Kementrian Lembaga: Kejaksaan Agung

  • Sosok Junaedi Saibih, Advokat Jadi Tersangka Kasus Perintangan Penyidikan, Pernah Bela Rafael Alun – Halaman all

    Sosok Junaedi Saibih, Advokat Jadi Tersangka Kasus Perintangan Penyidikan, Pernah Bela Rafael Alun – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM Kejaksaan Agung atau Kejagung menetapkan advokat Junaedi Saibih sebagai tersangka atas dugaan merintangi penyidikan dan penuntutan atau obstruction of justice tiga perkara di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

    Junaedi Saibih diduga merintangi mulai dari perkara korupsi ekspor crude palm oil (CPO) dengan terdakwa tiga korporasi, tata kelola komoditas timah, dan perkara importasi gula yang melibatkan eks Menteri Perdagangan Tom Lembong.

    Selain Junaedi Saibih, Kejagung juga menetapkan advokat lainnya yaitu Marcella Santoso dan Direktur Pemberitaan JakTV, Tian Bahtiar dalam kasus serupa.

    Sosok Junaedi Saibih

    SOSOK JUNAEDI SAIBIH – Junaedi Saibih saat menjadi Pengacara Baiquni Wibowo dan Arif Rachman Arifin di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (27/2/2023). (Tribunnews.com/Ibriza)

    Junaedi Saibih adalah seorang pengacara yang beberapa kali menangani kasus besar.

    Di antaranya dalam kasus perintangan penyidikan (obstruction of justice) pembunuhan berencana Brigadir Yosua.

    Saat itu, Junaedi Saibih menjadi pengacara eks anak buah Ferdy Sambo yaitu Baiquni Wibowo dan Arif Rachman Arifin.

    Kemudian, Junaedi Saibih juga pernah membela Rafael Alun Trisambodo, mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan.

    Saat itu, Rafael Alun terjerat kasus gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

    Selain membela Rafael Alun, Junaedi Saibih juga membela Harvey Moeis yang terjerat kasus korupsi pengelolaan timah.

    Mengutip dari situs resminya, pengacara dengan gelar Dr Junaedi Saibih SH MSI LL.M ini biasa disapa Bang Juned.

    Ia adalah Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pembinaan Lingkungan Kampus (PLK) Universitas Indonesia (UI) dan Ketua Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Mitra Justitia. 

    Junaedi Saibih juga dikenal sebagai staf pengajar di Bidang Studi Hukum Acara Fakultas Hukum UI sejak tahun 2002.

    Ia meraih gelar Sarjana Hukum dan Magister Sains dalam bidang Kajian Eropa Bidang Kekhususan Hukum Eropa dari (UI).

    Sementara gelar Magister Hukum (LLM) didapat Junaedi Saibih dari Universitas Canberra dengan beasiswa Australian Development Scholarship Awards.

    Selanjutnya ia meneruskan pendidikan tingkat Doktor Ilmu Hukum di Universitas Canberra dan menempuh Program Doktor pada Pasca Sarjana di Fakultas Hukum Universitas Andalas.

    Pada 2023, Junaedi Saibih lulus dengan predicate summa cum laude.

    Jadi Tersangka

    Kini, Junaedi Saibih ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung bersama dengan  Marcella Santoso. Keduanya disebut membiayai demonstrasi untuk menggagalkan penyidikan sejumlah kasus.

    Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung RI, Abdul Qohar mengatakan, upaya perintangan tersebut diduga mereka lakukan dalam penyidikan kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk 2015-2022.

    Tak hanya kasus itu, mereka juga disebut terlibat merintangi penyidikan perkara importasi gula yang menjerat eks Mendag Tom Lembong.

    “Tersangka MS dan JS membiayai demonstrasi-demonstrasi dalam upaya untuk menggagalkan penyidikan, penuntutan, dan pembuktian perkara a quo di persidangan,” kata Qohar, dalam konferensi pers, Selasa (22/4/2025).

    Abdul Qohar juga menyebut, Marcella dan Junaedi membiayai kegiatan seminar-seminar, podcast, dan talk show mengenai kasus-kasus tersebut di beberapa media online.

    Kegiatan-kegiatan itu diduga untuk menarasikan secara negatif dalam pemberitaan guna mempengaruhi pembuktian perkara di persidangan.

    “Kemudian diliput oleh tersangka TB dan menyiarkannya melalui JakTV dan akun-akun official JakTV, termasuk di media Tik Tok dan YouTube,” jelasnya.

    Konten-konten negatif tersebut, menurut Qohar, merupakan pesanan langsung dari Marcella dan Junaedi kepada Tian Bahtiar.

    “Tersangka JS membuat narasi-narasi dan opini-opini positif bagi timnya, yaitu MS dan JS.”

    “Kemudian membuat metodologi perhitungan kerugian negara dalam penanganan perkara a quo yang dilakukan Kejaksaan adalah tidak benar dan menyesatkan,” ucapnya.

    Selain itu, keduanya juga sempat memberikan keterangan tidak benar atau palsu saat diinterogasi oleh penyidik.

    Keterangan itu, kata Qohar, berkaitan dengan draft putusan kasus ekspor CPO yang dimana kedua tersangka merupakan kuasa hukum dari tiga terdakwa korporasi.

    Bahkan penyidik Kejagung juga beranggapan, Junaedi dan Marcella telah melakukan perusakan terhadap barang bukti dalam perkara tindak pidana korupsi.

    “Keduanya juga termasuk orang yang memberikan informasi palsu atau informasi yang tidak benar selama proses penyidikan,” katanya.

    (Tribunnews.com/Sri Juliati/Ibriza Fasti Ifhami/Fahmi Ramadhan)

  • Kejagung Periksa Karen Agustiawan dalam Kasus Minyak Mentah Pertamina

    Kejagung Periksa Karen Agustiawan dalam Kasus Minyak Mentah Pertamina

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018–2023.

    “Tim jaksa penyidik pada Jaksa Agung Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) memeriksa KA (Karen Agustiawan) selaku Direktur Utama Pertamina periode 2009–2014,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar dikonfirmasi di Jakarta, Selasa (22/4/2025).

    Adapun Karen sebelumnya divonis hukuman 13 tahun penjara atas kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) di PT Pertamina pada tahun 2011—2021 yang diusut oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

    Selain itu, penyidik juga memeriksa lima saksi lainnya, yaitu:

    GI selaku Advisor to CPO PT Berau Coal.
    AW selaku Assistant Manager Procurement Department PT Pamapersada Nusantara Group.
    RS selaku Analist Product ISC Pertamina.
    AF selaku Assistant Operation Risk Division BRI.
    BP selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dana kompensasi atas kekurangan penerimaan badan usaha akibat kebijakan penetapan harga jual eceran bahan bakar minyak (BBM) pada tahun 2021 di Kementerian Keuangan.

    Dikatakan oleh Kapuspenkum bahwa keenam saksi tersebut diperiksa untuk sembilan tersangka dalam kasus ini.

    “Pemeriksaan saksi ini untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara tersebut,” ucapnya.

    Kejagung dalam kasus ini telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) pada tahun 2018—2023.

    Sembilan tersangka itu, yaitu Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Sani Dinar Saifuddin (SDS) selaku Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, Yoki Firnandi (YF) selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Agus Purwono (AP) selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, Maya Kusmaya (MK) selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, dan Edward Corne (EC) selaku VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga.

    Tersangka lainnya, yakni Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa, Dimas Werhaspati (DW) selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, dan Gading Ramadhan Joedo (GRJ) selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.

  • Kasus Tian Bahtiar Disebut Perbuatan Pribadi, Dewan Pers Buka Suara

    Kasus Tian Bahtiar Disebut Perbuatan Pribadi, Dewan Pers Buka Suara

    Jakarta, Beritasatu.com – Kasus hukum yang menjerat Direktur Pemberitaan JakTV, Tian Bahtiar, menuai perhatian publik. Kejaksaan Agung (Kejagung) menegaskan tuduhan perintangan penyidikan (obstruction of justice) adalah murni perbuatan personal dan tidak terkait dengan aktivitas jurnalistik.

    Hal ini disampaikan Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar seusai menerima kunjungan Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu, pada Selasa (22/4/2025). Harli menegaskan tindakan yang dilakukan Tian Bahtiar tidak mencerminkan profesi wartawan atau kerja media.

    “Perbuatan yang dipersangkakan kepada yang bersangkutan itu adalah perbuatan personal, yang tidak terkait dengan media. Itu tegas,” kata Harli kepada wartawan.

    Ia juga menepis anggapan Kejagung bersikap antikritik terhadap media. Menurut Harli, kasus Tian Bahtiar murni berkaitan dengan upaya menghalangi penegakan hukum, bukan persoalan produk jurnalistik atau kebebasan pers.

    Sementara itu, Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu menegaskan pihaknya tetap mengawasi proses hukum ini, terutama untuk memastikan pemisahan antara karya jurnalistik dengan tindakan hukum individu. Dewan Pers ingin memastikan tidak ada bias dalam penanganan kasus yang bisa merugikan dunia pers.

    “Dewan Pers tidak ingin cawe-cawe dalam proses hukum, tetapi kami akan menilai apakah suatu karya masuk dalam kategori jurnalistik atau bukan, itu adalah kewenangan etik Dewan Pers,” tegas Ninik.

    Kasus ini sendiri menjadi sorotan publik lantaran menyangkut integritas pemberitaan media dan kebebasan pers, apalagi nama Tian Bahtiar kerap disebut dalam pusaran pemberitaan dugaan framing negatif terhadap penanganan sejumlah kasus korupsi besar.

  • Soroti Direktur JakTV Tersangka, IJTI: Mengapa Tak Ada Dewan Pers?

    Soroti Direktur JakTV Tersangka, IJTI: Mengapa Tak Ada Dewan Pers?

    Jakarta, Beritasatu.com – Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) menyampaikan pernyataan sikap resmi terkait penetapan tersangka terhadap Direktur Pemberitaan JakTV Tian Bahtiar oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).

    Melalui siaran pers Kejaksaan Agung RI Nomor: PR–331/037/K.3/Kph.3/04/2025 tanggal 22 April 2025, disebutkan adanya dugaan suap senilai lebih dari Rp 478 juta yang melibatkan pihak media. Menanggapi hal ini, IJTI menegaskan dukungannya terhadap pemberantasan korupsi secara transparan dan akuntabel.

    Namun demikian, IJTI mempertanyakan langkah penetapan tersangka terhadap insan pers apabila dasar utamanya adalah aktivitas jurnalistik, khususnya konten atau pemberitaan yang dianggap negatif dan dinilai merintangi proses penyidikan.

    “Menyampaikan informasi kritis adalah bagian dari tugas jurnalistik dan fungsi kontrol sosial yang dilindungi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers,” ujar pernyataan resmi IJTI.

    IJTI juga menekankan bahwa jika penetapan tersangka didasarkan pada produk jurnalistik, maka seharusnya Kejagung terlebih dahulu berkoordinasi dengan Dewan Pers sebagai lembaga yang memiliki kewenangan menilai dan menangani sengketa pemberitaan.

    Lebih lanjut, IJTI menyatakan keprihatinannya atas potensi kriminalisasi terhadap jurnalis yang dapat menciptakan preseden buruk bagi kebebasan pers. Pendekatan hukum secara represif terhadap kerja jurnalistik dikhawatirkan akan menimbulkan iklim ketakutan dan menghambat kemerdekaan media dalam menjalankan fungsinya.

    “Persoalan terkait pemberitaan seharusnya diselesaikan melalui mekanisme Dewan Pers, bukan langsung melalui jalur pidana,” tegas IJTI.

    IJTI tetap mendukung proses hukum dalam pengungkapan dugaan aliran dana suap, tetapi mengingatkan pentingnya penghormatan terhadap kemerdekaan pers. IJTI juga menyerukan kepada seluruh jurnalis untuk tetap menjunjung tinggi etika profesi dan independensi dalam melaksanakan tugas jurnalistik.

    Sebelunnya, Kejagung menetapkan tiga tersangka dalam kasus perintangan penyidikan dan penuntutan (obstruction of justice). Dari ketiga tersangka, satu di antaranya adalah Direktur Pemberitaan JakTV Tian Bahtiar (TB).

    Dua orang lainnya adalah advokat Marcella Santoso (MS) dan dosen Junaedi Saibih (JS).

    Direktur Penyidikan Jampidsus Abdul Qohar mengatakan para tersangka diduga melakukan pemufakatan jahat untuk menghalangi penanganan beberapa kasus korupsi besar, termasuk korupsi tata niaga timah di IUP PT Timah Tbk (2015–2022), korupsi importasi gula oleh tersangka Tom Lembong, dan kasus pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO).

    Pengungkapan kasus bermula dari pengembangan perkara suap dalam putusan lepas fasilitas ekspor CPO di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Terungkap MS dan JS memerintahkan TB untuk menyebarkan berita-berita negatif tentang penyidik Kejagung melalui berbagai media, termasuk JakTV, dengan imbalan Rp 478,5 juta yang diterima secara pribadi oleh TB.

    IJTI menyampaikan pernyataan sikap resmi terkait penetapan tersangka terhadap Direktur Pemberitaan JakTV Tian Bahtiar oleh Kejagung.
     

  • Jurnalis TV Pertanyakan “Berita Negatif” yang Dasari Perkara Direktur JAKTV
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        22 April 2025

    Jurnalis TV Pertanyakan “Berita Negatif” yang Dasari Perkara Direktur JAKTV Nasional 22 April 2025

    Jurnalis TV Pertanyakan “Berita Negatif” yang Dasari Perkara Direktur JAKTV
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ikatan
    Jurnalis
    Televisi Indonesia (
    IJTI
    ) mempertanyakan penjelasan Kejaksaan Agung (
    Kejagung
    ) soal “berita negatif” sebagai dasar penersangkaan Direktur
    Pemberitaan
    JAKTV, Tian Bahtiar.
    “IJTI mempertanyakan penetapan tersangka terhadap insan
    pers
    jika dasar utamanya adalah aktivitas
    pemberitaan
    atau konten jurnalistik, khususnya yang dikategorikan sebagai ‘berita negatif’ yang merintangi penyidikan terkait penanganan perkara oleh Kejaksaan,” tulis Pengurus Pusat IJTI dalam siaran persnya, Selasa (22/4/2025).
    IJTI mendukujng pemberantasan korupsi, termasuk pengungkapan dugaan suap terhadap Tian Bahtiar senilai Rp 478 juta. Namun demikian yang menjadi pertanyaan adalah penersangkaan
    jurnalis
    didasarkan pada “berita negatif” yang dibikin oleh yang bersangkutan.
    “Menyampaikan informasi yang bersifat kritis merupakan bagian dari kerja pers dan fungsi kontrol sosial yang dijamin oleh undang-undang,” tulis IJTI.
    Berita merupakan produk jurnalistik. Maka sudah seharusnya perkara ini dikoordinasikan dengan Dewan
    Pers
    karena demikianlah mekanisme yang diatur di Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
    “Penilaian atau suatu karya jurnalistik, termasuk potensi pelanggarannya, merupakan kewenangan Dewan Pers,” tulis IJTI.
    IJTI khawatir penersangkaan jurnalis karena si jurnalis membuat “berita negatif” menjadi preseden berbahaya terkait memburuknya kemerdekaan pers di Indonesia.
    “Pendekatan represif terhadap kerja jurnalistik berpotensi mengancam kemerdekaan pers dan mencederai demokrasi,” kata IJTI.
    IJTI mendukung pengungkapan dugaan aliran suap perkara tersebut. IJTI juga mengingatkan agar penanganan kasus seperti ini juga harus melibatkan Dewan Pers sejak awal, bukan langsung menggunakan proses pidana.
    “Kami menyerukan kepada seluruh insan pers untuk tetap menjunjung tinggi etika jurnalistik serta menjaga independensi dalam menjalankan tugas. Di saat yang sama, kami meminta aparat penegak hukum untuk menghormati kemerdekaan pers dan tidak menggunakan pendekatan represif terhadap kerja jurnalistik,” kata IJTI.

    Istilah “berita negatif” dalam penjelasan Kejagung
    Tian Bahtiar alias TB yang merupakan Direktur Pemberitaan JAKTV menjadi tersangka, bersama pula pengacara Marcella Santoso (MS) dan Junaedi Saibih (JS). Mereka semua disangkakan dengan Pasal 21 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
    Dini hari tadi, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar menjelaskan bahwa tersangka MS dan JS yang merupakan pengacara meminta Tian Bahtiar untuk memproduksi berita yang disebut Abdul Qohar bersifat “negatif” alias merugikan citra Kejagung.
    “Tersangka MS dan tersangka JS mengorder tersangka TB untuk membuat berita-berita negatif dan konten-konten negatif yang menyudutkan Kejaksaan terkait penanganan perkara aquo, baik ketika di penyidikan, penuntutan, maupun di persidangan,” kata Abdul Qohar.
    Kejagung merasa berita-berita negatif tersebut telah membentuk persepsi masyarakat yang tidak baik terhadap Kejagung. Mereka sedang mengusut kasus korupsi timah dan korupsi impor gula dengan tersangka Tom Lembong.
    “Tindakan yang dilakukan oleh tersangka MS, tersangka JS, dan tersangka TB dimaksudkan bertujuan membentuk opini publik dengan berita negatif yang menyudutkan Kejaksaan maupun Jampidsus dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi tata niaga timah maupun tindak pidana korupsi tata niaga gula, baik di penyidikan maupun di persidangan yang saat ini sedang berlangsung, sehingga Kejaksaan dinilai negatif oleh masyarakat, dan perkaranya tidak ditindaklanjuti ataupun tidak terbukti di persidangan,” tutur Abdul Qohar.
    Sore harinya, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Harli Siregar tampil dalam konferensi pers setelah mengadakan pertemuan dengan Dewan Pers. Harli menjelaskan bahwa perkara Tian Bahtiar merupakan perbuatan pribadi Tian.
    Harli menegaskan bahwa yang menjadi perhatian Kejaksaan bukanlah soal pemberitaan, melainkan tindakan permufakatan jahat untuk merintangi proses hukum yang sedang berjalan.
    “Yang dipersoalkan oleh Kejaksaan bukan soal pemberitaan, karena kita tidak anti kritik,” kata Harli di Kejagung, tadi.
    Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, menegaskan pihaknyalah yang mengurusi etik jurnalistik.
    “Saya selaku Ketua Dewan Pers dan juga Pak Jaksa Agung sepakat untuk saling menghormati proses yang sedang dijalankan dan masing-masing menjalankan tugasnya, sebagaimana mandat yang diberikan oleh Undang-Undang kepada kami,” kata Ninik.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Gurita Bisnis Tomy Winata, Anggota ‘9 Naga’ yang Disorot di Tengah Kasus Jak TV

    Gurita Bisnis Tomy Winata, Anggota ‘9 Naga’ yang Disorot di Tengah Kasus Jak TV

    GELORA.CO – Direktur Pemberitaan JakTV Tian Bahtiar (TB) bersama advokat Marcella Santoso (MS), Junaidi Saibih (JS) ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus dugaan perintangan penyidikan maupun penuntutan atau obstruction of justice.

    Kejaksaan Agung menyebut advokat Marcella Santoso dan Junaedi Saibih membiayai demonstrasi untuk menggagalkan penyidikan sejumlah kasus.

    Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar mengatakan, upaya penggagalan tersebut diduga mereka lakukan dalam penyidikan kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk 2015-2022.

    Tak hanya kasus itu, mereka juga disebut terlibat merintangi penyidikan perkara importasi gula yang menjerat eks Menteri Perdagangan Tom Lembong.

    “Tersangka MS dan JS membiayai demonstrasi-demonstrasi dalam upaya untuk menggagalkan penyidikan, penuntutan, dan pembuktian perkara a quo di persidangan,” kata Qohar, dalam konferensi pers, Selasa (22/4/2025) dini hari.

    Kemudian, Marcella dan Junaedi membiayai kegiatan seminar-seminar, podcast, dan talk show mengenai kasus-kasus tersebut di beberapa media online. Kegiatan-kegiatan itu diduga untuk menarasikan secara negatif dalam pemberitaan untuk mempengaruhi pembuktian perkara di persidangan.

    “Kemudian diliput oleh tersangka TB dan menyiarkannya melalui JakTV dan akun-akun official JakTV, termasuk di media Tik Tok dan YouTube,” jelasnya.

    Konten-konten negatif tersebut, menurut Qohar, merupakan pesanan langsung dari Marcella dan Junaedi kepada Tian Bahtiar. “Tersangka JS membuat narasi-narasi dan opini-opini positif bagi timnya, yaitu MS dan JS. Kemudian membuat metodologi perhitungan kerugian negara dalam penanganan perkara a quo yang dilakukan Kejaksaan adalah tidak benar dan menyesatkan,” ucapnya.

    Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti, Azmi Syahputra berpandangan Pasal 21 Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) tentang perintangan penyidikan bisa disangkakan terhadap Direktur Pemberitaan JAK TV Tian Bahtiar (TB). 

    Diketahui, Tian ditetapkan tersangka karena diduga secara sengaja membuat narasi dan konten-konten negatif untuk menjatuhkan Kejaksaan Agung (Kejagung). Sehingga, dinilai merintangi proses penyidikan, penuntutan, hingga pengadilan dalam kasus dugaan korupsi PT Timah, impor gula, dan ekspor crude palm oil (CPO). 

    Untuk hal itu, Tian diduga menerima uang sebesar Rp 478.500.000 yang masuk kantong pribadi setelah memuat konten-konten negatif terkait Kejagung. Menurut Azmi, terhadap Tian bisa dikenakan pasal perintangan penyidikan karena ada hubungan kasualitas antara para pelaku dengan hasil nyata berupa pemberitaan yang bertujuan mengganggu proses jalannya proses hukum oleh Kejagung. 

    “Perbuatan makna Pasal 21 dimaksud dapat dikatakan terjadi sepanjang adanya kausalitas dan di antara para pelaku terjalin kepentingan saling melindungi dan menjadi serangan balik bagi Kejagung, termasuk jika ditemukan upaya-upaya dan keadaan yang nyata hasil produksi berita tersebut guna menghambat, menghalangi, menggangu atau mempersulit jalannya proses hukum dalam kasus tersebut,” kata Azmi kepada Monitorindonesia.com, Selasa (22/4/2025). 

    “Karena dalam kasus ini, jika para penyidik menemukan bahwa perbuatan pelaku yang fokus bertujuan dari adanya pemesanan kegiatan-kegiatan produksi pemberitaan tersebut berhubungan guna menggangu proses hukum agar tidak berhasil sesuai tujuan penyidikan,” jelasnya.

    Azmi menambahkan bahwa ditemukan adanya aliran dana yang membuktikan adanya pemufakatan jahat untuk mengganggu proses hukum oleh Kejagung melalui pemberitaan yang dihasilkan. 

    “Dapat terlihat pula apakah ada pula tindakan yang secara sadar dan sengaja dalam kehendaknya para pelaku untuk menghambat proses baik secara langsung atau tidak langsung. Dalam kasus ini diketahui atau ditemukan bukti yang sekaligus menandakan adanya strategi sekaligus metting of mind dari para pihak yang sengaja menginginkan pembuatan, pemberitaan maupun opini tersebut ditujukan dalam rangka melemahkan penegakan hukum,” jelas Azmi.

    Namun, Azmi menyebut bahwa kebebasan pers tetap harus diapresiasi dan dihormati. Pasal 21 UU Tipikor berbunyi, “Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan disidang pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau 33 denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah)”

    Terkait kasus itu, seorang pengusaha bernama Tomy Winata menjadi sorotan. Hal ini disebabkan stasiun televisi swasta JAKTV itu  berada di bawah naungan Artha Graha, bisnis dari anggota ‘9 naga’ itu. JAKTV sendiri memulai siarannya pada Oktober 2004 dalam sebuah uji coba. Lalu baru diresmikan pada Oktober 2005.

    Dengan bos Artha Graha Group, Tommy Winata, Menteri BUMN Erick Thohir diketahui pernah berkongsi mendirikan Jaktv pada 2005. Bisnis televisi lokal dengan motto ‘My City, My Tv’ itu langgeng hingga kini.

    Diketahui bahwa Tommy Winata merupakan pendiri dari Artha Graha Group, sebuah perusahan besar yang memiliki ratusan anak perusahaan. Ia juga memiliki berbagai gurita bisnis lainnya sehingga banyak orang yang mencantumkan namanya dalam jajaran ‘9 Naga’.

     

    Memiliki latar belakang yang serupa dengan Dato’ Sri Tahir, Tommy banyak menghabiskan masa kecilnya di sebuah gang di kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat. Namun saat ini, Tommy memiliki kekayaan sekitar USD2,4 miliar atau sekitar Rp37 triliun.

     

    Gurita bisnis Tommy Winata, seperti PT Makmur Elok Nugraha (MEG) merupakan salah satu perusahan yang bergerak di bidang properti dan pengembangan kawasan. PT MEG berada dibawah naungan Artha Group yang dikelola atau dimiliki Tomy Winata.

     

    Memiliki investasi jangka panjang di Pulau Rempang, pelaksanaan investasi PT MEG menyentuh angka Rp381 triliun hingga 2080 mendatang. Dengan demikian, perusahaan tersebut diperkirakan bisa mempekerjakan 306 ribu orang.

     

    Bsnis Tomy Winata yang selanjutnya yakni telekomunikasi. Tomy Winata mengelola PT Artha Telekomindo yang menyediakan layanan dan solusi Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Tak hanya itu, JAKTV yang mulai diuji coba tayang perdana pada 2004, kemudian diresmikan pada 2005 silam juga berada dibawah naungan Artha Graha.

      

    Untuk bisnis berikutnya mencakup sektor industri. Tommy Winata melalui AG Network memiliki anak perusahaan, yang terdiri dari PT Sumber Agro Semesta, PT Multiagro Pangan Lestari, PT Harmoni Nirwana Lestari, PT Danatel Pratama, Artha Industrial Hill, Kiara Artha Park, dan Pasifik Agro Sentosa.  

    Sementara pada sektor bisnis perbankan, Tommy Winata memiliki tiga bisnis di bawah Grup Artha Graha, yakni: AG General Insurance, Graha Sentosa Memorial Park, dan Bank Artha Graha Internasional.

    Mengapa Tian Bahtiar tersangka?

    Direktur Pemberitaan Jak TV, Tian Bahtiar (TB), resmi ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menjadi kaki tangan dari dua advokat Marcella Santoso (MS) dan Junaedi Saibih (JS)—dalam menyebarkan konten-konten negatif terhadap institusi Kejagung.

    Menurut Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Abdul Qohar, TB secara sengaja membuat narasi provokatif dan menyerang reputasi Kejagung atas pesanan MS dan JS.

    Tujuannya jelas: menghalangi proses penyidikan, penuntutan, bahkan pengadilan sejumlah perkara besar yang tengah ditangani. “Tersangka MS dan JS memerintahkan TB memproduksi berita yang menyudutkan Kejaksaan. Semua itu mereka biayai dengan dana mencapai Rp478.500.000,” tegas Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Jakarta, Selasa (22/4/2025).

    Dana ratusan juta rupiah itu digunakan TB untuk menyebarkan berita-berita manipulatif melalui media sosial dan kanal digital yang terafiliasi dengan Jak TV. Konten-konten ini kerap mengangkat isu kerugian keuangan negara secara sepihak dan tanpa dasar perhitungan valid.

    Tak berhenti di situ, MS dan JS bahkan mendanai rangkaian seminar, demonstrasi, podcast, dan talkshow yang menarasikan propaganda hitam. Semua acara itu diliput oleh TB dan disiarkan ulang di media Jak TV serta disebarkan masif di platform seperti TikTok dan YouTube.

    Kejagung menilai aksi trio tersangka ini dirancang untuk membentuk opini publik negatif terhadap institusi penegak hukum. Mereka berupaya melemahkan fokus penyidik dan menciptakan kesan seolah perkara yang tengah disidik sarat kejanggalan.

    “Mereka ingin perkara ini bebas, atau setidaknya menyabotase konsentrasi penyidik dengan opini-opini menyesatkan,” kata Qohar.

    Dalam upaya menutupi jejak, para tersangka diketahui menghapus sejumlah konten dan berita yang sebelumnya telah tersebar luas. Skandal ini menjadi bukti bahwa informasi dapat menjadi senjata. Namun, teknologi penyadapan Kejagung justru membalikkan arah permainan.

    Dengan ditetapkan Tia sebagai tersangka menjadi pintu masuk tim penyidik gedung bundar Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung membuka lebar penyidikannya. Sebab menurut pakar hukum pidana dari Universitas Bung Karno (UBK) Kurnia Zakaria menegaskan tidak menutup kemungkinan hanya fenomena gunung es.

    “Kejagung mesti terus mengembangkan kasus ini, bisa jadi ini hanya fenomena gunung es. Kita tak bisa lagi tutup mata soal oknum-oknum yang merintangi penyidikan kasus dugaan rasuah yang disidik Kejagung. Saya duga bukan hanya kasus timah dan impor gula. Maka perlu penelusuran lebih jauh lagi,” kata Kurnia kepada Monitorindonesia.com, Seladsa (22/4/2025).

    Bila perlu, tegas Kurnia, Kejagung memeriksa mereka yang menempati level tertinggi di Jak TV itu. “Pemilik saham atau pun pemilk perusahaan tersebut harus juga diperiksa. Hal ini tak lain membuat terang kasus tersebut. Jangan hanya bawahan saja yang dikorbankan atai jadi korban. Kita dukung Kejagung menyikat habis para mafia ini,” tandasnya. 

    Sementara saat akan dibawa ke mobil tahanan pada Selasa (22/4/2025) dini hari, Tian sempat ditanyai wartawan soal keterlibatannya atas kasus itu. Namun, ia tak banyak bicara. “Enggak ada, enggak ada. Kita sama-sama satu profesi,” kata Tian.

  • Yang Dipersoalkan Bukan Pemberitaan, Kita Tidak Antikritik

    Yang Dipersoalkan Bukan Pemberitaan, Kita Tidak Antikritik

    PIKIRAN RAKYAT – Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Harli Siregar menegaskan, pihaknya tidak mempermasalahkan pemberitaan dari Direktur Pemberitaan JakTV Tian Bahtiar karena menurutnya Korps Adhyaksa tidak antikritik. Namun, Kejagung menemukan dugaan permufakatan jahat yang dilakukan Tian bersama dua advokat bernama Marcella Santoso dan Junaedi Saibih dalam upaya merintangi proses hukum perkara korupsi tata niaga timah dan impor gula.

    “Yang dipersoalkan oleh Kejaksaan bukan soal pemberitaan, karena kita tidak antikritik. Tetapi yang dipersoalkan adalah tindak pidana pemufakatan jahat antarpihak-pihak ini, sehingga melakukan perintangan terhadap proses hukum yang sedang berjalan,” kata Harli dalam konferensi pers di kantor Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa, 22 April 2025.

    Harli juga menegaskan, perbuatan yang disangkakan kepada Tian adalah perbuatan personal, yang tidak terkait dengan media. Sebagaimana diketahui, Tian, Marcella Santoso, dan Junaedi Saibih sudah ditetapkan sebagai tersangka dugaan perintangan penyidikan oleh Kejagung.

    Lebih lanjut, Harli menuturkan Dewan Pers menghormati proses hukum yang berjalan di Kejagung, sebaliknya Kejagung juga menghargai proses etik dan penilaian karya jurnalistik yang dilakukan Dewan Pers.

    “Kami juga menyampaikan kepada Dewan Pers Bahwa terkait dengan proses etik dan penilaian terhadap karya jurnalistik, kami menghormati Dewan Pers akan melakukan itu,” ucap Harli.

    Dewan Pers Akan Analisis Berita

    Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu menegaskan pihaknya akan mengumpulkan dan menelaah sejumlah berita yang dipublikasikan Tian Bahtiar (TB), yang menurut Kejaksaan Agung diduga digunakan untuk melakukan permufakatan jahat. Langkah tersebut disampaikan Ninik Rahayu usai pertemuan dengan Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Harli Siregar di kantor Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa, 22 April 2025.

    Menurutnya, Dewan Pers akan menilai secara cermat apakah berita-berita yang disebutkan memenuhi standar kode etik jurnalistik, baik dari segi substansi maupun prosedur penulisan. Sebelumnya, Kejagung menetapkan Tian Bahtiar (TB) sebagai tersangka kasus dugaan perintangan penyidikan dalam perkara korupsi ekspor crude palm oil (CPO) dan tata niaga komoditas timah.

    “Berita-berita itulah yang nanti akan kami nilai apakah secara substansial atau secara prosedural itu menggunakan parameter kode etik jurnalistik atau bukan,” kata Ninik.

    Dewan Pers tidak hanya akan melakukan analisis berita, namun juga membuka peluang untuk memanggil pihak-pihak terkait sebagai bagian dari proses klarifikasi dan verifikasi.

    “Kami ingin memastikan terlebih dahulu. Jadi, dalam konteks pemeriksaan itu bisa jadi nanti kami memanggil para pihak,” ucap Ninik.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Kejagung Sebut Direktur Jak TV Terima Uang Perintangan Rp478 Juta

    Kejagung Sebut Direktur Jak TV Terima Uang Perintangan Rp478 Juta

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) menyampaikan total uang perintangan sejumlah perkara korupsi ke Direktur Pemberitaan Jak TV, Tian Bahtiar (TB) mencapai Rp478,5 juta.

    Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar mengatakan uang tersebut berasal dari tersangka advokat Marcella Santoso (MS) dan advokat sekaligus dosen Junaidi Saibih (JS).

    “Baik dalam penyidikan, penuntutan, maupun pemeriksaan di persidangan sementara berlangsung dengan biaya sebesar Rp478,5 juta yang dibayarkan oleh Tersangka MS dan Tersangka JS kepada Tersangka TB,” ujar Harli dalam keterangan tertulis, Selasa (22/4/2025).

    Kemudian, dia menjelaskan skema perintangan tersebut dilakukan dengan cara membuat berita dengan narasi negatif yang menyudutkan korps Adhyaksa. 

    Narasi negatif itu dipublikasikan di sejumlah platform media milik Jak TV. Bahkan, Junaidi dan Marcella sempat membiayai aksi demonstrasi untuk mengganggu penyidikan, penuntutan hingga pembuktian dalam persidangan oleh jaksa.

    Aksi demonstrasi itu kemudian diunggah dengan sejumlah narasi yang seolah-olah penanganan perkara oleh kejaksaan kurang baik dan merugikan terdakwa atau tersangka pada sejumlah kasus rasuah.

    “Tersangka TB kemudian mempublikasikan narasi-narasi demonstrasi tersebut secara negatif dalam berita-berita tentang Kejaksaan,” pungkas Harli.

    Sekadar informasi, tiga perkara yang baru terungkap dirintangi oleh para tersangka yakni kasus tata niaga timah di IUP PT Timah, importasi gula Tom Lembong, dan kasus ekspor minyak goreng korporasi.

  • Dewan Pers Dalami Pelanggaran Kode Etik Direktur JakTv

    Dewan Pers Dalami Pelanggaran Kode Etik Direktur JakTv

    Bisnis.com, JAKARTA — Dewan Pers menghormati Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam mengusut kasus dugaan perintangan proses hukum sejumlah perkara korupsi.

    Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu mengatakan pihaknya telah membahas persoalan yang menyeret Direktur Pemberitaan Jak TV, Tian Bahtiar dengan pihak Kejagung.

    Dari hasil diskusi itu, Dewan Pers menyatakan bahwa pihaknya bakal menyerahkan penanganan perkara tersebut ke Kejagung apabila telah ditemukan bukti yang cukup.

    “Saya selaku Ketua Dewan Pers dan juga Pak Jaksa Agung disaksikan langsung oleh Pak Kapuspen dan Anggota Dewan Pers sepakat untuk saling menghormati proses yang sedang dijalankan,” ujarnya di Kejagung, Selasa (22/4/2025).

    Dia menjelaskan sejatinya Dewan Pers memiliki kewenangan untuk menilai karya pemberitaan sebagai karya jurnalistik atau bukan, termasuk dalam penanganan perkara jurnalistik yang menyimpang.

    Salah satu praktik jurnalistik yang melanggar kode etik yaitu perilaku pekerja pers yang terindikasi suap. Adapun, perilaku menyimpang itu masuk ke Pasal 6 dan Pasal 8 dalam kode etik jurnalistik.

    “Jurnalis kalau ada indikasi tindakan-tindakan yang berupa suap atau penyalahgunaan profesinya, ada pengaturan di dalam kode etik dan itu masuk ranah wilayah etik di pasal 6 dan pasal 8,” imbuhnya.

    Dalam hal ini, Ninik menjelaskan bahwa pihaknya akan menilai apakah produk jurnalistik itu ditemukan pelanggaran atau tidak melalui proses uji akurasi.

    Kemudian, Dewan Pers juga menilai perilaku wartawan maupun perusahaan media yang terkait dengan kinerjanya, apakah sudah memenuhi profesionalisme atau justru melanggar kode etik.

    “Nah itulah kami ketika duduk bersama dan menyepakati ada ranah yang dilakukan oleh Kejaksaan tetapi juga ada ranah yang dilakukan oleh Dewan Pers,” pungkas Ninik.

  • 3 Hakim PN Surabaya Pembebas Ronald Tannur Dituntut 9-12 Tahun Penjara, Heru Hanindyo Paling Berat – Halaman all

    3 Hakim PN Surabaya Pembebas Ronald Tannur Dituntut 9-12 Tahun Penjara, Heru Hanindyo Paling Berat – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang memvonis bebas terdakwa Ronald Tannur dituntut 9 hingga 12 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

    Tiga hakim itu diduga menerima suap miliaran rupiah untuk mempengaruhi putusan.

    JPU menyatakan ketiga hakim Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul telah menerima suap dan gratifikasi dalam menjatuhkan putusan bebas kepada terdakwa Ronald Tannur dalam kasus kematian Dini Sera Afrianti, mantan kekasihnya.

    “Menjatuhkan pidana penjara selama 9 tahun kepada terdakwa Erintuah Damanik,” kata jaksa dalam sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (22/4/2025). 

    Jaksa juga menuntut agar Erintuah dijatuhi denda Rp750 juta, dengan subsider enam bulan kurungan jika tidak dibayar.

    Sementara Heru Hanindyo dituntut hukuman paling berat yakni 12 tahun penjara dan denda Rp 750 juta subsider enam bulan kurungan.

    Adapun hakim Mangapul dituntut 9 tahun penjara dan denda serupa.

    Heru Hanindyo Dituntut Paling Tinggi

    Heru Hanindyo, Hakim Pengadilan Negeri Surabaya terdakwa vonis bebas Ronald Tannur dituntut hukuman paling berat.

    Heru Hanindyo diketahui dituntut Jaksa penuntut Umum dengan pidana penjara selama 12 tahun.

    Ia dituntut hukuman tinggi karena dinilai paling tidak kooperatif dibanding dua rekannya yang juga menjadi terdakwa dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi yakni Erintuah Damanik dan Mangapul.

    Jaksa menilai Heru tidak menunjukkan sikap kooperatif selama proses hukum dan tidak mengakui perbuatannya.

    Selain itu, perbuatannya disebut mencederai kepercayaan publik terhadap institusi peradilan.

    “Terdakwa tidak bersikap kooperatif dan tidak mengakui perbuatannya,” kata jaksa dalam sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (22/4/2025).

    Heru juga dituntut untuk membayar denda sebesar Rp 750 juta, dengan ketentuan subsider enam bulan penjara jika tidak dibayar.

    Satu-satunya hal yang meringankan tuntutan terhadap Heru, adalah karena ia belum pernah dihukum sebelumnya.

    Dua hakim lainnya, Erintuah Damanik dan Mangapul, masing-masing dituntut pidana penjara 9 tahun dengan denda Rp 750 juta subsider enam bulan.

    Keduanya juga menjadi bagian dari majelis hakim yang memvonis bebas Ronald Tannur.

    Ingin Tobat

    Kuasa hukum dua hakim nonaktif Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Philipus Harapanta Sitepu, berharap tuntutan untuk kliennya, Erintuah Damanik dan Mangapul, jauh lebih ringan.

    Diketahui, dalam sidang pembacaan tuntutan di PN Jakarta Pusat (Jakpus), Selasa (22/4/2025), keduanya dijatuhi tuntutan 9 tahun penjara.

    Berbeda dengan hakim Heru Hanindyo yang dijatuhi tuntutan lebih besar yakni 12 tahun penjara. 

    “Kami mengharapkan tadinya, dengan sudah mengajukan justice kolaborator, kami berharap lebih ringan daripada itu,” kata Philipus di PN Jakpus usai sidang tuntutan. 

    Philipus menegaskan, perkara ini bisa berjalan karena keterangan dari Erintuah dan Mangapul.

    Menurutnya, kejujuran dan itikad baik keduanya menjadi faktor penting dalam pengungkapan kasus.

    Ia juga berharap majelis hakim dapat mempertimbangkan hal-hal yang meringankan saat menjatuhkan putusan. 

    Apalagi, kata dia, keduanya dinilai kooperatif, membantu pembuktian perkara lain, serta sudah mengembalikan uang hasil korupsi.

    Philipus juga menyampaikan ihwal kliennya telah menunjukkan itikad baik dengan mengembalikan uang yang mereka terima terkait perkara ini. 

    Erintuah Damanik diketahui telah mengembalikan 115 ribu Dolar Singapura, sementara Mangapul mengembalikan 36 ribu Dolar Singapura. 

    Uang tersebut merupakan bagian dari dugaan suap atau gratifikasi yang diterima selama menjabat sebagai hakim. 

    Menurut Philipus, hanya Erintuah dan Mangapul yang secara sukarela mengembalikan uang, sebagai bentuk pertobatan dan keinginan untuk memperbaiki hidup. 

    “Karena mereka ingin memperbaiki hidup, ingin bertobat. Mereka sampaikan juga di persidangan begitu. Hanya kami mendengar tuntutannya, kami memang sedikit kecewa,” tutur Philipus.

    Meski sedikit kecewa dengan tuntutan 9 tahun yang dijatuhkan, kuasa hukum menyatakan tetap menghormati proses hukum yang berjalan.

    Kasus suap bermula dari putusan bebas terhadap Ronald Tannur di PN Surabaya dalam perkara kematian Dini Sera.

    Belakangan terungkap bahwa ketiga hakim menerima suap sebesar Rp 4,6 miliar.

    Rinciannya adalah Rp 1 miliar dalam rupiah dan SGD 308.000 atau sekitar Rp 3,6 miliar.

    Jaksa menduga suap itu diberikan ibunda Ronald Tannur, Meirizka Widjaja, dan pengacaranya, Lisa Rachmat.

    Tak hanya itu, Meirizka dan Lisa juga disebut berupaya menyuap hakim di tingkat kasasi agar putusan bebas tetap dipertahankan.

    Untuk itu, mereka diduga bekerja sama dengan mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar.

    Ketiganya kini juga berstatus terdakwa.

    Namun, Kejaksaan Agung menyebut uang suap untuk Hakim Agung belum sempat diserahkan.

    Zarof didakwa dengan pasal pemufakatan jahat.

    Pada akhirnya, MA menolak kasasi Ronald Tannur dan menjatuhkan hukuman lima tahun penjara.

    Dalam putusan tersebut, Hakim Agung Soesilo tercatat memiliki pendapat berbeda (dissenting opinion).

    Lisa dan Zarof juga didakwa merancang pemberian suap sebesar Rp5 miliar kepada Soesilo.

    Selain itu, Zarof turut didakwa menerima gratifikasi fantastis Rp 915 miliar dan 51 kg emas yang diduga berasal dari pengurusan perkara selama ia menjabat di MA.