Kementrian Lembaga: Kejagung

  • Temui Jaksa Agung, Mentan Amran Minta Kawal Soal Anggaran Rp30 Triliun

    Temui Jaksa Agung, Mentan Amran Minta Kawal Soal Anggaran Rp30 Triliun

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menemui Jaksa Agung (ST) Burhanuddin untuk membahas soal pengawalan anggaran pada Kementan RI senilai Rp30 triliun.

    Mentan RI, Andi Amran Sulaiman mengatakan anggaran puluhan triliun itu terkait dengan rencana swasembada pangan yang merupakan fokus dari pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

    “Pengawalannya adalah karena tambahan anggaran cukup besar. Awalnya 6,9 triliun [swasembada pangan] menjadi Rp29 triliun, kurang lebih 30 triliun, ini butuh pengawalan karena ini APBN,” ujarnya di Kejagung, Senin (16/12/2024).

    Dia menuturkan pemerintah memerlukan sarana produksi mulai dari pupuk, alat musim pertanian, hingga irigasi agar mencapai tujuan ketahanan pangan Tanah Air.

    Setidaknya, kata Amran, sarana produksi untuk pupuk saja mencapai sekitar Rp54 triliun. Kemudian, untuk alat pertanian Rp10 triliun-Rp15 triliun.

    “Kami berkoordinasi dengan pak jaksa agung tentang sarana produksi, pupuk, ini nilainya tidak kecil, Rp54 triliun. Kemudian alat pertanian nilainya kurang lebih Rp10 triliun-Rp15 triliun,” tambahnya.

    Amran menambahkan pihaknya kerap mendapatkan laporan dari sejumlah daerah soal oknum yang meminta sejumlah tarif untuk pemberian alat dan mesin pertanian (alsintan).

    Berdasarkan dari laporan yang diterima, kelompok tani harus merogoh kocek Rp50 juta untuk alat besar dan Rp3 juta untuk alat kecil.

    “Padahal ini perintah Bapak Presiden diberikan secara gratis untuk alat pertanian,” pungkasnya.

  • Mentan Lapor Jaksa Agung soal Penyebaran Pupuk Palsu Rugikan Petani Rp 3,2 Triliun

    Mentan Lapor Jaksa Agung soal Penyebaran Pupuk Palsu Rugikan Petani Rp 3,2 Triliun

    Mentan Lapor Jaksa Agung soal Penyebaran Pupuk Palsu Rugikan Petani Rp 3,2 Triliun
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com

    Menteri Pertanian
    (Mentan) Andi Amran Sulaiman melaporkan kepada
    Jaksa Agung
    ST Burhanuddin terkait adanya penyebaran pupuk palsu yang merugikan petani senilai total hampir Rp 3,2 triliun.
    Amran mengatakan bahwa penyebaran pupuk palsu itu meresahkan petani Indonesia.
    “Pupuk palsu ada 27 perusahaan, ada 4 perusahaan kami sudah kirim ke penegak hukum. Ini merugikan petani kita kurang lebih Rp 3,2 triliun,” kata Mentan dalam konferensi pers di Kejaksaan Agung (Kejagung), Jakarta Selatan, Senin (16/12/2024) pagi.
    Mentan berharap, Kejaksaan Agung dapat menindak hukum kepada oknum-oknum yang terlibat pupuk palsu seberat-beratnya.
    Alasannya, jelas dia, pupuk palsu tidak hanya merugikan negara melainkan juga petani sebanyak 100.000 orang.
    “Artinya (100.000) kali 4 orang dengan keluarganya berarti 400 ribu orang yang menderita. Kerugian total, potensi kerugian untuk petani kita Rp 3,2 triliun,” jelas Amran.
    Menurut Amran, Jaksa Agung ST Burhanuddin langsung merespons laporannya dengan menyatakan akan mendukung penuh penindakan hukum.
    Ia lantas menyampaikan terima kasih kepada Jaksa Agung dan seluruh jajaran atas komitmen penindakan hukum tersebut.
    Jaksa Agung berjanji akan menindak tegas semua pihak yang terlibat dalam pupuk palsu petani ini.
    “Pasti. Pasti. Anda kan tahu siapa saya. Saya tidak akan pandang bulu siapapun,” tegasnya.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kasus 3 Hakim Tersangka Vonis Bebas Ronald Tannur Dilimpahkan ke JPU

    Kasus 3 Hakim Tersangka Vonis Bebas Ronald Tannur Dilimpahkan ke JPU

    Bisnis.com, JAKARTA — penyidik Jampidsus Kejaksaan Agung (Kejagung) telah melimpahkan barang bukti dan tersangka tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang terlibat kasus dugaan suap Ronald Tannur, kepada jaksa penuntut umum (JPU).

    Adapun tiga hakim itu yakni ED (Erintuah Damanik), HH (Heru Hanindyo), dan M (Mangapul) itu dilaksanakan di Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat.

    “Betul, (tersangka dan barang bukti) dilimpahkan pada Jumat, 13 Desember 2024,” kata Direktur Penuntutan pada Jampidsus Kejagung Sutikno dilansir dari Antara, Minggu (15/12/2024).

    Setelah pelimpahan berkas dan tersangka, kata dia, tiga tersangka tersebut ditahan di rumah tahanan (rutan) yang berbeda-beda sambil menantikan persidangan di Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

    Tersangka HH ditahan oleh JPU di Rutan Salemba dan tersangka ED serta M ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung.

    “Ketiga terdakwa dalam waktu dekat akan dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor PN Jakarta Pusat,” ucapnya.

    Adapun sebelumnya, penyidik Jampidsus Kejagung menetapkan ED (Erintuah Damanik), HH (Heru Hanindyo), dan M (Mangapul) yang memvonis bebas Gregorius Ronald Tannur.

    Ronald Tannur adalah terdakwa kasus pembunuhan terhadap Dini Sera Afrianti, sebagai tersangka atas dugaan menerima suap atau gratifikasi.

    Selain tiga hakim, penyidik juga menetapkan pengacara Ronald Tannur yang berinisial LR (Lisa Rahmat) sebagai tersangka selaku pemberi suap.

  • Tiga Hakim Tersangka Suap Kasus Ronald Tannur Dilimpahkan ke JPU

    Tiga Hakim Tersangka Suap Kasus Ronald Tannur Dilimpahkan ke JPU

    ERA.id – Kejaksaan Agung (Kejagung) telah melimpahkan barang bukti dan tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang menjadi tersangka kasus dugaan suap vonis bebas Ronald Tannur kepada jaksa penuntut umum (JPU).

    “Betul, (tersangka dan barang bukti) dilimpahkan pada Jumat, 13 Desember 2024,” kata Direktur Penuntutan pada Jampidsus Kejagung Sutikno ketika dikonfirmasi di Jakarta, Minggu (16/12/2024), dikutip dari Antara.

    Ia mengatakan pelimpahan tiga tersangka yang berinisial ED (Erintuah Damanik), HH (Heru Hanindyo), dan M (Mangapul) itu dilaksanakan di Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat.

    Setelah pelimpahan berkas dan tersangka, kata dia, tiga tersangka tersebut ditahan di rumah tahanan (rutan) berbeda sambil menantikan persidangan di Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

    Tersangka HH ditahan oleh JPU di Rutan Salemba dan tersangka ED serta M ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung.

    “Ketiga terdakwa dalam waktu dekat akan dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor PN Jakarta Pusat,” ucapnya.

    Sebelumnya, penyidik Jampidsus Kejagung menetapkan ED (Erintuah Damanik), HH (Heru Hanindyo), dan M (Mangapul) yang memvonis bebas Gregorius Ronald Tannur, terdakwa kasus pembunuhan terhadap Dini Sera Afrianti, sebagai tersangka atas dugaan menerima suap atau gratifikasi.

    Selain tiga hakim, penyidik juga menetapkan pengacara Ronald Tannur yang berinisial LR (Lisa Rahmat) sebagai tersangka selaku pemberi suap.

    Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar mengatakan bahwa terungkapnya kasus ini berawal ketika penyidik menemukan kecurigaan dalam putusan bebas Ronald Tannur dalam kasus pembunuhan terhadap kekasihnya, Dini Sera Afrianti, oleh ketiga hakim tersebut.

    “Penyidik menemukan adanya indikasi yang kuat bahwa pembebasan atas terdakwa Ronald Tannur tersebut, diduga ED, AH, dan M menerima suap atau gratifikasi dari pengacara LR,” kata dia.

    Kemudian, penyidik melakukan penggeledahan pada enam lokasi, yaitu di rumah milik tersangka LR di kawasan Rungkut, Surabaya, apartemen milik tersangka LR di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, apartemen milik tersangka ED di Gunawangsa Surabaya, apartemen milik tersangka HH di Ketintang, Gayungan, Surabaya, dan rumah tersangka ED di Perumahan BSB Village Semarang.

    Dalam penggeledahan itu, penyidik menemukan dan menyita barang bukti berupa uang tunai bernilai miliaran rupiah dan beberapa barang bukti elektronik.

    Usai dilakukan pemeriksaan, keempatnya pun resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi berupa suap atau gratifikasi.

    Atas perbuatan para tersangka, hakim ED, M, dan HH selaku penerima suap dijerat dengan Pasal 5 Ayat 2 juncto Pasal 6 Ayat 2 jo. Pasal 12 huruf e jo. Pasal 12B jo. Pasal 18 UU Tipikor jo. Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

    Sementara untuk pengacara LR selaku pemberi suap dijerat Pasal 5 Ayat 1 juncto Pasal 6 Ayat 1 jo. Pasal 18 UU Tipikor jo. Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP

  • 3 Hakim Tersangka Suap Vonis Bebas Ronald Tannur Dilimpahkan ke JPU

    3 Hakim Tersangka Suap Vonis Bebas Ronald Tannur Dilimpahkan ke JPU

    Jakarta, CNN Indonesia

    Tim penyidik Jampidsus Kejaksaan Agung (Kejagung) telah melimpahkan barang bukti dan tersangka tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang terlibat kasus dugaan suap vonis bebas Ronald Tannur, kepada jaksa penuntut umum (JPU).

    “Betul, (tersangka dan barang bukti) dilimpahkan pada Jumat, 13 Desember 2024,” kata Direktur Penuntutan pada Jampidsus Kejagung Sutikno, Minggu (15/12).

    Ia mengatakan pelimpahan tiga hakim PN Surabaya yang telah ditetapkan sebagai tersangka yakni Erintuah Damanik (ED), Heru Hanindyo (HH), dan Mangapul (M) dilaksanakan di Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat.

    Setelah pelimpahan berkas dan tersangka, kata Sutikno, tiga tersangka tersebut ditahan di rumah tahanan (rutan) yang berbeda-beda sambil menantikan persidangan di Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

    Tersangka HH ditahan JPU di Rutan Salemba dan tersangka ED serta M ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung.

    “Ketiga terdakwa dalam waktu dekat akan dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor PN Jakarta Pusat,” ucapnya.

    Sebelumnya, penyidik Jampidsus Kejagung menetapkan tiga hakim di PN Surabaya yakni Erintuah, Heru Hanindyo, dan Mangapul yang memvonis bebas Gregorius Ronald Tannur, terdakwa kasus pembunuhan terhadap Dini Sera Afrianti, sebagai tersangka atas dugaan menerima suap atau gratifikasi.

    Selain tiga hakim, penyidik juga menetapkan pengacara Ronald Tannur yakni Lisa Rahmat (LR) sebagai tersangka selaku pemberi suap. Kemudian Kejagung juga menetapkan eks pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar (ZR) sebagai tersangka pula dalam kasus dugaan suap untuk vonis bebas Ronald Tannur itu.

    Terkait tiga hakim tersangka, Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar mengatakan terungkapnya kasus ini berawal ketika penyidik menemukan kecurigaan dalam putusan bebas Ronald Tannur dalam kasus pembunuhan terhadap kekasihnya, Dini Sera Afrianti di PN Surabaya.

    “Penyidik menemukan adanya indikasi yang kuat bahwa pembebasan atas terdakwa Ronald Tannur tersebut, diduga ED, AH, dan M menerima suap atau gratifikasi dari pengacara LR,” kata dia.

    Kemudian, penyidik melakukan penggeledahan pada enam lokasi, yaitu di rumah milik tersangka LR di kawasan Rungkut, Surabaya, apartemen milik tersangka LR di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, apartemen milik tersangka ED di Gunawangsa Surabaya, apartemen milik tersangka HH di Ketintang, Gayungan, Surabaya, dan rumah tersangka ED di Perumahan BSB Village Semarang.

    Dalam penggeledahan itu, penyidik menemukan dan menyita barang bukti berupa uang tunai bernilai miliaran rupiah dan beberapa barang bukti elektronik.

    Usai dilakukan pemeriksaan, keempatnya pun resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi berupa suap atau gratifikasi.

    Atas perbuatan para tersangka, hakim ED, M, dan HH selaku penerima suap dijerat dengan Pasal 5 Ayat 2 juncto Pasal 6 Ayat 2 jo. Pasal 12 huruf e jo. Pasal 12B jo. Pasal 18 UU Tipikor jo. Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

    Sementara untuk pengacara LR selaku pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 Ayat 1 juncto Pasal 6 Ayat 1 jo. Pasal 18 UU Tipikor jo. Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP

    (Antara/kid)

    [Gambas:Video CNN]

  • 3 Tersangka Eks Hakim PN Surabaya Segera Jalani Persidangan Kasus Suap dan Gratifikasi

    3 Tersangka Eks Hakim PN Surabaya Segera Jalani Persidangan Kasus Suap dan Gratifikasi

    loading…

    Tim penyidik Jampidsus Kejagung telah melakukan pelimpahan tersangka dan barang bukti atau Tahap II ke JPU, Foto/istimewa

    JAKARTA – Tim penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung ( Kejagung ) telah melakukan pelimpahan tersangka dan barang bukti atau Tahap II ke Jaksa Penuntut Umum (JPU), dalam perkara dugaan korupsi berupa suap yang menjerat tiga tersangka hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.

    Pelimpahan tahap II dilakukan pada Jumat, 13 Desember 2024 sekitar pukul 13.30 WIB di kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Pusat.

    “Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jampidsus melakukan penyerahan tersangka dan barang bukti kepada Jaksa Penuntut Umum pada Direktorat Penuntutan Jampidsus dalam perkara tindak pidana korupsi menerima suap atau janji terhadap hakim dengan inisial tersangka ED, HH, dan M,” kata Direktur Penuntutan pada Jampidsus, Sutikno, di Jakarta, Minggu (15/12/2024).

    Setelah tim JPU menerima pelimpahan tahap II, tiga tersangka eks hakim PN Surabaya ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) yang berbeda hingga menanti persidangan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. “Terdakwa HH ditahan oleh JPU di Rutan Salemba dan tersangka ED dan M ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung,” ujar Sutikno.

    Setelah tim JPU pada Kejagung menyusun surat dakwaan, dan berkas perkara akan dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Jakarta untuk menjalani persidangan perkara suap dan gratifikasi yang menjerat tersangka tiga hakim PN Surabaya. “Ketiga terdakwa dalam waktu dekat akan dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat,” jelasnya.

    Sebelumnya diketahui, penyidik Jampidsus Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan tiga hakim yang memvonis bebas Ronald Tannur di PN Surabaya sebagai tersangka.

    Ketiga hakim itu yakni inisial ED, HH dan M ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi berupa suap atau gratifikasi. Penyidik Jampidsus Kejagung juga menangkap satu pengacara berinisial LR setelah ditetapkan sebagai tersangka.

    Kasus dugaan suap dan gratifikasi terungkap berawal ketika penyidik menemukan kecurigaan dalam putusan bebas Ronald Tannur dalam kasus pembunuhan terhadap kekasihnya, Dini Sera Afriyanti, oleh ketiga hakim tersebut.

  • Usut Kasus Suap Perkara Ronald Tannur, Kejagung Periksa Adik dan Ipar Pengacara Lisa Rahmat – Halaman all

    Usut Kasus Suap Perkara Ronald Tannur, Kejagung Periksa Adik dan Ipar Pengacara Lisa Rahmat – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) masih terus mengusut kasus pemufakatan jahat berupa suap yang melibatkan eks pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar dan pengacara Lisa Rahmat dalam perkara Ronald Tannur.

    Terkait hal ini, Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar mengatakan, pihaknya telah memeriksa dua orang saksi yang merupakan anggota keluarga dari Lisa Rahmat.

    “Pemeriksaan dilakukan terhadap SA selaku ipar tersangka LR dan DR selaku adik kandung tersangka LR,”kata Harli dalam keteranganya dikutip Minggu (15/12/2024).

    Meski tak menjelaskan secara rinci materi apa yang didalami dari kedua saksi tersebut, Harli mengatakan bahwa keduanya diperiksa ihwal penyidikan perkara rencana suap di penanganan kasus Ronald Tannur.

    SA dan DR lanjut Harli dimintai keterangan berkaitan dengan peran yang dilakukan Lisa dan Zarof dalam perkara tersebut.

    “Kedua orang saksi diperiksa di Jakarta terkait penyidikan perkara pemufakatan jahat tindak pidana korupsi suap dan/atau gratifikasi dalam penanganan perkara Terpidana Ronald Tannur tahun 2023 s.d. 2024 atas nama Tersangka ZR dan Tersangka LR,” pungkasnya.

    Seperti diketahui dalam perkara ini sebelumnya Kajagung telah menetapkan eks pejabat Mahkamah Agung, Zarof Ricar sebagai tersangka.

    Adapun Zarof diduga melakukan pemufakatan jahat dengan pengacara Ronald yakni Lisa Rahmat (LR) untuk memuluskan pengajuan kasasi kliennya di MA terkait perkara penganiayaan.

    “Setelah dilakukan pemeriksaan Jum’at 25 Oktober 2024 Jaksa penyidik pada Jampidsus menetapkan dua tersangka karena ditemukan bukti permulaan yang cukup adanya tindak pidana korupsi yaitu pertama ZR selaku mantan pejabat tinggi Mahkamah Agung,” ucap Direktur Penyidikan pada Jampdisus Kejagung RI, Abdul Qohar dalam jumpa pers, di Gedung Kejagung RI, Jum’at (25/10/2024).

    Qohar menjelaskan, adapun pemufakatan jahat yang dimaksud yaitu antara Zarof dan Lisa mencoba menyuap Hakim pada tingkat kasasi yang mengadili perkara Ronald dengan memberikan uang Rp 5 miliar.

    Dari persekongkolan itu Lisa menjanjikan uang senilai Rp 1 miliar kepada Zarof sebagai bentuk fee.

    “LR meminta ZR agar ZR mengupayakan Hakim Agung tetap menyatakan Ronald Tannur tidak bersalah dalam keputusan kasasinya,” ungkap Qohar.

    “Dan LR menyampaikan kepada ZR akan menyiapkan uang atau dana sebesar Rp 5 miliar untuk Hakim agung dan untuk ZR akan diberikan fee sebesar Rp 1 Miliar atas jasanya,” lanjutnya.

    Qohar menyebutkan bahwa uang Rp 5 miliar itu rencananya akan diberikan untuk tiga hakim agung yang menangani kasasi Ronald Tannur yakni insial S, A dan S.

    Terkait hal ini berdasarkan pengakuan Zarof, Qohar menyebutkan bahwa tersangka mengaku telah bertemu dengan salah seorang hakim di MA.

    Akan tetapi kata dia uang miliaran tersebut belum sempat diberikan kepada hakim tersebut.

    “Belum (menyerahkan uang) namanya saja pemufakatan jahat. (Tapi) apakah betul ketemu atau tidak ini yang kami dalami,” jelasnya.

    Kemudian selain Zarof, Kejagung juga menetapkan Lisa sebagai tersangka dalam perkara pemufakatan suap ini.

    Adapun Zarof kata Qohar dijerat Pasal 5 ayat 1 Juncto Pasal 15 Juncto Pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2021 tentang pemberantasam korupsi. Dan kedua Pasal 12 B Jo Pasal 18 UU 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah UU Nomor 20 tahun 2001.

    Sedangkan untuk tersangka Lisa dijerat Pasal 5 ayat 1 Jo Pqsal 15 Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasam Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001.

    “Terhadap tersangka ZR tersebut dilakukan penahanan di rutan Kejagung selama 20 hari kedepan. Sedangkan terhadap tersangka LR dalam kasus ini tidak ditahan karena penyidik telah melakukan terhadap yang bersangkutan,” pungkasnya.

  • Pakar Hukum Pidana UII Dukung Tom Lembong: Penahanan Tidak Sah, Kabulkan Gugatan Praperadilan!

    Pakar Hukum Pidana UII Dukung Tom Lembong: Penahanan Tidak Sah, Kabulkan Gugatan Praperadilan!

    ERA.id – Center for Leadership and Law Development Studies (CLDS) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) Yogyakarta melakukan sidang eksaminasi atas putusan praperadilan Tom Lembong, di Yogyakarta, Sabtu (14/12/2024). Penyidikan dan penahanan terhadap mantan menteri perdagangan itu dinilai tidak sah.

    Tim Eksaminasi CLDS FH UII terdiri dari para ahli hukum pidana seperti Prof. Dr. Rusli Muhammad, SH., MH. Prof. Hanafi Amrani, SH., MH., LLM., PhD., Dr. Muhammad Arif Setiawan, SH., MH. dan Wahyu Priyanka Nata Permana, SH., MH. 

    Anggota tim eksaminasi CLDS FH UII, Muhammad Arif Setiawan, mengatakan sesuai dengan hasil eksaminasi tersebut di atas, seharusnya Hakim Praperadilan memutuskan 

    mengabulkan permohonan praperadilan Tom. Tim ini menyatakan secara hukum bahwa penyidikan yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung RI adalah tidak sah dan melawan hukum.

    “Penahanan yang dilakukan oleh termohon (Kejakgung) adalah tidak sah, karena tidak terpenuhinya alasan subyektif yang didasarkan pada pertimbangan obyektif yaitu adanya keharusan disertai dengan bukti dari adanya kekhawatiran penyidik,” ujarnya.

    Tom telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi impor gula saat menjabat Menteri Perdagangan. Saat mengajukan gugatan praperadilan, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menolaknya praperadilan. Hakim menyatakan penyidikan yang dilakukan Kejagung sudah sesuai prosedur.

    “Menurut eksaminator sangat tidak tepat pertimbangan hukum hakim Praperadilan yang menyatakan bahwa tidak diberikannya kesempatan menunjuk Penasihat Hukum pada saat Tom Lembong ditetapkan sebagai tersangka dan diperiksa sebagai tersangka tidaklah merupakan alasan untuk menyatakan suatu penetapan Tersangka menjadi tidak sah,” papar Arif.

    Menurut tim eksaminator pula, hakim praperadilan telah salah dalam membuat pertimbangan hukum bahwa “Penetapan pemohon sebagai tersangka tipikor dengan sangkaan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP oleh termohon adalah sah”.

    Penetapan tersangka Tom tidak didasarkan pada bukti permulaan berupa kepastian hasil penghitungan kerugian keuangan negara sebesar Rp 400 miliar yang didasarkan hasil audit dari lembaga audit yang berwenang. “Hakim praperadilan telah membuat pertimbangan hukum yang keliru,” kata Arif.

    Hal itu merujuk pernyataan hakim bahwa dalam penghitungan kerugian negara tidak diharuskan adanya bentuk formal terlebih dahulu berupa penghitungan kerugian negara yang final/pasti oleh lembaga tertentu” juga “penentuan besarnya kerugian negara dapat juga diketahui diujung pemeriksaan”.

    Para pakar hukum UII  juga mempersoalkan penetapan tersangka berdasarkan UU Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, Keputusan Menperindag Nomor 527/Mpp/kep/9/2004, UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, dan Peraturan Menperindag No.117 tahun 2015.

    “Secara kasat mata, sangat jelas atau sangat terang benderang bahwa kedua undang-undang dan kedua peraturan Menteri yang menjadi rujukan ketika menentukan adanya perbuatan melawan hukum bukanlah perbuatan pidana korupsi, dan sejalan dengan asas legalitas maka tidak terbukti adanya perbuatan melawan hukum pidana,” paparnya.

    Dari sejumlah pertimbangan tersebut, tim eksaminator UII menyatakan penyidikan dan penahanan terhadap Tom tidak sah. “Hakim praperadilan seharusnya juga mengabulkan permohonan praperadilan Tom Lembong,” pungkasnya.

  • Kejagung Periksa Direktur Kemenhub Terkait Kasus Dugaan Korupsi Rel Besitang-Langsa – Page 3

    Kejagung Periksa Direktur Kemenhub Terkait Kasus Dugaan Korupsi Rel Besitang-Langsa – Page 3

    Kejaksaan Agung (Kejagung) masih terus mengusut kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa pada Balai Teknik Perkeretaapian Medan tahun 2017 sampai dengan 2023.

    Kerugian negara pun ditaksir mencapai Rp 1,1 triliun.

    “Berdasarkan laporan Hasil Audit Kerugian Negara yang dilakukan oleh BPKP tanggal 13 Mei 2024, dengan total kerugian negara sejumlah Rp 1.157.087.853.322,” tutur Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar dalam keterangannya, Senin (7/1/2024).

    Harli merinci, total Rp 1,1 triliun berasal dari Rp 7.901.437.095 yang merupakan kerugian negara hasil pekerjaan review design pembangunan jalur kereta api antara Sigli-Bireuen dan Kuta Blang-Lhoksumawe-Langsa Besitang Tahun Anggaran 2015, kemudian Rp 1.118.586.583.905 dari kerugian negara pekerjaan review design pembangunan jalur kereta api antara Besitang-Langsa.

    “Selanjutnya Rp 30.599.832.322 kerugian negara pekerjaan review design pembangunan jalur kereta api antara Besitang-Langsa,” jelas dia.

    Harli menyebut, aset yang telah disita oleh tim penyidik antara lain 36 bidang tanah dan bangunan milik tujuh tersangka yang berada di Aceh, Medan, Jakarta, dan Bogor dengan luas total 1,6 hektare.

    “Yang akan digunakan untuk kepentingan pembuktian hasil kejahatan dan pemulihan kerugian negara,” Harli menandaskan.

     

  • Yoon Suk Yeol – Halaman all

    Yoon Suk Yeol – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Yoon Suk Yeol adalah Presiden Korea Selatan.

    Pria bertinggi di 1,78 m ini juga dikenal sebagai pengacara. Ia juga pernah menjabat sebagai jaksa agung.

    Yoon Suk Yeol lahir pada tanggal 18 Desember 1960 di Seoul, Korea. 

    Presiden Yoon Suk Yeol lahir di lingkungan Bomun-dong, distrik Seongbuk, Seoul.

    Yoon Suk Yeol merupakan anak dari pasangan profesor. 

    Dilansir Britannica, ayah Yoon Suk Yeol bernama Yoon Ki-Jung yang merupakan ekonom terkemuka di Universitas Yonsei.

    Ayah Yoon Suk Yeol mendirikan Korean Statistical Society dan menjadi anggota National Academy of Sciences. 

    Sementara sang ibu adalah Choi Jeong-Ja.

    Ibu Yoon Suk Yeol mengajar di Ewha Womans University sebelum meninggalkan jabatannya untuk menikah. 

    Pasangan itu membesarkan Presiden Yoon Suk Yeol dan adik-adiknya di Yeonhui-dong, distrik Gangnam, tempat Yoon bersekolah di Sekolah Dasar Daegwang, Sekolah Menengah Pertama Jungnang, dan Sekolah Menengah Atas Chungam.

    Yoon Suk Yeol diketahui telah menikah dengan Kim Keon-hee sejak tanggal 11 Maret 2012.

    Pendidikan

    Tahun 1988 : Magister Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Nasional Seoul

    Tahun 1983 : Sarjana Hukum, Jurusan Hukum, Universitas Nasional Seoul

    Karier

    Dilansir dari laman eng.president.go.kr, Yoon Suk Yeol menempuh pendidikan di Universitas Nasional Seoul, tempat ia meraih gelar Sarjana dan Magister Hukum. 

    Yoon Suk Yeol mengawali kariernya sebagai jaksa pada tahun 1994. 

    Presiden Yoon Suk Yeol menjabat sebagai Kepala Kantor Kejaksaan Distrik Pusat Seoul dan diangkat sebagai Jaksa Agung pada tahun 2019.

    Dengan keyakinannya, tidak setia kepada siapa pun kecuali kepada Konstitusi, ia adalah seorang jaksa yang hanya berpedoman pada hukum dan prinsip. 

    Yoon Suk Yeol melakukan investigasi korupsi terhadap tokoh-tokoh penting pemerintahan.

    Presiden Yoon terjun ke dunia politik dengan tujuan menjadikan Republik Korea sebagai negara yang menjunjung tinggi kebebasan dan kreativitas, negara yang menjunjung tinggi generasi masa depan dan masyarakat yang kurang mampu, serta negara yang memenuhi tanggung jawabnya dan berbagi nilai-nilai universal dengan masyarakat internasional.

    Didorong oleh aspirasi rakyat untuk pemulihan keadilan dan supremasi hukum, ia terpilih sebagai Presiden pada bulan Maret 2022.

    Berikut rincian lengkap karier Presiden Yoon Suk Yeol :

    2010 – 2022

    Mei 2022 Presiden Republik Korea ke-20
    Maret 2022 Presiden terpilih ke-20 Republik Korea
    Juli 2019 Jaksa Agung, Kejaksaan Agung
    Mei 2017 Kepala Jaksa, Kantor Kejaksaan Distrik Pusat Seoul
    April 2013 Kepala Jaksa, Cabang Yeoju, Kantor Kejaksaan Distrik Suwon
    September 2011 Kepala Jaksa, Kantor Kejaksaan Distrik Pusat Seoul & Kepala Divisi Investigasi Pusat 1, Kantor Kejaksaan Agung (merangkap jabatan)

    2001 – 2009

    Januari 2009 Kepala Jaksa, Departemen Investigasi Khusus, Kantor Kejaksaan Distrik Daegu
    Januari 2008 Dikirim ke Kejaksaan Khusus untuk menyelidiki kejahatan yang diduga dilakukan oleh calon presiden dari Partai Nasional Besar
    Maret 2007 Petugas Riset Penuntutan, Kejaksaan Agung
    Januari 2002 Pengacara, Bae, Kim & Lee LLC

    1990 – 1999

    Maret 1999 Jaksa, Kantor Kejaksaan Distrik Seoul

    Maret 1994 Jaksa, Kantor Kejaksaan Distrik Daegu

    Februari 1994 Lulus dari Angkatan ke-23 Lembaga Penelitian dan Pelatihan Peradilan

    Oktober 1991 Lulus Ujian Advokat ke-33

    Deklarasi Darurat Militer

    Presiden Yoon Suk Yeol – Selebaran dari Kantor Kepresidenan Korea Selatan yang diambil pada tanggal 3 Desember 2024 ini menunjukkan Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol menyampaikan pidato untuk mengumumkan darurat militer di Seoul. – Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol pada tanggal 3 Desember mengumumkan darurat militer, menuduh pihak oposisi sebagai “pasukan anti-negara” dan mengatakan bahwa ia bertindak untuk melindungi negara dari “ancaman” yang ditimbulkan oleh Korea Utara. (Photo by Handout / South Korean Presidential Office / AFP) (AFP/HANDOUT)

    Pada Selasa (3/12/2024), Yoon mengumumkan darurat militer di Korea Selatan dalam rangkaian peristiwa yang dramatis dan tak terduga. 

    Ia menuduh Majelis Nasional yang dipimpin oposisi, dan khususnya Partai Demokrat Korea sebagai “sarang penjahat” dan “monster yang meruntuhkan sistem demokrasi liberal .”

    Ia mengklaim bahwa negara itu telah menjadi “surga narkoba” dan menuduh lawan-lawannya berpihak pada Korea Utara.

    Yoon menyatakan, keputusannya untuk memberlakukan darurat militer ditujukan untuk memberantas “kekuatan anti-negara pro-Korea Utara yang tidak tahu malu ini.”

    Segera setelah pengumuman Yoon, Kepala Staf Angkatan Darat Park An-Su diangkat menjadi komandan darurat militer.

    Park menyatakan bahwa semua kegiatan politik, termasuk protes publik dan pertemuan Majelis Nasional, dilarang.

    Ia mengumumkan “semua media berita dan publikasi” akan dikontrol oleh otoritas darurat militer dan memperingatkan bahwa siapa pun yang melanggar darurat militer dapat ditangkap tanpa surat perintah.

    Meskipun demikian, para pengunjuk rasa mulai berkumpul di luar Majelis Nasional, di mana mereka bentrok dengan polisi.

    Pernyataan Yoon segera dikecam oleh politisi oposisi dan partai penguasa Korea Selatan, Partai Kekuatan Rakyat (PPP).

    Majelis Nasional bersidang dengan 190 dari 300 anggota parlemennya dan mengeluarkan resolusi dengan semua anggota yang hadir memberikan suara untuk membatalkan pernyataan darurat militer.

    Ini menandai deklarasi darurat militer pertama di Korea Selatan sejak 1980.

    Setelah pemungutan suara Majelis Nasional, Yoon membatalkan keputusannya dan mengumumkan akan mencabut darurat militer setelah menyusun kabinetnya, hanya beberapa jam setelah deklarasi awalnya.

    Keesokan harinya, sejumlah anggota staf Yoon mengundurkan diri. Partai-partai oposisi liberal Korea Selatan mengajukan mosi untuk memberikan suara atas pemakzulan Yoon pada 7 Desember.

    Yoon selamat dari pemungutan suara pemakzulan setelah partainya keluar dari Majelis Nasional, memboikot prosesnya.

    Sebagai hasil dari boikot tersebut, hanya 195 anggota parlemen yang memilih untuk pemakzulan, kurang dari 200 suara yang dibutuhkan. 

    Pimpinan PPP, Han Dong-hoon menyatakan, Yoon akan segera mengundurkan diri dan selama sisa masa jabatan, Yoon ia tidak akan menangani tugas kepresidenan apa pun.

    Sebaliknya, Perdana Menteri Han Duck-Soo akan memikul tanggung jawab tersebut dengan arahan dari PPP.

    Sementara itu, anggota parlemen oposisi mengajukan mosi untuk pemungutan suara pemakzulan lainnya pada 14 Desember.

    Selain itu, Yoon dilarang meninggalkan negara itu oleh kementerian kehakiman, dan jaksa membuka kasus pidana terhadapnya karena pengkhianatan.

    Pemakzulan

    Pada 14 Desember 2024, para anggota parlemen Korea Selatan mengambil langkah bersejarah dengan memutuskan untuk memakzulkan Yoon Suk Yeol.

    Dalam pemungutan suara yang melibatkan 300 anggota parlemen, 204 suara mendukung pemakzulan, 85 menolak, dan tiga abstain, sementara delapan suara dibatalkan.

    Ketua Majelis Nasional (DPR) Woo Won-shik dalam pembukaan rapat Majelis Nasional menekankan, beban sejarah kini berada di tangan para anggota majelis.

    Dia mendorong mereka untuk mengambil tindakan yang sesuai dengan tanggung jawab konstitusional mereka.

    Sementara itu, Park Chandae, pemimpin Partai Demokratik Korea menyatakan, Yoon dianggap sebagai “dalang pemberontakan”.

    Ia menekankan bahwa pemakzulan adalah satu-satunya cara untuk melindungi konstitusi Korea Selatan.

    (Tribunnews.com/Ika Wahyuningsih)