Periksa Direktur Adaro Minerals, Kejagung: Ada Kaitannya dengan Kasus Pertamina
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
–
Kejaksaan Agung
menjelaskan terkait pemeriksaan Direktur Keuangan PT Adaro Mineral Tbk,
Heri Gunawan
, sebagai saksi dalam
kasus korupsi
tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT
Pertamina
, Senin (28/4/2025).
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, mengungkapkan, pemeriksaan Heri dilakukan untuk mendalami kerja sama antara Adaro Minerals Indonesia dengan Pertamina Group.
“Secara substansi tentu penyidik yang memahami, tapi informasi yang kita dengar itu tentu ada kaitannya,” kata Harli di kantornya, Jakarta Selatan, Selasa (29/4/2025).
Namun, Harli belum mengetahui sejauh apa kaitan antara pemeriksaan Heri dengan produksi kilang minyak Pertamina.
“Karena ini kan korporasi, apakah misalnya ada pemesanan terkait dengan produk kilang minyak, misalnya BBM, nah barangkali seputaran itu kita belum tahu pasti, tapi tentu ada korelasinya,” ucapnya.
Untuk diketahui, Kejagung telah menetapkan 9 orang tersangka dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan KKKS pada 2018-2023.
Enam di antaranya adalah pejabat anak perusahaan Pertamina, yaitu Riva Siahaan selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga; Sani Dinar Saifuddin selaku Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional; Yoki Firnandi selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping; Agus Purwono selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional; Maya Kusmaya selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga; dan Edward Corne selaku VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga.
Kejagung juga menetapkan tiga orang pihak swasta sebagai tersangka, yakni Muhammad Kerry Andrianto Riza selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa; Dimas Werhaspati selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim; dan Gading Ramadhan Joedo selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.
Kejagung menaksir dugaan kerugian negara pada kasus ini mencapai Rp 193,7 triliun.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kementrian Lembaga: Kejaksaan Agung
-
/data/photo/2025/04/28/680f03a68eda4.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Periksa Direktur Adaro Minerals, Kejagung: Ada Kaitannya dengan Kasus Pertamina Nasional 29 April 2025
-

Ahli Waris Suparta Terancam Tanggung Beban Uang Pengganti Rp4,5 Triliun
Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) menyampaikan beban uang pengganti dari terdakwa kasus timah Suparta yang meninggal dunia bakal dibebankan ke ahli waris.
Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar mengatakan kasus megakorupsi timah atas terdakwa Suparta itu kini sudah berstatus gugur.
Namun demikian, status gugur itu tidak serta merta menghilangkan pembebanan uang pengganti yang sudah divonis pengadilan.
“Maka JPU menyerahkan berita acara persidangan kepada jaksa pengacara negara untuk dilakukan gugatan keperdataan dalam rangka tentu pengembalian kerugian keuangan negara,” ujarnya di Kejagung, Selasa (29/4/2025).
Dia menjelaskan, berdasarkan Pasal 34 UU No.31/1999 tentang Tipikor, maka pengacara negara bakal melayangkan gugatan pengembalian keuangan negara itu ke ahli waris.
Meskipun begitu, Harli menekankan bahwa saat ini pihaknya masih belum menentukan sikap untuk melayangkan gugatan tersebut.
“Ke ahli waris [gugatannya], di aturannya seperti itu tapi nanti bagaimana prosesnya kita mulai dulu bagaimana sikap dari penuntut umum akan dikaji dulu,” pungkasnya.
Sekadar informasi, Suparta dinyatakan meninggal dunia di RSUD Cibinong sekitar 18.05 WIB. Hanya saja, penyebab kematian dari bos smelter itu belum terungkap.
Dalam catatan Bisnis, Suparta juga telah mengajukan kasasi atas vonis Pengadilan Tinggi Jakarta yang menjatuhkan pidana 19 tahun penjara dan denda Rp1 miliar.
Selain pidana badan, Suparta juga telah dibebankan untuk membayar uang pengganti Rp4,57 triliun dengan subsider 10 tahun.
-
/data/photo/2025/04/28/680f03a68eda4.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kejagung Blokir Aset Hakim Heru Hanindyo yang Jadi Tersangka TPPU Nasional 29 April 2025
Kejagung Blokir Aset Hakim Heru Hanindyo yang Jadi Tersangka TPPU
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
–
Kejaksaan Agung
(Kejagung) telah memblokir sejumlah aset milik
Heru Hanindyo
yang telah ditetapkan sebagai tersangka atas perkara
tindak pidana pencucian uang
(TPPU).
“Selain menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka, juga melakukan berbagai kegiatan pemblokiran terhadap beberapa aset yang dilakukan oleh penyidik,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar, di kantornya, Jakarta Selatan, Selasa (29/4/2025).
Saat ini, penyidik tengah melakukan pemanggilan serta pemeriksaan terhadap saksi untuk melengkapi berkas perkara Heru.
“Penyidik sedang melakukan pemeriksaan-pemeriksaan dan pemanggilan terhadap saksi-saksi untuk melengkapi berkas perkara, saya kira itu terkait dengan HH,” ucap dia.
Harli mengatakan, penyidik menemukan hubungan tindak pidana sebelum menetapkan Heru Hanindyo sebagai tersangka TPPU.
Penyidik menemukan adanya hubungan antara perbuatan atau tindak pidana dengan aset yang dimiliki oleh yang bersangkutan.
“Jadi terkait dengan hal tersebut bahwa penyidik sebelum menetapkan tersangka, tentu melihat ada nexus di situ, ada hubungan antara perbuatan atau tindak pidana dengan aset yang dimiliki oleh yang bersangkutan,” ujar Harli.
Sebelumnya diberitakan, Kejagung telah menetapkan hakim nonaktif Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Heru Hanindyo (HH) sebagai tersangka perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Heru sebelumnya sudah ditetapkan menjadi tersangka kasus dugaan suap atau gratifikasi terkait vonis bebas untuk pelaku pembunuhan Gregorius Ronald Tannur.
Heru telah dituntut 12 tahun penjara dalam sidang perkara suap untuk membebaskan Ronald Tannur.
Penyidik pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) telah memeriksa satu saksi dalam kasus TPPU yang menjerat Heru Hanindyo, yaitu TNY selaku Direktur Utama PT Pesona Jati Abadi.
Selain Heru, Kejagung juga menetapkan mantan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung, Zarof Ricar, sebagai tersangka TPPU terkait kasus penanganan perkara di PN Surabaya pada tanggal 10 April 2025.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Sosok DL Sitorus, Pengusaha Sawit yang Punya Lahan Seluas 47 Ribu Hektare, Kini Disita Kejagung – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM – Tim Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) Kejaksaan Agung (Kejagung) RI dikabarkan telah menyita lahan seluas 47.000 hektare milik mendiang DL Sitorus.
Lahan yang berada di Kabupaten Padang Lawas, Sumatera Utara yang disita oleh Kejagung tersebut selama ini dimiliki oleh PT Tor Ganda.
Lahan tersebut masuk dalam kawasan hutan Register 40 yang merupakan milik negara dan tidak boleh dialihfungsikan tanpa izin resmi dari Kementerian Kehutanan.
Lantas, siapakah sosok dari DL Sitorus tersebut?
Sutan Raja Darianus Lungguk Sitorus atau yang dikenal dengan DL Sitorus merupakan pengusaha asal Sumatra Utara.
Ia dikenal sebagai raja sawit di Sumatra Utara sekaligus pemilik PT Tor Ganda, perusahaan swasta nasional yang bergerak dalam industri perkebunan dan pengolahan kelapa sawit.
Tidak hanya aktif dalam dunia usaha, DL Sitorus juga memiliki usaha di bidang pendidikan dan kesehatan.
Ia tercatat sebagai Ketua Yayasan Abdi Karya (YADIKA) yang berdiri sejak 1976, mengelola pendidikan dari TK hingga perguruan tinggi.
Kemudian, DL Sitorus juga Pendiri Universitas Satya Negara Indonesia (USNI) di Jakarta pada 1989.
Selanjutnya, DL Sitorus memiliki rumah sakit dan klinik 24 jam di wilayah Jabodetabek.
Dalam dunia politik, ia mendirikan dan menjadi tokoh utama Partai Peduli Rakyat Nasional (PPRN) pada 20 Januari 2006.
Lahan Disita Kejagung
DL Sitorus dinyatakan bersalah oleh Mahkamah Agung (MA) pada tahun 2006 atas tindak pidana menguasai dan menggunakan kawasan hutan Register 40 tanpa izin.
Dalam perkara ini, DL Sitorus diduga menguasai lahan hutan lindung seluas sekitar 47.000 hektare di Padang Lawas, Sumatera Utara secara ilegal.
Ia dijatuhi hukuman penjara selama delapan tahun dan denda Rp 5 miliar, dengan putusan inkrah yang menguatkan status hukum tersebut.
Selain pidana penjara, hakim memerintahkan agar lahan seluas 47 ribu hektare beserta bangunan dan fasilitasnya disita dan dikembalikan kepada negara melalui eksekusi oleh Kejaksaan Agung.
Meninggal di Pesawat
DL Sitorus menghembuskan napas terakhir saat akan melakukan perjalanan dari Jakarta menuju Medan.
Mendiang mengembuskan napas terakhirnya ketika duduk di bangku penerbangan pesawat Garuda GA 188, pada 3 Agustus 2017.
Saat itu, kabar duka DL Sitorus menghentak publik.
DL Sitorus diduga meninggal dunia pada usia 78 tahun karena penyakit jantung yang diidapnya.
Sebagian artikel ini telah tayang di TribunMedan.com dengan judul Rekam Jejak DL Sitorus, Raja Sawit yang Lahannya Seluas 47.000 Hektare Kini Disita Kejagung RI
(Tribunnews.com/David Adi) (TribunMedan.com/Array A Argus)
-

Setelah Zarof Ricar, Hakim Heru Hanindyo jadi Tersangka TPPU
Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan Hakim Heru Hanindyo (HH) menjadi tersangka kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Kapuspenkum Kejagung RI, Harli Siregar mengatakan Heru jadi tersangka TPPU dalam tindak pidana suap dan gratifikasi perkara vonis bebas Ronald Tannur di PN Surabaya.
“Penetapan tersangka HH sejak tanggal 10 April 2025 dalam Perkara TPPU dengan tindak pidana asal tindak pidana korupsi suap dan atau gratifikasi tahun 2020 sampai dengan tahun 2024,” ujar Harli saat dihubungi, Selasa (29/4/2025).
Dia menambahkan Heru dipersangkakan telah melanggar Pasal UU No.8/2010 tentang pencegahan dan pemberantasan TPPU atau Pasal 4 UU No 8/2010 tentang pencegahan dan pemberantasan TPPU.
Adapun, Harli mengungkap bahwa dalam perkara ini pihaknya telah memeriksa Direktur Utama PT Pesona Jati Abadi berinisial TNY selaku saksi.
Pemeriksaan itu dilakukan untuk melengkapi berkas perkara Heru dalam perkara TPPU.
“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,” tutur Harli.
Sekadar informasi, Heru saat ini tengah menjadi terdakwa dalam perkara dugaan suap vonis bebas Ronald Tannur.
Perkara itu tengah diadili di PN Tipikor Jakarta Pusat. Teranyar, Heru telah dituntut oleh jaksa penuntut umum agar divonis bersalah dan dipenjara selama 12 tahun dan denda Rp750 juta subsider enam bulan.
-

Kejagung Periksa Dua Hakim pada Kasus Suap Vonis CPO
Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) telah memeriksa dua hakim pada perkara dugaan suap terkait vonis bebas kasus ekspor crude palm oil atau CPO korporasi.
Kapuspenkum Kejagung RI Harli Siregar mengatakan dua hakim yang diperiksa, yaitu Haris Munandar (HM) selaku Hakim pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Kemudian, Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Herdiyanto Sutantyo (HS) juga turut diperiksa oleh penyidik Jampidsus Kejagung RI.
“Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta HM dan HS selaku hakim PN Jakarta Pusat telah diperiksa,” ujar Harli dalam keterangan tertulis, Selasa (29/4/2025).
Selain dua hakim itu, Kejagung juga telah memeriksa Konsultan Pembiayaan di PT Muara Sinergi Mandiri berinisial DSR dan Kasubag Kepegawai/Ortala pada Pengadilan Negeri Jakarta Utara, YW.
Namun, Harli tidak merinci secara detail terkait pemeriksaan ini. Dia hanya menyebut bahwa pemeriksaan dilakukan untuk melengkapi berkas perkara atas tersangka Muhammad Arif Nuryanta (MAN) Cs.
“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,” pungkasnya.
Sekadar informasi, kasus ini bermula saat majelis hakim yang dipimpin Djuyamto memberikan vonis bebas terhadap tiga grup korporasi di kasus minyak goreng.
Djuyamto dijadikan tersangka atas perannya yang diduga menerima uang suap bersama dua hakim lainnya sebesar Rp22,5 miliar.
Adapun, uang itu disediakan oleh Kepala Legal Wilmar Group Muhammad Syafei, penyerahannya dilakukan melalui pengacara Ariyanto dan Panitera PN Jakut, Wahyu Gunawan.
Sejatinya, Syafei telah menyiapkan Rp20 miliar untuk meminta para “wakil tuhan” itu bisa memberikan vonis lepas terhadap tiga terdakwa group korporasi, mulai dari Wilmar Group, Permata Hijau Group dan Musim Mas.
Namun, Ketua PN Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta meminta uang itu digandakan menjadi Rp60 miliar. Singkatnya, permintaan itu disanggupi Syafei dan vonis lepas diketok oleh Djuyamto Cs.
-

Kejagung Periksa Direktur Keuangan Adaro (ADRM) di Kasus Pertamina
Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) telah memeriksa Direktur Keuangan PT Adaro Minerals Indonesia (ADRM) Heri Gunawan (HG).
Kapuspenkum Kejagung RI, Harli Siregar mengatakan Heri diperiksa dalam perkara dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina-KKKS 2018-2023.
“Penyidik telah memeriksa HG selaku Direktur Keuangan PT Adaro Minerals Indonesia,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (28/4/2025).
Selain Heri, Kejagung juga telah memeriksa CMS selaku Koordinator Subsidi Bahan Bakar Migas Kementerian ESDM.
Kemudian, EED selaku Koordinator Harga Bahan Bakar pada Dirjen Migas Kementerian ESDM; ISR selaku Staf pada Fungsi Crude Oil Supply PT Kilang Pertamina Internasional.
Selanjutnya, DU selaku Staf pada Fungsi Crude Oil Supply PT Kilang Pertamina Internasional; HA selaku Manager Non Mining PT Pertamina Patra Niaga tahun 2018-2020; dan EAA selaku Manager Mining PT PPN tahun 2018-2020.
Adapun, STH selaku Pelaksana Tugas Harian Direktur Utama PT Pertamina International Shipping dan tiga saksi Panitia Pengadaan/Tim Tender PT Pertamina International Shipping mulai dari DS, EP dan MR.
“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,” pungkas Harli.
Sebagai informasi, Kejagung telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina-KKKS 2018-2023.
Sembilan tersangka itu mulai dari Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga; Yoki Firnandi (YF) selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping; hingga anak Riza Chalid, Muhammad Kerry Andrianto Riza selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa.
Pada intinya, kasus ini melibatkan penyelenggara negara dengan broker. Kedua belah pihak diduga bekerja sama dalam pengaturan proses pengadaan impor minyak mentah dan impor produk kilang periode 2018-2023.
Adapun, akibat adanya beberapa perbuatan melawan hukum tersebut, Kejagung mengungkap bahwa negara dirugikan sekitar Rp193,7 triliun.


