang Tuntut Hukuman Mati Tersangka Korupsi Pertamina

    Bisnis.com, JAKARTA – Jaksa Agung ST Burhanuddin memastikan akan memperberat hukuman sembilan tersangka kasus korupsi tata kelola minyak mentah di PT Pertamina (Persero). Dia menjelaskan tidak menutup kemungkinan para tersangka juga akan dihukum mati.

    Burhanuddin menjelaskan alasan sembilan tersangka itu diperberat hukumannya karena seluruh tersangka melakukan perbuatan pidana di masa Covid-19 yaitu tahun 2018-2023. 

    “Apakah ada hal-hal yang memberatkan dalam situasi Covid-19, dia [tersangka] melakukan perbuatan itu dan tentunya ancaman hukumannya akan lebih berat,” tuturnya saat konferensi pers di Kejagung, Kamis (6/3).

    Ketentuan mengenai pemberatan hukuman bagi para koruptor yang melakukan tindak pidana saat Covid-19 tersebut tertuang dalam pasal 2 Undang-Undang Tipikor ayat (2).

    Pasal itu menyebutkan bahwa tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan kepada terdakwa. 

    Maka dari itu, Burhanuddin mengemukakan bahwa pihaknya masih mendalami peran sembilan tersangka dalam perkara korupsi tata kelola minyak mentah di Pertamina.

    “Dalam kondisi demikian [Covid-19] bisa-bisa hukuman mati. Tapi kita akan lihat dulu bagaimana hasil penyidikan ini,” ujarnya.

    Dalam kasus ini penyidik Kejaksaan Agung telah menetapkan sembilan tersangka. Tiga tersangka merupakan pihak swasta dan 6 lainnya dari internal Subholding Pertamina.

    Untuk tersangka dari internal Subholding Pertamina, yakni Maya Kusmaya selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga Pertamina Patra Niaga, Edward Corne selaku VP Trading Produk Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Sani Dinar Saifuddin selaku Direktur Feed stock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, Yoki Firnandi selaku Dirut PT Pertamina International Shiping, dan Agus Purwoni selaku VP Feed stock Management PT Kilang Pertamina International.

    Sementara itu, tersangka dari pihak swasta adalah Muhammad Kerry Andrianto Riza selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, Dimas Werhaspati selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, dan Gading Ramadhan Joedo selaku Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Dirut PT Orbit Terminal Merak.

  • Kejagung Bantah Keterlibatan Erick Thohir di Kasus Pertamina, Eks Jubir Gus Dur: Setelah Ketemuan hingga Malam

    Kejagung Bantah Keterlibatan Erick Thohir di Kasus Pertamina, Eks Jubir Gus Dur: Setelah Ketemuan hingga Malam

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Eks Juru Bicara (Jubir) Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Adhie Massardi meminta Erick Thohit bertanggung jawab. Terkait korupsi di Pertamina.

    “Sebagai Menteri BUMN Erick Thohir harus tanggungjawab atas korupsi di BUMN (Pertamina) yang gila-gilaan oplosan,” kata Adhie dikutip dari unggahannya di X, Kamis (6/3/2025).

    Adhie menyoroti pertemuan Erick Thohir bersama dengan Kejaksaan Agung. Pertemuan itu disebut membahas kasus korupsi Pertamina.

    Setelah pertemuan itu, Adhie mengatakan kejaksaan menegaskan Erick tak terlibat dalam kasus tersebut.

    “Tapi Why after ketemuan hingga malam dengan Jaksa Agung, Erick Thohir lekas dinyatakan tak ada bukti,” jelasnya.

    Ia lalu membandingkan dengan Tom Lembong. Meski belum ada bukti ditahan terlebih dulu.

    “Bukan bilang belum nemukan bukti, hingga harus ditahan seperti Tom Lembong?” pungkasnya.

    Adapun pernyataan kejaksaan disampaikan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar pada Rabu (5/3).

    Dia memastikan hal itu setelah mendapat informasi dari penyidik. Bahwa, tidak ada informasi dugaan keterlibatan Erick dan Boy Thohir. 

    “Nggak ada informasi fakta soal itu,” ujarnya saat dikonfirmasi. 

    Harli justru mempertanyakan dasar informasi yang beredar berkaitan dengan dugaan keterlibatan Erick dan Boy Thohir dalam kasus tersebut. Sebab, informasi tersebut tidak berbasis pada fakta-fakta penyidikan yang sudah disampaikan oleh penyidik. 

    “Dari mana sebenarnya informasi-informasi seperti itu,” imbuhnya.  

  • Tom Lembong Minta Dibebaskan, Klaim Tak Salah Apa Pun di Kasus Korupsi Impor Gula

    Tom Lembong Minta Dibebaskan, Klaim Tak Salah Apa Pun di Kasus Korupsi Impor Gula

    Tom Lembong Minta Dibebaskan, Klaim Tak Salah Apa Pun di Kasus Korupsi Impor Gula
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Tim hukum mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong (TTL) alias Tom Lembong, mengajukan nota keberatan atau eksepsi atas surat dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Agung RI.
    Tom Lembong
    didakwa telah merugikan keuangan negara Rp 578 miliar dalam perkara dugaan
    korupsi impor gula
    di Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada 2015-2016.
    “Terdapat beberapa fakta yuridis yang menjadi poin penting betapa TTL tidak memiliki kesalahan apa pun untuk disangkakan sebagai pelaku tindak pidana korupsi,” kata kuasa hukum Tom Lembong, Ari Yusuf Amir, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (6/3/2025).
    “Hal itu sekaligus menunjukkan betapa kasus ini adalah bentuk kriminalisasi dan tindakan
    abuse of power
    JPU terhadap TTL,” kata Ari.
    Dalam eksepsinya, kubu Tom Lembong menilai Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak berwenang secara absolut untuk memeriksa, mengadili, dan memutus Tom Lembong.
    Sebab, yang didakwakan merupakan perkara pangan yang diatur secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.
    Sementara itu, kewenangan Pengadilan Tipikor dibatasi berdasarkan Pasal 6 huruf c UU 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tipikor (UU Pengadilan Tipikor) jo.
    Pasal 14 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
    “Faktanya, pelanggaran ketentuan hukum positif yang dituduhkan penuntut umum dalam dakwaan, tidak memasukkan atau mencantumkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 UU Tipikor, yang berarti dasar hukum yang dijadikan rujukan surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum mutlak tidak dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana korupsi,” kata Ari.
    “Oleh sebab itu, dakwaan Jaksa Penuntut Umum yang menyatakan perbuatan Terdakwa sebagai Tindak Pidana Korupsi dan sebagai perbuatan melawan hukum adalah tidak sah, karena bertentangan dengan ketentuan dalam Pasal 14 UU Tipikor jo. Pasal 6 huruf c UU Pengadilan Tipikor,” ucapnya.
    Atas keberatan tersebut, kubu Tom Lembong meminta majelis hakim membebaskan eks Menteri Perdagangan itu dari tahanan seketika setelah putusan sela dibacakan.
    “Memerintahkan penuntut umum membebaskan terdakwa dari tahanan seketika setelah putusan sela dibacakan,” kata Ari.
    Berdasarkan surat dakwaan, tindakan melawan hukum ini diduga dilakukan Tom Lembong bersama Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero), Charles Sitorus; Direktur Utama PT Angels Products, Tony Wijaya NG; Direktur PT Makassar Tene, Then Surianto Eka Prasetyo; dan Direktur Utama PT Sentra Usahatama Hansen Setiawan.
    Kemudian, Direktur Utama PT Medan Sugar Industry, Indra Suryaningrat; Direktur Utama PT Permata Dunia Sukses Utama, Eka Sapanca; Presiden Direktur PT Andalan Furnindo, Wisnu Hendraningrat; Direktur PT Duta Sugar International, Hendrogiarto A Tiwow; Direktur Utama PT Berkah Manis Makmur, Hans Falita Hutama; dan Direktur Utama PT Kebun Tebu, Ali Sandjaja Boedidarmo.
    “Yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 515.408.740.970,36 yang merupakan bagian dari kerugian keuangan negara sebesar Rp 578.105.411.622,47,” kata jaksa.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.