Kementrian Lembaga: Kejaksaan Agung

  • Modus Lama Korupsi Pajak, Kongkalikong dengan Pengusaha Buat Kurangi Tagihan Pajak

    Modus Lama Korupsi Pajak, Kongkalikong dengan Pengusaha Buat Kurangi Tagihan Pajak

    Bisnis.com, JAKARTA — Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) sedang mengusut kasus dugaan korupsi terkait pajak yang menyeret nama Direktur Utama PT Djarum Victor Hartono dan bekas Direktur Jenderal Pajak alias Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi. 

    Namun demikian, Kejagung memastikan pihaknya tidak mengusut terkait pengampunan pajak atau Tax Amnesty. Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Anang Supriatna mengatakan pihaknya hanya mengusut kasus terkait pembayaran pajak pada periode 2016-2020.

    “Yang kedua, itu bukan terkait Tax Amnesty, ya. Ini hanya memang pengurangan. Saya tegaskan, bukan Tax Amnesty, ya,” ujar Anang di Kejagung, Jumat (21/11/2025).

    Dia menambahkan kasus pembayaran pajak itu memiliki modus pengurangan kewajiban pembayaran dari wajib pajak maupun perusahaan.

    Dalam hal ini, pengurangan itu diduga dilakukan oleh oknum pada pegawai Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI. “Perkara tindak pidana korupsi terkait dengan pengurangan kewajiban pembayaran perpajakan perusahaan atau wajib pajak, periode 2016-2020, yang dilakukan oleh oknum atau pegawai perpajakan di Kementerian Keuangan,” jelasnya.

    Dalam catatan Bisnis praktik dugaan pengurusan pajak tersebut merupakan modus lama yang kerap terjadi di dalam perkara pajak. Salah satu yang lazim adalah praktik suap atau korupsi terkait pengurangan pajak. 

    Kejadian Berulang

    Pengungkapan kasus suap di Ditjen Pajak menambah daftar panjang kongkalikong antara petugas pajak dengan pengusaha. Kasus bekas Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Angin Prayitno Aji misalnya juga terkait dengan perkara pengurusan besaran pajak yang harusnya dibayarkan oleh wajib pajak. 

    Sementara itu pada 2019 lalu, misalnya, KPK juga telah mengungkap skandal suap pajak yang menyeret empat pegawai pajak dan seorang komisaris di PT Wahana Auto Ekamarga (WHE).

    Skandal tersebut juga menegaskan hipotesis Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyebutkan bahwa restitusi sebagai salah satu titik rawan korupsi di sektor perpajakan.

    Sejak lama, proses pencairan restitusi memang menjadi sorotan. Tak hanya masalah administrasi. Bukan pula soal lama atau tidaknya pencairan restitusi. Pencairan restitusi justru kerap berujung suap antara petugas pajak dan pengusaha.

    Ada banyak kasus yang mencuat mulai dari PT WHE, skandal suap eks Ditgakum Ditjen Pajak Handang Soekarno, hingga kasus pemerasan terhadap PT EDMI yang juga terkait pencairan restitusi. Menariknya ketiga korporasi tersebut merupakan investor asing alias PMA.

    Khusus kasus PT WHE, sebelum diungkap KPK, pihak Kementerian Keuangan sebenarnya telah melakukan ‘penindakan’ terhadap empat orang pegawainya. Dua orang sudah dikenakan hukum disiplin,  sedangkan yang dua lainnya dibebastugaskan dan menunggu proses untuk mendapatkan sanksi.

    Namun, karena ada dugaan pidana korupsi berupa penyuapan dalam perkara empat pegawai pajak itu, lembaga antikorupsi kemudian turun tangan dan menetapkan empat pegawai pajak dan seorang komisaris PT WHE sebagai tersangka kasus pajak.

    “Alih-alih perusahaan membayar pajak ke negara, justru negara yang harus membayar klaim kelebihan bayar pada perusahaan,” ujar Saut Situmorang saat masih menjabat pimpinan KPK.

    Kasus Handang

    Terlepas bagaimana kasus ini berjalan nantinya. Bisa dibilang, upaya akal-akalan pajak PT WHE ini agak mirip dengan perkara penyuapan terhadap Handang Soekarno, eks Kasubdit Bukper Ditgakum Ditjen Pajak. 

    Handang ditangkap KPK seusai menerima ‘angpao’ dari Ramapanicker Rajamohanan Nair, Country Director PT EK Prima Ekspor Indonesia.

    Modusnya sama yakni dengan membantu permasalahan pajak korporasi. Di pengadilan, saat Handang disidang, dia tak hanya mengurus tax amnesty yang ditolak, dia juga mengurus pengajuan restitusi hingga bukper yang sebenarnya tengah dilakukan di KPP PMA Enam Kalibata.

    Bedanya dengan skandal PT WHE, dalam dokumen dakwaan KPK, kasus ini menyeret sejumlah pejabat di otoritas pajak dan orang dekat istana.

    Sebut saja dari eks Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi, M. Haniv yang waktu itu menjabat Kakanwil DJP Jakarta Khusus, hingga ipar Presiden Joko Widodo, Arif Budi Sulistyo. Bahkan ketiganya dikabarkan pernah bertemu.

    Haniv, saat dihubungi Bisnis.com pada Februari 2017, pernah mengungkap adanya pertemuan antara ketiga tokoh tersebut. Pertemuan itu diinisiasi sendiri oleh Arif dan dia hanya membantu untuk menghubungkan dengan pejabat pusat.

    “Kalau soal apa yang dibicarakan saya tidak mau mengomentarinya. Karena saya hanya penghubung, tidak ikut pertemuan,” ungkapnya.

    Selain kasus Handang, perkara restitusi lainnya, yang sempat menjerat petugas pajak yakni pemerasan pajak PT EDMI salah satu penanaman modal asing (PMA) yang diungkap pada 2016.

    Bedanya dengan dua kasus di atas, posisi PT EDMI dalam perkara ini adalah korban pemerasan yang dilakukan oleh tiga pegawai pajak di KPP Kebayoran Baru Tiga. Ketiganya kini telah divonis karena memeras atau meminta uang lelah, setelah mengurus restitusi milik PT EDMI.

  • Kejagung Endus Keterlibatan Riza Chalid di Kasus Petral 2008-2015

    Kejagung Endus Keterlibatan Riza Chalid di Kasus Petral 2008-2015

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung mengendus adanya keterlibatan Riza Chalid dalam kasus pengadaan minyak mentah di Pertamina Energy Trading Limited (Petral). 

    Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum Kejagung) Anang Supriatna mengatakan kasus ini merupakan pengembangan dari kasus tata kelola minyak Riza Chalid Cs.

    “Yang Petral iya, pengembangan [dari kasus Riza Chalid dkk]. Kita pengembangan dari itu,” ujar Anang di Kejagung, Jumat (21/11/2025).

    Dia menyampaikan, pihaknya juga telah memeriksa sejumlah tersangka di kasus tata kelola minyak mentah dalam perkara Petral.

    Sebagian saksi yang diperiksa itu merupakan pejabat yang mengetahui dengan pengadaan perkara dugaan korupsi pengadaan minyak di Petral.

    “Ada beberapa, tidak semua. Tidak semua. Ada beberapa sebagian dijadikan saksi,” imbuhnya.

    Dalam hal ini, kata Anang, menduga bahwa Riza Chalid telah bisa jadi terlibat dalam perkara ini. Meskipun begitu, dia belum mau menjelaskan lebih jauh ihwal perkara ini.

    “Sepertinya ya, sepertinya. Nanti kita lihat,” pungkasnya.

  • Kejagung Sudah Periksa 40 Saksi Kasus Korupsi Ekspor di Ditjen Bea Cukai

    Kejagung Sudah Periksa 40 Saksi Kasus Korupsi Ekspor di Ditjen Bea Cukai

    Kejagung Sudah Periksa 40 Saksi Kasus Korupsi Ekspor di Ditjen Bea Cukai
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Kejaksaan Agung (Kejagung) telah memeriksa lebih dari 40 saksi dalam kasus dugaan penyimpangan ekspor palm oil mill effluent (POME) di Direktorat Jenderal Bea Cukai, Kementerian Keuangan.
    “Saksi lebih dari 40 orang,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum)
    Kejagung
    , Anang Supriatna di kantor Kejagung, Jakarta, Jumat (21/11/2025).
    Anang menjelaskan, proses penyidikan perkara ini masih berjalan dan dilakukan pendalaman.
    Adapun para saksi tersebut berasal dari berbagai latar belakang.
    “Dari birokrasi ada, dari swasta ada juga,” kata dia.
    Ketika ditanya apakah pejabat tinggi Ditjen
    Bea Cukai
    , termasuk direktur jenderalnya, turut dimintai keterangan, Anang mengaku belum mengetahui tidak menjawab.
    “Saya enggak tahu pastinya,” ucap dia.
    Diberitakan sebelumnya, Kejagung menggeledah lebih dari 5 titik terkait kasus di Ditjen Bea Cukai pada 22 Oktober 2025.
    Lokasi-lokasi
    penggeledahan
    itu meliputi kantor Bea Cukai hingga rumah pejabat Bea Cukai.
    “Yang jelas memang penggeledahan terkait dengan perkara di Bea Cukai ada penggeledahan lebih dari lima titik, dan barang-barang yang sudah diambil ada dokumentasi-dokumentasi yang diperlukan dalam penyidikan,” ujar Anang di Kantor Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (28/10/2025).
    Dari penggeledahan tersebut, Kejagung menyita sejumlah dokumen terkait ekspor
    POME
    pada 2022.
    POME sendiri merupakan singkatan dari palm oil mill effluent atau limbah minyak kelapa sawit.
    “Sementara dokumen-dokumen saja yang terkait dengan kegiatan untuk ekspor POME itu,” ucap Anang.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Tepis Purbaya, Kejagung Tegaskan Tak Usut Kasus Korupsi Terkait Tax Amnesty

    Tepis Purbaya, Kejagung Tegaskan Tak Usut Kasus Korupsi Terkait Tax Amnesty

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan pihaknya tidak mengusut terkait dugaan korupsi program pengampunan pajak atau Tax Amnesty.

    Kapuspenkum Kejagung RI Anang Supriatna mengatakan pihaknya hanya mengusut kasus terkait pembayaran pajak pada periode 2016-2020.

    “Yang kedua, itu bukan terkait Tax Amnesty, ya. Ini hanya memang pengurangan. Saya tegaskan, bukan Tax Amnesty, ya,” ujar Anang di Kejagung, Jumat (21/11/2025).

    Dia menambahkan kasus pembayaran pajak itu memiliki modus pengurangan kewajiban pembayaran dari wajib pajak maupun perusahaan.

    Dalam hal ini, pengurangan itu diduga dilakukan oleh oknum pada pegawai Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI.

    “Perkara tindak pidana korupsi terkait dengan pengurangan kewajiban pembayaran perpajakan perusahaan atau wajib pajak, periode 2016-2020, yang dilakukan oleh oknum atau pegawai perpajakan di Kementerian Keuangan,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, dalam perkara ini Kejagung telah mengajukan pencekalan terhadap lima orang. Perinciannya, mantan Dirjen Pajak Kemenkeu Ken Dwijugiasteadi (KD).

    Selain Ken, empat orang lain yang telah diajukan pencekalan itu, yakni Victor Rachmat Hartono (bos Grup Djarum), Bernadette Ning Dijah Prananingrum, Heru Budijanto Prabowo, dan Karl Layman.

    Adapun, Kejagung juga telah melakukan penggeledahan maupun pemeriksaan terkait perkara ini. Hanya saja, Anang belum menjelaskan sosok maupun barang sitaan yang telah dilakukan terkait perkara ini.

  • Kejagung Sebut Kasus Korupsi yang Seret Eks Dirjen Tak Terkait Tax Amnesty

    Kejagung Sebut Kasus Korupsi yang Seret Eks Dirjen Tak Terkait Tax Amnesty

    Kejagung Sebut Kasus Korupsi yang Seret Eks Dirjen Tak Terkait Tax Amnesty
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan, kasus dugaan korupsi terkait pajak yang menyeret eks Direktur Jenderal Pajak Ken Diwjugiasteadi tidak berkaitan dengan program Tax Amnesty.
    Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung
    Anang Supriatna
    mengatakan, kasus yang diusut tim penyidik Gedung Bundar itu menyangkut dugaan upaya memperkecil kewajiban pembayaran pajak oleh wajib pajak pada periode 2016-2020.
    “Itu bukan terkait
    Tax Amnesty
    , ya. Ini hanya memang pengurangan. Saya tegaskan, bukan Tax Amnesty, ya,” kata Anang kantorKejagung, Jakarta, Jumat (21/11/2025).
    Anang membenarkan bahwa tim penyidik telah mengajukan permintaan pencegahan ke luar negeri kepada sejumlah pihak.
    Namun, ia mengaku tidak memegang daftar lengkap identitas orang-orang yang dimintakan cegah tersebut karena hal itu berada di ranah teknis penyidik.
    “Tim penyidik Gedung Bundar sudah melakukan pencekalan ke beberapa pihak. Jumlahnya saya tidak tahu pasti, dan identitas juga saya tidak tahu pasti,” kata Anang.
    Meski demikian, sebelumnya, pada Kamis (20/11/2025), Anang membenarkan informasi mengenai lima orang yang dicegah terkait dugaan
    korupsi perpajakan
    .
    Lima orang yang telah dicegah ke luar negeri yakni mantan Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu
    Ken Dwijugiasteadi
    ; pengusaha Victor Rachmat Hartono; pemeriksa pajak Ditjen Pajak Karl Layman; konsultan pajak Heru Budijanto Prabowo; serta Kepala KPP Madya Semarang Bernadette Ningdijah Prananingrum.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Serahkan Kasus Dugaan Korupsi Google Cloud ke Kejagung, Ternyata Ini Alasannya

    KPK Serahkan Kasus Dugaan Korupsi Google Cloud ke Kejagung, Ternyata Ini Alasannya

    Sementara itu, dia menjelaskan penanganan perkara Google Cloud yang diserahkan ke Kejagung tetap berkaitan dengan kasus Chromebook.

    “Kenapa berkaitan? Karena Chromebook adalah hardware-nya (perangkat keras), laptopnya. Sementara Google Cloud adalah storage-nya atau tempat penyimpanannya,” jelasnya.

    Selain itu, dia mengatakan lingkup terjadinya kasus dugaan tindak pidana korupsinya juga sama, yakni di Kemendikbudristek. Dia menambahkan, orang-orang yang terlibat di kasus Google Cloud dan Chromebook pun sama, seperti mantan Mendikbud Ristek Nadiem Anwar Makarim.

    “Dengan demikian, tentunya untuk efektivitas dalam penanganan perkara ya, pimpinan menyatakan, ya dalam ekspose, dan ini ekspose ya, jadi ekspose di kami itu memutuskan bahwa untuk perkara Google Cloud itu diserahkan penanganannya ke Kejaksaan,” katanya.

    Dia menyatakan tidak ada kompetisi antara KPK dengan Kejagung dalam penanganan kasus Google Cloud. Yang ada hanya sinergisitas kedua lembaga.

    “Jadi, kami bersinergi dengan Kejaksaan Agung untuk penanganan perkara Chromebook dan Google Cloud,” katanya menekankan, dikutip dari Antara.

  • Eks Dirjen Pajak dan Bos Djarum di Pusaran Skandal Tax Amnesty, Ini Duduk Perkaranya

    Eks Dirjen Pajak dan Bos Djarum di Pusaran Skandal Tax Amnesty, Ini Duduk Perkaranya

    Bisnis.com, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) telah mengajukan lima orang, termasuk mantan Dirjen Pajak Kemenkeu Ken Dwijugiasteadi dan Bos Djarum Victor Rachmat Hartono, agar dicegah ke luar negeri terkait kasus dugaan korupsi terkait pajak periode 2016-2020.

    Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas) Agus Andrianto membenarkan terkait dengan kabar pencegahan lima orang tersebut.

    “Betul dan sudah kita laksanakan sesuai permintaan [Kejagung] tersebut,” ujarnya kepada Bisnis, Kamis (20/11/2025).

    Plt Dirjen Imigrasi Kemenimipas, Yuldi Yusman mengatakan kepada Bisnis pada Kamis (20/11/2025), kelima orang dicegah keluar negeri, yaitu mantan Dirjen Pajak Kemenkeu Ken Dwijugiasteadi (KD).

    Selain Ken, Yuldi juga membeberkan ada empat orang lain yang telah diajukan pencegahan itu, yakni Victor Rachmat Hartono, Bernadette Ning Dijah Prananingrum, Heru Budijanto Prabowo, dan Karl Layman.

    Berdasarkan penelusuran Bisnis, nama Victor Rachmat Hartono merujuk pada Direktur Utama (Dirut) PT Djarum. Selanjutnya, Karl Layman merupakan pemeriksa pajak muda di Direktorat Jenderal Pajak. Adapun, Ning Dijah Prananingrum selaku Kepala KPP Madya Dua Semarang dan Heru Budijanto Prabowo selaku konsultan pajak.

    Kelima orang tersebut dicegah mulai dari Kamis (14/11/2025) hingga enam bulan ke depan atau pada Kamis (14/5/2025).

    Kejaksaan Agung (Kejagung) membenarkan telah mengajukan pencekalan terhadap lima orang dalam kasus dugaan korupsi terkait pajak.

    “Benar, Kejaksaan Agung sudah meminta pencekalan terhadap beberapa pihak tersebut,” ujar Kapuspenkum Kejagung Anang Supriatna kepada Bisnis, Kamis (20/11/2025).

    Dia menjelaskan kasus ini berkaitan dengan dugaan perkara tindak pidana korupsi memperkecil pembayaran perpajakan perusahaan atau wajib pajak 2016-2020.

    Kejagung menduga perkara ini diduga dilakukan oleh oknum atau pegawai pajak pada Direktorat Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI.

    “Dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi memperkecil kewajiban pembayaran perpajakan perusahaan atau wajib pajak tahun 2016-2020 oleh oknum/pegawai pajak,” imbuhnya.

    Ketika dikonfirmasi Bisnis, Corporate Communication Djarum Budi Dharmawan belum dapat berkomentar terkait dengan pencegahan Victor Hartono.

    “Kami baru mengetahui hal tersebut dari berita,” ujarnya saat dikonfirmasi Bisnis, Kamis (20/11/2025).

    mantan Dirjen Pajak Kemenkeu Ken Dwijugiasteadi. JIBI/BISNIS

    Diduga Perkara Tax Amnesty

    Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa buka suara terkait kasus yang mejerat nama Direktur Utama PT Djarum Victor Rahmat Hartono dan bekas Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi. Dia mengatakan pencegahan tersebut program pengampunan pajak atau Tax Amnesty yang dilakukan pemerintah beberapa tahun lalu. 

    Adapun, Vitor dan Ken menjadi dua pihak yang dicegah ke luar negeri oleh Imigrasi atas permintaan penyidik Kejaksaan Agung. Kendati demikian, Purbaya mengaku belum mendapatkan laporan dari Jaksa Agung mengenai penyidikan yang dilakukan di lingkup salah satu unit di bawah kementeriannya itu. Dia memastikan kasus itu terkait dengan dugaan korupsi pajak yang terjadi sebelum dia menjabat Menkeu. 

    “Ini kan beda, ini kan kasus Tax Amnesty kan? Mungkin ada beberapa penilaian yang gak terlalu akurat, saya enggak tahu. Biar aja pak Jaksa Agung yang menjelaskan ke media,” ujarnya kepada wartawan usai konferensi pers APBN KiTa edisi November 2025, Kamis (20/11/2025). 

    Mantan Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu mengaku tidak ada informasi yang diterima olehnya mengenai penyidikan yang bergulir di Korps Adhyaksa. Namun, dia mengaku beberapa anak buahnya sudah dimintai keterangan oleh penyidik. 

    “Yang jelas beberapa orang kita dipanggil ke sana untuk memberi pernyataan, kesaksian apa yang terjadi pada waktu itu. Saya pikir biar aja kasus ini berjalan,” tuturnya. 

    Adapun, Purbaya membantah bahwa proses hukum yang dilakukan Kejagung merupakan upaya bersih-bersih di Direktorat Jenderal Pajak atau DJP. Apalagi, sebelum ini Kejagung juga diketahui mengusut dugaan korupsi ekspor limbah CPO yang ada di lingkungan Ditjen Bea Cukai. 

    Purbaya menyebut instruksinya kepada jajaran Kemenkeu, dalam hal ini otoritas pajak, untuk kerja dengan benar dalam mengelola penerimaan negara. Apalagi, sampai dengan Oktober 2025 ini, penerimaan pajak baru 70,2% dari outlook. 

    “Itu kan [kasus] di masa lalu, bukan zaman sekarang dan saya enggak tahu seberapa kuat kasus itu. Biar aja Kejaksaan yang memprosesnya,” ucapnya. 

  • KPK Sebut Nadiem Makarim Masuk Daftar Calon Tersangka Kasus Google Cloud

    KPK Sebut Nadiem Makarim Masuk Daftar Calon Tersangka Kasus Google Cloud

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut mantan Menteri Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim berpeluang menjadi calon tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan Google Cloud.

    Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menyampaikan, tersangka kasus Google Cloud merupakan pihak yang sama ditetapkan tersangka dalam kasus Laptop Chromebook oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). 

    “Cloud ini sama. Ya yang sama itu NM, kemudian stafsusnya,” kata,” kata Asep saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (20/11/2025).

    Stafsus yang dimaksud bernama Jurist Tan. Lembaga antirasuah nantinya akan menaikkan perkara itu ke tahap penyidikan setelah menggelar ekspos bersama pimpinan. Setelah itu dilimpahkan ke Kejaksaan Agung (Kejagung). 

    Sebelumnya, Ketua KPK Setyo Budiyanto menyampaikan akan melimpahkan berkas perkara dugaan korupsi pengadaan Google Cloud ke Kejagung karena adanya irisan kasus yang tengah ditangani KPK.

    “Dari hasil koordinasi untuk Google Cloud itu, nanti penanganannya akan diserahkan kepada Kejaksaan Agung karena irisannya sangat besar dengan proses Google Cloud yang sudah ditangani oleh Kejaksaan Agung,” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto di Bogor, Jawa Barat, Selasa (18/11/2025).

    Penyidik lembaga antirasuah telah memeriksa sejumlah saksi, termasuk salah satunya adalah tersangka di kasus ini yang telah ditetapkan oleh Kejaksaan Agung.

    Setyo menambahkan bahwa tersangka kasus Google Cloud adalah pihak yang sama yang telah ditetapkan Kejaksaan Agung. Meski telah dilimpahkan, KPK tetap menjalin koordinasi dengan Kejaksaan Agung.

    Adapun, Kejaksaan Agung menangani dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook, di mana keduanya saling berkaitan hanya saja KPK menangani perkara Google Cloud atau software terkait Chromebook.

    “Ya, tersangkanya sama. Tiap pihak yang dimintai pertanggungjawaban dari hasil koordinasi sama, makanya sudah dikoordinasikan dan nanti akan proyeksinya diserahkan. Ini bentuk koordinasi, bentuk kerja sama antara pihak,” tuturnya.

  • Eks Dirjen Pajak Dicekal, Purbaya Hormati Proses Hukum

    Eks Dirjen Pajak Dicekal, Purbaya Hormati Proses Hukum

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan menghormati proses hukum terkait pencegahan eks direktur jenderal (dirjen) pajak, Ken Dwijugiasteadi, ke luar negeri.

    Ketika ditanya mengenai larangan bepergian tersebut, Purbaya mengaku belum mengetahui informasinya. Namun, ia menekankan bahwa Kemenkeu mendukung penuh proses hukum yang berjalan.

    “Saya belum dapat pemberitahuan dari Pak Jaksa Agung, tetapi saya pikir biarkan saja proses itu berjalan,” ujar Purbaya usai konferensi pers APBN Kita edisi Oktober 2025, Kamis (20/11/2025).

    Purbaya juga mengungkapkan bahwa beberapa pejabat Kemenkeu telah dimintai keterangan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Ia sendiri mengaku tidak dimintai keterangan.

    “Saya sih enggak ada (diminta keterangan), tetapi yang jelas beberapa orang kita dipanggil ke sana untuk memberi pernyataan, kesaksian apa yang terjadi pada waktu itu,” imbuhnya.

    Purbaya menambahkan bahwa ia tidak mengetahui detail penyidikan, termasuk perusahaan yang diduga terlibat dalam praktik korupsi pajak. Ia meminta semua pihak menghormati proses hukum.

    Lebih lanjut, Menkeu Purbaya menolak anggapan bahwa pengusutan Kejagung merupakan usulannya. Ia menegaskan pegawai Kemenkeu, khususnya di Direktorat Jenderal Pajak, bekerja lebih serius dan tidak mengulangi kesalahan masa lalu.

    “Saya enggak pernah bersih-bersih, mereka bersih-bersih sendiri. Yang kita lakukan itu ke teman-teman di pajak ya, kerja lebih serius saja sudah. (Kasus) itu kan di masa lalu, bukan zaman sekarang, dan saya enggak tahu seberapa kuat kasus itu. Biarkan saja Kejaksaan yang memprosesnya,” tuturnya.

  • Punya Harta Rp3 Miliar, Ini Aset Milik Eks Dirjen Pajak yang Dicekal Kejagung

    Punya Harta Rp3 Miliar, Ini Aset Milik Eks Dirjen Pajak yang Dicekal Kejagung

    Bisnis.com, JAKARTA – Mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Ken Dwijugiasteadi dicekal oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) diduga terlibat korupsi pembayaran pajak 2016-2022. 

    Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna mengatakan pencekalan bertujuan untuk mencegah Ken berpergian ke luar negeri saat proses penyidikan berlangsung.

    “Adanya ke khawatiran dari penyidik terhadap para pihak tersebut tidak hadir atau bepergian ke LN dan untuk proses kelancaran penyidik,” kata Anang, Kamis (20/11/2025).

    Selain Ken, Kejagung juga mencekal Victor Rachmat Hartono, Bernadette Ning Dijah Prananingrum, Heru Budijanto Prabowo, dan Karl Layman.

    Berdasarkan laporan e-LHKPN KPK, Ken terakhir melaporkan harta kekayaan pada 3 Juli 2018 atau tahun akhir menjabat sebagai Dirjen Pajak di Kementerian Keuangan. Dia tercatat memiliki total harta kekayaan lebih dari Rp3 miliar. Berikut rinciannya:

    Pada aset tanah dan bangunan memiliki total harta Rp2,8 miliar. Dia tercatat memiliki tanah seluas 1.965 m2 di Jakarta Selatan senilai Rp1,8 miliar.

    Kemudian tanah dan bangunan seluas 240 m2/250m2 di Depok dari hasil sendiri senilai Rp685 juta. Lalu, tanah seluas 375 m2 di Malang dari hasil sendiri senilai Rp263 juta.

    Pada aset transportasi dan mesin, Ken hanya memiliki satu mobil yakni Mitsubishi Sedan tahun 2006 dari hasil sendiri senilai Rp175 juta.

    Harta bergerak lainnya sebesar Rp356 juta; kas dan setara kas Rp82 juta; harta lainnya Rp41 juta. Dia tidak memiliki surat berharga dan utang.