Kementrian Lembaga: Kejagung

  • Belum Ada Bukti, Jimly Asshiddiqie Sarankan Tom Lembong Ajukan Gugatan Pra Peradilan

    Belum Ada Bukti, Jimly Asshiddiqie Sarankan Tom Lembong Ajukan Gugatan Pra Peradilan

    FAJAR.CO.ID,JAKARTA — Pakar Hukum Tata Negara Jimly Asshiddiqie menyarankan Tom Lembong mengajukan gugatan pra peradilan. Terkait penetapannya sebagai tersangka.

    “Sebaiknya TL (Tom Lembong) ajukan gugat pra peradilan,” kata Jimly dikutip dari unggahannya di X, Senin (4/10/2024).

    Padahal, kata dia, Kejaksaan Agung baru saja diapresiasi. Karena membongkar mafia peradilan di Mahkamah Agung (MA).

    “Belum tuntas pembongkaran mafia peradilan di MA oleh Kejakgung yang kita puji-puji,” ucapnya.

    Tapi kini, kata Jimly, muncul kasus Tom Lembong yang bagi sejumlah pihak dinili kriminalisasi.

    “Eh menggema lagi kasus Tom Lembong atas kebijakannya yang belum ada bukti ada perbuatan pidana seperti suap atau PMH lain sudah ditersangkakan,” ucapnya.

    Adapun penetapan Tom Lembong sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung. Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qodar dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa, mengatakan bahwa Tom Lembong merupakan salah satu dari dua saksi yang ditetapkan sebagai tersangka.

    Qohar menjelaskan keterlibatan Tom Lembong dalam kasus tersebut bermula ketika pada tahun 2015, dalam rapat koordinasi antarkementerian disimpulkan bahwa Indonesia mengalami surplus gula, sehingga tidak perlu impor gula.

    Namun, pada tahun yang sama, Tom Lembong selaku Mendag pada saat itu memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah kepada PT AP.

    “Saudara TTL memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton kepada PT. AP yang kemudian gula kristal mentah tersebut diolah menjadi gula kristal putih,” ucapnya.

  • Disemprot Eks Jenderal, Tom Lembong Siapkan Perlawanan Via Praperadilan

    Disemprot Eks Jenderal, Tom Lembong Siapkan Perlawanan Via Praperadilan

    GELORA.CO  – Kejaksaan Agung (Kejagung) kini diserang terkait penetapan tersangka pada mantan Menteri Perdagangan (Mendag), Tom Lembong dalam kasus dugaan korupsi impor gula.

    Banyak yang menduga status tersangka Tom Lembong sangat politis, termasuk soal aliran dana, kerugian negara hingga mengapa baru diusut sekarang.

    Tom Lembong kini tengah menyiapkan perlawanan atas status tersangkanya di Kejagung via jalur praperadilan.

    Sementara itu, Eks Wakapolri, Komjen (Purn) Oegroseno menyemprot Kejagung yang menyebut tidak perlu ada bukti penerimaan aliran uang terkait penetapan tersangka Tom Lembong dalam kasus dugaan korupsi impor gula.

     

    Eks Wakapolri Semprot Kejagung soal Tak Perlu Aliran Duit di Kasus Tom Lembong, Pertanyakan Ijazah Jaksa, Abal-abal?

    Eks Wakapolri, Komjen (Purn) Oegroseno menyemprot Kejaksaan Agung (Kejagung) yang menyebut tidak perlu ada bukti penerimaan aliran uang terkait penetapan tersangka mantan Menteri Perdagangan (Mendag), Tom Lembong dalam kasus dugaan korupsi impor gula.

    Mulanya, Oegroseno mengatakan dalam penetapan seseorang sebagai tersangka dalam perkara tindak pidana khususnya korupsi harus dilihat unsur-unsur yang menguatkan.

    Perihal menetapkan tersangka korupsi, dia mengungkapkan lembaga hukum harus bisa membuktikan bahwa yang bersangkutan memang merugikan negara dan memperkaya diri sendiri atau orang lain.

    “Pasal 2 dan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 kemudian UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Korupsi juga, sudah jelas seseorang atau barangsiapa secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi kemudian merugikan negara dan perekonomian negara, (tuduhan tersebut) harus dibuktikan semua,” katanya dalam siniar yang ditayangkan di YouTube Abraham Samad, Minggu (3/11/2024).

    Oegroseno pun mengaku heran dengan pernyataan Kejagung yang tak perlu adanya pembuktian ada atau tidaknya aliran dana saat menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka korupsi impor gula.

    Lantas, pensiunan jenderal polisi yang ahli di bidang reserse itu pun menyemprot Kejagung buntut pernyataan tersebut.

    “Kalau seorang jaksa mengatakan tidak perlu ada aliran dana, ini jaksa sekolah di mana? Saya nggak tahu,” tegasnya.

    “Ini saya mencoba menebak-nebak saja, sekarang lagi musim ijazah palsu abal-abal. Ini perlu dipertanyakan sekolahnya (jaksa) dari mana,” katanya.

     

    Penetapan Tersangka terhadap Tom Lembong oleh Kejagung Patut Dipertanyakan

    Selanjutnya, Oegroseno menjelaskan di kepolisian bahwa penyidik baru bisa melakukan penyelidikan ketika adanya laporan dari pelapor atau biasa disebut Laporan Polisi (LP).

    Sementara di KPK, katanya, penyidik KPK baru bisa melakukan penyelidikan ketika ada Laporan Kejadian (LK).

    “Laporan itu jadi dasar kemudian dikeluarkan adanya sprindik (Surat Perintah Penyidikan) langsung baru dibikin ada pemanggilan, penyelidikan kalau belum jelas,” katanya.

    Oegroseno lantas mengungkapkan berkaca dari pengalamannya sebagai polisi, maka mekanisme penetapan tersangka terhadap Tom Lembong oleh Kejagung patut dipertanyakan.

    Bahkan, dia mengungkapkan upaya Kejagung itu salah berat.

    Dia juga mempertanyakan ketika Tom Lembong ditetapkan menjadi tersangka, maka Kejagung pernah memeriksa pihak lain seperti Menko Perekonomian era Presiden Joko Widodo (Jokowi) jilid I hingga Bea Cukai.

    Ia berharap Kejagung membuka hasil pemeriksaan tersebut untuk membuat terang terkait mekanisme penangkapan Tom Lembong.

    “Kalau sudah berani menangkap dan menahan Tom Lembong, berarti jaksa sudah pernah memeriksa Menko Ekuin, kemudian Bea Cukai, ini sudah belum? Kemudian, aliran dana, kalau gak ada (kerugian) negara, mau dikatakan korupsi pasalnya Pasal 2 Pasal 3 (UU Tipikor) sama di situ. Masa ada pengecualian kalau (penetapan tersangka) Tom Lembong harus tidak ada aliran dana,” tuturnya.

     

    Kejagung Sebut Penetapan Tersangka Tom Lembong Tak Harus Ada Aliran Duit Dulu

    Sebelumnya, Kejagung menyebut penetapan Tom Lembong sebagai tersangka kasus dugaan korupsi impor gula tidak perlu adanya pembuktian penerimaan aliran uang.

    “Apa harus ada aliran dulu baru disebut sebagai tindak pidana korupsi?” kata Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar pada Kamis (31/10/2024).

    Harli lalu mengungkapkan dari bukti yang didapatkan, penyidik yakin bahwa kerugian negara akibat kebijakan Tom Lembong semasa menjadi Mendag ada unsur perbuatan korupsi.

    Kejagung mengatakan aturan yang ditandatangani Tom Lembong sehingga ada 8 perusahaan swasta bisa mengimpor gula kristal mentah (GKM) telah melanggar aturan karena seharusnya perusahaan yang dapat mengimpor adalah BUMN.

    “Apakah peristiwa itu bisa muncul kalau tidak ada regulasi. Apakah regulasi itu benar? ujar Harli.

    Senada, Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar juga mengungkapkan seseorang ditetapkan menjadi tersangka korupsi tak harus terlihat aliran uangnya.

    “Untuk menetapkan tersangka ini kan tidak harus seseorang itu mendapat aliran dana,” ujarnya pada Kamis (31/10/2024).

    Qohar menuturkan pada Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor diuraikan bahwa korupsi tidak cuma soal memperkaya diri sendiri saja.

    Namun, sambungnya, jika seseorang telah menguntungkan orang lain atau perusahaan, maka itu melanggar hukum.

    “Ketika memenuhi unsur bahwa dia salah satunya menguntungkan orang lain atau korporasi, akibat perbuatan melawan hukum, akibat perbuatan menyalahgunakan kewenangan yang ada padanya, karena jabatannya, dia bisa dimintai pertanggungjawaban pidana,” pungkasnya.

     

    Tom Lembong Melawan, Upaya Praperadilan Disiapkan

    Kuasa hukum Tom Lembong, Ari Yusuf Amir mengungkapkan kliennya bakal melakukan upaya praperadilan usai ditetapkan menjadi tersangka kasus dugaan korupsi impor gula oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).

    Ari menuturkan untuk saat ini, tim kuasa hukum masih menyiapkan segala bahan pengajuan praperadilan.

    “Hari ini, kita masih kumpul semua tim untuk membahas rencana kita untuk mengajukan praperadilan. Tetapi, itu belum kita putuskan secara tuntas karena semua pertimbangan-pertimbangan lagi dikaji terus dan bahan-bahan lagi kami siapkan,” ujarnya dikutip dari YouTube metrotvnews, Minggu (3/11/2024).

    Kendati demikian, Ari mengungkapkan kemungkinan besar keputusan pengajuan praperadilan Tom Lembong bakal diumumkan pada Senin (4/11/2024) besok.

    “Memang banyak hal yang kita pertimbangkan, tapi besok insya Allah sudah ada keputusannya,” jelasnya.

    Ari menjelaskan, secara garis besar, pengajuan praperadilan ini terkait penetapan tersangka terhadap Tom Lembong oleh Kejagung.

    Padahal, menurutnya, mantan Menteri Perdagangan (Mendag) tahun 2015-2016 ini bersikap kooperatif saat diperiksa menjadi saksi.

    Selanjutnya, Ari mengungkapkan praperadilan yang diajukan ini untuk membuka bukti yang dimiliki Kejagung sehingga menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka kasus korupsi impor gula.

    “Nah yang menjadi pertanyaan kita dan publik adalah ada urgensi apa di hari itu, ditemukan bukti apa di hari itu, didapatkan keterangan apa pada hari itu, sehingga merubah statusnya menjadi tersangka yang terlampau cepat.”

    “Lalu apakah urgensinya dilakukan penahanan? Berkali-kali saya sudah sampaikan, penahanan ini adalah upaya paksa yang tidak perlu dilakukan karena beliau kooperatif, tidak mengulangi perbuatannya, dan beliau tidak akan menghilangkan barang bukti,” jelasnya.

    Ari juga mengungkapkan pihaknya mempertanyakan pertimbangan Kejagung terkait penetapan tersangka kepada Tom Lembong bahwa yang bersangkutan membuat negara rugi buntut kebijakan yang dibuat.

    “Kalau soal kebijakan-kebijakan, semua menteri mengambil kebijakan, bisa benar bisa salah. Tapi, apakah kebijakan itu pidana atau tidak apalagi pidana korupsi, itu memenuhi unsur-unsur yang sudah jelas seharusnya dan limitatif,” katanya

  • Negara Merugi Rp1,15 Triliun Akibat Kasus Dugaan Korupsi Eks Dirjen KA Prasetyo Boeditjahjono

    Negara Merugi Rp1,15 Triliun Akibat Kasus Dugaan Korupsi Eks Dirjen KA Prasetyo Boeditjahjono

    GELORA.CO  – Kejaksaan Agung (Kejagung) menangkap Eks Direktur Jenderal Perkeretaapian pada Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Prasetyo Boeditjahjono karena terjerat kasus dugaan korupsi proyek jalur kereta api (KA) Besitang-Langsa pada 2017-2023.

    Kasus dugaan korupsi tersebut menyebabkan kerugian negara mencapai Rp1,15 triliun.

    Nilai kerugian negara tersebut merupakan hasil penghitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

    “Merugikan Keuangan Negara sebesar Rp 1.157.087.853.322 atau setidak-tidaknya sejumlah tersebut, sebagaimana dalam Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara atas Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Proyek Pembangunan Jalur Kereta Api Besitang – Langsa tanggal 13 Mei 2024 oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan,” ujar Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung Abdul Qohar dalam konferensi pers, Minggu (3/11/2024).

    Akibat perbuatan Prasetyo itu, pembangunan jalan kereta api Besitang–Langsa tidak dapat difungsikan hingga menyebabkan kerugian keuangan negara. 

    Pembangunan jalan kereta api Besitang–Langsa diketahui tidak didahului dengan studi kelayakan/feasibility study (FS).

    Dalam pelaksanaan konstruksinya juga tidak terdapat dokumen penetapan trase jalur kereta api yang dibuat oleh menteri perhubungan, serta konsorsium pembaruan agraria (KPA), PPK, kontraktor, dan konsultan pengawas. 

    Qohar mengatakan, Prasetyo dengan sengaja memindahkan lokasi pembangunan yang mana proyek tersebut tidak sesuai dengan dokumen desain dan kelas jalan. 

    “Sehingga jalur kereta api Besitang–Langsa mengalami amblas (penurunan daya dukung tanah) sehingga tidak bisa berfungsi,” ucap dia, dilansir Kompas.com.

    Tidak hanya terkait proses tender, Prasetyo juga disebut menerima fee sebesar Rp 2,6 miliar dari seorang kontraktor berinisial AAS melalui PT WTC.

    Atas perbuatannya itu, Prasetyo ditetapkan sebagai tersangka dan sudah ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung RI selama 20 hari ke depan.

    Prasetyo dijerat pasal pasal 2 atau pasal 3 juncto pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 2020 tahun 2021 tentang perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

    Kejagung Tetapkan 7 Tersangka

    Selain Prasetyo, sebelumnya, Kejagung juga telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus ini, sebagai berikut:

    NSS, selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Medan tahun 2016-2017

    AGP, selaku KPA dan Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Medan tahun 2017-2018

    AAS, selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)

    HH, selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)

    RMY, selaku Ketua Pokja Pengadaan Konstruksi tahun 2017

    AG, selaku Direktur PT DYG yang juga konsultan perencanaan dan konsultan supervisi pekerjaan

    FG, selaku pemilik PT Tiga Putra Mandiri Jaya

    Dalam perkara ini, para terdakwa dijerat Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

    Proyek dipecah hingga masing-masing memiliki nilai dibawah Rp 100 miliar. 

    Padahal, total anggaran proyek strategis nasional ini mencapai Rp1,3 triliun lebih.

    Pemecahan proyek hingga masing-masing bernilai di bawah Rp 100 miliar itu dimaksudkan untuk mengatur vendor.

    Hal tersebut bertujuan untuk menghindari ketentuan pekerjaan kompleks.

    Kemudian, tersangka RMY diperintahkan untuk melakukan pelelangan menggunakan metode penilaian pascakualifikasi.

  • Mantan Dirjen KA Prasetyo Boeditjahjono Ditangkap, Kejagung Buka Kemungkinan Tetapkan Tersangka Lain

    Mantan Dirjen KA Prasetyo Boeditjahjono Ditangkap, Kejagung Buka Kemungkinan Tetapkan Tersangka Lain

    Jakarta, Beritasatu.com – Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar, membuka peluang penetapan tersangka lain dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa. Kasus ini sebelumnya telah menjerat mantan Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan, Prasetyo Boeditjahjono.

    Pernyataan tersebut disampaikan Qohar di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, pada Minggu (3/11/2024). Ia menyebut dalam proses persidangan, saat ini terdapat tujuh tersangka yang sedang diperiksa. Pada hari yang sama, satu tersangka baru telah ditetapkan, yakni Prasetyo Boeditjahjono.

    “Penyidikan ini terus berjalan. Siapa pun yang dapat dibuktikan terlibat berdasarkan alat bukti yang cukup akan ditetapkan sebagai tersangka, jika ada bukti yang cukup bahwa yang bersangkutan ikut melakukan tindak pidana korupsi,” jelas Qohar.

    Dalam pelaksanaan pembangunan, Prasetyo diduga memerintahkan terdakwa Nur Setiawan Sidik (NSS), selaku kuasa pengguna anggaran (KPA), untuk memecah proyek konstruksi menjadi 11 paket. Prasetyo juga meminta NSS untuk memenangkan delapan perusahaan dalam proses tender.

    Lebih lanjut, Ketua Pokja Pengadaan Barang dan Jasa, terdakwa Rieki Meidi Yuwana (RMY), atas permintaan NSS, melakukan lelang konstruksi tanpa melengkapi dokumen teknis yang disetujui pejabat teknis. Metode penilaian kualifikasi pengadaan yang dilakukan juga bertentangan dengan regulasi yang berlaku.

    “Dari pelaksanaan tersebut, diketahui bahwa pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa tidak didahului dengan studi kelayakan. Tidak ada dokumen trase jalur kereta api yang dibuat Kementerian Perhubungan. KPA, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan konsultan pengawas secara sengaja memindahkan jalur pembangunan kereta api yang tidak sesuai dengan dokumen desain dan jalan, mengakibatkan jalur kereta api mengalami amblas dan tidak dapat digunakan,” ungkap Qohar.

    Dari pelaksanaan pembangunan tersebut, Prasetyo diduga menerima fee sebesar Rp 1,2 miliar dari terdakwa Akhmad Afif Setiawan (AAS), selaku PPK, dan Rp 1,4 miliar dari PT WTJ.

    Terkait dengan dugaan aliran dana sebesar Rp 2,6 miliar, Qohar mengungkapkan bahwa penyidik masih dalam tahap pendalaman.

    “Ini kan baru tertangkap tadi. Kami akan dalami. Sabar ya, kami akan mendalami lebih lanjut. Kami akan menanyakan kepada yang bersangkutan mengenai kapan dia menerima, di mana, dari siapa, dan untuk apa uang tersebut digunakan,” ujarnya.

  • Eks Dirjen Perkeretaapian Kemenhub Prasetyo Boeditjahjono Ditangkap Kejagung, Ini Kasusnya

    Eks Dirjen Perkeretaapian Kemenhub Prasetyo Boeditjahjono Ditangkap Kejagung, Ini Kasusnya

    GELORA.CO –  Mantan Dirjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Prasetyo Boeditjahjono ditangkap oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) karena dugaan kasus korupsi pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa di Medan.

    Dirdik Jampidsus Kejagung Abdul Qohar menjelaskan kasus korupsi Prasetyo bermula ketika Balai Teknik Perkeretaapian Kelas I membangun jalur kereta api Besitang-Langsa untuk menghubungkan Sumatra Utara dan Aceh dengan nilai anggaran senilai Rp1,3 triliun pada 2017-2023. Anggaran itu bersumber dari Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).

    Prasetyo lalu memberi kuasa pengguna anggaran kepada mantan Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara Nur Setiawan Sidik (NSS) yang saat ini sudah ditangkap dan dalam proses persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta.

    “Dalam pelaksanaan pembangunan tersebut, saudara PB memerintahkan kuasa pengguna anggaran (KPA), terdakwa Nur Setiawan Sidik yang masih dalam proses persidangan, memecah pekerjaan kontruksi tersebut menjadi 11 paket, dan meminta kepada kuasa pengguna anggaran saudara NSS agar memenangkan delapan perusahaan dalam proses lelang,” kata Abdul Qohar saat konferensi pers di kantor Kejagung, Jakarta, dikutip Senin (4/9/2024).

    Kepala Seksi Prasarana sekaligus Ketua Pokja Pengadaan Pekerjaan Konstruksi Rieki Meidi Yuwana lalu melakukan lelang tanpa dokumen pengadaan yang telah disetujui pejabat teknis dan dengan metode penilaian kualifikasi yang bertentangan dengan aturan.

    “Konsultan pengawas (lalu juga) dengan sengaja memindahkan jalur pembangunan kereta api yang tidak sesuai dengan dokumen desaign dan jalan sehingga jalur kereta api Besitang-Langsa mengalami amblas atau penurunan tanah dan tidak berfungsi atau tidak dapat terpakai,” jelasnya.

    Prasetyo diduga menerima fee melalui PPK terdakwa Akhmad Afif Setiawan yang saat masih dalam proses persidangan Pengadilan Tipikor sebesar Rp1,2 miliar dan dari PT WTJ sebesar Rp1,4 miliar. Untuk kerugian negara akibat perbuatan Prasetyo sekitar Rp1,1 triliun.

    “Akibat perbuatan saudara PB tersebut menyebabkan pembangunan jalan kereta api Besitang-Langsa tidak dapat difungsikan (total lost) sehingga menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp1.157.087.853.322,” ucapnya.

    Prasetyo pun ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejagung selama 20 hari ke depan. Dia dijerat Pasal 2 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 2020 tahun 2021 tentang perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

  • Duduk Perkara Mantan Dirjen Perkeretaapian Terjerat Kasus Korupsi Jalur Kereta Medan

    Duduk Perkara Mantan Dirjen Perkeretaapian Terjerat Kasus Korupsi Jalur Kereta Medan

    Jakarta, Beritasatu.com – Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, mengungkapkan duduk perkara kasus yang menjerat mantan Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan, Prasetyo Boeditjahjono. Ia terlibat dalam dugaan korupsi proyek pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa, yang berlangsung dari 2017 hingga 2023.

    “Kami ingin menyampaikan perkembangan penyidikan terkait kegiatan pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa oleh Balai Teknik Perkeretaapian Medan,” kata Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, pada Minggu (3/11/2024).

    Prasetyo ditangkap di Hotel Asri, Sumedang. Penangkapan dilakukan oleh tim intelijen Kejaksaan Agung yang tergabung dalam satuan tugas bersama penyidik Jampidsus.

    “Penyidikan ini dilaksanakan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan nomor 55/2023 tanggal 4 Oktober 2023, dan sudah berlangsung selama satu tahun,” kata Qohar.

    Prasetyo Boeditjahjono menjabat sebagai direktur jenderal perkeretaapian pada Kementerian Perhubungan dari 2016 hingga 2017 dan terakhir sebagai ahli menteri bidang teknologi lingkungan dan energi.

    Dari 2017 hingga 2023, Balai Teknik Perkeretaapian Medan melaksanakan proyek pembangunan jalur kereta api Trans Sumatera, salah satunya adalah pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa. Proyek ini menghubungkan Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Aceh dengan total anggaran sebesar Rp 1,3 triliun yang bersumber dari Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).

    Selama pelaksanaan proyek, Prasetyo diduga memerintahkan kuasa pengguna anggaran, yaitu terdakwa NS S, untuk membagi pekerjaan konstruksi menjadi 11 paket dan memenangkan delapan perusahaan dalam proses tender, tanpa melengkapi dokumen teknis pengadaan yang disetujui oleh pejabat teknis. Metode penilaian kualifikasi pengadaan yang diterapkan juga bertentangan dengan regulasi pengadaan barang dan jasa.

    “Dari hasil investigasi, diketahui bahwa pembangunan jalur kereta api tersebut tidak didahului dengan studi kelayakan (feasibility study), dan tidak ada dokumen penetapan trase jalur kereta api yang dibuat oleh Menteri Perhubungan. Hal ini menyebabkan jalur kereta api Besitang-Langsa mengalami amblas dan tidak dapat berfungsi, yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 1,15 triliun,” kata Qohar.

    Berdasarkan alat bukti yang cukup, penyidik menetapkan Prasetyo Boeditjahjono sebagai tersangka dengan Surat Penetapan Tersangka nomor 62/2024. Ia akan ditahan di Rutan Salemba selama 20 hari ke depan berdasarkan Surat Perintah Penahanan nomor 52/2024.

    Prasetyo disangka melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021.

  • 2
                    
                        Soal Harga Jam Tangannya, Dirdik Jampidsus Kejagung Angkat Bicara
                        Nasional

    2 Soal Harga Jam Tangannya, Dirdik Jampidsus Kejagung Angkat Bicara Nasional

    Soal Harga Jam Tangannya, Dirdik Jampidsus Kejagung Angkat Bicara
    Editor
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung
    Abdul Qohar
    angkat bicara mengenai harga jam tangannya yang saat ini menjadi polemik di masyarakat.
    “Ini jam tangan saya, yang saya pakai ini, sudah saya beli sejak lima tahun yang lalu dan selalu saya pakai, termasuk kawan-kawan (awak media) selalu meliput konferensi pers dengan saya, lihat juga ‘kan? Saya juga bertanya, kenapa baru sekarang ditanya? ‘Kan gitu,” kata Qohar di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Minggu (4/11/2024).
    Qohar mengungkapkan bahwa dirinya membeli jam tangan analog itu seharga Rp 4 juta di pasar sebelum dirinya menjabat sebagai Dirdik Jampidsus.
    Ia juga mengaku tidak tahu merek jam tangannya.
    “Saya tidak pernah punya jam tangan mahal, apalagi jam mewah. Ini saya enggak tahu mereknya apa,” ucapnya.
    Qohar pun menyayangkan bahwa jam tangannya menjadi polemik di tengah masyarakat lantaran disebut mirip dengan jam tangan mewah dengan harga mencapai miliaran rupiah.
    “Saya bisa luruskan, ya. Jadi, jam tangan saya ini lima tahun yang lalu harganya Rp 4 juta. Kalau kurang yakin, panggil ahli jam, periksa bersama-sama,” ujarnya.
    Adapun jam tangan yang dikenakan oleh Dirdik Abdul Qohar pada beberapa konferensi pers menjadi perdebatan di tengah masyarakat, khususnya di media sosial.
    Warganet menduga bahwa jam tangan yang dikenakan Qohar bermerek Audemars Piguet dan diperkirakan harganya mencapai Rp 1 miliar.
    Laporan Hasil Kekayaan Penyelenggaraan Negara (LHKPN) Qohar pun jadi sorotan.
    Berdasarkan LHKPN yang dilaporkan terakhir per tanggal 31 Januari 2024, total harta kekayaan Qohar adalah sebesar Rp 5,6 miliar dan jam tangan tersebut tidak dimasukkan daftar harta kekayaannya.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Dirdik Jampidsus Kejagung Abdul Qohar Sebut Jam Tangan Miliknya Seharga Rp4 Juta pada 5 Tahun Lalu

    Dirdik Jampidsus Kejagung Abdul Qohar Sebut Jam Tangan Miliknya Seharga Rp4 Juta pada 5 Tahun Lalu

    GELORA.CO – Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung), Abdul Qohar, mengklaim jam tangan yang dipakainya tidak mewah, hanya seharga Rp4 juta yang dibelinya 5 tahun yang lalu.

    Hal itu disampaikan langsung Abdul Qohar merespons pertanyaan wartawan atas sorotan berbagai pihak yang menyebut bahwa dirinya menggunakan jam tangan mewah.

    Awalnya, Abdul Qohar mengaku hanya ingin konsentrasi terhadap berbagai penyidikan yang ditangani Jampidsus Kejagung. Namun, dirinya mengaku harus meluruskan isu yang beredar terhadap dirinya.

    “Jadi jam tangan saya, ini yang saya pakai, ini sudah saya beli sejak 5 tahun yang lalu, dan selalu saya pakai, termasuk kawan-kawan selalu meliput konpers dengan saya kan lihat juga kan?” kata Abdul Qohar kepada wartawan di Kejagung, Jakarta, Minggu malam, 3 November 2024.

    Abdul Qohar pun mengaku merasa heran karena pemakaian jamnya baru dipertanyakan saat ini. Karena katanya, jam tangan yang dipakainya sudah dari 5 tahun yang lalu.

    “Kenapa saya bilang ini sudah lama, ini bautnya sudah hilang ini 2 ini, biar dilihat ini kan. Ini harganya hanya Rp4 juta. Bagi saya, Rp4 juta sudah mahal lah ya. Tetapi, ini disandingkan, disejajarkan, kalau saya lihat di medsos itu kan jam tangan yang mewah dan ada merah-merahnya itu ya, ada merah-merahnya terus kalepnya ini bukan karet, opo itu, kulit. Terus ada harganya ada yang bilang Rp850 juta, ada yang bilang lagi Rp1,2 miliar, ada yang bilang lagi Rp1,4 (miliar), ada yang bilang lagi Rp2 miliar. Itu yang saya lihat banyak di medsos,” jelas Abdul Qohar.

    Abdul Qohar pun menantang siapapun untuk memanggil ahli jam untuk melakukan pengecekan kebenaran pernyataannya tersebut.

    “Jadi bukan pada saat saya jadi Dirdik ini dibeli, tidak, tidak. Ini loh temen saya Pak Anton tadi saya suruh beli juga, Ton ini ada teman wartawan butuh diklarifikasi, saya yakin ditanyakan itu. ‘Terus gimana pak?’. Coba kamu beli, untuk yakinkan kawan-kawan. Nah ini coba tunjukan Pak Anton, kalau sekarang sudah naik, ya kan karena udah 5 tahun,” terang Abdul Qohar.

    Abdul Qohar pun kembali menegaskan bahwa dirinya tidak pernah memiliki jam mewah. Akan tetapi, Abdul Qohar mengaku tidak mengetahui merek jam yang dibelinya di pasar pada 5 tahun lalu.

    “Jadi, sekali lagi, saya tidak pernah punya jam mahal, apalagi jam mewah. Wah ini saya nggak tahu mereknya apa, saya tuh sampeyan tanya mereknya apa Pak Dirdik? saya gak tau, karena jujur saja, saya ini baru dengar ini 2 hari ini, saya juga kaget, tapi enggak apa-apa, hikmahnya saya jadi terkenal kan. ini belinya di pasar, cuman sudah 5 tahun ya mas,” tutur Abdul Qohar.

    Meski begitu, Abdul Qohar mengaku siap jika dirinya dimintai klarifikasi terkait penyerahan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang disebut tidak sesuai.

    “Ya kalau ditanyakan ya kita jawab, gitu ya,” pungkasnya.

  • Kejagung Periksa Tom Lembong soal Tugas dan Kegiatan Mendag
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        4 November 2024

    Kejagung Periksa Tom Lembong soal Tugas dan Kegiatan Mendag Nasional 4 November 2024

    Kejagung Periksa Tom Lembong soal Tugas dan Kegiatan Mendag
    Tim Redaksi
    J
    AKARTA, KOMPAS.com

    Kejaksaan Agung
    (Kejagung) mengaku sudah menggali keterangan Thomas Trikasih Lembong atau
    Tom Lembong
    soal tugas, fungsi serta kegiatannya selama menjabat
    Menteri Perdagangan
    (Mendag).
    Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar menjelaskan bahwa materi tersebut digali penyidik saat memerika Tom Lembong pada Jumat (1/11/2024) lalu.
    “Untuk Pak Tom Lembong kemarin hari jumat telah dilakukan pemeriksaan dan yang bersangkutan kita mintai keterangan. Utamanya terkait tugas fungsi, kaitannya terkait kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada saat beliau menjabat,” ujard Qohar kepada wartawan, Minggu (3/11/2024).
    Menurut Qohar, penyidik akan kembali memeriksa Tom Lembong jika merasa perlu menggali keterangan lain soal dugaan korupsi yang menjeratnya.
    Namun, dia belum dapat memastikan apakah penyidik masih perlu menggali keterangan tambahan dari mantan
    menteri perdagangan
    itu.
    “Kita lihat urgensinya ketika penyidik masih membutuhkan keterangannya, maka kita akan kita undang. Begitu juga sebaliknya, apabila penyidik menyatakan bahwa keterangan sudah cukup, tentu tidak kami panggil lagi,” kata Qohar.
    Untuk itu, Qohar mengimbau semua pihak agar menghormati proses hukum yang sedang berjalan.
    Dia juga menegaskan bahwa asas praduga tidak bersalah tetap diterapkan sampai ada putusan pengadilan.
    “Bagaimana proses berikutnya? Saya minta kita hormati bersama sama asas praduga tidak bersalah. Kita ikuti nanti sama-sama di sidang pengadilan, bagaimana pelaksanaannya dan apakah keputusannya,” ucap Qohar.
    Dalam kesempatan itu, Qohar juga mempersilakan pihak Tom Lembong yang berencana mengajukan praperadilan atas penetapan tersangka oleh Kejagung.
    “Yang pasti nanti penyidik akan mengikuti, karena itu haknya beliau haknya yang bersangkutan, haknya penasehat hukum, sehingga kita pasti mengikuti ya,” kata dia.
    Untuk diketahui, Tom Lembong ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait impor gula.
    Kejagung menilai, Tom Lembong bersalah karena membuka keran impor gula kristal putih ketika stok gula di dalam negeri mencukupi.
    Izin impor itu diberikan kepada pihak swasta, yakni PT AP, sedangkan Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 527 Tahun 2004 mengatur bahwa hanya BUMN yang boleh mengimpor gula kristal putih.
    Kejagung menduga, perbuatan Tom Lembong itu menyebabkan kerugian negara senilai Rp 400 miliar. 
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Dirdik Jampidsus Kejagung Bantah Harga Jam Tangannya Rp1 Miliar Lebih – Page 3

    Dirdik Jampidsus Kejagung Bantah Harga Jam Tangannya Rp1 Miliar Lebih – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Direktur Penyidikan Jaksa Agung Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar menjadi sorotan publik lantaran mengenakan jam tangan yang diklaim netizen sebagai barang mahal. Secara langsung, dia membantah memiliki jam tangan mewah.

    “Jadi jam tangan saya, ini yang saya pakai ini, nah ini saya pakai ini ya. Ini sudah saya beli sejak 5 tahun yang lalu dan selalu saya pakai. Termasuk kawan-kawan selalu meliput konpers dengan saya kan lihat juga kan? Nah tapi saya juga bertanya, kenapa kok baru sekarang ditanya? Kan gitu,” tutur Abdul Qohar di Kejagung, Jakarta Selatan, Minggu (3/11/2024).

    “Kenapa saya bilang ini udah lama, ini bautnya sudah hilang ini dua ini, biar dilihat ini kan. Ini harganya hanya Rp4 juta rupiah. Bagi saya, Rp4 juta sudah mahal lah ya,” sambungnya.

    Qohar mengaku hanya ingin berkonsentrasi dalam berbagai penyidikan yang ditangani oleh Jampidsus Kejagung lantaran banyak sekali perkara besar dan menjadi perhatian masyarakat. Namun belakangan, malah timbul pembahasan jam tangan yang dipakainya, bahkan harganya diklaim fantastis yakni mencapai Rp1 miliar lebih.

    “Ini disandingkan, disejajarkan, kalau saya lihat di medsos itu kan jam tangan yang mewah dan ada merah-merahnya itu ya kan. Ada merah-merahnya, terus kalepnya (strap), kalepnya ini bukan karet, opo itu, kulit. Terus ada harganya, ada yang bilang Rp850 juta, ada yang bilang lagi Rp1,2 miliar. ada yang bilang lagi Rp1,4 miliar, ada yang bilang lagi Rp2 miliar,” jelas dia.

    Qohar pun berterima kasih kepada wartawan yang secara langsung mengonfirmasi soal jam tangan mahal. Bahkan, dia mengantisipasi kabar fitnah itu dengan meminta rekannya sesama jaksa untuk membeli jam tangan yang serupa dengannya, untuk langsung bersama-sama dipamerkan ke wartawan.

    “Jadi jam tangan saya ini 5 tahun yang lalu harganya Rp4 juta. Kalau kurang yakin panggil ahli jam, periksa bersama-sama betul enggak, gitu ya,” kata dia.

    Menerima suap dan gratifikasi, tiga Hakim Pengadilan Negeri Surabaya ditangkap Penyidik Kejaksaan Agung. Gratifikasi diduga terkait kasus vonis bebas terdakwa pembunuhan Gregorius Ronald Tannur.