Kementrian Lembaga: Kejaksaan Agung

  • KPK Ungkap Motor Royal Enfield Ridwan Kamil Diduga Dibeli dari Hasil Korupsi  – Halaman all

    KPK Ungkap Motor Royal Enfield Ridwan Kamil Diduga Dibeli dari Hasil Korupsi  – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menungkap alasan motor Royal Enfield Classic 500 milik mantan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil alias RK, disita penyidik.

    Motor jenis cruiser seharga Rp78 juta itu disita penyidik KPK karena diduga bersumber dari hasil tindak pidana korupsi dana iklan bank BUMD. 

    Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto menjelaskan, penyitaan sebuah kendaraan dilakukan karena penyidik menilai kendaraan tersebut merupakan bagian dari proses korupsi yang disidik

    “KPK menyita sebuah kendaraan ya, kendaraan itu tentunya bisa jadi kendaraan tersebut menjadi bagian dari proses korupsi yang terjadi,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (16/4/2025).

    “Apakah itu dalam sarana sebagai sarana atau juga kendaraan tersebut merupakan kendaraan yang dibeli menggunakan hasil dari tindak pidana,” imbuhnya.

    Tessa menjelaskan lagi, bahwa kendaraan yang disita bisa juga merupakan bagian dari cara KPK ingin melakukan pemulihan aset (asset recovery).

    Untuk lebih jelasnya, lanjut Tessa, maksud penyidik menyita Royal Enfield Classic 500 milik Ridwan Kamil akan dibuka dalam persidangan.

    “Atau bisa juga penyitaan aset kendaraan tersebut, tidak terbatas hanya kendaraan maupun aset-aset lainnya, disita sebagai bagian dari upaya asset recovery yang nanti akan berujung kepada uang pengganti. Itu juga bisa,” katanya.

    Tessa menambahkan bahwa untuk saat ini motor gede (moge) tersebut belum dipindahkan ke Rumah Penyimpanan Benda Sitaan dan Rampasan (Rupbasan), Cawang, Jakarta Timur.

    Moge itu masih berada dalam penguasaan Ridwan Kamil dengan status pinjam pakai.

    “Posisi kendaraan yang dilakukan penyitaan masih dipinjampakaikan kepada yang bersangkutan. Jadi belum ada pergeseran ke Rupbasan,” ujar Tessa.

    Tessa belum memberi petunjuk kapan moge itu dipindahkan ke Rupbasan. Ia hanya mengatakan kalau moge yang masih dalam penguasaan Ridwan Kamil itu tidak boleh diubah bentuk atau dijual.

    Apabila hal tersebut terjadi, maka ada kaitannya dengan Pasal 21 terkait perintangan penyidikan.

    “Dalam hal ini kaitannya adalah baik itu Pasal 21 bisa masuk menghalangi penyidikan maupun dari sisi nilainya bisa dimintakan untuk diganti, tentunya sesuai dengan nilai pada saat kendaraan itu disita,” kata Tessa.

    Dalam laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) Ridwan Kamil, disebutkan Royal Enfield Classic 500 itu buatan tahun 2017.

    Moge itu memiliki harga Rp78 juta.

    Rumah Ridwan Kamil di kawasan Ciumbuleuit, Kota Bandung digeledah KPK pada Senin, 10 Maret 2025. Penggeledahan berkaitan dengan penyidikan kasus dugaan korupsi dana iklan bank milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

    Selain motor, tim penyidik KPK turut mengamankan sejumlah dokumen yang ditengarai berkaitan dengan perkara.

    Lima Tersangka Korupsi Iklan Bank BUMD

    GEDUNG KPK – Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jalan Kuningan Persada Kav. 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis (30/9/2021). Pihak KPK kini tengah menelaah laporan dugaan korupsi Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung Febrie Adriansyah, yang dilaporkan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Anti Korupsi (KSST).  (Tribunnews.com/Ilham Rian Pratama)

    KPK telah menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana iklan bank BUMD 2021-2023 yang merugikan negara Rp222 miliar.

    Kelimanya yakni mantan Direktur Utama bank, Yuddy Renaldi (YR); Pimpinan Divisi Corporate Secretary bank, Widi Hartono (WH); Pengendali PT Antedja Muliatama (AM) dan Cakrawala Kreasi Mandiri (CKM), Ikin Asikin Dulmanan (IAD); Pengendali PT BSC Advertising dan PT Wahana Semesta Bandung Ekspres (WSBE), Suhendrik (SUH); dan Pengendali PT Cipta Karya Sukses Bersama (CKSB) dan PT Cipta Karya Mandiri Bersama (CKMB), R. Sophan Jaya Kusuma (RSJK).

    KPK menduga ada perbuatan melawan hukum dalam pengadaan penempatan iklan ke sejumlah media massa yang mengakibatkan negara merugi hingga Rp222 miliar.

    Yuddy Renaldi cs disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

    Kelima tersangka belum ditahan KPK. Tetapi komisi antikorupsi telah mencegah Yuddy Renaldi cs bepergian ke luar negeri.

  • Kejagung Sita 29 Mobil & Motor Mewah Ariyanto Bakrie! Kasus Suap CPO?

    Kejagung Sita 29 Mobil & Motor Mewah Ariyanto Bakrie! Kasus Suap CPO?

    Jakarta, Beritasatu.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) menyita 29 mobil dan motor mewah milik Ariyanto Bakrie (AR) terkait kasus dugaan suap vonis perkara ekspor crude palm oil (CPO) yang melibatkan aparat peradilan.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar mengungkapkan, selain mobil dan motor mewah, pihaknya juga menyita tujuh sepeda.

    “Jadi dari AR itu setidaknya ada tujuh mobil mewah dengan 21 kendaraan bermotor, sepeda motor ya dan tujuh unit sepeda,” katanya kepada wartawan, Rabu (16/4/2025).

    Harli Siregar menjelaskan, puluhan kendaraan mewah milik Ariyanto Bakrie yang sering dipamerkan di media sosial tersebut berkaitan dengan kasus suap CPO.

    “Untuk kasus inilah, makanya tujuh mobil itu mobil mewah sudah disita 21 sepeda motor, tujuh unit sepeda,” katanya.

    Selain dari kediaman Ariyanto Bakrie, Kejagung juga menyita sejumlah barang mewah dari hakim Ali Muhtarom, termasuk satu unit mobil Toyota Fortuner.

    Barang bukti tersebut akan dihitung dan dicocokkan dengan jumlah suap dalam kasus tersebut.

    “Nanti kalau sudah secara keseluruhan final dikompilasi saya kira kita akan mendapat angka-angkanya,” kata Harli terkait kasus suap CPO.
     

  • "Naluri Dagang" Hakim Buat Mereka Disuap Rp 107 Miliar pada 2011-2024
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        16 April 2025

    "Naluri Dagang" Hakim Buat Mereka Disuap Rp 107 Miliar pada 2011-2024 Nasional 16 April 2025

    “Naluri Dagang” Hakim Buat Mereka Disuap Rp 107 Miliar pada 2011-2024
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Sebanyak 29
    hakim
    telah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi dalam kurun waktu 13 tahun, sejak 2011 hingga 2024.
    Data tersebut merupakan hasil pemantauan Indonesia Corruption Watch (
    ICW
    ), yang menemukan bahwa 29 hakim tersebut diduga menerima suap untuk mengatur hasil putusan.
    “Berdasarkan pemantauan ICW, sejak tahun 2011 hingga tahun 2024, terdapat 29 hakim yang ditetapkan sebagai tersangka korupsi. Mereka diduga menerima suap untuk ‘mengatur’ hasil putusan. Nilai suap mencapai Rp 107.999.281.345,” lewat keterangan resmi ICW, Rabu (16/4/2025).
    Kini pada awal 2025, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan empat hakim sebagai tersangka dalam
    kasus suap
    penanganan perkara ekspor crude palm oil (CPO).
    Keempat hakim tersebut adalah Agam Syarif Baharuddin (ASB) dan Ali Muhtarom (AM) yang merupakan hakim Pengadilan Negeri Jakarta (PN) Pusat. Lalu hakim PN Jakarta Selatan, Djuyamto (DJU).
    Lalu ada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta (MAN) yang memberikan suap kepada Agam Syarif Baharuddin, Ali Muhtarom, dan Djuyamto.
    ICW menilai, perlu adanya pembenahan menyeluruh terhadap tata kelola internal di Mahkamah Agung (MA).
    “Penetapan tersangka suap menunjukkan bahaya mafia peradilan. Praktik jual-beli vonis untuk merekayasa putusan berada pada kondisi kronis,” tulis ICW.
    ICW juga mendesak MA untuk memandang mafia peradilan sebagai masalah laten yang harus segera diberantas.
    MA harus memetakan potensi korupsi di lembaga pengadilan dengan menggandeng Komisi Yudisial (KY), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan elemen masyarakat sipil.
    “Mekanisme pengawasan terhadap kinerja hakim dan syarat penerimaan hakim juga perlu diperketat. Ini dilakukan untuk menutup ruang potensi korupsi,” tulis ICW.
    Anggota
    Komisi III
    DRP Hinca Panjaitan mengatakan, empat hakim yang ditetapkan sebagai tersangka kasus suap penanganan perkara ekspor CPO menandakan banyaknya hakim yang mempunyai naluri berdagang.
    Ia melihat, banyak hakim saat ini yang melihat keadilan dapat menjadi komoditas yang bisa diperjualbelikan.
    “Pada realitasnya banyak hakim yang berkompromi dengan naluri dagang. Akhirnya, keadilan jadi komoditas, seolah bisa dijual dan dibeli. Menurut saya, suap terjadi karena pelaku melihat manfaat ekonomi yang melebihi risiko,” ujar Hinca lewat keterangan tertulisnya, Selasa (15/4/2025).
    Hinca mengatakan, suap terhadap hakim dapat disebabkan dua hal, yakni kekosongan moralitas atau longgarnya pengawasan
    Di samping itu, ia juga menanggapi wacana dinaikkannya gaji hakim untuk mencegah terjadinya praktik suap.
    Menurutnya, praktik suap tetap dapat terjadi di lingkungan peradilan dengan caranya tersendiri.
    “Maka godaan suap akan tetap menemukan jalannya. Kita bisa menambah angka pendapatan setinggi langit, tetapi bila peluang lolos dari hukuman lebih menggoda, akhirnya transaksi hitam menjadi pilihan rasional,” ujar politikus Partai Demokrat itu.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Ketua PN Jaksel Masih Bungkam Soal Aliran Dana Kasus Suap Ekspor CPO
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        16 April 2025

    Ketua PN Jaksel Masih Bungkam Soal Aliran Dana Kasus Suap Ekspor CPO Nasional 16 April 2025

    Ketua PN Jaksel Masih Bungkam Soal Aliran Dana Kasus Suap Ekspor CPO
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com

    Kejaksaan Agung
    menyatakan, hingga kini Ketua
    Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
    ,
    Muhammad Arif Nuryanta
    (MAN) masih enggan buka suara terkait aliran dana dalam kasus dugaan suap untuk kasus pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) kepada tiga korporasi, yaitu PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group.
    “Tetapi, sekarang kan MAN juga belum bicara,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar saat konferensi pers di kawasan Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (16/4/2025).
    Harli menyebutkan, berdasarkan pemeriksaan sejauh ini, baru majelis hakim yang mengakui aliran dana yang mereka terima untuk memberikan putusan ontslag kepada para terdakwa korporasi.
    “Yang baru bicara itu kan baru dari majelis hakimnya. Yang menyatakan ada menerima Rp 4,5 miliar di awal untuk membaca berkas, ada menerima Rp 4,5 miliar juga, ada menerima Rp 5 miliar, ada menerima Rp 6 miliar,” jelas Harli.
    Saat ini, penyidik juga masih mendalami aliran dana dan besaran uang yang diterima oleh pihak-pihak lainnya.
    Dari uang suap senilai Rp 60 miliar, baru Rp 22,5 miliar yang sudah terungkap jelas, yaitu mengalir ke majelis hakim yang menangani perkara.
    “Sekarang itu yang kita dalami, apakah misalnya Rp 60 miliar ini memang total diserahkan oleh AR melalui WG kepada MAN? Lalu, dia mendapat apa? Nah, keterangan-keterangan ini sekarang yang terus akan digali dari saksi-saksi yang ada,” kata Harli lagi.
    Saat ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan delapan orang tersangka dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di PN Jakarta Pusat terkait kasus vonis lepas ekspor CPO terhadap tiga perusahaan, yakni PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group.
    Mereka adalah Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel), Muhammad Arif Nuryanta; Panitera Muda Perdata Jakarta Utara, Wahyu Gunawan (WG); serta kuasa hukum korporasi, Marcella Santoso dan Ariyanto Bakri.
    Kemudian, tiga majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ekspor CPO, yakni Djuyamto selaku ketua majelis, serta Agam Syarif Baharuddin dan Ali Muhtarom selaku anggota.
    Terbaru, Social Security Legal Wilmar Group, Muhammad Syafei ditetapkan sebagai tersangka karena diduga merupakan pihak yang menyiapkan uang suap Rp 60 miliar untuk hakim Pengadilan Tipikor Jakarta melalui pengacaranya untuk penanganan perkara ini.
    Kejaksaan menduga Muhammad Arif Nuryanta, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, menerima suap Rp 60 miliar.
    Sementara itu, tiga hakim, Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom, sebagai majelis hakim, diduga menerima uang suap Rp 22,5 miliar.
    Suap tersebut diberikan agar majelis hakim yang menangani
    kasus ekspor CPO
    divonis lepas atau ontslag van alle recht vervolging.
    Vonis lepas merupakan putusan hakim yang menyatakan bahwa terdakwa terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan, tetapi perbuatan tersebut tidak termasuk dalam kategori tindak pidana.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kejagung Usul Kortas Tipikor Usut Dugaan Korupsi Kasus Pagar Laut Tangerang

    Kejagung Usul Kortas Tipikor Usut Dugaan Korupsi Kasus Pagar Laut Tangerang

    Jakarta

    Kejaksaan Agung (Kejagung) mengatakan ada indikasi korupsi pada kasus pagar laut di perairan Tangerang. Kejagung kemudian menyarankan agar Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor) Polri mengusutnya.

    Hal itu disampaikan oleh Direktur A Jampidum Kejagung, Nanang Ibrahim Soleh, setelah mengembalikan lagi berkas perkara kasus pagar laut Tangerang ke penyidik Bareskrim Polri.Pengembalian berkas untuk kedua kalinya itu telah dilakukan pada Senin (14/4) lalu.

    “Bahwa petunjuk kita, bahwa perkara tersebut adalah perkara tindak pidana korupsi. Karena menyangkut di situ ada suap, ada pemalsuannya juga ada, penyalahgunaan kewenangan juga ada semua,” kata Nanang di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu (16/4/2025).

    “Jadi sesuai dengan Pasal 25 UU 31/99, apabila perkara tersebut, dari banyak perkara yang didahulukan adalah perkara yang khususnya lex spesialis-nya itu perkara tindak pidana korupsi,” lanjutnya.

    Menurut Nanang, penanganan perkaranya yakni berdasar asas lex specialis.Lex specialis derogat legi generalia dalah asas hukum yang menyatakan bahwa hukum yang bersifat khusus (lex specialis) mengesampingkan hukum yang bersifat umum (lex generalis).

    “Jadi intinya kita kembalikan untuk diteruskan ke Kortas Tipikor (Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Polri). Apalagi Kortas Tipikor disampaikan kan, bahwa dia sedang menangani,” jelas Nanang.

    “Itu nanti kan ini jadi perkara yang sama tidak bisa diadili dua kali. Nah makanya kalau lebih ininya, tadi kan saya bilang lex spesialisnya kan. Nah makanya dijadikan satu perkaranya,” terang dia.

    Pada kesempatan yang sama, Ketua Tim Peneliti Berkas Jampidum Kejagung, Sunarwan,menjelaskan alasan mengapa perkara itu masuk ke dugaan korupsi. Sebab, adanya perubahan status kepemilikan.

    “Sehingga lepaslah kepemilikan negara atas laut tersebut. Nah, itulah yang merupakan titik poin kita, kenapa kita menyampaikan bahwa itu ada perbuatan melawan hukum berubahnya status itu,” urainya.

    Selain itu, Sunarwan juga menjelaskan ada dugaan penyalahgunaan kewenangan oleh penyelenggara negara dalam perkara pagar laut di perairan Tangerang itu. Penyalahgunaan wewenang itu dilakukan mulai dari tingkat kepala desa.

    “Dilakukan oleh siapa? Penyelenggara negara. Sejak tingkat kepala desa sampai dengan proses keluarnya SHGB. Di situ ada perbuatan dan semua dilakukan oleh penyelenggara negara. Sehingga di sini ada perbuatan penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan oleh penyelenggara negara,” ucap Sunarwan.

    Dia pun juga menegaskan bahwa perkara pagar laut Tangerang adalah tindak pidana korupsi.

    “Maka dari itu, kita sampaikan bahwa petunjuk kita adalah ini adalah perkara tindak pidana korupsi,” imbuhnya.

    Terkait kerugian negara, Sunarwan mengatakan memang tidak ada keterangan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengenai kerugian negara. Namun, ada ahli yang menduga adanya kerugian negara.

    “Jadi tidak ada di dalam berkas perkara itu yang saksi dari BPK, dari mana, tidak ada. Tetapi ada dari ahli, tetapi bukan ahli tentang korupsi, bukan,” ucap Sunarwan.

    Sebelumnya, Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro menyatakan pihaknya telah melengkapi berkas perkara kasus pagar laut di perairan Tangerang.

    “Kami tetap dari penyidik Polri khususnya melihat bahwa tindak pidana pemalsuan sebagaimana dimaksud dalam rumusan Pasal 263 KUHP. Menurut penyidik yang berkas yang kami kirimkan itu sudah terpenuhi unsur secara formil maupun materiil,” kata Djuhandhani di gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (10/4/2025).

    Dia menyebut, berdasarkan hasil pemeriksaan para saksi ahli, termasuk pihak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), atas pengembangan kasus dokumen SHGB dan SHM di wilayah pagar laut Tangerang, belum ditemukan indikasi kerugian negara.

    (ond/zap)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Kejagung Masih Usut Kasus Suap Vonis Bebas Ronald Tannur: Diam Bukan Berarti Perkara Berhenti – Halaman all

    Kejagung Masih Usut Kasus Suap Vonis Bebas Ronald Tannur: Diam Bukan Berarti Perkara Berhenti – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan masih terus mengembangkan kasus suap vonis bebas Gregorius Ronald Tannur yang menjerat tiga majelis hakim.

    Meski kasus tersebut kini telah bergulir di persidangan dan ketiga terdakwa yakni Erintuah Damanik, Mangapul dan Heru Hanindyo bakal segera dijatuhi tuntutan, Kejagung sebut masih terus telusuri perkara tersebut.

    Diketahui, Ronald Tannur adalah anak dari anggota DPR RI Fraksi PKB periode 2019-2024. Ia tersangdung kasus pembunuhan kekasihnya, dan divonis bebas Pengadilan Negeri Surabaya pada tanggal 

    Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung RI, Abdul Qohar mengatakan, meski saat ini pihaknya terkesan senyap dalam perkara itu, namun ia memastikan penyidik masih mendalami potensi pidana lainnya di kasus tersebut.

    “Perkara Surabaya sampai saat ini masih terus kami kembangkan. Ketika kami diam tidak berarti perkara itu berhenti,” jelas Qohar dalam konferensi pers, Selasa (15/4/2025) malam.

    Qohar menjelaskan, senyapnya pergerakan penyidik itu lantaran pengembangan kasus itu masih dalam tahap penyelidikan.

    Sehingga pihaknya belum bisa membeberkan secara gamblang apa yang saat ini tengah dilakukan dalam penanganan perkara suap tersebut.

    “Sudah barang tentu kalau penyelidikan tidak mungkin, saya ulang, tidak mungkin di publish. Justru penyelidikan itu kita namanya aja penyelidikan ya kita pasti lakukan secara diam, diam bukan berarti berhenti,” katanya.

    “Ini tolong dipahami, karena belum pro justicia, kalau penyelidikan itu diungkap yang mau diselidiki pasti lari, barang bukti dihilangkan,” ucapnya.

    Kronologi Kasus Suap Vonis bebas Anak Anggota DPR

    SIDANG TUNTUTAN – Sidang pembacaan tuntutan kasus suap vonis bebas Gregorius Ronald Tannur terhadap tiga terdakwa Hakim non aktif PN Surabaya ditunda, Selasa (22/4/2025) pekan depan. Ditundanya sidang tersebut karena Jaksa Penuntut Umum belum siap dengan berkas tunutannya. (Tribunnews.com/ Fahmi Ramadhan)

    Gregorius Ronald Tannur adalah anak dari Edward Tannur, seorang anggota DPR RI dari Fraksi PKB periode 2019–2024. 

    Pada 24 Juli 2024, Pengadilan Negeri Surabaya memvonis bebas Ronald Tannur atas dakwaan penganiayaan kekasihnya, Dini Sera Afriyanti, yang menyebabkan kematian korban.

    Namun, pada 22 Oktober 2024, Mahkamah Agung membatalkan vonis bebas tersebut dan menjatuhkan hukuman 5 tahun penjara kepada Ronald Tannur atas pelanggaran Pasal 351 ayat (3) KUHP. ​

    Bersamaan itu, Kejagung melakukan pengungkapan kasus dugaan praktik suap di balik vonis bebas Ronald Tannur oleh majelis hakim PN Surabaya.

    Dalam pengungkapan kasus yang disertai operasi tangkap tangan (OTT), Kejagung akhirnya menetapkan 7 orang sebagai tersangka kasus dugaan suap vonis bebas Robald Tannur.

    Tiga orang adalah majelis hakim PN Surabaya yang memberikan vonis bebas dan berperan sebagai penerima suap yakni Erintuah Damanik, Mangapul dan Heru Hanindyo.

    Lalu Ketua PN Surabaya Rudi Suparmono selaku penerima suap dan memilih majelis hakim.

    Kemudian pengacara Ronald Tannur, Lisa Rachmat dan ibunda Ronald Tannur Meirizka Widjaja, selaku pemberi suap.

    Penyidikan mengungkap aliran uang senilai Rp 1 miliar dan SGD 308 ribu (setara Rp 3,67 miliar) dari Lisa kepada para hakim. Rincian penerimaan masing-masing hakim Erintuah sebesar Rp 97,5 juta, SGD 32 ribu, dan  RM 35.992.

    Sementara, uang yang diterima Mangapul sebesar Rp 21,4 juta, USD 2 ribu, dan SGD6 ribu. Heru Hanindyo sebesar Rp 104,5 juta, USD 18.400, SGD19.100 , ¥ 100 ribu, € 6 ribu, dan SR 21.715.

    Sedangkan satu tersangka lain yakni mantan pejabat Mahkamah Agung Zarof Ricar ditetapkan sebagai tersangka kasus pemufakatan jahat berupa suap.

    SIDANG PERDANA – Eks Petinggi Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar, ibu pelaku pembunuhan Gregorius Ronald Tannur, Meirizka Widjaja, dan pengacara Ronald Tannur, Lisa Rachmat akan menjalani sidang perdana kasus suap di Pengadilan Tipikor Jakarta, pada Senin (10/2/2025) sekitar pukul 09.00 WIB. (Kolase Tribunnews)

    Zarof disebut berperan mengondisikan agar Ronald Tannur divonis bebas dalam tahap kasasi atas permintaan dari Lisa Rachmat.

    Ketujuh orang yang kini sudah berstatus sebagai terdakwa dan menjalani proses persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta.

    Khusus tiga Hakim PN Surabaya, tahapan sidang ketiganya bahkan bakal memasuki agenda pembacaan tuntutan pada Selasa (22/4/2025) mendatang setelah sempat tertunda pada Selasa (15/4/2025) kemarin.
     

  • Deretan Kasus Artis yang Ditangani Hotma Sitompul, Narkoba Raffi Ahmad hingga KDRT Lesty Kejora

    Deretan Kasus Artis yang Ditangani Hotma Sitompul, Narkoba Raffi Ahmad hingga KDRT Lesty Kejora

    TRIBUNJAKARTA.COM – Rekam jejak Hotma Sitompul, pengacara senior Indonesia yang tutup usia pada hari ini, Rabu (16/4/2025) sudah tak bisa diragukan lagi.

    Namanya di dunia hukum kian melejit lantaran menangani kasus-kasus besar di Indonesia.

    Selain kasus-kasus besar, Hotma Sitompul yang juga saudara Ruhut Sitompul ini turut menangani kasus yang menimpa artis Indonesia.

    Di tahun 2013, Hotma Sitompul menangani kasus narkoba yang menimpa Raffi Ahmad.

    Raffi Ahmad ditangkap atas kasus dugaan penyalahgunaan narkoba pada 27 Januari 2013.

    Saat itu, Raffi Ahmad ditangkap dikediamannya oleh Badan Narkotika Nasional (BNN).

    Adapun barang bukti dari Tempat Kejadian Perkara (TKP) yakni dua linting ganja dan 14 butir pil ekstasi.

    Kemudian, dalam podcast Deddy Corbuzier, ayah Rafatar itu mengungkap kalau dulu dia menggunakan obat tersebut yang termasuk jenis cathinone (katinon).

    lihat foto
    KLIK SELENGKAPNYA: Berikut Sosok dan Harta Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta yang Ditangkap Kejaksaan Agung pada Sabtu (12/4/2025).

    Selanjutnya di tahun 2019 ia juga menangani kasus yang menimpa Baim Wong.

    Kasus tersebut merupakan kasus perdata Baim Wong dengan QQ Production milik Astrid.

    Persidangannya pun berlangsung di Pengadilan Negeri Bogor, Jawa Barat.

    Selanjutnya, di tahun 2022, Hotma Sitompul digandeng Rizky Billar sebagai pengacaranya.

    Ayah tiri dari Bams eks vokalis Samson ini menjadi kuasa hukum tersangka kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) terhadap Lesty Kejora.

    Diketahui, kasus ini sempat membuat heboh.

    Pasalnya pada 28 September 2022 pukul 01.51 WIB dini hari, pemilik nama asli Muhammad Rizky itu melakukan KDRT terhadap istrinya di kediaman keduanya, Cilandak, Jakarta Selatan.

    Saat itu, Rizky Billar melakukan kekerasan fisik dengan mendorong dan membanting Lesty Kejora ke kasur serta mencekik leher Lesty.

    Hingga akhirnya Lesty Kejora jatuh ke lantai.

    Tak sampai di situ, pada paginya, Rizky Billar menarik tangan istrinya itu ke arah kamar mandi.

    Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

  • Kejagung Sebut Bareskrim Tidak Ikuti Petunjuk untuk Usut Korupsi Pagar Laut Tangerang 
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        16 April 2025

    Kejagung Sebut Bareskrim Tidak Ikuti Petunjuk untuk Usut Korupsi Pagar Laut Tangerang Nasional 16 April 2025

    Kejagung Sebut Bareskrim Tidak Ikuti Petunjuk untuk Usut Korupsi Pagar Laut Tangerang
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com

    Kejaksaan Agung
    menyebutkan,
    Bareskrim Polri
    tidak mengikuti sama sekali petunjuk yang diberikan oleh penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) agar
    kasus pagar laut
    di Tangerang diusut hingga ke kasus dugaan tindak pidana korupsi.
    “Jadi, berkas perkara yang kita terima, itu tidak ada perubahan dari berkas perkara yang awal. Tidak ada satu pun petunjuk yang dipenuhi,” ujar Ketua Tim Peneliti Berkas Jaksa P16 Jampidum, Sunarwan saat konferensi pers di kawasan Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (16/4/2025).
    Sunarwan mengatakan, berdasarkan berkas yang dilimpahkan kembali Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri pada 10 April 2025, tidak ada penambahan dari berkas yang awalnya telah dikembalikan Kejaksaan Agung pada 25 Maret 2025.
    Padahal, Dirtipidum Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro sempat mengatakan kalau pihaknya sudah berdiskusi dengan pihak dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan mengaku tidak ada kerugian negara dalam kasus yang tengah diselidiki ini.
    “Tidak ada di dalam berkas perkara itu yang saksi dari BPK, dari mana, tidak ada,” lanjut Sunarwan.
    Dalam berkas yang dilimpahkan Bareskrim hanya terdapat penjelasan atau pendapat dari ahli KUHP, bukan ahli untuk menjelaskan perkara korupsi.
    Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar juga menyinggung Pasal 110 ayat 2 KUHAP yang menekankan pentingnya suatu berkas untuk dilengkapi sesuai petunjuk dari penuntut umum.
    “Berdasarkan ketentuan Pasal 110 itu, berkas perkara yang dikembalikan oleh penuntut umum kepada penyidik itu dengan petunjuk untuk dilengkapi. Jadi, saya kira tidak perlu harus diperdebatkan,” kata Harli dalam kesempatan yang sama.
    Harli menyinggung beban pembuktian perkara ada pada penuntut umum, sehingga kasus pagar laut di Tangerang ini sepatutnya dilengkapi hingga dugaan tindak pidana korupsi.
    Pasalnya, setelah membaca berkas dari Bareskrim, jaksa penuntut umum mengendus adanya tindak pidana korupsi dalam kasus ini.
    “Karena jaksa penuntut umum setelah membaca, mempelajari, meneliti berkas perkara yang diserahkan, setidaknya, satu, ada indikasi penerimaan suap atau gratifikasi sebagaimana diatur dalam Pasal 5 atau Pasal 12 Undang-Undang Tipikor,” kata Harli.
    Untuk itu, Kejagung mengembalikan lagi berkas pagar laut di Tangerang ini ke Bareskrim Polri, tepatnya pada 14 April 2025 lalu.
    Diberitakan, Bareskrim Polri telah mengirimkan kembali berkas perkara kasus dugaan pemalsuan surat izin di lahan pagar laut di Tangerang.
    Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro mengatakan, pihaknya yakin bahwa kasus ini masih berfokus pada dugaan pemalsuan surat, bukan tindak pidana korupsi.
    “Dari penyidik Polri, khususnya melihat bahwa tindak pidana pemalsuan sebagaimana dimaksud dalam rumusan pasal 263 KUHP menurut penyidik, berkas yang kami kirimkan itu sudah terpenuhi unsur secara formal maupun materiil. Artinya, kita sudah hari ini kembalikan dengan alasan-alasan yang tadi kami sampaikan,” ujar Djuhandhani saat konferensi pers di Lobi Bareskrim Polri, Kamis (10/4/2025).
    Djuhandhani mengatakan, setelah menerima petunjuk dari berkas P19 yang diberikan oleh Kejaksaan Agung, penyidik segera melakukan sejumlah pemeriksaan dan meminta keterangan dari sejumlah ahli, terutama untuk memeriksa ada tidaknya unsur korupsi dalam kasus yang tengah diselidiki.
    Penyidik dari Direktorat Tindak Pidana Umum telah berdiskusi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mencari tahu ada tidaknya kerugian negara dalam kasus pagar laut di Tangerang.
    “Dari teman-teman BPK, kita diskusikan, kira-kira ini ada kerugian negara di mana ya. Mereka belum bisa menjelaskan adanya kerugian negara,” lanjutnya.
    Ada tidaknya kerugian negara ini penting karena menjadi salah satu unsur penentu suatu kasus disebut sebagai kasus korupsi atau bukan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Video: Terseret Suapi Kasus CPO,Kejagung Tahan Pegawai PT Wilmar

    Video: Terseret Suapi Kasus CPO,Kejagung Tahan Pegawai PT Wilmar

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kejaksaan Agung menetapkan pegawai PT Wilmar Group, Muhammad Syafei sebagai tersangka kasus suap vonis bebas perkara korupsi persetujuan ekspor minyak kelapa sawit (CPO) periode 2021-2022.

    Simak informasi selengkapnya dalam program Profit CNBC Indonesia (Rabu, 16/04/2025) berikut ini.

  • Paling Dipercaya Publik, Kejagung Rawan dari Serangan Balik Koruptor

    Paling Dipercaya Publik, Kejagung Rawan dari Serangan Balik Koruptor

    loading…

    Agresifnya Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam pemberantasan korupsi membuat Korps Adhyaksa ini rawan mendapat serangan balik dari para koruptor. Foto/Dok SindoNews

    JAKARTA – Agresifnya Kejaksaan Agung ( Kejagung ) dalam pemberantasan korupsi membuat Korps Adhyaksa ini rawan mendapat serangan balik dari para koruptor. Hal itu dikatakan oleh Guru Besar Universitas Lampung Prof Hieronymus Soerjatisnanta menanggapi survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang menempatkan Kejagung sebagai lembaga hukum yang paling dipercaya publik.

    Kejagung mendapatkan tingkat kepercayaan publik sebesar 75 persen. Kemudian selanjutnya Mahkamah Konstitusi (MK) 72 persen, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 68 persen, pengadilan 66 persen, dan Polri 65 persen.

    Dosen yang biasa disapa Tisnanta ini menjelaskan, prestasi Kejagung dalam mengungkap perkara-perkara besar, baik dari sisi kerugian negara maupun berani menyasar pejabat tinggi negara, membuatnya rawan mendapatkan serangan balik.

    “Ketika kewenangan kejaksaan dihabisi, jaksa tidak boleh melakukan penyidikan, tidak boleh meminta penyidikan tambahan, tidak bisa mengambil alih perkara, ini bentuk perlawanan terhadap pemberantasan tindak pidana korupsi yang dilakukan kejaksaan,” ujar Tisnanta, Rabu (16/4/2025).

    Tisnanta menambahkan, prestasi Kejagung dalam pemberantasan korupsi, faktor utamanya bukan karena faktor sistem hukum pidana di Indonesia. Prestasi Kejagung lebih disebabkan karena faktor kepemimpinan.

    “Seperti lebih pada kerja aktor-aktornya, seperti Jaksa Agung, Jampidsus, maupun Direktur Penyidikannya. Ketika itu nanti orangnya berganti sepertinya hasilnya (kinerja Kejagung) juga akan berbeda,” kata dosen pengajar di Fakultas Hukum Unila ini.

    Dengan demikian, kata Tisnanta, prestasi Kejagung dalam beberapa tahun ini, bukan dari sistem peradilan pidana di Indonesia. “Tetapi lebih karena political will dari kepemimpinan di lembaga Kejaksaan Agung,” imbuhnya.

    Dia melanjutkan, sayangnya tidak mungkin para pimpinan di Kejagung akan ada di sana selamanya. Sehingga jika nanti ada pergantian Jaksa Agung maka akan tergantung juga pada political will presiden. “Kalau presiden memiliki komitmen pemberantasan korupsi, itu nanti Jaksa Agung akan mengikuti,” jelas dia.

    Adapun mengenai survei LSI yang juga menemukan adanya keinginan publik agar kewenangan lembaga hukum lain disamakan dengan kewenangan polisi, Tistanta mengaku mendukung gagasan itu. “Saya mendukung itu, cuma problemnya ada potensi (yang harus diperhatikan). Misalnya polisi tidak punya kewenangan melakukan penyadapan, seperti yang dimiliki Kejaksaan dan KPK,” ujarnya.

    “Kalau polisi dimiliki kewenangan penyadapan itu potensial terhadap penyalahgunaan kekuasaan. Penyadapan itu kewenangan luar biasa yang harusnya digunakan untuk penanganan kejahatan luar biasa seperti korupsi dan terorisme,” pungkasnya.

    (rca)