Kementrian Lembaga: Kejagung

  • Mendes Yandri Soroti Pemerasan Kades oleh Oknum LSM dan Wartawan Gadungan

    Mendes Yandri Soroti Pemerasan Kades oleh Oknum LSM dan Wartawan Gadungan

    JAKARTA – Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Mendes PDT) Yandri Susanto menyoroti dugaan pemerasan terhadap kepala desa (kades) yang dilakukan oleh oknum LSM dan wartawan gadungan atau bodrek.

    “Yang paling banyak mengganggu kepala desa itu dua, LSM sama wartawan bodrek dan mereka mutar itu. Hari ini kepada desa ini minta Rp1 juta. Bayangkan, kalau ada 300 desa, Rp300 juta, kalah gaji Kemendes itu, gaji menteri kalah itu,” kata Yandri dalam potongan video yang beredar di media sosial sebagaimana dipantau di Jakarta, Antara, Minggu, 2 Februari. 

    Potongan video yang menuai beragam komentar, khususnya komentar dari sejumlah wartawan itu, berasal dari siaran langsung Sosialiasi Peraturan Menteri Desa (Permendes) Nomor 2 Tahun 2024 tentang Petunjuk Operasional atas Fokus Penggunaan Dana Desa Tahun 2025 untuk wilayah Jawa, yang ditayangkan di kanal YouTube Kemendes PDT pada Jumat, 31 Januari. 

    Dalam kesempatan tersebut Mendes Yandri menanggapi paparan dari Taufan Zakaria selaku Koordinator pada Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen (Jamintel) Kejaksaan Agung (Kejagung) yang menyinggung mengenai aplikasi Jaga Desa.

    Aplikasi tersebut dihadirkan oleh Kejagung guna mempercepat respons atas beragam masalah hukum yang terjadi di desa atau melibatkan kepala desa.

    Dalam momen itu Mendes Yandri lantas mengungkapkan salah satu persoalan yang dihadapi kades saat ini adalah dugaan pemerasan oleh oknum LSM dan wartawan gadungan. Ia lantas meminta Kejagung sekaligus Polri untuk menindaklanjuti segala laporan dan temuan mengenai kasus tersebut.

    Selain Yandri dan Taufan, kegiatan sosialisasi itu juga diikuti oleh Kepala Badan Pemelihara Keamanan (Kabaharkam) Polri Komisaris Jenderal Polisi Fadil Imran.

    Sebelumnya Mendes Yandri telah menyampaikan Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemendes PDT) bekerja sama dengan pihak kepolisian dan kejaksaan, antara lain untuk mencegah adanya pemanfaatan Dana Desa yang fiktif, terutama terkait dengan upaya mewujudkan ketahanan pangan.

    “Dana Desa ini kalau kita kalkulasikan, ada sekurang-kurangnya Rp16 triliun, besar sekali. Maka kami mohon pihak polisi dan jaksa untuk ikut mengawal ini, kami tidak mau ada yang fiktif,” kata dia.

    Dia mencontohkan yang dimaksud pemanfaatan Dana Desa fiktif adalah kepala desa mengklaim memanfaatkan Dana Desa untuk sepuluh ribu jagung, tetapi faktanya hanya seribu jagung.

    “Kemarin waktu (sosialisasi Permendes) di Sumatera Zona II, tanam jagung seribu rumpun, dibuat sepuluh ribu. Itu fiktif itu. Nanti Pak Polisi dan Jaksa silakan masuk itu,” ujar Mendes PDT Yandri Susanto.

  • Tiga bulan terakhir, Desk Pencegahan Korupsi selamatkan Rp6,7 triliun dari beragam kasus korupsi

    Tiga bulan terakhir, Desk Pencegahan Korupsi selamatkan Rp6,7 triliun dari beragam kasus korupsi

    Kamis, 2 Januari 2025 16:09 WIB

    Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Budi Gunawan memberikan keterangan terkait capaian kinerja Desk Pencegahan Korupsi dan Perbaikan Tata Kelola serta Desk Koordinasi Peningkatan Penerimaan Devisa Negara di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (2/1/2025). Budi Gunawan menjelaskan bahwa dalam tiga bulan terakhir Desk Pencegahan Korupsi telah menyelamatkan Rp6,7 triliun dan akan fokus pada pemulihan aset korupsi di luar negeri untuk mendukung pembangunan nasional serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/Spt.

    Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Budi Gunawan (tengah) bersama Menkomdigi Meutia Hafid (kanan) dan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin (kiri) memberikan keterangan terkait capaian kinerja Desk Pencegahan Korupsi dan Perbaikan Tata Kelola serta Desk Koordinasi Peningkatan Penerimaan Devisa Negara di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (2/1/2025). Budi Gunawan menjelaskan bahwa dalam tiga bulan terakhir Desk Pencegahan Korupsi telah menyelamatkan Rp6,7 triliun dan akan fokus pada pemulihan aset korupsi di luar negeri untuk mendukung pembangunan nasional serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/Spt.

    Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Budi Gunawan (kiri) berjabat tangan dengan Menkomdigi Meutia Hafid (kanan) usai memberikan keterangan kepada pers terkait capaian kinerja Desk Pencegahan Korupsi dan Perbaikan Tata Kelola serta Desk Koordinasi Peningkatan Penerimaan Devisa Negara di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (2/1/2025). Budi Gunawan menjelaskan bahwa dalam tiga bulan terakhir Desk Pencegahan Korupsi telah menyelamatkan Rp6,7 triliun dan akan fokus pada pemulihan aset korupsi di luar negeri untuk mendukung pembangunan nasional serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/Spt.

  • Polri Usut Kasus Pagar Laut Tangerang, Nusron Wahid Siap Buka-bukaan – Halaman all

    Polri Usut Kasus Pagar Laut Tangerang, Nusron Wahid Siap Buka-bukaan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) serta Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Nusron Wahid, menghormati langkah Bareskrim Polri yang ikut mengusut kasus pagar laut di perairan Tangerang, Banten.

    Hal ini disampaikan Nusron pada sela-sela acara orientasi dan outbond pengurus DPP Partai Golkar di The Highland Park Resort, Bogor, Jawa Barat pada Sabtu (1/2/2025).

    Nusron mengatakan, pihaknya tak mempersoalkan apabila masyarakat melaporkan kasus tersebut ke Bareskrim Polri, KPK, dan Kejaksaan Agung.

    “Kami sebagai Menteri ATR/BPN merasa terima kasih dan senang hati karena ada kepedulian masyarakat terhadap masalah ini,” kata Nusron.

    Dia menegaskan bahwa pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada aparat penegak hukum.

    “Kami serahkan sepenuhnya masalah ini kepada proses hukum dan kepada aparatur hukum,” tegas Nusron.

    Nusron memastikan Kementerian ATR/BPN akan membantu aparat penegak hukum untuk mengusut kasus tersebut.

    “Kami akan kooperatif akan terbuka manakala diajak kolaborasi untuk sama-sama misal dimintai data dan sebagainya akan kami kasihkan apa adanya, tidak ada yang kami tutup-tutupi,” ucapnya.

    Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro mengatakan, pihaknya sedang melakukan penyelidikan dugaan tindak pidana pemalsuan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) terkait pagar laut Tangerang.

    Menurutnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah memerintahkan Dirtipidum Bareskrim Polri segera membentuk dan menurunkan tim guna melakukan proses penyelidikan tersebut.

    Perintah penyelidikan itu berdasarkan laporan informasi nomor R/LI-11/I/2025/ DITTIPIDUM/BARESKRIM tanggal 10 Januari 2025.

    “Melakukan penyelidikan secara langsung dengan menyentuh pihak-pihak terkait baik yang berada di lokasi terpasangnya pagar laut dimaksud terhadap pejabat pada kantor Desa Kohod, pejabat kantor pertanahan Kabupaten Tangerang serta pejabat dari Kementerian Kelautan dan Perikanan,” ucap Djuhandhani di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Jumat (31/1/2025).

    Hal tersebut dimaksud untuk mencari dan menemukan dokumen petunjuk pemberian hak di atas tanah perairan, peta overlay bidang tanah hasil unduh aplikasi Kementerian Kelautan dan Perikanan.

    Kemudian persetujuan persesuaian kegiatan pemanfaatan ruang untuk kegiatan berusaha dari Pemerintah Kabupaten Tangerang.

    “Dokumen peralihan SHM menjadi SHGB atas nama perusahaan yaitu PT Intan Agung Makmur dan lain-lain,” ucapnya.

    Polri juga akan melakukan koordinasi dengan Inspektorat Jenderal Badan Pertanahan Nasional untuk memastikan bahwa warka penerbitan SHM dan SHGB yang dimaksud masih tersimpan.

    “Sampai dengan saat ini Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri masih terus melakukan proses penyelidikan secara intensif dengan berkoordinasi langsung kepada pihak pemerintah daerah Kementerian ATR/BPN serta perangkatnya dan KKP untuk mendapatkan dokumen yang diduga dipalsukan,” ucapnya.

  • Polisi Akan Periksa Pihak Penerbit Sertifikat HGB dan SHM Pagar Laut – Page 3

    Polisi Akan Periksa Pihak Penerbit Sertifikat HGB dan SHM Pagar Laut – Page 3

    Kejaksaan Agung (Kejagung) turut memantau perkembangan kasus pagar laut yang ditemukan di beberapa titik, seperti kawasan Tangerang hingga Bekasi. Terlebih, belakangan mencuat adanya dugaan korupsi dalam penerbitan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) untuk laut.

    Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar menyampaikan, pihaknya masih melakukan pengamatan atas perkara tersebut.

    “Posisi kami akan terus melakukan pengamatan secara seksama terhadap perkembangan permasalahan ini di lapangan,” tutur Harli kepada wartawan, Kamis (31/1/2025).

    Menurutnya, sejauh ini Kejagung akan tetap mendahulukan instansi, lembaga, atau kementerian terkait yang menjadi leading sektor dalam penanganan kasus pagar laut.

    “Katakan misalnya KKP atau dan lain sebagainya. Mengapa, karena kita mengharapkan jika misalnya kementerian atau lembaga ini dalam pemeriksaan pendahuluannya menemukan ada peristiwa pidana di sana, tentu kita akan lihat peristiwa pidana seperti apa. Apakah ada peristiwa pidana terindikasi tidak pidana korupsi atau bukan,” jelas dia.

    Jika kasus tersebut berkaitan dengan kejahatan jalanan alias street crime, atau kejahatan umum seperti pemalsuan dan lainnya, maka itu menjadi kewenangan aparat penegak hukum lain.

    “Kalau misalnya terindikasi ada tindak pidana korupsi, katakanlah dalam penerbitannya dan seterusnya ada suap gratifikasi, nah tentu ini menjadi kewenangan kami,” ungkapnya.

    Harli mengaku turut memantau adanya pejabat Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang dinonaktifkan buntut penerbitan sertifikat pagar laut.

    “Nah tentu kaitan konteks apa. Nah apakah dalam kaitan itu, apa misalnya, dalam konteks pemalsuan, apa tidak profesional dalam menjalankan jabatannya, apakah ada suap, dan seterusnya. Nah ini nanti yang kita lihat,” kata dia.

  • Usai Kejagung, KPK Juga Ikut Usut Dugaan Korupsi Pagar Laut – Page 3

    Usai Kejagung, KPK Juga Ikut Usut Dugaan Korupsi Pagar Laut – Page 3

    Kejaksaan Agung (Kejagung) turut memantau perkembangan kasus pagar laut yang ditemukan di beberapa titik, seperti kawasan Tangerang hingga Bekasi. Terlebih, belakangan mencuat adanya dugaan korupsi dalam penerbitan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) untuk laut.

    Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar menyampaikan, pihaknya masih melakukan pengamatan atas perkara tersebut.

    “Posisi kami akan terus melakukan pengamatan secara seksama terhadap perkembangan permasalahan ini di lapangan,” tutur Harli kepada wartawan, Kamis (31/1/2025).

    Menurutnya, sejauh ini Kejagung akan tetap mendahulukan instansi, lembaga, atau kementerian terkait yang menjadi leading sektor dalam penanganan kasus pagar laut.

    “Katakan misalnya KKP atau dan lain sebagainya. Mengapa, karena kita mengharapkan jika misalnya kementerian atau lembaga ini dalam pemeriksaan pendahuluannya menemukan ada peristiwa pidana di sana, tentu kita akan lihat peristiwa pidana seperti apa. Apakah ada peristiwa pidana terindikasi tidak pidana korupsi atau bukan,” jelas dia.

    Jika kasus tersebut berkaitan dengan kejahatan jalanan alias street crime, atau kejahatan umum seperti pemalsuan dan lainnya, maka itu menjadi kewenangan aparat penegak hukum lain.

    “Kalau misalnya terindikasi ada tindak pidana korupsi, katakanlah dalam penerbitannya dan seterusnya ada suap gratifikasi, nah tentu ini menjadi kewenangan kami,” ungkapnya.

    Harli mengaku turut memantau adanya pejabat Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang dinonaktifkan buntut penerbitan sertifikat pagar laut.

    “Nah tentu kaitan konteks apa. Nah apakah dalam kaitan itu, apa misalnya, dalam konteks pemalsuan, apa tidak profesional dalam menjalankan jabatannya, apakah ada suap, dan seterusnya. Nah ini nanti yang kita lihat,” kata dia.

  • Jokowi dan Bos Agung Sedayu Group Dilaporkan soal Proyek PIK 2, KPK Berani Usut?

    Jokowi dan Bos Agung Sedayu Group Dilaporkan soal Proyek PIK 2, KPK Berani Usut?

    GELORA.CO  – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merespons soal laporan dugaan korupsi proyek strategis nasional (PSN) Pantai Indah Kapuk (PIK) 2.

    Diketahui, laporan ini menyeret nama Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) hingga pemilik Agung Sedayu Group, Sugianto Kusuma alias Aguan, untuk diperiksa.

    Lantas apakah lembaga antirasuah ini berani mengusut kasus yang menyeret nama Jokowi?

    Terkait hal itu, KPK memastikan akan menganalisa laporan yang diajukan mantan pimpinan KPK, Abraham Samad dan Muhammad Jasin ini.

    “KPK menyampaikan terima kasih dan apresiasi atas pertemuan ini, sebagaimana komitmen kami untuk menjalin kerja sama dengan seluruh elemen masyarakat dalam pemberantasan korupsi, karena kepercayaan dan dukungan publik penting untuk pemberantasan korupsi yang efektif dan berdampak nyata bagi masyarakat.”

    “Informasi awal yang disampaikan dalam forum tersebut tentu akan menjadi pengayaan bagi kami di KPK,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto, Jumat (31/1/2025).

    Proses analisa dilakukan untuk mengulik kebenaran dugaan tindak pidana korupsi.

    “Untuk selanjutnya dilakukan verifikasi dan analisis ada tidaknya unsur-unsur dugaan tindak pidana korupsi dan menjadi kewenangan tugas KPK,” jelas Tessa Mahardhika.

    Diketahui, KPK pada Jumat lalu menerima kunjungan dari mantan pimpinannya.

    Sejumlah aktivis antikorupsi yang tergabung dalam koalisi masyarakat sipil juga ikut mendampingi.

    Abraham Samad mengaku telah menyerahkan berbagai dugaan korupsi PSN PIK 2 ke pimpinan KPK, Setyo Budiyanto.

    “Kami ini masyarakat yang peduli terhadap pemberantasan tindak pidana korupsi.”

    “Tadi kita berdiskusi sama pimpinan KPK, dihadiri langsung oleh Pak Fitroh Rohcahyanto dan Pak Ibnu Basuki Widodo (Wakil Ketua KPK) kemudian menyusul Pak Ketua, Pak Setyo Budi juga hadir.”

    “Kita mendiskusikan kasus yang sedang hangat. Kebetulan kita membawa laporannya juga yang sudah dibuat oleh teman-teman koalisi, yaitu dugaan korupsi Proyek Strategis Nasional PIK 2,” kata Abraham di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat.

    Abraham Samad meminta KPK dapat melakukan investigasi terkait dugaan korupsi yang terjadi di PSN PIK 2.

    Ia menduga proyek PSN PIK 2 kental nuansa korupsi.

    “KPK punya kewenangan untuk melakukan pemeriksaan terhadap penyelenggara negara, baik yang ada di tingkat daerah maupun yang ada di tingkat pusat. Karena kita bisa duga bahwa penetapan PIK menjadi PSN itu tidak terlepas dari praktek kongkalikong, praktek suap menyuap, ya.”

    “Lebih jauh kita bisa melihat bahwa di situ ada kerugian negara sebenarnya ya,” jelas Abraham Samad.

    Abraham Samad juga menyoroti penerbitan sertifikat di atas laut pesisir Tangerang.

    Pihaknya menduga terdapat praktik suap-menyuap dari polemik penerbitan sertifikat tersebut.

    “Kemudian juga kita melaporkan tentang ada dugaan kuat terjadi suap-menyuap gratifikasi di dalam penerbitan sertifikat di atas laut.”

    “Yang diduga kuat dilakukan oleh Agung Sedayu Group dan anak perusahaannya,” ujar Abraham Samad.

    Abraham Samad mengingatkan KPK untuk tidak takut memanggil pihak-pihak yang diduga terlibat proyek PSN PIK 2.

    “Oleh karena itu, kita meminta supaya KPK tidak usah khawatir memanggil orang yang merasa dirinya kuat selama ini, yaitu Aguan,” ujar Abraham Samad.

    Menurut mantan Wakil Ketua KPK Mochamad Jasin, penggunaan aset di atas laut itu merugikan negara, karena tidak mengikuti aturan perundang-undangan yang berlaku. 

    Hal itu tertuang dalam UUD 1945 yang menyebutkan bahwa bumi, air, dan kekayaan yang ada di dalamnya digunakan untuk kemakmuran rakyat.

    “Tidak bisa dikuasai oleh oknum tertentu, dikuasai untuk proyek-proyek yang tadi disebutkan Pak Abraham Samad itu PIK 2, berikut dengan penerbitan sertifikat yang super cepat itu.”

    “Itu sudah melanggar, itu bisa UUD 45 yang dilanggar, konstitusi, Undang-Undang 31 Tahun 1999 itu Pasal 2,” kata Jasin.

    Jasin tak memungkiri Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menerbitkan surat perintah dimulainya penyelidikan (sprinlidik) untuk mengusut polemik pagar laut di Tangerang. 

    Namun, ia menyatakan KPK juga bisa berjalan bersamaan untuk mengusut kasus lainnya yang terkait dengan PSN PIK 2.

    “Suatu kasus itu bisa saja ditangani oleh ketiga APH, kepolisian, kejaksaan, kepolisian itu secara concurrent bersama-sama.”

    “Jadi jangan kalau di sana sudah mulai sprinlidik, bisa saja KPK menerbitkan sprinlidik pada bidang kasus yang lain yang terkait dengan PIK 2 itu,” jelas Jasin.

    Jokowi adalah Pintu Masuk

    Sebelumnya, seorang aktivis bernama Said Didu mengatakan perlunya pengusutan dugaan korupsi PSN PIK 2.

    Ini dilakukan untuk membongkar praktik korupsi yang diduga dilakukan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi).

    “Saya pikir yang kita laporkan adalah pintu masuk untuk membongkar legalisasi perampokan negara yang dilakukan oleh Presiden Jokowi selama 10 tahun,” kata Said, baru-baru ini.

    Said menilai, proyek PSN PIK 2 merupakan puncak praktik rasuah yang terjadi selama masa pemerintahan Presiden Jokowi.

    “Legalisasinya banyak sekali, melalui tambang, pengambilan hutan, perkebunan, lahan dan lain-lain. Itu pintu masuknya.”

    “Nah, PIK 2 itu adalah puncak gunung es terjadinya kehilangan aset negara yang diserahkan kepada pihak swasta lewat kekuasaan yang melebihi kewenangan,” jelas Said.

    Said juga meminta KPK untuk menghitung kerugian negara akibat proyek ini.

    “Tadi saya meminta kepada KPK, sederhana melihat, berapa jalan, berapa pantai, berapa irigasi, yang sudah diambil alih oleh PIK 2 apakah ada ganti ruginya kepada negara atau hilang begitu saja karena sudah ada berapa kecamatan habis,” tegasnya.

    Said menilai Jokowi ikut andil dalam rekayasa tersebut ketika menjadikan PIK 2 sebagai PSN

  • Pagar Laut Tangerang Sudah Bertahun-tahun, Kementerian ATR/BPN Jangan Terkesan ‘Cuci Piring’

    Pagar Laut Tangerang Sudah Bertahun-tahun, Kementerian ATR/BPN Jangan Terkesan ‘Cuci Piring’

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung mulai mendalami dugaan adanya indikasi pelanggaran hukum terkait kasus pagar laut di Tangerang, Banten.

    Penyelidikannya terkait dugaan korupsi dalam penerbitan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan sertifikat hak milik (SHM) terkait pagar laut misterius.

    Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, mengungkapkan, jika memang ada indikasi pelanggaran pidana, dirinya mendapatkan informasi dari Kejaksaan Agung bahwa proses penyelidikan sedang berjalan terhadap jajaran ATR/BPN.

    Penyelidikan ini bukan penyidikan, namun kami ingin membuka masalah ini secara terang benderang. Siapa pelakunya, siapa yang memerintahkan, dan siapa saja yang turut serta,” ujar Rifqinizamy di Jakarta, Jumat (31/1/2025).

    Politisi dari Fraksi Partai NasDem ini menilai bahwa akan lebih baik jika Menteri ATR/BPN terbuka dan transparan terkait detail lahan-lahan (lokasi pagar laut) yang sudah memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) dan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB).

    Hal ini penting untuk menghindari kesan adanya upaya “cuci piring” terhadap Kementerian ATR/BPN terkait kondisi yang sudah berlangsung bertahun-tahun.

    Ia berharap bidang-bidang tanah ini bisa disampaikan dengan terbuka dan transparan ke publik.

    “Sertifikat nomor berapa, dikeluarkan kapan, berapa banyak bidang tanah, dan seterusnya. Agar kita semua yang hadir di ruangan ini tidak menjadi ‘tukang cuci piring’ atas penerbitan sertifikat yang mungkin sudah berpuluh-puluh tahun lalu, namun baru menyeruak sekarang,” ucapnya..

  • Paulus Tannos Gugat Penangkapan di Singapura, RI Berpacu dengan Waktu Tempuh Jalur Ekstradisi

    Paulus Tannos Gugat Penangkapan di Singapura, RI Berpacu dengan Waktu Tempuh Jalur Ekstradisi

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap buron kasus korupsi proyek KTP Elektronik (e-KTP) Paulus Tannos menggugat penangkapan sementara terhadapnya oleh otoritas di Singapura. Pada saat yang sama, pemerintah RI pun kini tengah berpacu dengan waktu untuk melengkapi berkas administrasi untuk proses ekstradisi tersangka kasus dugaan korupsi itu. 

    Sebagaimana diketahui, Paulus ditangkap oleh Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura di Bandara Changi pada 17 Januari 2024. Meski demikian, komunikasi antara penegak hukum di Indonesia termasuk KPK dengan Singapura telah dilakukan sejak tahun lalu menyusul perjanjian ekstradisi kedua negara yang disahkan 2022 lalu. 

    Juru Bicara KPK Tessa Mahardika menjelaskan, proses pelengkapan dokumen ekstradisi Paulus dan proses pengadilan untuk menguji keabsahan provisional arrest terhadapnya berjalan secara simultan. Namun, pemerintah hanya bisa berupaya untuk segera melengkapi berkas ekstradisi Paulus sebelum tenggat waktu yang ditentukan. 

    Tessa mengatakan, Kementerian Hukum, Kejaksaan Agung (Kejagung), KPK, Polri dan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) berkoordinasi untuk melengkapi persyaratan ekstradisi Paulus dari Singapura. Mereka memiliki waktu selama 45 hari sejak penahanan pada 17 Januari untuk melengkapi berkas-berkas yang dimintakan oleh CPIB. 

    “Bahwa ada proses di sana kita tidak bisa ikut campur, tidak bisa mengganggu karena itu merupakan otoritas pemerintahan negara lain, yang pertama. Yang kedua, sistem hukumnya juga berbeda, sehingga, tugas KPK dan lembaga-lembaga yang tadi sudah disebutkan hanya mencoba untuk secepatnya memenuhi persyaratan yang diminta,” ujarnya kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (31/1/2025). 

    Meski demikian, KPK sebagai institusi yang menangani kasus Paulus menyatakan optimistis bahwa provisional arrest yang dilakukan CPIB akan disetujui oleh Pengadilan Singapura. 

    Potensi kalah di pengadilan

    Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum mengamini bahwa potensi kalah di setiap pengadilan ada, tidak terkecuali proses yang bergulir terhadap penahanan sementara Paulus di Singapura. Untuk diketahui, Ditjen AHU menjadi institusi yang turut ikut andil dalam mendorong upaya ekstradisi Paulus.

    Dirjen AHU Kementerian Hukum Widodo menjelaskan, penahanan sementara terhadap Paulus turut diuji dalam  pengadilan untuk memastikan di antaranya keabsahan dan kebenaran identitas buron tersebut. Apalagi, Paulus diisukan turut memiliki kewarganegaraan Guineau-Bissau. 

    “Kami kan harus menghormati [proses hukum di Singapura] sebagai negara sahabat kan, dan kita sebagai negara hukum. Dan itu bagian dari komitmen kami ketika perjanjian ekstradisi itu ditandatangani,” jelasnya kepada wartawan, Rabu (29/1/2025). 

    Widodo pun membenarkan bahwa potensi kekalahan di pengadilan pastinya. Akan tetapi, dia memastikan penegak hukum di sana juga berupaya dengan sebaik-baiknya. 

    Seperti halnya penegak hukum di Singapura, terang Widodo, otoritas di Indonesia juga berupaya keras untuk segera melengkapi berkas administrasi ekstradisi Paulus. 

    Dia juga menyebut bahwa perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura turut mengatur bahwa tenggat waktu untuk melengkapi dokumen yang dibutuhkan bisa diperpanjang. 

    “Berdasarkan perjanjian itu ada kemungkinan bisa ada perpanjangannya gitu. Enggak [mengulang dari awal prosesnya, red], kita hanya melengkapi dokumen-dokumen yang diperlukan,” paparnya. 

    Berdasarkan pemberitaan Bisnis sebelumnya, Ketua KPK Setyo Budiyanto menjelaskan bahwa lembaganya telah berkoordinasi menggunakan jalur Interpol bersama dengan Divisi Hubungan Internasional Polri sejak akhir 2024. 

    KPK menjelaskan bahwa pengajuan penahanan sementara Paulus Tannos ditempuh oleh KPK dengan mengirimkan permohonan via jalur police to police (provisional arrest). Hal itu didasari juga dengan perjanjian ekstradisi yaitu ke Divisi Hubungan Internasional (Hubinter) Mabes Polri. 

    KPK mengirimkan permohonan dengan melampirkan kelengkapan persyaratan penahanan tersebut. Kemudian, Divisi Hubinter Polri bersurat ke Interpol Singapura dan Atase Kepolisian Indonesia di sana dan permintaan itu diteruskan ke CPIB. 

    Untuk diketahui, penahanan di Singapura harus melalui proses di Kejaksaan dan Pengadilan setempat. Sehingga Atase Jaksa melakukan koordinasi dengan CPIB serta Kejaksaan dan Pengadilan setempat.

    Selanjutnya, pemenuhan syarat penahanan dilakukan melalui komunikasi email antara Atase Kepolisian dan Atase Jaksa dan penyidik terkait pemenuhan kelengkapan persyaratan yang diminta pengadilan Singapura sampai adanya putusan pengadilan tanggal 17 Januari 2025 untuk penahanan sementara Paulus. 

    Adapun Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi pengadaan paket KTP Elektronik 2011-2013 Kementerian Dalam Negeri. Dia lalu dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 19 Oktober 2021. 

    Dia diduga mengganti identitasnya dan memegang dua kewarganaegaraan dari satu negara di Afrika Selatan. KPK pun tak menutup kemungkinan ada pihak yang membantunya untuk mengganti identitas di luar negeri.

  • Perairan Subang Juga Diduga Disertifikatkan, Tagar Copot Kapolri Trending

    Perairan Subang Juga Diduga Disertifikatkan, Tagar Copot Kapolri Trending

    Kasus ini menjadi pengingat bahwa pengawasan terhadap aset negara, terutama wilayah perairan, perlu diperketat agar tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu demi kepentingan pribadi atau kelompok.

    Sebelumnya, Mantan Menko Polhukam Mahfud MD mendesak aparat penegak hukum, termasuk Kejaksaan Agung (Kejagung), Polri, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), untuk segera mengambil langkah hukum terkait kasus pagar laut di Tangerang.

    Mahfud menegaskan bahwa perkara ini telah memenuhi unsur pelanggaran pidana, terutama dalam hal penerbitan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) di atas wilayah perairan.

    “Kalau sudah keluar sertifikat resmi di atas laut, pasti ada permainan antara dunia usaha dan pejabat terkait,” ujar Mahfud dalam keterangannya.

    Ia menilai hal tersebut sebagai bukti adanya praktik penipuan atau penggelapan, mengingat laut seharusnya tidak dapat disertifikatkan.

    “Itu kejahatan, dan kalau ada unsur suap kepada pejabat, maka KPK, Kejaksaan Agung, serta Polri bisa langsung bertindak,” sebutnya.

    Ia juga menegaskan bahwa seluruh aparat penegak hukum memiliki kewenangan penuh untuk menangani kasus ini tanpa perlu menunggu pihak lain bertindak lebih dahulu.

    Menurutnya, sikap saling menunggu hanya akan menghambat penyelesaian perkara.

    “Siapa yang sudah tahu lebih dulu atau mengambil langkah lebih dulu tidak boleh diganggu oleh institusi lain. Tapi ini malah saling takut, saya heran, kenapa aparat kita takut menangani kasus seperti ini? Ini mencurigakan,” timpalnya.

    Mahfud menyoroti bahwa dalam birokrasi Indonesia, bawahan sering kali ragu bertindak tanpa instruksi atasan.

  • Polri Usut Dugaan Fraud dan Pencucian Uang di LPEI

    Polri Usut Dugaan Fraud dan Pencucian Uang di LPEI

    Bisnis.com, JAKARTA — Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortastipikor) Polri mengusut dugaan korupsi terkait penyaluran kredit Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) serta pencucian uang.

    Kasus yang sudah naik ke tahap penyidikan itu diduga merugikan keuangan negara dalam jumlah signifikan. 

    Kepala Kortastipidkor Irjen Pol Cahyono Wibowo mengemukakan bahwa, kasus itu melibatkan dua debitur LPEI yang mendapatkan fasilitas kredit ekspor selama periode 2012-2016. Dua debitur dimaksud adalah PT Duta Sarana Technology (PT DST) dan PT Maxima Inti Finance (PT MIF) 

    Awalnya, Kortastipidkor melakukan penyelidikan yang berawal dari temuan penyimpangan pada pemberian kredit Eximbank ke dua perushaaan itu. Ada dugaan pemberian kredit ekspor tidak sesuai prosedur. 

    “Akibatnya, dana yang disalurkan digunakan untuk kepentingan yang tidak sesuai dengan tujuan awal, berujung pada kerugian negara yang besar. Kami akan menuntaskan penyidikan ini secara profesional guna menemukan tersangka dan memulihkan kerugian negara,” ujar Cahyono, dikutip dari siaran pers, Jumat (31/1/2025). 

    Menurut keterangan penyidik, fasilitas kredit LPEI awalnya diberikan kepada PT DST sejak 2012 hingga 2014. Fasilitas pembiayaan itu diduga diberikan oleh LPEI secara tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku. Alhasil, terjadi kredit macet senilai Rp45 miliar dan US$4,1 juta. 

    Selanjutnya, dengan skema novasi, PT MIF mengambil alih kewajiban PT DST, namun pembiayaan yang diberikan kepada PT MIF juga digunakan tidak sesuai dengan ketentuan. Dana tersebut sebagian besar digunakan untuk membayar utang PT DST dan kepentingan lain yang tidak terkait dengan tujuan pemberian kredit.

    Selama periode 2014 hingga 2016, LPEI memberikan pembiayaan kepada PT MIF sebesar US$47,5 juta. Namun, proses pemberiannya diduga penuh dengan penyimpangan dan melanggar ketentuan yang ada, termasuk analisis permohonan kredit yang tidak tepat dan kurangnya monitoring terhadap penggunaan dana. 

    Pada akhirnya, PT MIF di 2022 mengalami kebangkrutan dan gagal membayar utang kepada sebesar US$43,6 juta.

    “Dari hasil penyelidikan yang dilakukan, kami menemukan adanya potensi tindak pidana pencucian uang yang berasal dari tindak pidana korupsi, di mana dana hasil pembiayaan yang disalurkan digunakan untuk kepentingan pribadi dan perusahaan yang tidak sesuai dengan peruntukannya,” tambah Cahyono.

    Periksa 27 Saksi

    Penyidik Kortastipidkor telah memeriksa 27 saksi dan mengumpulkan berbagai dokumen terkait proses pemberian pembiayaan, perjanjian kredit, serta hasil audit yang menunjukkan adanya penyimpangan. 

    Selain itu, penyidik telah berkoordinasi dengan instansi terkait, seperti BPK dan PPATK untuk mendalami lebih lanjut dugaan pencucian uang dalam kasus ini.

    Cahyono mengungkap bahwa penyidik saat ini belum menetapkan pihak-pihak sebagai tersangka. Namun, penyidikan dilakukan untuk menemukan pihak-pihak yang bisa dimintai tanggung jawab secara pidana maupun melakukan proses penhembalian kerugian keuangan negara. 

    “Penyidikan ini akan terus kami lakukan dengan komitmen tinggi, untuk mengungkap pihak-pihak yang bertanggung jawab serta memastikan bahwa keuangan negara dapat dipulihkan,” tutup Cahyono.

    Ditangani Kejagung dan KPK

    Dalam catatan Bisnis, kasus dugaan fraud LPEI juga ditangani oleh penegak hukum lain seperti Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) namun dengan debitur yang berbeda-beda.

    Pada Agustus 2024, Kejagung secara resmi melimpahkan kasus yang ditangani dan seluruh bukti yang telah dihimpun ke KPK. Sebab, debitur yang ditangani Kejagung beririsan dengan KPK. 

    Komisi antirasuah pun telah menetapkan tujuh orang sebagai tersangka perseorangan. Sementara itu, ada sekitar 11 debitur LPEI yang diduga melakukan fraud dalam penyaluran kredit pembiayaan ekspor tersebut.

    Pada kasus tersebut, KPK menduga nilai kerugian keuangan negara mencapai Rp1 triliun.