Kementrian Lembaga: Kejaksaan Agung

  • Tersangka Kasus Suap Hakim Perkara Ekspor CPO jadi 8, Ini Daftarnya

    Tersangka Kasus Suap Hakim Perkara Ekspor CPO jadi 8, Ini Daftarnya

    Bisnis.com, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali menetapkan tersangka dalam kasus dugaan suap perkara ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak goreng korporasi.

    Tersangka teranyar ini berasal pihak swasta yakni Muhammad Syafei (MSY) selaku Head of Social Security and License atau Kepala Legal Wilmar Group.

    Dirdik Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar mengatakan Syafei berperan sebagai penyedia uang suap agar kasus minyak goreng korporasi itu bisa divonis lepas atau onstlag.

    Mulanya, Syafei hanya menyediakan Rp20 miliar. Namun, Ketua PN Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta (MAN) meminta uang itu dikalikan tiga atau menjadi Rp60 miliar.

    “Lalu Tersangka MS menghubungi Sdr. MSY dan Sdr. MSY menyanggupi akan menyiapkan permintaan tersebut dalam mata uang asing [SGD atau USD],” ujar Qohar di Kejagung, Selasa (15/4/2025).

    Singkatnya, uang itu diterima Arif dan kemudian diduga didistribusikan kepada tiga hakim mulai dari Djuyamto, Agam Syarif Baharudin dan Ali Muhtarom sebesar Rp22,5 miliar. 

    Dari uang tersebut juga, Wahyu Gunawan selaku Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara mendapatkan jatah USD50.000 atas jasanya yang menghubungkan Arif dengan pengacara sekaligus tersangka Ariyanto.

    Adapun, atas penetapan Syafei ini, total tersangka kasus suap tersebut menjadi 8 orang. Berikut perinciannya:

    1. Ketua PN Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta (MAN)

    2. Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan (WG)

    3. Pengacara Ariyanto (AR)

    4. Pengacara Marcella Santoso (MS)

    5. Hakim Djuyamto (DJU)

    6. Hakim Agam Syarif Baharudin (ASB)

    7. Hakim Ali Muhtarom (AM)

    8. Head of Social Security and License Wilmar Group, Muhammad Syafei (MSY).

  • Jaksa Agung Tunjuk Kuntadi untuk Pimpin Kejati Jatim

    Jaksa Agung Tunjuk Kuntadi untuk Pimpin Kejati Jatim

    Surabaya (beritajatim.com) – Kuntadi resmi ditunjuk Jaksa Agung Burhanuddin sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jawa Timur (Jatim) menggantikan Prof (HCUA) Dr. Mia Amiati, SH, MH, CMA, CSSL, yang telah memasuki masa purna tugas.

    Penunjukan ini tertuang dalam Surat Keputusan Jaksa Agung Nomor 130 tahun 2025 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan dari dan dalam Jabatan Struktural Pegawai Negeri Sipil Kejaksaan Republik Indonesia.

    “Mutasi atau promosi adalah hal yang wajar bagi jaksa. Sebagai jaksa kita harus siap dimutasikan setiap saat untuk pengayaan penugasan yang baru,” ujar Kuntadi dikutip antara.

    Berikut Profil Lengkap Kajati Jatim Baru: Dr. Kuntadi, SH, MH

    Dr. Kuntadi merupakan sosok jaksa senior dengan rekam jejak mengesankan dalam penegakan hukum, khususnya pemberantasan korupsi. Berikut profil lengkapnya

    Lahir di Semarang, Jawa Tengah, pada 4 Januari 1970

    – Menyelesaikan pendidikan doktoral (Doktor Ilmu Hukum) dari Universitas Jenderal Soedirman
    – Memegang gelar Magister Hukum (MH) dan Sarjana Hukum (SH)

    Jabatan Terakhir:

    – Kepala Kejaksaan Tinggi Lampung sejak 29 Agustus 2024
    – Selama memimpin Kejati Lampung, dikenal sebagai pimpinan yang tegas dalam menangani kasus korupsi dan reformasi birokrasi

    Pengalaman Strategis:

    – Memiliki pengalaman panjang di berbagai posisi strategis di lingkungan Kejaksaan Agung
    – Pernah menjabat sebagai Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus
    – Terlibat aktif dalam pemberantasan jaringan korupsi lintas daerah

    Reputasi Profesional:

    – Dikenal sebagai jaksa berintegritas dengan pendekatan progresif dalam penegakan hukum
    – Memiliki spesialisasi dalam hukum pidana dan anti korupsi

    Proses serah terima jabatan direncanakan akan dilaksanakan dalam waktu dekat di Surabaya. Dr. Kuntadi dijadwalkan akan dilantik secara resmi oleh Jaksa Agung pada 23 April 20025 di Kejaksaan Agung RI. [uci/aje]

  • Skandal Suap Penanganan Perkara CPO, Pejabat Wilmar Group Ditetapkan Tersangka oleh Kejagung

    Skandal Suap Penanganan Perkara CPO, Pejabat Wilmar Group Ditetapkan Tersangka oleh Kejagung

    PIKIRAN RAKYAT – Pihak-pihak yang diduga terlibat dalam skandal kasus dugaan suap penanganan perkara ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak sawit mentah mulai terungkap. Kali ini, giliran seorang pejabat dari salah satu raksasa industri kelapa sawit di Indonesia, Wilmar Group, ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). 

    Tersangka dimaksud adalah Muhammad Syafei (MSY) yang menjabat sebagai Social Security Legal di Wilmar Group. Penetapan ini diumumkan langsung oleh Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar, dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, pada Selasa, 15 April 2025, malam. 

    “Berdasarkan keterangan saksi dan dokumen yang diperoleh. Penyidik menyimpulkan telah ditemukan dua alat bukti yang cukup sehingga menetapkan satu orang tersangka atas nama MSY yang bersangkutan sebagai Social Security Legal Wilmar Group,” kata Abdul Qohar. 

    Begitu statusnya menjadi tersangka, Syafei pun langsung digiring ke Rumah Tahanan Cabang Kejaksaan Agung untuk menjalani penahanan selama 20 hari ke depan terhitung mulai 16 April 2025. Penahanan dilakukan untuk kepentingan penyidikan.

    “Terhadap tersangka dilakukan penahanan 20 hari ke depan di Rutan Salemba Cabang Kejasaan Agung Republik Indonesia Berdasarkan Surat Penahanan Nomor 28 Tanggal 15 April 2025,” tutur Abdul Qohar. 

    Siapa Saja yang Diduga Terlibat?

    Syafei bukan satu-satunya yang tersangkut dalam pusaran kasus ini. Kejagung sebelumnya telah menetapkan tujuh tersangka yang diduga terlinat praktik suap demi memuluskan vonis lepas atas kasus ekspor CPO. Praktik ini diduga melibatkan tiga perusahaan besar yaitu PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group.

    Para tersangka adalah Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan; Muhammad Arif Nuryanta, Panitera Muda Perdata Jakarta Utara; Wahyu Gunawan, dan dua pengacara Marcella Santoso serta Ariyanto Bakri. 

    Yang mengejutkan, tiga hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ekspor CPO juga masuk dalam daftar. Mereka adalah Djuyamto sebagai ketua majelis, serta Agam Syarif Baharuddin dan Ali Muhtarom sebagai anggota. Ketiganya diduga menerima suap senilai Rp22,5 miliar untuk memberikan putusan vonis lepas atau ontslag van alle recht vervolging 

    Apa Itu Vonis Lepas?

    Vonis lepas merupakan keputusan hakim yang menyatakan bahwa terdakwa memang terbukti melakukan perbuatan sebagaimana yang didakwakan, namun perbuatan tersebut tidak tergolong sebagai tindak pidana.

    Dalam kasus ini, Muhammad Syafei (MSY) disangkakan melanggar Pasal 6 Ayat 1 huruf A Junto Pasal 5 Ayat 1 Junto Pasal 13 Junto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021 Junto Pasal 55 Ayat 1 ke 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • BEI Beberkan 2 Emiten Delisting Bakal Buyback Saham

    BEI Beberkan 2 Emiten Delisting Bakal Buyback Saham

    Jakarta

    PT Bursa Efek Indonesia (BEI) memasukkan 10 emiten dalam daftar delisting atau penghapusan pencatatan saham di perdagangan pasar modal. Namun, baru dua emiten yang menyampaikan rencana buyback atau pembelian kembali saham.

    Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna mengatakan, pihaknya belum menentukan kejelasan delisting emiten tersebut. BEI masih melakukan proses hearing agar perusahaan terkait segera melakukan buyback saham.

    “Kalau tidak ada pihak yang akhirnya melakukan pembelian kembali, buyback tidak akan berhasil. Buyback tidak akan tercapai. Nah, kami di bursa tentu kita melihat dari sisi pengumumannya siapa sih yang dimaksud dengan ultimate beneficial owner,” kata Nyoman di Gedung BEI, Jakarta Selatan, Selasa (15/4/2025).

    Selain itu, BEI juga masih menunggu perusahaan terkait menunjuk pihak pengendali efek untuk memenuhi kewajibannya. Hal ini ia ungkap menyusul ada beberapa pengendali efek yang tengah menjalani hukuman pidana.

    “Iya (cari beneficial owner), atau pihak yang ditunjuk. Itu yang kita approach ke mereka,” tutupnya.

    Dalam catatan detikcom, BEI mencatat 10 emiten yang akan delisting dari pasar modal. Beberapa emiten yang dinyatakan delisting berada dalam status maupun indikasi pailit. Emiten ini diwajibkan untuk melaksanakan buyback pada 18 Januari hingga 18 Juli 2025 sebelum masa efektif delisting berlaku pada 21 Juli 2025.

    Dikutip dari Keterbukaan Informasi BEI, ada 10 emiten yang di-delisting sejak kemarin di yakni, PT Mas Murni Indonesia Tbk (MAMI), PT Forza Land Indonesia Tbk (FORZ), PT Hanson International Tbk (MYRX), PT Grand Kartech Tbk (KRAH), PT Cottonindo Ariesta Tbk (KPAS), PT Steadfast Marine Tbk (KPAL), PT Prima Alloy Steel Universal Tbk (PRAS), PT Nipress Tbk (NIPS), PT Jakarta Kyoei Steel Works Tbk (JKSW), dan PT Panasia Indo Resources Tbk (HDTX).

    Diketahui, PT Hanson International Tbk (MYRX) terlibat dalam kasus korupsi Jiwasraya-Asabri oleh Benny Tjokrosaputro. Dalam kasus ini, Kejaksaan Agung (Kejagung) menyita 172,969,221 lembar saham MYRX atau setara 15,43%.

    Sementara dua emiten yang telah menyampaikan rencana buyback di antaranya, PT Panasia Indo Resources Tbk (HDTX) dan PT. Jakarta Kyoei Steel Works Tbk (JKSW).

    (kil/kil)

  • Isu Politik-Hukum Terkini: Wacana Pangkalan Militer Rusia di Indonesia

    Isu Politik-Hukum Terkini: Wacana Pangkalan Militer Rusia di Indonesia

    Jakarta, Beritasatu.com – Sejumlah isu politik dan hukum pada Selasa (15/4/2025) menarik perhatian pembaca. Berita terkait wacana pendirian pangkalan militer Rusia di Indonesia menjadi perbincangan hangat pembaca.

    Berita politik dan hukum lainnya, yakni terkait UU TNI yang belum diteken Presiden Prabowo Subianto, Kejagung yang mendalami aliran dana dalam kasus suap vonis lepas korupsi CPO, RUU Perampasan Aset yang terhambat, hingga sidang hakim Ronald Tannur yang ditunda.

    Isu Politik dan Hukum Terkini Beritasatu.com

    1. DPR Tolak Wacana Pendirian Pangkalan Militer Rusia di Indonesia

    Anggota Komisi I DPR TB Hasanuddin menolak wacana pendirian pangkalan militer Rusia di Pulau Biak, Papua, seperti dilaporkan media asing. Hasanuddin menyebut wacana menjadikan Lanud Manuhua di Biak sebagai pangkalan bagi pesawat-pesawat militer Rusia merupakan pelanggaran terhadap konstitusi.

    Menurutnya, Indonesia menganut prinsip politik luar negeri bebas aktif. Artinya, bebas dari pengaruh blok mana pun dan aktif menjaga perdamaian dunia. Membuka peluang bagi kehadiran kekuatan militer asing di Indonesia, lanjut Hasanuddin, justru bertentangan dengan semangat tersebut.

    2. UU TNI Belum Diteken Prabowo, Menkum: Tak Ada Dwifungsi ABRI!

    Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas menegaskan, Presiden Prabowo Subianto belum menandatangani draf hasil revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang telah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) beberapa waktu lalu. Meskipun demikian, Menkumham menjamin bahwa revisi UU TNI ini tidak akan memicu kembalinya praktik dwifungsi ABRI seperti pada era Orde Baru.

    Supratman Andi Agtas menjelaskan, draf UU TNI saat ini sedang berada di meja Presiden Prabowo Subianto untuk ditandatangani dan diundangkan ke dalam lembaran negara.

    Menkumham juga menjelaskan bahwa UU TNI dapat berlaku secara otomatis apabila presiden tidak menandatanganinya dalam waktu 30 hari dan wajib diundangkan dalam lembaran negara, sesuai dengan ketentuan Pasal 20 ayat (5) Undang-Undang Dasar 1945.

    3. Kejagung Telusuri Aliran Dana Rp 60 Miliar dalam Kasus Suap Ekspor CPO

    Selain berita terkait wacana pendirian pangkalan militer Rusia di Indonesia, berita lainnya, yakni Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah menelusuri dugaan aliran dana sebesar Rp 60 miliar dari pengacara Ariyanto Bakri (AR) dalam kasus suap terkait putusan perkara ekspor crude palm oil (CPO). Kasus suap ekspor CPO ini melibatkan sejumlah pihak, termasuk aparat peradilan.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, menyatakan bahwa pihaknya masih menyelidiki secara mendalam untuk memastikan asal dana tersebut.

    Menurut keterangan sementara, uang tersebut diduga berasal dari Ariyanto Bakri dan diserahkan oleh Wahyu Gunawan (WG) kepada pihak-pihak lain, termasuk Djumyanto, Agam Syarif Baharudin, dan Ali Muhtarom.

    4. RUU Perampasan Aset Mandek karena Politik, Pemerintah Lobi Parpol

    Menkum Supratman Andi Agtas mengatakan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset Tindak Pidana terhambat karena dinamika politik. Padahal RUU ini penting untuk memerangi koruptor.

    Menurutnya, pemerintah akan segera berkomunikasi dengan semua partai politik untuk menentukan nasib RUU Perampasan Aset yang sudah lama diwacanakan. Supratman berharap RUU Perampasan Aset bisa segera dibahas secara komprehensif dengan DPR dalam waktu dekat. Pemerintah akan mengajukan kembali RUU itu dalam program legislasi nasional (prolegnas) yang akan datang.

    5. Jaksa Belum Siap, Sidang Hakim Ronald Tannur Ditunda

    Sidang pembacaan tuntutan terhadap tiga hakim yang sebelumnya memvonis bebas Ronald Tannur terpaksa ditunda di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Penundaan hingga Selasa 22 April 2025 ini disebabkan jaksa penuntut umum (JPU) masih memerlukan waktu untuk merapikan berkas materi tuntutan.

    Ketiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, yakni Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo, seharusnya menghadapi tuntutan pada hari ini terkait dakwaan suap yang diduga mereka terima untuk membebaskan Ronald Tannur dari dakwaan pembunuhan Dini Sera Afrianti.

    Demikian isu politik dan hukum Beritasatu.com, di antaranya wacana pendirian pangkalan militer Rusia di Indonesia.

  • Kejagung Geledah 3 Lokasi Terkait Putusan Lepas Kasus Korupsi CPO

    Kejagung Geledah 3 Lokasi Terkait Putusan Lepas Kasus Korupsi CPO

    Jakarta, Beritasatu.com – Kejaksaan Agung menggeledah tiga lokasi sebagai bagian dari proses penyidikan kasus dugaan suap putusan lepas (ontslag) dalam perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

    “Pada Selasa (15/4/2025), tim penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung telah melakukan penggeledahan di tiga lokasi pada dua provinsi,” ujar Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar, dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (15/4/2025) malam.

    Dari penggeledahan tersebut, penyidik menyita sejumlah barang, antara lain dua unit mobil mewah merek Mercedes-Benz, satu unit Honda CRV, serta empat sepeda lipat merek Brompton.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, menambahkan penggeledahan berkaitan dengan penetapan MSY (Muhammad Syafei) sebagai tersangka kasus suap putusan lepas dalam perkara korupsi CPO. MSY merupakan anggota tim legal PT Wilmar Group dan ditetapkan sebagai tersangka pada Selasa (15/4/2025) malam.

    Tiga lokasi yang digeledah, yakni Apartemen Kuningan Place Lantai 9 Unit II, Jakarta Selatan. Berikutnya, rumah di Jalan Kancil Putih I, Kelurahan Demang Lebar Daun, Kecamatan Ilir Barat I, Palembang, Sumatera Selatan. Satu lokasi lainnya yang alamatnya tak diungkap Kejagung, yakni sebuah rumah yang disebut difungsikan sebagai kantor.

    Penyidik Jampidsus menetapkan Head of Social Security Legal PT Wilmar Group, MSY, sebagai tersangka karena diduga memberikan uang suap sebesar Rp 60 miliar untuk memuluskan putusan lepas dalam perkara korupsi ekspor CPO di PN Jakarta Pusat.

    Menurut Abdul Qohar, uang tersebut diserahkan atas permintaan Muhammad Arif Nuryanta (MAN), yang saat itu menjabat sebagai wakil ketua PN Jakarta Pusat. Permintaan itu disampaikan melalui perantara Wahyu Gunawan (WG), panitera muda perdata PN Jakarta Utara.

    Setelah ditetapkan sebagai tersangka, MSY langsung ditahan di Rumah Tahanan Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan. Dengan penetapan MSY, jumlah tersangka dalam suap putusan lepas kasus korupsi CPO ini menjadi delapan orang.

  • Peran Kepala Legal Wilmar Group di Kasus Suap Hakim Vonis Putusan Lepas

    Peran Kepala Legal Wilmar Group di Kasus Suap Hakim Vonis Putusan Lepas

    Jakarta

    Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap peran Head of Social Security and License Wilmar Group, Muhammad Syafei (MSY), dalam skandal suap hakim yang memvonis ontslag atau lepas terhadap terdakwa korporasi pada perkara korupsi minyak goreng. Syafei disebut menjadi pihak yang menyediakan uang suap Rp 60 miliar guna memuluskan putusan perkara itu.

    Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung Abdul Qohar menjelaskan kronologi praktik suap itu. Dia mengatakan pemberian suap itu berawal ketika pertemuan antara Ariyanto (AR) selaku pengacara dari terdakwa korporasi kasus korupsi bahan baku minyak goreng dengan panitera bernama Wahyu Gunawan (WG). Keduanya telah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.

    Dalam pertemuan itu, Wahyu menyampaikan kepada Ariyanto bahwa perkara yang tengah berproses di PN Tipikor Jakpus itu harus diurus. Jika tidak, maka putusan yang dijatuhkan bisa maksimal bahkan melebihi tuntutan jaksa.

    “Pada saat itu, Wahyu Gunawan menyampaikan agar perkara minyak goreng mentah harus diurus. Jika tidak, putusannya bisa maksimal. Bahkan, melebihi tuntutan jaksa penuntut umum,” kata Qohar dalam jumpa pers di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Selasa (15/4/2025).

    Wahyu kemudian meminta Ariyanto selaku penasehat tersangka korporasi untuk mempersiapkan biaya pengurusan perkara. Permintaan itu kemudian diteruskan Ariyanto kepada Marcella Santoso (MS) yang juga merupakan pengacara terdakwa korporasi.

    Marcella juga telah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara itu. Mendapat informasi itu, Marcella kemudian bertemu dengan Syafei guna menyampaikan informasi biaya pengurusan perkara tersebut. Syafei menyanggupinya.

    Hanya saja, Qohar menyebut, kala itu Syafei menyampaikan bahwa biaya yang disediakan pihak korporasi hanya sebesar Rp 20 miliar. Menindaklanjuti hal itu, Wahyu bersama Ariyanto melakukan pertemuan dengan Muhammad Arif Nuryanta (MAN) yang waktu itu Arif masih menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat.

    “Dalam hal ini, MAN atau Muhammad Arif Nuryanta meminta agar uang Rp 20 miliar dikalikan tiga, sehingga jumlahnya Rp 60 miliar,” jelas Qohar.

    Setelah pertemuan tersebut, Wahyu menyampaikan kepada Ariyanto agar segera menyiapkan uang sebesar Rp 60 miliar tersebut. Permintaan itu diteruskan kepada Marcella yang kemudian menghubungi Syafei.

    Tak lama, Syafei menghubungi Marcella dan mengatakan bahwa uang yang diminta telah disiapkan. Marcella kemudian mengarahkan Syafei kepada Ariyanto. Hingga akhirnya keduanya bertemu di kawasan SCBD, Jakarta Selatan, dalam rangka penyerahan uang Rp 60 miliar.

    Uang senilai Rp 60 miliar itu kemudian diantarkan Ariyanto ke rumah panitera Wahyu Gunawan di kawasan Jakarta Utara. Oleh Wahyu uang tersebut langsung diserahkan kepada Arif.

    “Saat penyerahan uang tersebut, Arif memberikan uang kepada Wahyu Gunawan sebanyak USD 50 ribu (setara Rp 839,9 juta),” terang dia.

    Kini, Syafei (MSY) telah ditetapkan sebagai tersangka dan langsung ditahan di Rumah Tahanan Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan.

    “Penyidik menyimpulkan telah ditemukan dua alat bukti yang cukup, sehingga pada malam ini menetapkan satu orang tersangka atas nama MSY. Dimana yang bersangkutan sebagai Social Security Legal Wilmar Group,” imbuh Qohar.

    Atas perbuatannya, tersangka Syafei dikenai Pasal 6 ayat (1) huruf a juncto Pasal 5 ayat (1) juncto Pasal 13 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan sebanyak tujuh tersangka dalam skandal suap vonis lepas kasus migor. Ketujuh tersangka terdiri dari empat hakim, satu panitera dan dua pengacara. Berikut daftarnya:

    1.⁠ ⁠Muhammad Arif Nuryanto (MAN) selaku Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel)
    2.⁠ ⁠Djuyamto (DJU) selaku ketua majelis hakim
    3.⁠ ⁠Agam Syarif Baharudin (ASB) selaku anggota majelis hakim
    4.⁠ ⁠Ali Muhtarom (AM) selaku anggota majelis hakim
    5.⁠ ⁠Wahyu Gunawan (WG) selaku panitera
    6.⁠ ⁠Marcella Santoso (MS) selaku pengacara
    7.⁠ ⁠Ariyanto Bakri (AR) selaku pengacara

    Awalnya ada 3 korporasi yang sejatinya sedang diadili di Pengadilan Tipikor Jakarta yaitu PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group dalam perkara dugaan korupsi minyak goreng atau migor itu. Ketiganya memberikan kuasa pada Marcella dan Ariyanto. Secara mengejutkan, majelis hakim yang terdiri dari Djuyamto, Agam, dan Ali menjatuhkan putusan ontslag atau lepas yang artinya bahwa perbuatan yang dilakukan 3 korporasi itu bukanlah tindak pidana.

    Dari pengusutan kejaksaan ditemukan adanya informasi dugaan suap di balik putusan itu. Ketua PN Jaksel Muhammad Arif Nuryanto diketahui sebelumnya menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (Waka PN Jakpus) yang memiliki wewenang menunjuk hakim yang mengadili perkara.

    Singkatnya terjadi kongkalikong antara pihak Marcella-Ariyanto dengan Muhammad Arif Nuryanto. Duit suap Rp 60 miliar mengalir ke Arif Nuryanto dan sebagian di antaranya dialirkan ke 3 majelis hakim. Sedangkan Wahyu Gunawan selaku panitera menjadi perantara suap.

    (ond/fca)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Kejagung Tetapkan 1 Tersangka Baru Kasus Suap Vonis Korupsi Minyak Goreng di PN Jakpus

    Kejagung Tetapkan 1 Tersangka Baru Kasus Suap Vonis Korupsi Minyak Goreng di PN Jakpus

    loading…

    Kejagung menetapkan satu tersangka baru kasus dugaan suap terkait pengurusan perkara korupsi korporasi minyak goreng di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Total ada delapan tersangka kasus ini. Foto/Jonathan Simanjuntak

    JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan satu tersangka baru kasus dugaan suap terkait pengurusan perkara korupsi korporasi minyak goreng di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus). Satu tersangka baru tersebut yakni, Head Social Security and Legal Wilmar Group, MSY.

    Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar mengatakan, penetapan tersangka baru tersebut merupakan pengembangan dari pemeriksaan sejumlah saksi dalam beberapa belakangan.

    “Penyidik menyimpulkan telah ditemukan dua alat bukti yang cukup sehingga pada malam ini menetapkan satu oramg tersangka atas nama MSY,” kata Abdul Qohar saat menggelar konferensi pers di kantornya, Jakarta Selatan, Selasa (15/4/2025).

    Sebelumnya, Kejagung telah lebih dulu menetapkan tujuh tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pengurusan perkara di PN Jakpus. Ketujuh tersangka tersebut sebagai berikut :

    1. Mantan Wakil Ketua PN Jakpus, M Arif Nuryanta;
    2. Advokat Marcella Santoso;
    3. Advokat Ariyanto;
    4. Panitera Muda Perdata PN Jakpus, M Gunawan;
    5. Hakim Djuyamto;
    6. Hakim Agam Syarif Baharuddin;
    7. Hakim Ali Muhtarom.

    Marcella dan Ariyanto ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap. Sementara itu, M Arif Nuryanta, M Gunawan, Djuyamto, Agam Syarif, dan Ali Muhtarom ditetapkan sebagai tersangka penerima suap.

    Ketujuh tersangka tersebut diduga kongkalikong mengurus perkara korupsi tiga korporasi ekspor minyak goreng yakni, Wilmar Group, Musim Mas Group, dan Permata Hijau Group agar diputus onslag (vonis lepas). Adapun, nilai total suap terkait pengurusan perkara tersebut sekira Rp22 miliar.

    (shf)

  • Kejagung Kembali Tetapkan 1 Tersangka Kasus Suap Vonis Korupsi Ekspor CPO

    Kejagung Kembali Tetapkan 1 Tersangka Kasus Suap Vonis Korupsi Ekspor CPO

    Bisnis.com, JAKARTA – Kejaksaan Agung menetapkan satu orang lagi sebagai tersangka terkait perkara pengurusan vonis lepas dari kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak goreng korporasi.

    Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda bidang Pidana Khusus Kejagung, Abdul Qohar membeberkan tersangka baru itu berinisial MSY yang diketahui bernama Muhammad Syafei selaku social security legal PT Wilmar Group.

    Qohar menjelaskan bahwa tersangka telah dijerat dengan Pasal 6 Ayat 1 huruf a, juncto Pasal 5 Ayat 1, juncto Pasal 13, juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021 juncto Pasal 55 Ayat 1 di Tap Undang-Undang Hukum Pidana. 

    “Penyidik telah menemukan dua alat bukti yang cukup sehingga pada malam ini tim penyidik langsung tetapkan MSY sebagai tersangka,” tuturnya di Kejagung, Selasa (15/4/2024) malam.

    Qohar menjelaskan bahwa tersangka MSY atau Muhammad Syafei langsung ditahan selama 20 hari ke depan untuk kebutuhan tim penyidik sekaligus agar tidak melarikan diri hingga menghilangkan barang bukti.

    “Jadi terhitung mulai hari ini hingga 20 hari ke depan tersangka akan ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung,” kata Qohar.

    Sekadar informasi, kasus ini bermula saat majelis hakim yang dipimpin oleh Djuyamto memberikan vonis lepas terhadap tiga grup korporasi yang terjerat dalam kasus korupsi ekspor CPO. 

    Tiga grup atau korporasi tersebut, yakni Wilmar Group, Permata Hijau Group dan Musim Mas. Vonis lepas atau onslag itu telah menolak tuntutan jaksa penuntut umum yang meminta agar ketiga grup korporasi dibebankan denda dan uang pengganti sekitar Rp17,7 triliun. 

    Adapun, Kejagung telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus ini. Perinciannya, Ketua PN Jaksel Muhammad Arif Nuryanta (MAN); Panitera Muda Perdata pada PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan (WG). 

    Selanjutnya, dua pengacara atau advokat bernama Marcella Santoso (MR) dan Aryanto (AR). Teranyar, tiga hakim mulai dari Djuyamto (DJU), Agam Syarif Baharudin, dan Ali Muhtarom (AM) turut jadi tersangka.

  • Kejagung Sita Mobil hingga Sepeda Brompton saat Penggeledahan Terkait Suap Vonis Lepas CPO – Halaman all

    Kejagung Sita Mobil hingga Sepeda Brompton saat Penggeledahan Terkait Suap Vonis Lepas CPO – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan penggeledahan di tiga lokasi berbeda terkait kasus suap dan gratifikasi vonis lepas atau ontslag tiga terdakwa korporasi ekspor Crude Palm Oil (CPO) atau minyak goreng.

    Adapun tiga lokasi yang digeledah penyidik Kejagung terletak di dua wilayah, yakni Palembang Sumatera Selatan dan DKI Jakarta.

    “Bahwa pada hari ini tanggal 15 April 2025 tim penyidik Jaksa Agung Bidang Tindak Pidana Khusus (JAMPidsus) Kejaksaan Agung Republik Indonesia melakukan penggeledahan di tiga tempat di dua provinsi,” kata Direktur Penyidikan JAMPidsus Kejagung, Abdul Qohar saat konferensi pers, Selasa (15/4/2025).

    Qohar menuturkan, dari hasil penggeledahan itu, penyidik menyita sejumlah barang bukti salah satunya dokumen yang berkaitan dengan perkara tersebut.

    Selain dokumen, penyidik juga menyita barang bukti berupa mobil dan sepeda milik para tersangka.

    “Dalam penggeledahan tersebut ditemukan sejumlah dokumen yang berkaitan dengan perkara ini. Kemudian juga melakukan penyitaan untuk 2 unit mobil Mercedes-Benz (Mercy), 1 mobil merk Honda CRV, kemudian ada 4 sepeda Brompton,” jelasnya.

    Terkait hal ini, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar menambahkan, bahwa penggeledahan di Jakarta dilaksanakan di Apartemen Place Kuningan Lantai 9 Unit II, Jakarta Selatan.

    Sedangkan penggeledahan di Palembang, Harli menjelaskan, penyidik menggeledah rumah yang terletak di Jalan Kancil Putih I, LR Puskesmas 11, RT 036/RW010 Kelurahan Demang Lebar Daun, Kecamatan Ilir Barat I.

    Sementara satu lokasi penggeledahan lainnya, Harli hanya mengatakan bahwa kegiatan itu dilakukan di sebuah rumah yang dijadikan kantor.

    “Penggeledahan itu dilakukan terkait (tersangka) MSY (Muhammad Syafei),” kata Harli.

    Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali menetapkan satu orang tersangka baru dalam kasus suap pemberian vonis lepas dalam perkara korupsi CPO.

    Penetapan tersangka ini dilakukan setelah penyidik Jampidsus Kejagung menemukan alat bukti yang cukup.

    KASUS VONIS LEPAS – Penampakan tersangka baru kasus suap dan gratifikasi vonis lepas atau ontslag perkara korupsi ekspor CPO, Legal PT Wilmar Group Muhammad Syafei saat digiring petugas Kejaksaan Agung ke mobil tahanan, Selasa (15/4/2025). (Dok Kejagung)

    Adapun tersangka baru ini yakni Head and Social Security Legal Wilmar Group, Muhammad Syafei (MSY).

    “Sehingga malam ini menetapkan 1 orang tersangka atas nama MSY di mana yang bersangkutan sebagai Social Security Legal Wilmar Group,” kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Jakarta, Selasa (15/4/2025).

    Adapun pasal yang disangkakan kepada yang bersangkutan yaitu melanggar Pasal 6 Ayat 1 huruf a, juncto Pasal 5 Ayat 1, juncto Pasal 13, juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021 juncto Pasal 55 Ayat 1 di Tap UU Hukum Pidana.

    “Terhadap tersangka dilakukan penahanan 20 hari ke depan, terhitung mulai hari ini di rutan Salemba Cabang Kejagung RI,” ucapnya.

    Untuk informasi, Kejaksaan Agung menetapkan tujuh orang tersangka dalam kasus suap pemberian vonis lepas dalam perkara korupsi CPO. 

    Ketujuh orang itu yakni MAN alias Muhammad Arif Nuryanta, yang kini menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, WG yang kini merupakan panitera muda di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Sementara itu MS dan AR berprofesi sebagai advokat. 

    Lalu, tiga hakim yang ditunjuk untuk menyidangkan perkara itu yakni Djuyamto, Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharudin. 

    Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar mengatakan awalnya tersangka Ariyanto Bakri selaku pengacara tersangka korporasi kasus tersebut berkomunikasi dengan tersangka Wahyu Gunawan yang saat itu merupakan Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. 

    “Untuk mengurus perkara korupsi korporasi minyak goreng dengan permintaan agar perkara tersebut diputus onslag dengan menyiapkan uang sebesar Rp20 miliar,” kata Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (14/4/2025) dini hari. 

    Lalu, Wahyu Gunawan berkoordinasi dengan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhamad Arif Nuryanta yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan permintaan vonis onslag tersebut. 

    Arif pun menyetujui permintaan tersebut. Namun, ada syarat yang harus dipenuhi pihak pengacara yakni dengan melipat gandakan uang suap tersebut. 

    “Muhamad Arif Nuryanta menyetujui permintaan tersebut untuk diputus onslag namun dengan meminta uang Rp20 miliar tersebut dikalikan 3 sehingga totalnya Rp60 miliar,” tuturnya. 

    Permintaan itu pun disetujui, oleh pihak pengacara tersangka korporasi dan diserahkan kepada Arif melalui Wahyu Gunawan. 
    “Pada saat itu wahyu Gunawan diberi oleh Muhamad Arif Nuryanta sebesar 50.000 USD sebagai jasa penghubung dari Muhamad Arif Nuryanta. Jadi Wahyu Gunawan pun dapat bagian setelah adanya penyerahan uang tersebut,” ungkapnya. 

    Kemudian, Arif menunjuk tiga orang majelis hakim untuk menangani perkara tersebut yakni Djuyamto cs. 

    Ketiga Majelis Hakim ini pun bersepakat untuk membuat perkara tersebut divonis onslag atau lepas setelah menerima uang sebesar Rp22,5 miliar. (*)