Kementrian Lembaga: Kejaksaan Agung

  • Jurist Tan Eks Stafsus Nadiem Diperiksa Kejagung Besok?

    Jurist Tan Eks Stafsus Nadiem Diperiksa Kejagung Besok?

    GELORA.CO – Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) dikabarkan akan memeriksa Jurist Tan (JT), mantan staf khusus Mendikbudristek Nadiem Makarim, pada Selasa besok (3/6/2025).

    Informasi yang diterima tim redaksi Inilah.com menyebutkan bahwa pemanggilan Jurist dijadwalkan berlangsung di Gedung Bundar Jampidsus Kejagung, Jakarta Selatan.

    Menanggapi kabar tersebut, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, mengaku belum memperoleh informasi dari penyidik.

    “Itu belum ada info,” kata Harli saat dihubungi Inilah.com, Senin (2/6/2025).

    Sementara itu, Harli membenarkan bahwa Fiona Handayani (FH), mantan staf khusus Nadiem Makarim lainnya, dijadwalkan menjalani pemeriksaan pada Senin (2/6/2025) hari ini.

    “FH dijadwal diperiksa hari ini,” ujar Harli.

    Fiona diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan laptop berbasis sistem operasi Chrome atau Chromebook. Namun, Harli menyatakan bahwa dirinya belum mendapat kepastian mengenai kehadiran Fiona dalam pemeriksaan.

    “Tapi kita belum ada info apakah hadir atau tidak,” ujarnya.

    Apartemen Jurist Tan dan Fiona Digeledah

    Sebelumnya, sebagai bagian dari proses penyidikan, penyidik Jampidsus telah menggeledah dua unit apartemen yang diduga milik Fiona Handayani dan Jurist Tan pada Rabu (21/5/2025). Dari penggeledahan itu, penyidik menyita 24 barang bukti, terdiri dari sembilan barang elektronik dan 15 dokumen, termasuk laptop, ponsel, serta buku agenda.

    Untuk diketahui, penyidik Kejagung telah menaikkan status perkara dugaan korupsi dalam pengadaan program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek periode 2019–2022 ke tahap penyidikan sejak 20 Mei 2025. Proyek ini berlangsung saat Nadiem Makarim menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.

    Dalam konstruksi perkara yang dijelaskan Harli, disebutkan bahwa pada tahun 2020 Kemendikbudristek menyusun rencana pengadaan bantuan perangkat teknologi informasi dan komunikasi (TIK) bagi satuan pendidikan dasar hingga menengah untuk mendukung pelaksanaan Asesmen Kompetensi Minimum (AKM).

    Berdasarkan uji coba terhadap 1.000 unit Chromebook oleh Pustekkom pada 2018–2019, ditemukan sejumlah kendala. Salah satunya, perangkat hanya berfungsi optimal jika didukung jaringan internet yang stabil, sementara infrastruktur internet di banyak wilayah Indonesia saat itu belum merata. Akibatnya, penggunaan Chromebook dinilai tidak efektif untuk mendukung pelaksanaan AKM.

    Kajian awal dalam Buku Putih merekomendasikan penggunaan laptop berbasis sistem operasi Windows. Namun, rekomendasi itu kemudian berubah melalui kajian baru yang mendorong penggunaan sistem operasi Chrome/Chromebook—yang diduga tidak mencerminkan kebutuhan nyata di lapangan.

    Berdasarkan keterangan saksi dan alat bukti, penyidik menemukan dugaan persekongkolan atau permufakatan jahat. Tim teknis baru diduga diarahkan untuk menyusun kajian teknis yang mengunggulkan Chromebook, bukan berdasarkan kebutuhan aktual untuk pelaksanaan AKM maupun kegiatan belajar-mengajar.

    Akibat perubahan arah kebijakan tersebut, Kemendikbudristek menganggarkan belanja pengadaan TIK untuk tahun anggaran 2020–2022 sebesar Rp3,58 triliun. Ditambah dana alokasi khusus (DAK) sebesar Rp6,39 triliun, total anggaran pengadaan mencapai Rp9,98 triliun.

    “Berdasarkan uraian peristiwa tersebut, Tim Penyidik telah menemukan suatu peristiwa tindak pidana korupsi. Sehingga Tim Penyidik pada JAM PIDSUS menaikkan status penanganan perkara dugaan korupsi pada Kementerian Pendidikan, Budaya, Riset, dan Teknologi (Dikbudristek) dalam Program Digitalisasi Pendidikan Tahun 2019–2022 dari tahap penyelidikan menjadi tahap penyidikan,” jelas Harli dalam keterangan tertulis, Senin (26/5/2025).

  • Kejagung Bantah Eks Mendikbud Ristek Nadiem Makarim Jadi DPO  
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        2 Juni 2025

    Kejagung Bantah Eks Mendikbud Ristek Nadiem Makarim Jadi DPO Nasional 2 Juni 2025

    Kejagung Bantah Eks Mendikbud Ristek Nadiem Makarim Jadi DPO
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com

    Kejaksaan Agung
    membantah eks Mendikbud Ristek
    Nadiem Makarim
    saat ini masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) terkait kasus dugaan korupsi
    pengadaan laptop
    berbasis Chromebook.
    “Saya sudah cek ke penyidik, yang bersangkutan (Nadiem) belum dipanggil dalam proses penyidikan, ini apalagi (masuk) DPO. Jadi, tidak benar,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar saat ditemui di Gedung Penkum Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (2/6/2025).
    Harli mengatakan, sejauh ini penyidik belum memanggil Nadiem untuk dimintai keterangan selaku saksi dalam kasus yang diduga terjadi di tahun 2019-2023.
    Saat ini, penyidik masih melakukan pendalaman terkait dengan keterangan 28 saksi yang telah lebih dahulu diperiksa.
    Beberapa mantan staf khusus Nadiem juga sudah diperiksa dalam kasus yang baru dinaikkan statusnya ke penyidikan ini.
    “Dalam satu minggu ini penyidik akan fokus melakukan pemeriksaan terhadap 28 saksi ini karena kan harus bisa dipastikan siapa melakukan apa dan apakah tindakan-tindakan mereka itu merupakan tindakan yang dibenarkan hukum atau melawan hukum,” jelas Harli.
    Lebih lanjut, nama Nadiem belum masuk ke dalam daftar nama 28 orang yang telah dan akan diperiksa dalam waktu dekat.
    Dalam kurun waktu 21-23 Mei 2025, penyidik telah menggeledah 3 lokasi yang berbeda.
    Tempat-tempat yang digeledah ini merupakan milik eks stafsus Nadiem. Mereka berinisial FH, JT, dan I.
    Dari kediaman para saksi yang berada di sekitaran Jakarta ini, penyidik telah menyita sejumlah barang bukti berupa handphone, laptop, dan beberapa dokumen berbentuk elektronik.
    Diberitakan, isu Nadiem masuk DPO ini pertama kali beredar di media sosial, baik di Instagram hingga Facebook.
    Dalam postingan tersebut menampilkan video yang diklaim menampilkan Kejagung menggeledah apartemen Nadiem Makarim.
    Dalam video tampak sejumlah orang sedang menggeledah sebuah ruangan, keterangan di video yakni sebagai berikut:
    Heboh..!
    NADIEM MAKARIM
    EKS KEMENDIKBUD JADI DPO KEJAGUNG
    KASUS KORUPSI
    RP 9,9 TRILIUN
    Kejagung dikawal ketat TNI menggeledah apartemen milik Nadiem dan menemukan sejumlah barang bukti.
    Tapi, berdasarkan penelusuran, video yang ditampilkan identik dengan rekaman penggeledahan yang dilakukan penyidik ke kediaman eks stafsus menteri.
    Adapun video itu adalah momen ketika Kejagung menggeledah apartemen mantan staf khusus Nadiem Makarim berinisial FH dan JT pada 21 Mei 2025.
    Penggeledahan itu dilakukan terkait kasus dugaan korupsi pengadaan laptop untuk digitalisasi senilai Rp9,9 triliun pada 2019 hingga 2022.
    Dua apartemen itu berada di Kuningan Place dan Ciputra World 2.
    Lebih lanjut,
    kasus korupsi
    di lingkungan Kemendikbud Ristek ini baru dinaikkan statusnya ke tahap penyidikan per tanggal Selasa (20/5/2025).
    “Jajaran Jampidsus melalui penyidik pada tanggal 20 Mei 2025 dengan surat perintah penyidikan nomor 38 dan seterusnya, tanggal 20 Mei 2025 telah meningkatkan status penanganan perkara dari penyelidikan ke penyidikan dalam dugaan tindakan korupsi pada Kemendikbud Ristek dalam pengadaan digitalisasi pendidikan tahun 2019-2023,” kata Harli.
    Saat ini, penyidik masih mendalami kasus yang ada dan angka kerugian keuangan negara masih dalam penghitungan.
    Namun, anggaran untuk pengadaan laptop berbasis Chromebook ini mencapai Rp 9,9 triliun.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kejagung Periksa 22 Saksi dari Perusahaan Singapura Terkait Kasus Korupsi Pertamina

    Kejagung Periksa 22 Saksi dari Perusahaan Singapura Terkait Kasus Korupsi Pertamina

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) bakal memeriksa 22 saksi dari pihak terkait perusahaan di Singapura dalam perkara dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina-KKKS periode 2018-2023.

    Kapuspenkum Kejagung RI, Harli Siregar mengatakan 22 saksi yang bakal diperiksa itu bakal didalami kaitannya dengan perkara rasuah tersebut. Pemeriksaan itu dilakukan mulai 2 hingga 4 Juni 2025.

    “Ada sekitar 22 pihak, [atau] lebih dari 20 pihak,” ujarnya di Kejagung, Senin (2/6/2025).

    Kemudian, dia menjelaskan, urgensi pihaknya memeriksa saksi dari Singapura tersebut lantaran puluhan saksi itu sempat mangkir dalam pemanggilan penyidik Jampidsus sebelumnya.

    Kemudian, alasan jaksa penyidik pada direktorat Jampidsus Kejagung itu berangkat ke Singapura lantaran terbentur dengan aturan yurisdiksi yang ada.

    “Nah, apa urgensinya? Bahwa beberapa waktu yang lalu penyidik melakukan pemanggilan terhadap beberapa perusahaan yang ada di Singapura.Tetapi, yang bersangkutan tidak hadir dengan alasan-alasan yurisdiksi,” imbuhnya.

    Hanya saja, Harli tidak menjelaskan puluhan saksi yang dimaksud secara detail. Meskipun begitu, pemeriksaan ini dilakukan untuk melengkapi berkas perkara para tersangka dalam kasus pertamina tersebut.

    “Jadi, saya kira ini sangat penting dalam rangka bagaimana melengkapi berkas perkara. Apalagi, dari sisi penahanannya kalau tidak salah tinggal hampir satu bulan,” pungkas Harli.

    Sekadar informasi, Kejagung telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina-KKKS 2018-2023.

    Sembilan tersangka itu mulai dari Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga; Yoki Firnandi (YF) selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping; hingga anak Riza Chalid, Muhammad Kerry Andrianto Riza selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa.

    Pada intinya, kasus ini melibatkan penyelenggara negara dengan broker. Kedua belah pihak diduga bekerja sama dalam pengaturan proses pengadaan impor minyak mentah dan impor produk kilang periode 2018-2023.

    Akibat adanya beberapa perbuatan melawan hukum tersebut, Kejagung mengungkap bahwa negara dirugikan sekitar Rp193,7 triliun.

  • Kejagung Kembali Geledah Apartemen Stafsus Nadiem Makarim di Kasus Pengadaan Chromebook

    Kejagung Kembali Geledah Apartemen Stafsus Nadiem Makarim di Kasus Pengadaan Chromebook

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali geledah salah satu staf khusus (stafsus) eks Mendikbud Ristek Nadiem Makarim, Ibrahim dalam perkara pengadaaan Chromebook program digitalisasi pendidikan periode 2019-2022.

    Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar mengatakan penggeledahan Ibrahim dilakukan di kediamannya yang berlokasi di Cilandak, Jakarta Selatan pada Jumat (23/5/2025).

    “Diketahui bahwa I adalah Stafsus Mendikbudristek sekaligus tim teknis,” kata Harli di Kejagung, Senin (2/6/2025).

    Harli menambahkan, dalam penggeledahan itu pihaknya telah melakukan penyitaan terhadap barang bukti elektronik (BBE) seperti ponsel hingga laptop.

    “Barang bukti itu sedang didalami penyidik,” pungkasnya.

    Dalam catatan Bisnis, sebelum menggeledah kediaman Ibrahim, korps Adhyaksa telah menggeledah kediaman dua stafsus Nadiem Makarim yakni Fiona Handayani dan Juris Stan pada Rabu (21/5/2025).

    Kediaman Fion Handayani yang digeledah berlokasi di Apartemen Kuningan Place, sementara kediaman Juris berlokasi di Ciputra World 2. 

    Apartemen keduanya berlokasi di Jakarta Selatan atau Jaksel. Adapun, dari dua penggeledahan itu penyidik telah menyita barang bukti elektronik dan sejumlah dokumen yang diduga terkait dengan perkara yang ada.

  • Kejagung Bicara Soal Peluang Periksa Nadiem Makarim di Kasus Pengadaan Chromebook

    Kejagung Bicara Soal Peluang Periksa Nadiem Makarim di Kasus Pengadaan Chromebook

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) buka suara terkait dengan peluang memeriksa mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim dalam perkara pengadaan program digitalisasi pendidikan periode 2019-2022.

    Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar menyatakan pihaknya bakal memeriksa Nadiem tergantung dengan keperluan penyidik pada jajaran Jampidsus Kejagung RI.

    “Kalau penyidik menganggap perlu dan dipanggil kita akan sampaikan ya, saat ini belum,” ujarnya saat dikonfirmasi, Senin (2/6/2025).

    Di samping itu, Harli juga telah membantah telah menetapkan status DPO terhadap perintis usaha ojek online atau Gojek tersebut.

    “Itu tidak benar, saya kira berita itu tidak terkonfirmasi dengan baik ya, jadi tidak benar, karena saya sudah cek ke penyidik ybs belum dipanggil dalam proses penyidikan ini apalagi DPO,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, kasus ini bermula saat Kemendikbudristek menyusun pengadaan peralatan TIK bagi SD, SMP dan SMA. Peralatan TIK yang dimaksud adalah laptop Chromebook.

    Hanya saja, saat dilakukan uji coba 1.000 unit chromebook, alat yang digadang-gadang sebagai alat penunjang untuk pendidikan itu tidak efektif. Sebab, kondisi jaringan internet di Tanah Air dinilai belum merata.

    Alhasil, penggunaan Chromebook sebagai sarana untuk melaksanakan kegiatan Asesmen Kompetensi Minimal (AKM) pada satuan Pendidikan berjalan tidak efektif.

    Kemudian, tim Teknis Perencanaan Pembuatan Kajian Pengadaan Peralatan TIK dalam Kajian Pertama merekomendasikan untuk menggunakan spesifikasi dengan Operating System alias OS Windows. 

    Hanya saja, Kemendikbudristek saat itu mengganti rekomendasi tersebut dengan kajian baru dengan menggunakan spesifikasi Operating System Chrome/Chromebook. 

    “Berdasarkan uraian peristiwa yang diperoleh dari keterangan saksi-saksi dan alat bukti lainnya, ditemukan adanya tindakan persekongkolan atau permufakatan jahat,” pungkas Harli.

    Adapun, total nilai pengadaan bantuan TIK Kemendikbudristek ini mencapai Rp9,9 triliun. Perinciannya, anggaran pengadaan 2020-2022 mencapai Rp3,58 triliun dan dana alokasi khusus Rp6,39 triliun.

  • Kejagung Bantah Tetapkan Nadiem jadi DPO di Kasus Chromebook Rp9,9 Triliun

    Kejagung Bantah Tetapkan Nadiem jadi DPO di Kasus Chromebook Rp9,9 Triliun

    Bisnis.com, JAKARTA — Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) membantah kabar telah memggeledah dan menetapkan mantan Mendikbudristek, Nadiem Makarim masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).

    Sebelumnya, narasi itu beredar di media sosial Instagram melalui video yang dinarasikan korps Adhyaksa telah menetapkan Nadiem sebagai DPO dan kediamannya digeledah.

    “Kita tidak ada melakukan penggeledahan dan tidak ada menyatakan DPO,” ujar Kapuspenkum Kejagung RI, Harli Siregar saat dikonfirmasi, Senin (2/6/2025).

    Sejatinya, Kejagung memang tengah mengusut dugaan rasuah pada program digitalisasi pendidikan yang dilakukan Kemendikbudristek pada periode 2019-2022.

    Kasus ini bermula saat Kemendikbudristek menyusun pengadaan peralatan TIK bagi SD, SMP dan SMA. Peralatan TIK yang dimaksud adalah Chromebook.

    Hanya saja, saat dilakukan uji coba 1.000 unit chromebook. Namun, alat yang digadang-gadang sebagai alat penunjang untuk pendidikan itu dinilai tidak efektif.

    “Di antaranya Chromebook hanya dapat efektif digunakan apabila terdapat jaringan internet. Bahwa kondisi jaringan internet di Indonesia sampai saat ini diketahui belum merata,” tutur Harli.

    Alhasil, penggunaan Chromebook sebagai sarana untuk melaksanakan kegiatan Asesmen Kompetensi Minimal (AKM) pada satuan Pendidikan berjalan tidak efektif.

    Kemudian, tim Teknis Perencanaan Pembuatan Kajian Pengadaan Peralatan TIK dalam Kajian Pertama merekomendasikan untuk menggunakan spesifikasi dengan Operating System alias OS Windows. 

    Hanya saja, Kemendikbudristek saat itu mengganti rekomendasi tersebut dengan kajian baru dengan menggunakan spesifikasi Operating System Chrome/Chromebook. 

    “Berdasarkan uraian peristiwa yang diperoleh dari keterangan saksi-saksi dan alat bukti lainnya, ditemukan adanya tindakan persekongkolan atau permufakatan jahat,” pungkas Harli.

    Adapun, total nilai pengadaan bantuan TIK Kemenbudristek ini mencapai Rp9,9 triliun. Perinciannya, anggaran pengadaan 2020-2022 mencapai Rp3,5 triliun dan dana alokasi khusus Rp6,3 triliun.

    Sebelumnya, penyidik pada Jampidsus Kejagung telah menggeledah dua lokasi yakni di Apartemen Kuningan Place milik mantan Stafsus Mendikbudristek berinisial FH.

    Selanjutnya, Apartemen Ciputra World 2 milik eks Stafsus Mendikbudristek  berinisial JT. Dari dua penggeledahan itu penyidik telah menyita barang bukti elektronik (BBE) dan sejumlah dokumen.

  • Kejagung Didesak Tuntaskan Kasus Korupsi Sritex Sampai ke Akarnya

    Kejagung Didesak Tuntaskan Kasus Korupsi Sritex Sampai ke Akarnya

    Bisnis.com, Jakarta — Kejaksaan Agung (Kejagung) didesak untuk menuntaskan kasus korupsi yang terjadi di PT Sri Rejeki Tekstil Tbk. (Sritex) hingga ke akarnya mengingat banyak praktik bisnis yang tidak sehat di perusahaan tersebut.

    Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil menilai bahwa praktik bisnis tidak sehat sering kali terjadi di PT Sritex, namun tidak terungkap ke publik. Kali ini, kata Nasir, penyimpangan yang terungkap adalah pemberian fasilitas kredit kepada PT Sritex.

    “Jadi ada dugaan monopoli, dan jika ada praktik monopoli dan permainan, kemungkinan memang ada praktik korupsi. Sehingga potensi merugikan masyarakat banyak, itu sangat kemungkinannya sangat besar,” tuturnya di Jakarta, Senin (2/6).

    Nasir juga mengakui pemerintahan Presiden  Prabowo dan Gibran Rakabuming Raka kini tengah memperjuangkan para pekerja di PT Sritex agar bisa kembali bekerja normal.

    Maka dari itu, dia juga berharap Kejaksaan Agung turut serta memperhatikan nasib para pekerja di PT Sritex yang jumlahnya sangat banyak.

    “Kementerian terkait juga harus membantu mengusut potensi lain yang bisa merugikan banyak orang dan membantu menghidupkan kembali Sritex agar bisa kembali beroperasi dengan baik, tanpa praktik-praktik yang melanggar aturan,” katanya.

    Secara terpisah, Pakar Hukum Pidana dari Universitas Jenderal Soedirman Hibnu Nugroho menyarankan Kejaksaan Agung agar tidak menghentikan perkara tersebut mengingat kerugian negaranya cukup besar.

    “Kejagung maju saja terus mengusut kasus dugaan penyalahgunaan fasilitas kredit Sritex ini,” ujarnya.

    Dia menilai bahwa penanganan kasus Sritex oleh Kejaksaan Agung bisa menjadi contoh bagi perusahaan lainnya agar tidak bermain anggaran.

    “Hal ini penting agar kasus serupa tidak lagi dilakukan oleh perusahaan-perusahaan lain. Termasuk jika nantinya Sritex bisa beroperasi lagi maka penyalahgunaan fasilitas kredit tidak terulang lagi,” tuturnya

    Kejagung telah menetapkan Direktur Utama (Dirut) PT Sritex 2005-2022 Irwan Setiawan Lukminto (ISL) sebagai tersangka utama dalam kasus ini.

    Selain itu juga menetapkan dua tersangka lainnnya atas nama Dicky Syahbandinata (DS) yang diketahui selaku Pemimpin Divisi Komersial dan Korporasi Bank Jawa Barat (Jabar) Banten, serta Zainuddin Mappa selaku Dirut Bank DKI 2020.

    Dalam pengusutan korupsi terkait PT Sritex ini, penyidik total sudah memeriksa 55 orang sebagai tersangka, dan satu ahli. Korupsi yang menyeret PT Sritex sebagai objek penyidikan, terkait dengan penyimpangan dan pemberian serta penggunaan fasilitas kredit setotal Rp 3,6 triliun oleh bank-bank pemerintah nasional dan daerah.

  • Survei IPO: Presiden dan TNI Paling Dipercaya Publik

    Survei IPO: Presiden dan TNI Paling Dipercaya Publik

    Jakarta, Beritasatu.com  – Indonesia Political Opinion (IPO) merilis hasil survei terbaru tentang persepsi publik atas optimisme dan kinerja pemerintahan. Presiden dan TNI menjadi lembaga negara paling dipercaya publik, sedangkan partai politik (parpol) mendapat tingkat kepercayaan paling rendah dari masyarakat.

    “Kepercayaan publik pada lembaga-lembaga negara maupun sipil tidak banyak alami perubahan, presiden dan TNI tetap berada di puncak daftar lembaga paling dipercaya publik,” kata Direktur Eksekutif IPO Dedi Kurnia Syah saat merilis hasil survei dikutip dari Antara, Minggu (1/6/2025).

    Dari 15 lembaga negara yang masuk dalam daftar survei IPO, ada tiga yang menduduki tingkat kepercayaan terendah, yakni partai politik, Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan DPR RI.

    15 Lembaga Paling Dipercaya Publik Berdasarkan Hasil Survei IPO:

    1. Presiden (tingkat kepercayaan publik 97,5%)

    2. TNI (92,8%)

    3. Basarnas (86,3%),

    4. Kejaksaan Agung (76%)

    5. Mahkamah Konstitusi (74,3%)

    6. BPI Danantara (70,5%)

    7. Bawaslu (65%)

    8. Mahkamah Agung (59,5%)

    9. Komisi Pemberantasan Korupsi (55,9%)

    10. Dewan Perwakilan Daerah (50,2%)

    11. Majelis Permusyawaratan Rakyat (48,1%)

    12. Polri (46,6%)

    13. Dewan Perwakilan Rakyat (45,8%)

    14. Komisi Pemilihan Umum (43,5%)

    15. Partai politik (43%).

    Survei tersebut mencatat pula tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Presiden Prabowo Subianto mencapai angka 81%.

    “Sebanyak 81% responden menyatakan puas dengan kinerja Presiden Prabowo Subianto,” kata Dedi.

    Secara keseluruhan hasil survei nasional tersebut mencatat sebanyak 13% menyatakan sangat puas, 46% puas, 22% cukup puas, 15% tidak puas, dan 4% sangat tidak puas terhadap kinerja Presiden Prabowo.

    Dedi menyebut besaran angka kepuasan tersebut menjadi indikator kuat kepemimpinan Presiden Prabowo masih dipercaya publik.

    “Angka kepuasan yang tinggi ini menunjukkan bahwa masyarakat masih memiliki harapan terhadap kepemimpinan Presiden Prabowo, meskipun tantangan besar di bidang ekonomi dan lapangan pekerjaan masih harus dihadapi,” ujarnya.

    Survei yang dilakukan IPO pada 22–28 Mei 2025 itu melibatkan 1.200 responden dari seluruh Indonesia dengan metode wawancara tatap muka secara langsung.

    Teknik pengambilan sampel menggunakan multistage random sampling untuk menjamin representativitas dengan margin of error sekitar kurang lebih 2,90%, dan tingkat kepercayaan 95%.

  • Blak-blakan Soal Penempatan TNI di Jabatan Sipil, Said Didu: Kalau untuk Berantas Mafia, Saya Oke Saja

    Blak-blakan Soal Penempatan TNI di Jabatan Sipil, Said Didu: Kalau untuk Berantas Mafia, Saya Oke Saja

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Said Didu, angkat bicara terkait penempatan personel militer aktif maupun purnawirawan TNI dalam jabatan-jabatan sipil, termasuk di sektor pengawasan sumber daya alam (SDA).

    Dikatakan Said Didu, langkah tersebut bisa dibenarkan dalam kondisi darurat, selama bertujuan untuk menyelesaikan persoalan kronis seperti mafia pertambangan dan perampokan SDA.

    “Ini kan banyak orang mengkritik penempatan militer di beberapa titik. Bagi saya ini keadaan darurat. Saya tidak memandang militer atau tidak, tapi kalau untuk menyelesaikan masalah maka itu penting,” ujar Said Didu di X @msaid_didu (31/5/2025).

    Ia menyoroti operasi penertiban sawit ilegal yang dikomandoi oleh Dewan Pertahanan Nasional, yang menurutnya kini menjadi salah satu instrumen penting dalam kebijakan Presiden terpilih Prabowo Subianto.

    “Penertiban sawit itu dilakukan Dewan Pertahanan Nasional. Lihat, pada saat penertiban, yang hadir selalu Menteri Pertahanan di Kejagung. Polisi gak ikut karena bukan bagian dari Dewan Pertahanan Nasional,” katanya.

    Said Didu menggambarkan strategi Prabowo menggunakan dua lembaga utama.

    Dua lembaga yang dimaksud, Dewan Pertahanan Nasional dan Kejaksaan Agung, sebagai ‘sendok’ untuk menyendok ‘bubur panas Solo’.

    Kata Said Didu, tidak menjadi soal jika posisi strategis seperti Dirjen Bea Cukai dijabat oleh tentara, selama tujuannya jelas dan mendesak.

    Ia bahkan mengingatkan sejarah di masa Orde Baru saat Presiden Soeharto menyerahkan pengawasan bea cukai kepada pihak asing (SGS) karena kondisi yang dinilai darurat.

  • Sosok Edi Suranta Gurusinga, Mantan Polisi yang Jadi Bandit Kini Dikaitkan Kasus Pembacokan Jaksa

    Sosok Edi Suranta Gurusinga, Mantan Polisi yang Jadi Bandit Kini Dikaitkan Kasus Pembacokan Jaksa

    GELORA.CO –  Sosok Edi Suranta Gurusinga alias Godol tengah menjadi pembicaraan di kalangan penegak hukum.

    Sebab, lelaki yang berstatus sebagai mantan polisi ini disebut-sebut terlibat dalam kasus pembacokan jaksa Jhon Wesli Sinaga beserta pegawai tata usaha Acensio S Hutabarat.

    Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) mengaku masih mendalami dugaan keterlibatan Godol dalam pembacokan tersebut.

    Hanya saja, Kasi Penkum Kejati Sumut, Adre W Ginting menegaskan, bahwa Edy Suranta Gurusinga alias Godol ditangkap atas putusan Mahkamah Agung (MA) pada 25 September 2024 lalu.

    Putusan itu membatalkan vonis bebas hakim Pengadilan Negeri Lubukpakam dalam perkara kepemilikan senjata api ilegal berdasarkan Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951.

    Untuk mengangkap Edy Suranta Gurusinga alias Godol, Tim Satgas Intelijen Reformasi dan Inovasi (SIRI) Kejaksaan Agung terpaksa harus dibantu TNI dan Brimob.

    Sebab diketahui, bahwa Godol ini adalah tokoh di organisasi kemasyarakatan pemuda (OKP).

    Ia memiliki massa, hingga dikhawatirkan melawan saat ditangkap.

    Ketika diamankan pada 28 Mei 2025 di lokasi pemandian alam Kenan, Sibolangit, Deliserdang, Godol melawan.

    Ia meronta minta polisi melepaskan dirinya.

    Godol bahkan bertanya apa salah dirinya sehingga harus ditangkap.

    Meski melawan, petugas memaksa Godol masuk ke dalam mobil.

    Sempat terjadi tarik-tarikan antara petugas dan Godol.

    Sosok Edi Suranta Gurusinga

    Edi Suranta Gurusinga alias Godol adalah mantan polisi yang terlibat dalam kasus kepemilikan senjata api ilegal.

    Pada 13 Maret 2024, ia ditangkap oleh tim gabungan Polrestabes Medan terkait kepemilikan senjata api merek Daewoo.

    Setelah ditangkap, Godol kemudian diseret ke pengadilan.

    Jaksa lantas menuntut Godol agar dijatuhi hukuman delapan tahun penjara.

    Namun, pada 13 Agustus 2024 silam, hakim Pengadilan Negeri Lubukpakam memvonis bebas Edi Suranta Gurusinga alias Godol karena dinyatakan tidak terbukti secara sah melakukan tindak pidana kepemilikan senjata api. 

    Hakim memerintahkan pembebasan dan pemusnahan barang bukti senjata api tersebut.

    Atas vonis bebas itu, jaksa Kejari Deliserdang yang menangani perkaranya kemudian melakukan banding.

    Mahkamah Agung (MA) lantas menerbitkan putusan pada 25 September 2024, yang isinya membatalkan vonis bebas terhadap Edi Suranta Gurusinga alias Godol.

    MA menegaskan bahwa Godol terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah atas tindak pidana kepemilikan senjata api ilegal berdasarkan Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951.

    MA menjatuhkan hukuman penjara selama satu tahun.

    Baca juga: Profil Dian Siswarini, Dirut PT Telkom yang Belum Lama Mundur dari Jabatan CEO XL Axiata

    Setelah putusan MA, Edi menjadi buronan (DPO) Kejaksaan Negeri Deliserdang sejak Mei 2025. 

    Ia sempat melawan saat akan ditangkap, namun akhirnya berhasil dibawa Tim Satgas Intelijen Reformasi dan Inovasi (SIRI) Kejaksaan Agung bersama TNI di kawasan pemandian alam Kenan, Sibolangit, Deliserdang pada 28 Mei 2025.

    Adapun penangkapan ini terkait kasus senjata api ilegal.

    Namun, setelah penangkapan Godol, muncul informasi bahwa yang bersangkutan patut diduga kuat terlibat kasus pembacokan terhadap jaksa Jhon Wesli Sinaga.

    Bahkan, Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kajati Sumut) Idianto kepada wartawan mengatakan bahwa ada indikasi atau dugaan bahwa Edi Suranta Gurusinga alias Godol terlibat pembacokan Jhon Wesli Sinaga beserta pegawai tata usaha Acensio S Hutabarat.

    Sebab, korban sempat menangani perkara Godol.

    Polda Sumut telah menangkap tiga orang tersangka terkait pembacokan jaksa Kejari Deli Serdang bernama Jhon Wesli Sinaga dan Acensio Silvanov Hutabarat.

    Yakni Alpa Patria Lubis alias Kepot terduga otak pelaku, Surya Darma alias Gallo sebagai eksekutor dan Mardiansyah alias Bendil orang yang membonceng tersangka Surya.

    Kuasa hukum Alpa Patria Lubis, Dedi Pranoto mengatakan dugaan motif kliennya membacok jaksa dan staf tata usaha Kejaksaan Negeri Deli Serdang lantaran kesal dimintai burung peliharaan.

    Permintaan Jhon Wesli Sinaga diduga berlangsung sepekan sebelum kejadian. Itupun diduga bukan secara langsung, melainkan melalui orang suruhannya yang menghubungi Alpa Patria Lubis.

    Ketika dimintai burung peliharaan, tersangka Alpa Patria tidak mengiyakan ataupun menolak. Namun permintaan ini diduga yang membuatnya gelap mata menyuruh eksekutor membacok korban.

    Meski demikian, tidak dijelaskan jenis burung apa yang diminta. Namun Jhon meminta burung yang bagus.

    Akan tetapi pada Sabtu 24 Mei, antara Alpa Patria dengan Jhon Wesli janjian mau memancing bersama.

    “Memuncaknya kemarin permintaan burung tidak diiyakan dan tidak ditolak,”kata Kuasa hukum Alpa Patria Lubis, Dedi Pranoto, di Polda Sumut, Senin (26/5/2025).

    “Burung tidak ditentukan, yang bagus. Seminggu lalu,”sambungnya.

    Dedi menjelaskan, kliennya saling kenal dengan jaksa Kejari Deli Serdang bernama Jhon Wesli Sinaga.

    Ada beberapa perkara yang Alpa disebut-sebut ditangani Jhon mulai dari penganiayaan dan pengerusakan.

    Dalam perjalanan kasusnya, Jhon disebut meminta uang kepada kliennya dan diberikan beberapa kali mulai dari Rp 60 juta, 40 juta dan Rp 30 juta secara tunai.

    Namun yang terakhir kali, sepekan sebelum jaksa dibacok pada 24 Mei kemarin, Alpa dimintai burung peliharaan.

    Sehingga Alpa kesal hingga akhirnya menyuruh tersangka Surya Darma dan Mardiansyah untuk membacok 2 korban.

    “Pernyataan klien saya, ada 60 juta, 40 juta dan 30 juta. Terakhir, permintaan burung, dan dia merasa kesal.”

    Terpisah Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara Idianto membantah tuduhan bila Jaksa Jhon Wesli Sinaga melakukan pemerasan sehingga melatarbelakangi kasus pembacokan yang dilakukan Alfa Patria Lubis.

    Hal itu disampaikan Idianto saat mengunjungi korban yang kini dirawat di RS  Columbia Asia Medan. 

    Kata Idianto, Jaksa Jhon tidak pernah menangani masalah pidana Alfa. Hal itu dikuatkan dengan keterangan korban yang membantah meminta uang kepada pelaku. 

    “Kalau motif masih simpang siur. Tapi dari informasi yang disampaikan oleh korban, bahwa si korban tidak pernah menangani perkara yang namanya Kepot, pelaku yang menyuruh melakukan (pembacokan). Katanya itu alibi saja yang dibuat sama mereka,” ujar Idianto, Selasa (27/5/2025). 

    Idianto menyebut bila Jaksa Jhon membantah telah meminta uang atau pun barang kepada Alfa. 

    Meski begitu, Idianto menyampaikan perlu pendalaman untuk mengetahui motif pelaku. 

    “Dia sendiri tak pernah menangani perkara Kepot yang beberapa kali keluar (penjara) dan lain lain. Itu pengakuan korban. Jadi yang katanya dimintai uang itu, berdasarkan penjelasan korban, terbantahkan,” kata Idianto. 

    “Kalau motifnya yang lain belum masih butuh pendalaman. Yang kita lihat tidak ada nama korban sebagai jaksa. Kita nanti tinjau lagi. Tapi korban sendiri mengatakan dia tidak ada menangani perkara yang si pelaku,” lanjut dia.