Kementrian Lembaga: Kejagung

  • BREAKING NEWS! Kejagung Tangkap Bos Sriwijaya Air Hendry Lie

    BREAKING NEWS! Kejagung Tangkap Bos Sriwijaya Air Hendry Lie

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menangkap bos maskapai penerbangan Sriwijaya Air Hendry Lie di kasus dugaan korupsi tata niaga timah di IUP PT Timah Tbk. (TINS) periode 2015-2022.

    Berdasarkan pantauan Bisnis di lokasi, Hendry tiba dengan mobil tahanan Kejagung sekitar 23.14 WIB. Dia dikawal oleh pihak Kejagung dan digiring ke Gedung Kartika Kejagung.

    Hendry nampak mengenakan kemeja pink lengkap dengan borgol ditangannya usai dijemput oleh tim dari Kejagung.

    Sebelum ditahan, Kapuspenkum Kejagung RI, Harli Siregar menyatakan bahwa Hendry sempat dirawat akibat penyakitnya di Singapura.

    “Kan belum dilakukan penahanan, karena sakit [dirawat di Singapura] dan sakit itu kan sudah ada pemberitahuan dari kuasanya,” ujar Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar beberapa waktu lalu.

    Sebagai informasi, Hendry Lie ditetapkan sebagai tersangka kasus tata niaga timah pada Jumat (26/4/2024). Selain Hendry, bos Sriwijaya Air lainnya, yakni Fandy Lingga turut menjadi tersangka kasus timah.

    Dalam kasus timah, Hendry Lie merupakan beneficiary owner dan Fandy Lingga (FL) sebagai mareting di PT Tinindo Internusa (TIN).

    Keduannya diduga berperan dalam pengkondisian pembiayaan kerja sama penyewaan alat peleburan timah. Terlebih, agar seolah-olah aktivitas tambang itu ilegal, keduanya membentuk dua perusahaan ‘boneka’.

    Adapun, dalam sidang dakwaan terhadap tiga tersangka kasus timah di PN Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (31/7/2024). Jaksa Penuntut Umum (JPU) menduga Hendry Lie turut menerima uang korupsi sebesar Rp1,05 triliun.

    “Memperkaya Hendry Lie melalui PT Tinindo Internusa setidak tidaknya Rp1.059.577.589.599,19,” dalam dakwaan yang dibacakan JPU.

  • Kejagung Tangkap Tersangka Kasus Timah Hendry Lie

    Kejagung Tangkap Tersangka Kasus Timah Hendry Lie

    Jakarta

    Kejaksaan Agung (Kejagung) akhirnya menangkap tersangka kasus korupsi komoditas timah, Hendry Lie. Hendry sebelumnya berada di Singapura untuk berobat.

    Pantauan detikcom Senin (18/11/2024) Hendry Lie tiba di Kejagung, Jakarta Selatan sekira pukul 23.13 WIB. Dia keluar dari mobil tahanan.

    Hendry Lie kemudian digiring jaksa ke Gedung Kejagung. Belum ada sepatah kata pun yang terucap dari Hendry.

    Hendry diketahui merupakan pihak swasta di kasus korupsi timah yakni selaku Beneficiary Owner PT TIN. Dia telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini sejak bulan April lalu.

    Hendry Lie mangkir setiap kali Kejagung menjadwalkan pemanggilan. Hendry Lie selama ini berdalih masih berada di Singapura untuk berobat, sehingga tak dapat memenuhi panggilan penyidik.

    “Belum dilakukan penahanan, karena sakit dan sakit itu kan sudah ada pemberitahuan dari kuasanya,” kata Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar kepada wartawan di Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (30/9) lalu.

    Total kerugian dalam kasus ini senilai Rp 300 triliun. Sebagian kerugian disebabkan oleh rusaknya ekosistem. Berikut daftar 23 tersangka dalam kasus korupsi timah:

    Tersangka Perintangan Penyidikan:

    Tersangka Pokok Perkara:

    2. Suwito Gunawan (SG) selaku Komisaris PT SIP atau perusahaan tambang di Pangkalpinang, Bangka Belitung
    3. MB Gunawan (MBG) selaku Direktur PT SIP
    4. Tamron alias Aon (TN) selaku beneficial owner atau pemilik keuntungan dari CV VIP
    5. Hasan Tjhie (HT) selaku Direktur Utama CV VIP
    6. Kwang Yung alias Buyung (BY) selaku mantan Komisaris CV VIP
    7. Achmad Albani (AA) selaku Manajer Operasional Tambang CV VIP
    8. Robert Indarto (RI) selaku Direktur Utama PT SBS
    9. Rosalina (RL) selaku General Manager PT TIN
    10. Suparta (SP) selaku Direktur Utama PT RBT
    11. Reza Andriansyah (RA) selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT
    12. Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (MRPT) selaku Direktur Utama PT Timah 2016-2011
    13. Emil Ermindra (EE) selaku Direktur Keuangan PT Timah 2017-2018
    14. Alwin Akbar (ALW) selaku mantan Direktur Operasional dan mantan Direktur Pengembangan Usaha PT Timah
    15. Helena Lim (HLN) selaku Manajer PT QSE
    16. Harvey Moeis (HM) selaku perpanjangan tangan dari PT RBT
    17. Hendry Lie (HL) selaku beneficial owner atau pemilik manfaat PT TIN
    18. Fandy Lie (FL) selaku marketing PT TIN sekaligus adik Hendry Lie
    19. Suranto Wibowo (SW) selaku Kepala Dinas ESDM Bangka Belitung 2015-2019
    20. Rusbani (BN) selaku Plt Kepala Dinas ESDM Bangka Belitung Maret 2019
    21. Amir Syahbana (AS) selaku Plt Kepala Dinas ESDM Bangka Belitung
    22. Bambang Gatot Ariyono, mantan Dirjen Minerba Kementerian ESDM periode 2015-2022,
    23. Supianto (SPT), mantan Plt Kepala Dinas Energi Sumberdaya Daya Mineral (ESDM) Bangka Belitung(Babel)

    (whn/idn)

  • Jaksa Laporkan Jaksa di Sumut, Berawal Tuduhan Mobil Dinas Dipakai Pacaran hingga Berujung Pemecatan

    Jaksa Laporkan Jaksa di Sumut, Berawal Tuduhan Mobil Dinas Dipakai Pacaran hingga Berujung Pemecatan

    TRIBUNJAKARTA.COM – Kasus yang melibatkan seorang jaksa muda, Jovi Andrea Bachtiar (28) di Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, menarik perhatian publik.

    Jovi harus menjalani proses hukum dan dijebloskan ke sel tahanan, lantaran rekan kerjanya sesama jaksa melaporkan Jovi ke polisi.

    Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Padangsidimpuan, Selasa (12/11/2024), JPU menilai Jovi menyebarkan informasi yang melanggar kesusilaan di media sosial. Ia kemudian dituntut dua tahun penjara. 

    Kasus ini kemudian viral di media sosial, di mana Jovi menyebut dirinya dikriminalisasi.

    Kasus jaksa laporkan jaksa ini tampaknya asing di telinga, bagaimana bisa seorang jaksa melaporkan rekannya yang sesama jaksa?

    Bermula dari Postingan Medsos

    Pada Selasa, 14 Mei 2024, Nella Marsela, seorang jaksa di Kejaksaan Negeri Tapsel sekaligus rekan Jovi, menerima tangkapan layar unggahan dari akun Instagram Jovi yang dikirim oleh Nova Arimbi Parinduri, staf di bagian pidana umum Kejari Tapsel.

    Dalam tangkapan layar akun Instagram Jovi, tertulis ajakan kepada lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan pegiat korupsi di Tapsel dan Kota Padangsidimpuan, apabila melihat Nella Marsela (disertai foto Nella) mengendarai mobil dinas Mitsubishi Pajero Sport dan Toyota Innova kepala Kejari Tapsel digunakan untuk pacaran dan keperluan pribadi, supaya mengirimkan informasinya ke Jovi.

    Kiriman dari masyarakat itu nantinya akan disampaikan kepada Jaksa Agung Muda bidang pengawasan.

    “Pacaran apalagi sampai mau berhubungan badan atau kencan turu alias Kentu itu urusan masing-masing. Namun apabila untuk bertemu pacar alias pacaran menggunakan mobil dinas kepala kejaksaan negeri, maka itu melanggar perintah jaksa Agung,”ungkap Kapolres Tapanuli Selatan AKBP Yasir Ahmadi  menirukan.

    Merasa tak terima, Nella menyurati Kajari Tapsel selaku atasannya dan meminta petunjuk.

    Nella mendapat arahan dari Kajari Tapsel, Siti Holija Harahap, bahwa permasalahan ini diserahkan sepenuhnya kepada Nella Marsela karena urusan pribadi.

    Jovi Andrea Bachtiar dan Kajari Tapsel, Siti Holija.

    Pada 25 Mei 2024, Nella resmi membuat laporan ke Polres Tapanuli Selatan.

    Pada 19 Juni 2024, rupanya Nella kembali melihat unggahan Jovi di akun Tiktok seperti yang diunggah di Instagram.

    Akun itu menandai akun lain, bertujuan agar postingan tersebut diketahui publik.

    Postingan tersebut kembali memuat foto-foto saksi, dengan narasi yang dianggap melanggar norma kesusilaan, termasuk penggunaan kata-kata vulgar dan tuduhan merendahkan individu yang dimaksud.

    Kasus Disidangkan

    Kasus tersebut kemudian bergulir ke meja hijau hingga pada 14 Mei, Jovi menjalani sidang tuntutan.

    JPU Kejari Tapsel menuntut pidana penjara selama dua tahun terhadap Jovi.

    Dia dinilai melakukan penyebaran informasi yang melanggar kesusilaan melalui akun media sosial miliknya.

    “Ya, terdakwa dituntut dengan pidana penjara selama dua tahun dan denda Rp 100 juta subsider enam bulan kurungan,” kata Kasi Intelijen Kejari Tapsel Obrika Yandi Simbolon

    JPU menilai perbuatan terdakwa melanggar Pasal 45 ayat (4) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), sebagaimana dakwaan kedua penuntut umum.

    Dalam kasus ini, Obrika berharap agar masyarakat melihat secara utuh dan tidak sepotong-sepotong seperti yang diunggah terdakwa di media sosial.

    “Kejaksaan tidak pernah mengkriminalisasi pegawainya, melainkan dia (terdakwa) sendiri yang mengkriminalisasikan dirinya karena perbuatannya,” jelasnya.

    Obrika menyebut terdakwa mencoba membelokkan isu dari yang sebenarnya sehingga masyarakat terpecah pendapatnya di sosial media.

    “Ada dua persoalan yang dihadapi terdakwa, yakni pidana dan disiplin ASN. Perbuatan ini bersifat personal yang bersangkutan dengan korban dan tidak terkait dengan institusi tetapi oleh yang bersangkutan digunakan isu soal mobil dinas,” jelasnya.

    Obrika menambahkan, selama ini sudah dilakukan upaya pembinaan dan mediasi, tetapi Jovi justru selalu mengalihkan isu dengan topik-topik lain di media sosialnya.

    “Seolah-olah yang bersangkutan adalah pendekar hukum dan kebenaran,” ujarnya.

    Persidangan selanjutnya dijadwalkan kembali digelar pada Senin (18/11/2024), dengan agenda pembacaan nota pembelaan atau pleidoi dari terdakwa

    Usulan Pemecatan

    Kejaksaan Agung kemudian mengusulkan pemecatan terhadap Jovi.

    Sebelum melaporkan Jovi ke polisi, Nella juga disebut-sebut telah meminta Jovi untuk meminta maaf karena menyebarkan narasi menyesatkan tentang dirinya, yakni memakai mobil dinas untuk berpacaran.

    “Unggahan tersebut merupakan kata-kata yang tidak senonoh, menuduh korban menggunakan mobil dinas Kajari Tapsel untuk berhubungan badan atau bersetubuh dengan pacar korban. Padahal, itu hanya rekayasa dan akal-akalan yang bersangkutan,” terang Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Harli Siregar.

    Sayangnya Jovi disebut tidak kunjung meminta maaf sehingga dilaporkan oleh Nella ke Polres Tapsel dan dijerat dengan UU ITE. 

    Di sisi lain, pemecatan Jovi dari pekerjaannya sebagai jaksa juga karena pelanggaran administratif berat yang dilakukannya, yaitu akumulasi 29 hari tidak masuk kantor tanpa alasan yang sah atau jelas.

    “Dan saat ini sedang diusulkan untuk pemberhentian dengan hormat tanpa permintaan sendiri. Karena itu sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 94 tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil,” kata Harli, Minggu (17/11/2024).

    “Kenapa? Karena dia juga tidak pernah masuk 29 kali secara akumulasi,” tambahnya.

    Sosok Nella Marsella. Sosok yang Melaporkan Jovi ke Polisi

    Beberapa sumber mengklaim Nella Marsella merupakan jaksa penjaga tahanan yang juga diberdayakan membantu Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Tapsel. Namun, sumber lainnya menyebutkan, Nella Marsella disebut sebagai pegawai tata usaha Kejari Tapsel.

    Pada Senin (26/8/2024) lalu, di hadapan para wartawan didampingi Kapolres Tapsel AKBP Yasir Ahmadi, Nella Marsela (NM) menjelaskan, fitnah atau tuduhan tersebut pertama kali diterima dirinya melalui pesan WhatsApp yang dikirimkan rekannya seorang staf di bagian pidana umum Kejari Tapsel.

    Tuduhan ini diperparah dengan bahasa kasar yang menuduh NM melakukan tindakan tidak senonoh, hingga memicu perasaan malu dan tertekan yang mendalam pada dirinya dan keluarganya.

    “Saya sangat dirugikan atas postingan Bang Jovi terhadap saya. Kemarin juga sudah dilakukan mediasi antara saya dan Bang Jovi, tetapi pihak keluarga saya tidak terima,” ucap NM terisak di hadapan wartawan pada Agustus lalu.

    Tak hanya di Instagram, ternyata Jaksa Jovi juga memposting tuduhan serupa di akun TikTok-nya, dengan narasi yang lebih kasar dan menyudutkan.

    “Pacaran pakai kendaraan sendiri, jangan pakai kendaraan dinas apalagi mobil dinas pimpinan!” tulis Jovi di TikTok.

    NM berharap agar kasus ini tidak hanya berhenti di meja kepolisian, tetapi juga menjadi pelajaran bagi siapapun yang dengan mudahnya menyebarkan fitnah di dunia maya (medsos).

    “Saya dikatakan ani-ani (simpanan pria tua hidung belang) atas postingan tersebut, saya dikatakan simpanan atas postingan Bang Jovi tersebut dan banyak kerugian lainnya,” ungkapnya.

    “Seperti kedua orang tua saya kecewa melihat postingan tersebut. Saya mohon tetap akan dilanjutkan (proses hukum),” pinta Nella Marsela sambil mengusap air mata.

    Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

    *)artikel ini dibuat dengan bantuan AI

  • Kejagung Tak Periksa Mendag Lain, Kubu Tom Lembong: Upaya Kriminalisasi

    Kejagung Tak Periksa Mendag Lain, Kubu Tom Lembong: Upaya Kriminalisasi

    Bisnis.com, JAKARTA — Kuasa hukum menyatakan ada upaya kriminalisasi terhadap Tom Lembong dalam perkara dugaan korupsi importasi gula.

    Kuasa Hukum Tom Lembong, Dodi S Abdulkadir mengatakan seharusnya penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa sejumlah eks Mendag sebelum hingga sesudah Tom Lembong.

    Pasalnya, kata Dodi, objek penyidikan perkara yang membuat Tom Lembong menjadi tersangka yakni pada 2015-2024.

    “Pemohon sudah tidak menjabat sebagai menteri perdagangan sejak tanggal 27 juli 2016, sehingga menteri perdagangan lain juga harus diperiksa dalam perkara ini,” ujarnya dalam sidang praperadilan PN Jaksel, Senin (18/11/2024).

    Perlu diketahui, mantan Mendag sebelum dan sesudah Tom Lembong yaitu Rachmad Gobel (2014-2015), Enggartiasto Lukita (2016-2019), Agus Suparmanto (2019-2020), Muhammad Lutfi (2020-2022); Zulkifli Hasan (2022-2024).

    Dengan demikian, Dodi menilai bahwa tidak diperiksanya lima mantan Mendag itu telah menumbuhkan kecurigaan tindakan kesewenang-wenangan dan kriminalisasi terhadap kliennya.

    “Bahwa dengan tidak adanya pemeriksaan yang dilakukan termohon terhadap 5 Menteri Perdagangan lainnya, hal ini telah membuktikan adanya tindakan kesewenang-wenangan dan upaya kriminalisasi terhadap pemohon,” pungkasnya.

    Sebagai informasi, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Tom Lembong kasus dugaan korupsi izin persetujuan impor gula 2015-2016. Kasus itu diduga menimbulkan kerugian keuangan negara sekitar Rp400 miliar. 

    Berdasarkan perannya, Tom diduga memberikan penugasan kepada perusahaan swasta untuk mengimpor gula kristal mentah yang kemudian menjadi gula kristal putih pada 2015. 

    Hanya saja, kala itu Indonesia tengah mengalami surplus gula sehingga tidak memerlukan impor.

    Pada 2016, izin impor gula juga dikeluarkan Tom ditujukan untuk menstabilkan harga gula yang melambung tinggi karena kelangkaan saat itu. Namun, Tom diduga menyalahi sejumlah aturan atas pemberian izin tersebut.

  • Tak Temukan Pelanggaran, MA Tutup Penyelidikan Hakim yang Tangani Kasasi Ronald Tannur – Page 3

    Tak Temukan Pelanggaran, MA Tutup Penyelidikan Hakim yang Tangani Kasasi Ronald Tannur – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Juru Bicara Mahkamah Agung (MA), Yanto membeberkan hasil penyelidikan terkait dugaan suap ke majelis hakim kasasi yang dilayangkan terdakwa kasus pembunuhan Ronald Tannur.

    Hal ini menindaklanjuti fakta yang menyebut bahwa mantan petinggi MA, Zarof Ricar yang terjerat skandal ‘makelar kasus’ sempat bertemu dengan ketua majelis kasasi, Soesilo yang menangani perkara Ronald Tannur.

    “Dari pemeriksaan tersebut ditemukan fakta hanya Hakim Agung S yang pernah bertemu dengan ZR, ” kata Yanto dalam keterangannya, Senin (18/11/2024).

    Yanto menyampaikan, pertemuan Zarof dan Soesilo terjadi saat acara pengukuhan salah satu guru besar di Universitas Negeri Makassar (UNM) pada 27 September 2024. Adapun, kapasitas keduanya hadir dalam acara tersebut adalah sebagai tamu undangan. Pertemuan itu juga sifatnya insidental dan berlangsung singkat.

    Yanto mengatakan, Zarof Ricar mengakui sempat menyinggung masalah kasus Ronald Tannur tetapi tidak ditanggapi oleh Hakim Agung Soesilo. Yanto menegaskan, pertemuan hanya terjadi sekali.

    “Tidak ada fakta pertemuan lain selain pertemuan di UNM tersebut,” ujar dia.

    Sementara itu, dua hakim lainnya yakni Ainal Mardhiah dan Sutarjo menyatakan tidak mengenal Zarof Ricar. Mereka berdua juga menyampaikan tidak pernah bertemu dengan mantan pejabat MA yang kini telah ditahan penyidik Kejaksaan Agung tersebut.

     

  • Kuasa Hukum Tom Lembong: Jokowi Tak Pernah Protes Izin Impor Gula

    Kuasa Hukum Tom Lembong: Jokowi Tak Pernah Protes Izin Impor Gula

    Bisnis.com, JAKARTA — Kuasa hukum menyatakan tak pernah ada teguran dari Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) saat mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong mengeluarkan kebijakan importasi gula pada 2015-2016.

    Kuasa Hukum Tom Lembong, Zaid Mushafi menekankan bahwa kliennya mengeluarkan kebijakan importasi gula saat menjadi Menteri Perdagangan karena untuk kepentingan masyarakat.

    “Faktanya selama menjabat sebagai Menteri Perdagangan, pemohon [Tom] tidak pernah mendapat teguran dari Presiden [Jokowi] yang menjabat saat itu,” ujarnya dalam sidang praperadilan di PN Jakarta Selatan, Senin (18/11/2024).

    Zaid menyampaikan tindakan kliennya saat memberikan izin importasi gula itu bahkan diafirmasi oleh orang nomor satu di Indonesia saat Tom menjabat sebagai Mendag.

    Alhasil, Zaid menilai bahwa kebijakan yang dikeluarkan Tom soal impor Gula ini terdapat juga andil Joko Widodo.

    “Dengan demikian tindakan pemohon sebagai Menteri Perdagangan telah diafirmasi oleh Presiden selaku Kepala Negara dan merupakan pimpinan pemohon, oleh karenanya telah beralih sepenuhnya menjadi tanggung jawab Presiden,” pungkasnya.

    Sebagai informasi, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Tom Lembong kasus dugaan korupsi izin persetujuan impor gula 2015-2016. Kasus itu diduga menimbulkan kerugian keuangan negara sekitar Rp400 miliar. 

    Berdasarkan perannya, Tom diduga memberikan penugasan kepada perusahaan swasta untuk mengimpor gula kristal mentah yang kemudian menjadi gula kristal putih pada 2015. Hanya saja, kala itu Indonesia tengah mengalami surplus gula sehingga tidak memerlukan impor.

    Pada 2016, izin impor gula juga dikeluarkan Tom ditujukan untuk menstabilkan harga gula yang melambung tinggi karena kelangkaan saat itu. Namun, Tom diduga menyalahi sejumlah aturan atas pemberian izin tersebut.

  • Tom Lembong Tidak Pernah Ditegur Jokowi Saat Impor Gula

    Tom Lembong Tidak Pernah Ditegur Jokowi Saat Impor Gula

    Jakarta, Beritasatu – Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong disebut tidak pernah ditegur oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat menjabat sebagai menteri perdagangan era 2015-2016, bahkan ketika membuat kebijakan impor gula.

    Hal ini disampaikan kuasa hukum Tom Lembong, Zaid Mushafi dalam sidang perdana gugatan praperadilan yang diajukan Tom Lembong penetapannya sebagai tersangka oleh penyidik Kejaksaan Agung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (18/11/2024).

    “Pada faktanya selama menjabat sebagai menteri perdagangan, pemohon tidak pernah mendapat teguran dari presiden (Jokowi) yang menjabat saat itu,” katanya.

    Zaid menegaskan, tindakan Tom Lembong sebagai menteri perdagangan saat mengeluarkan kebijakan importasi gula telah diafirmasi sehingga sudah menjadi tanggung jawab presiden dalam setiap keputusan.

    “Tindakan pemohon sebagai menteri perdagangan telah diafirmasi oleh presiden selaku kepala negara dan merupakan pimpinan pemohon. Oleh karenanya telah beralih sepenuhnya menjadi tanggung jawab presiden,” ujar Zaid.

    Dengan demikian, Zaid menegaskan penetapan pemohon sebagai tersangka adalah tidak sah, karena tidak terdapat bukti permulaan cukup sebagaimana disyaratkan dalam Pasal 1 angka 14 KUHAP dan Putusan MK RI Nomor 21/PUU-XII/2014.

    Adapun pernyataan termohon, lanjut dia, terkait telah terjadi kerugian negara sebesar Rp 400 miliar tanpa didasarkan hasil audit BPK RI merupakan perbuatan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power), serta bentuk kriminalisasi terhadap Tom Lembong.

    Pengadilan Negeri Jakarta Selatan akan menggelar sidang lanjutan dengan agenda eksepsi atau sanggahan tergugat pada Selasa (19/11/2024), kemudian penyerahan bukti pada Rabu (20/11/2024), dan menghadirkan saksi ahli pada Kamis (21/11/2024).

    Tom Lembong mengajukan gugatan praperadilan setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung dalam kasus dugaan korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan periode 2015-2016.

    Kejagung menyatakan Tom Lembong menandatangani surat penugasan kepada PT PPI yang pada intinya menugaskan perusahaan tersebut untuk memenuhi stok gula nasional dan stabilisasi harga, melalui kerja sama dengan produsen gula dalam negeri mengolah gula kristal mentah menjadi gula kristal putih sebanyak 300.000 ton.

    Kemudian PT PPI membuat perjanjian kerja sama dengan delapan perusahaan.

    Kejagung menyatakan seharusnya dalam rangka pemenuhan stok gula dan stabilisasi harga, yang diimpor adalah gula kristal putih secara langsung dan yang hanya dapat melakukan impor adalah Badan Usaha Milik Negara yakni PT PPI. Tetapi, dengan sepengetahuan dan persetujuan tersangka Tom Lembong, persetujuan impor gula kristal mentah itu ditandatangani.

  • Kuasa Hukum Beberkan Kejanggalan Penetapan Tersangka Tom Lembong: Pemeriksaan Super Cepat – Page 3

    Kuasa Hukum Beberkan Kejanggalan Penetapan Tersangka Tom Lembong: Pemeriksaan Super Cepat – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Tim kuasa hukum eks Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong) mengungkap sejumlah kejanggalan dalam proses penetapan kliennya sebagai tersangka kasus korupsi impor gula oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Salah satu yang disoroti adalah penerbitan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) oleh Kejagung pada 8 Oktober 2024.

    Kuasa hukum Tom Lembong, Dodi Abdulkadir, menilai penetapan kliennya sebagai tersangka berlangsung secara sangat cepat. Tom Lembong baru pertama kali diperiksa sebagai saksi pada 3 Oktober 2023, sementara kasus tersebut sempat mengendap selama satu tahun di tangan penyidik.

    “Pemeriksaan kepada pemohon dipercepat bahkan super cepat, setiap minggu. Pemeriksaan kedua dilakukan pada 16 Oktober 2024, pemeriksaan ketiga pada 22 Oktober 2024, dan pemeriksaan keempat pada 29 Oktober 2024, sekaligus menetapkan pemohon sebagai tersangka dan langsung dilakukan penahanan oleh termohon,” jelas Dodi dalam poin gugatan yang disampaikan di PN Jakarta Selatan, Senin (18/11/2024).

    Seharusnya, menurut Dodi, setelah Kejagung mengeluarkan Sprindik, mereka hanya memiliki waktu tujuh hari untuk menetapkan status tersangka dan melakukan penahanan.

    Namun, Sprindik tersebut baru diterima oleh Lembong pada 23 Oktober 2023, sementara Surat Perintah Dimulainya Penyelidikan (SPDP) baru dikeluarkan pada 29 Oktober 2024.

    “Dengan demikian TERMOHON telah terbukti melanggar prosedur Hukum Acara penetapan tersangka sebagaimana diatur dalam Putusan MKRI Nomor 130/PUU-XIII/2015. Hal ini merupakan bentuk tindakan sewenang-wenang, sehingga penetapan tersangka termohon harus dinyatakan tidak sah,” tegas Dodi.

     

    Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong tersandung kasus hukum. Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan mantan Menteri Perdagangan (Mendag) tersebut sebagai tersangka kasus korupsi komoditas gula yang terjadi di Kementerian Perdagangan periode 2015-2…

  • Pengacara Minta Kejagung Hadirkan Tom Lembong pada Sidang Praperadilan Kamis Depan – Page 3

    Pengacara Minta Kejagung Hadirkan Tom Lembong pada Sidang Praperadilan Kamis Depan – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Tim kuasa hukum mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong telah menyiapkan strategi untuk melawan Kejakasaan Agung (Kejagung) lewat sidang gugatan praperadilan atas penetapan tersangka dan penahanan terkait kasus korupsi impor gula di Kemnterian Perdagangan (Kemendag).

    Salah satunya, adalah dengan menghadirkan Tom Lembong secara langsung di muka sidang lanjutan gugatan praperadilan yang akan digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) pada Kamis 21 November 2024 mendatang.

    “Ya tadi sudah didengar, kami sudah meminta untuk Pak Tom lembong hadir ya dalam persidangan,” ujar Pengacara Tom Lembong, Ari Yusuf Amir usai sidang perdana gugatan praperadilan di PN Jakarta Selatan, Senin (18/11/2024).

    Namun hakim menyatakan tidak memiliki kewenangan menghadirkan Tom Lembong dan meminta tim penasihat hukum mantan Mendag itu berkoordinasi langsung dengan Kejagung. Ari mengkaku sudah mengirimkan surat kepada Kejagung agar kliennya dapat dihadirkan saat sidang lanjutan praperadilan Kamis mendatang.

    Selain Tom Lembong, Ari juga akan menghadirkan lima orang saksi ahli untuk menjelaskan bukit-bukti yang menyatakan bahwa penetapan tersangka yang dilakukan oleh Kejagung tidak sah. Seperti ahli perdagangan gula yang nanti akan menjelaskan soal surplus gula.

    Lalu ada juga saksi ahli administrasi, soal izin penandatanganan yang dijadikan dalih Kejagung dalam menetapkan Lembong sebagai tersangka kasus korupsi impor gula.

    “Kami akan menghadirkan ahli tentang hukum administrasi negara yang menjelaskan bahwa seorang menteri itu tidak menandatangani izin impor. Tapi yang menandatangani itu adalah dirjen, jadi hal-hal teknis itu dirjen, bukan menteri,” beber Ari.

    Lalu ada juga ahli keuangan negara untuk merumuskan soal kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi impor gula.

    “Nah tahapan-tahapan ini yang dilampaui, diloncat oleh kawan-kawan. Sehingga nanti kita bisa melihat bahwa pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan selama dua minggu menunggu persidangan ini, itu pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan kemudian,” katanya menandaskan.

     

  • Alasan MA Jamin Hakim Kasasi Kasus Ronald Tannur Bersih Pelanggaran Kode Etik

    Alasan MA Jamin Hakim Kasasi Kasus Ronald Tannur Bersih Pelanggaran Kode Etik

    Jakarta: Mahkamah Agung (MA) menegaskan bahwa majelis hakim yang menangani kasasi Gregorius Ronald Tannur tidak melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH). Kepastian itu diperoleh setelah dilakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap para hakim yang terlibat dalam perkara tersebut.

    “Dari pemeriksaan tidak ditemukan pelanggaran KEPPH yang dilakukan oleh Majelis Kasasi Perkara Nomor 1466/K/PID/2024, sehingga kasus dinyatakan ditutup,” ujar Juru Bicara MA, Yanto, di Gedung MA, Jakarta, Senin 18 November 2024.

    Baca juga: Profil Meirizka Widjaja: Ibu Ronald Tannur yang Ditangkap Karena Kasus Suap

    Pemeriksaan Intensif di Dua Lokasi
    Majelis hakim kasasi yang diperiksa terdiri dari Hakim Agung Soesilo sebagai Ketua Majelis, serta Ainal Mardhiah dan Sutarjo sebagai anggota. Yanto menjelaskan bahwa pemeriksaan dilakukan secara intensif mulai 4 hingga 12 November 2024 di dua tempat, yakni Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung.

    Pemeriksaan terhadap mantan pejabat MA, Zarof Ricar (ZR), dilaksanakan pada 4 November 2024 di Kejagung, Jakarta Selatan, dengan pendampingan dua jaksa dari Kejagung. “Sehingga apa yang ditanyakan oleh tim pemeriksa kepada ZR dan apa yang telah dijawab oleh ZR itu semua didengar, dilihat, dan diketahui oleh dua orang jaksa tersebut,” jelas Yanto.

    Pemeriksaan terhadap para hakim dan pihak terkait lainnya kemudian dilanjutkan pada 12 November 2024 di ruang sidang Ketua Kamar Pengawasan MA, Jakarta.
    Pertemuan Singkat Tidak Berpengaruh
    Yanto juga mengungkapkan bahwa ZR sempat bertemu dengan Hakim Agung Soesilo pada 27 September 2024 dalam acara pengukuhan Guru Besar di Universitas Negeri Makassar (UNM). Namun, Yanto memastikan bahwa pertemuan tersebut berlangsung singkat dan bersifat insidental.

    “Pada pertemuan insidental dan berlangsung singkat tersebut, ZR sempat menyinggung masalah kasus Ronald Tannur, tetapi tidak ditanggapi oleh Hakim Agung S,” tegasnya.

    Lebih lanjut, Yanto menyebutkan bahwa ZR tidak mengenal kedua hakim lainnya, yaitu Ainal Mardhiah dan Sutarjo, serta tidak pernah bertemu dengan mereka. “Adapun Hakim Agung A dan ST, tidak dikenal oleh ZR, dan tidak pernah bertemu dengan ZR,” ujarnya.
    Latar Belakang Kasus dan Kontroversi
    Kasus ini bermula dari vonis bebas yang diberikan majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya terhadap Ronald Tannur dalam kasus tewasnya Dini Sera pada Juli 2024. Vonis tersebut memicu kontroversi dan laporan ke Komisi Yudisial serta Badan Pengawasan MA. Jaksa kemudian mengajukan kasasi ke MA.

    Pada 22 Oktober 2024, MA mengabulkan kasasi jaksa dan menjatuhkan hukuman 5 tahun penjara kepada Ronald Tannur. Kasus ini semakin menjadi sorotan setelah Kejagung menetapkan tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya, pengacara Lisa Rahmat, Zarof Ricar, dan pihak lainnya sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi.

    Dari hasil pemeriksaan ini, MA menegaskan integritas para hakim kasasi tetap terjaga. Kasus Ronald Tannur kini memasuki babak baru, dengan perhatian publik yang terus mengawal proses hukum yang berlangsung.

    Jakarta: Mahkamah Agung (MA) menegaskan bahwa majelis hakim yang menangani kasasi Gregorius Ronald Tannur tidak melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH). Kepastian itu diperoleh setelah dilakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap para hakim yang terlibat dalam perkara tersebut.
     
    “Dari pemeriksaan tidak ditemukan pelanggaran KEPPH yang dilakukan oleh Majelis Kasasi Perkara Nomor 1466/K/PID/2024, sehingga kasus dinyatakan ditutup,” ujar Juru Bicara MA, Yanto, di Gedung MA, Jakarta, Senin 18 November 2024.
     
    Baca juga: Profil Meirizka Widjaja: Ibu Ronald Tannur yang Ditangkap Karena Kasus Suap

    Pemeriksaan Intensif di Dua Lokasi

    Majelis hakim kasasi yang diperiksa terdiri dari Hakim Agung Soesilo sebagai Ketua Majelis, serta Ainal Mardhiah dan Sutarjo sebagai anggota. Yanto menjelaskan bahwa pemeriksaan dilakukan secara intensif mulai 4 hingga 12 November 2024 di dua tempat, yakni Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung.
    Pemeriksaan terhadap mantan pejabat MA, Zarof Ricar (ZR), dilaksanakan pada 4 November 2024 di Kejagung, Jakarta Selatan, dengan pendampingan dua jaksa dari Kejagung. “Sehingga apa yang ditanyakan oleh tim pemeriksa kepada ZR dan apa yang telah dijawab oleh ZR itu semua didengar, dilihat, dan diketahui oleh dua orang jaksa tersebut,” jelas Yanto.
     
    Pemeriksaan terhadap para hakim dan pihak terkait lainnya kemudian dilanjutkan pada 12 November 2024 di ruang sidang Ketua Kamar Pengawasan MA, Jakarta.

    Pertemuan Singkat Tidak Berpengaruh

    Yanto juga mengungkapkan bahwa ZR sempat bertemu dengan Hakim Agung Soesilo pada 27 September 2024 dalam acara pengukuhan Guru Besar di Universitas Negeri Makassar (UNM). Namun, Yanto memastikan bahwa pertemuan tersebut berlangsung singkat dan bersifat insidental.
     
    “Pada pertemuan insidental dan berlangsung singkat tersebut, ZR sempat menyinggung masalah kasus Ronald Tannur, tetapi tidak ditanggapi oleh Hakim Agung S,” tegasnya.
     
    Lebih lanjut, Yanto menyebutkan bahwa ZR tidak mengenal kedua hakim lainnya, yaitu Ainal Mardhiah dan Sutarjo, serta tidak pernah bertemu dengan mereka. “Adapun Hakim Agung A dan ST, tidak dikenal oleh ZR, dan tidak pernah bertemu dengan ZR,” ujarnya.

    Latar Belakang Kasus dan Kontroversi

    Kasus ini bermula dari vonis bebas yang diberikan majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya terhadap Ronald Tannur dalam kasus tewasnya Dini Sera pada Juli 2024. Vonis tersebut memicu kontroversi dan laporan ke Komisi Yudisial serta Badan Pengawasan MA. Jaksa kemudian mengajukan kasasi ke MA.
     
    Pada 22 Oktober 2024, MA mengabulkan kasasi jaksa dan menjatuhkan hukuman 5 tahun penjara kepada Ronald Tannur. Kasus ini semakin menjadi sorotan setelah Kejagung menetapkan tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya, pengacara Lisa Rahmat, Zarof Ricar, dan pihak lainnya sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi.
     
    Dari hasil pemeriksaan ini, MA menegaskan integritas para hakim kasasi tetap terjaga. Kasus Ronald Tannur kini memasuki babak baru, dengan perhatian publik yang terus mengawal proses hukum yang berlangsung.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (DHI)