Kementrian Lembaga: Kejagung

  • Kecewanya Warga Pertalite Dioplos Jadi Pertamax, Hendak Berpaling ke SPBU Lain
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        27 Februari 2025

    Kecewanya Warga Pertalite Dioplos Jadi Pertamax, Hendak Berpaling ke SPBU Lain Megapolitan 27 Februari 2025

    Kecewanya Warga Pertalite Dioplos Jadi Pertamax, Hendak Berpaling ke SPBU Lain
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com 
    – Dugaan pengoplosan Pertalite menjadi Pertamax dalam konstruksi kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah PT Pertamina Patra Niaga menimbulkan kegeraman dan kekecewaan warga. 
    Bagaimana tidak, warga rela merogoh kocek lebih demi mendapatkan BBM yang lebih berkualitas. Namun, ternyata kualitasnya sama dengan BBM bersubsidi. 
    Rafi (25), warga Pancoran, Jakarta Selatan, misalnya, sengaja mengisi Pertamax untuk motornya dengan harapan mesin lebih awet.
    Selain itu, ia langganan Pertamax karena ingin membantu pemasukan negara dengan tidak pakai BBM bersubsidi.
    Oleh karenanya, Rafi merasa begitu kecewa dengan adanya dugaan pengoplosan Pertalite menjadi Pertamax.
    “Sebenci-bencinya sama kebijakan negara, pasti di lubuk hati terdalam masih pengen
    support
    punya negeri sendiri. Tapi dengan kejadian kayak gini, sangat kecewa,” kata Rafi, Rabu (26/2/2025).
    Senada, Luthfa (22), warga Jakarta Timur juga menggunakan Pertamax yang dia anggap lebih berkualitas dengan harapan mesin motornya lebih awet. 
    Luthfa menyebut, ia menghabiskan Rp 50.000-Rp 60.000 setiap minggu untuk membeli Pertamax. Namun, yang ia dapat justru kekecewaan.
    “Kecewa banget sih karena kan gue bayar lebih ya, gue
    expect
    kualitas yang lebih jugalah,” kata dia.
    Merasa kecewa dan kapok, warga pun berencana beralih membeli BBM di SPBU swasta. 
    “Kayaknya kalau pengin nyari bensin dengan kualitas serupa Pertamax, mending sekalian ke SPBU lain deh yang udah pasti-pasti,” kata Luthfa.
    Terlebih, sebelum isu korupsi di lingkungan Pertamina mencuat, Luthfa sudah beberapa kali membeli BBM di SPBU swasta.
     
    “Sekarang ditambah sama berita pengoplosan ini, bikin gue makin yakin buat sepenuhnya cabut dari Pertamina,” kata dia.
    Rafi juga mengatakan hal serupa. Dia yang bertahun-tahun langganan Pertamax mulai mempertimbangkan untuk beralih.
    “Ke depan kayaknya bakal beli di swasta aja. Lebih aman dan terjamin, plus secara servis orangnya ramah ramah. Toh harganya cuman beda berapa ratus perak aja,” kata Rafi.
    Sementara, Putra (35), warga Kebagusan, Jakarta Selatan mempertanyakan moral para tersangka yang terlibat kasus dugaan pengoplosan Pertalite menjadi Pertamax ini.
    “Memangnya tidak malu mengambil uang dari hasil keringat rakyat? Giliran sudah jadi tersangka, muka kalian malah lesu,” ujar Putra dengan kesal saat dihubungi
    Kompas.com,
    Rabu (26/2/2025).
    Sebagai pengguna Pertamax selama bertahun-tahun, menurut Putra, kasus pengoplosan ini mencerminkan betapa parahnya kondisi yang terjadi di Indonesia saat ini.
    Oleh karena itu, Putra menyarankan agar pemerintah pusat bekerja lebih ekstra. Sebab, tanggung jawab sepenuhnya ada di pundak pemerintah.
    “Kasihan masyarakat mulu yang dirugikan. Kaum atas malah ketawa-ketiwi,” kata dia.
    Sementara, Rizky Widyanto (28), warga Pasar Minggu, Jakarta Selatan sudah tujuh tahun menggunakan Pertamax untuk motor Honda PCX miliknya.
    Alasannya, dia ingin membantu negara dengan tidak menggunakan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi Pertalite. Namun, Rizky kecewa begitu mengetahui dugaan pengoplosan Pertalite jadi Pertamax.
    Niat baiknya menggunakan bahan bakar berkualitas justru dikhianati oleh para tersangka dalam kasus tersebut yang memperkaya diri sendiri tanpa memikirkan rakyat.
    Rizky pun merasa rugi menggunakan Pertamax sejak 2018 lalu. Padahal, dalam satu pekan dia mengeluarkan uang senilai Rp 100.000 hingga Rp 200.000 untuk mengisi bahan bakar.
    “Niatnya (juga) biar lebih enak dan kencang saja nih motor, pakai Pertamax. Eh enggak tahunya sugesti doang,” kata Rizky.
    Adapun sebelumnya Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (RS) sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.
    Melansir keterangan Kejagung, PT Pertamina Patra Niaga diduga membeli Pertalite untuk kemudian “di-
    blending
    ” atau dioplos menjadi Pertamax. Namun, pada saat pembelian, Pertalite tersebut dibeli dengan harga Pertamax.
    “Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, Tersangka RS melakukan pembelian (pembayaran) untuk Ron 92 (Pertamax), padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 (Pertalite) atau lebih rendah kemudian dilakukan blending di Storage/Depo untuk menjadi Ron 92,” demikian bunyi keterangan Kejagung, dilansir Selasa (25/2/2025).
    “Dan hal tersebut tidak diperbolehkan,” imbuh keterangan itu.
    Dalam perkara ini, ada enam tersangka lain yang turut ditetapkan. Mereka adalah Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi (YF); SDS selaku Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional; dan AP selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional.
    Lalu, MKAR selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa; DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim; dan GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.
    Pada Rabu (26/2/2025), Kejagung menetapkan dua tersangka baru, yakni Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga Maya Kusmaya dan Edward Corner, VP trading operation PT Pertamina Patra Niaga.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Total 9 Tersangka Kasus Korupsi Pertamina Patra Niaga yang Rugikan Negara Rp193,7 Triliun

    Total 9 Tersangka Kasus Korupsi Pertamina Patra Niaga yang Rugikan Negara Rp193,7 Triliun

    loading…

    Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan sebanyak sembilan tersangka dalam kasus korupsi PT Pertamina Patra Niaga. Foto/SindoNews

    Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga Maya Kusmaya (MK) dan VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga Edward Corne (EC) menjadi tersangka baru kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero).

    Total, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan sebanyak sembilan tersangka dengan perannya masing-masing pada kasus tersebut.

    “Sampai dengan saat ini pascapenahanan kepada 7 tersangka telah dilakukan pemeriksaan saksi terhadap dua orang Maya Kusmaya, Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra,” kata Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung Abdul Qohar, Rabu (26/2/2025).

    “Kedua, dilakukan pemeriksaan terhadap tersangka Edward Corner, selaku Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga,” sambungnya.

    Berdasarkan pemeriksaan, Abdul Qohar menjelaskan kedua orang itu terbukti melakukan tindak pidana korupsi bersama tersangka lain. Sehingga, statusnya pun diubah dari saksi menjadi tersangka, dan dilakukan pemeriksaan kembali.

    “Kemudian 2 tersangka tersebut setelah dilakukan pemeriksaan secara marathon mulai jam 3 sampai saat ini, penyidik menemukan bukti yang cukup bahwa kedua tersangka melakukan tindak pidana bersama sama dengan 7 tersangka yang kemarin telah kami sampaikan,” katanya.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Harli Siregar mengatakan, keduanya terbukti berperan dalam melakukan tindak pidana korupsi bersama tujuh orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka sebelumnya.

    “Tersangka MK dan Tersangka EC atas persetujuan Tersangka RS (Riva Siahaan) melakukan pembelian RON 90 atau lebih rendah dengan harga RON 92 sehingga menyebabkan pembayaran impor produk kilang dengan harga tinggi tidak sesuai dengan kualitas barang,” katanya.

  • Lengkap! Daftar 9 Tersangka Korupsi Pertamina, Ada 2 Nama Baru

    Lengkap! Daftar 9 Tersangka Korupsi Pertamina, Ada 2 Nama Baru

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) menahan dua tersangka baru terkait perkara dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero) yang rugikan negara Rp193,7 triliun. 

    Dirdik Jampidsus Kejagung RI Abdul Qohar menjelaskan kronologi penjemputan paksa dua pejabat PT Pertamina Patra Niaga terkait perkara dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang.

    Dua tersangka baru yang ditahan Kejagung, yakni Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya (MK) dan VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga Edward Corne (EC).

    Qohar mengatakan mulanya penyidik telah menjadwalkan bakal memeriksa Maya dan Edward pukul 10.00 WIB. Hanya saja, hingga pukul 14.00 WIB, keduanya tak kunjung hadir dalam pemeriksaan oleh penyidik Jampidsus Kejagung RI.

    “Jadi kedua tersangka itu kita panggil dengan patut jam 10.00 WIB, namun demikian sampai jam 14.00 WIB yang bersangkutan belum hadir,” ujarnya di Kejagung, Rabu (26/2/2025) malam.

    Berdasarkan hal tersebut, Qohar menyatakan bahwa pihaknya perlu melakukan upaya penjemputan paksa terhadap Maya dan Edward di kantornya.

    “Sehingga kita terpaksa menjemput yang bersangkutan di kantor, di kantor yang bersangkutan,” pungkasnya.

    Kemudian, Kapuspenkum Kejagung RI Harli Siregar menyampaikan bahwa penyidik langsung melakukan pemeriksaan secara maraton terhadap keduanya.

    Singkatnya, setelah mengantongi keterangan dan langsung melakukan gelar perkara. Hasilnya, Maya dan Edward ditetapkan sebagai tersangka.

    “Maka penyidik berketetapan terhadap kedua orang saksi ini dinyatakan sebagai tersangka,” tutur Harli.

    Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Maya dan Edward sama-sama dijebloskan ke Rutan Salemba Kejagung selama 20 hari mulai dari  untuk keperluan penyidikan.

    Perbuatan Riva Siahaan Cs ini dikategorikan menjadi kasus mega korupsi lantaran memiliki kerugian yang ditaksir mencapai Rp193,7 triliun.

    Ratusan triliun itu dihitung berdasarkan kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp35 triliun dan kerugian impor minyak mentah melalui DMUT/Broker sekitar Rp2,7 triliun.

    Kemudian, kerugian impor BBM melalui DMUT/Broker sekitar Rp9 triliun; Kerugian pemberian kompensasi (2023) sekitar Rp126 triliun; dan kerugian pemberian subsidi (2023) sekitar Rp21 triliun.

    Adapun, Kejagung hingga saat ini masih menghitung kerugian negara secara riil bersama dengan ahli dan pihak terkait lainnya seperti BPKP.

    Berikut nama 9 tersangka dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero) 

    Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (RS)
    Direktur Utama PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi (YF)
    Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR)
    VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina International Agus Purwono (AP)
    Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur PT Orbit Terminal Merak Gading Ramadhan Joedo (GRJ)
    Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional Sani Dinar Saifuddin (SDS)
    Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim Dimas Werhaspati (DW)
    Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga Maya Kusmaya (MK)
    VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga Edward Corne (EC) 

  • Riza Chalid dan Keluarga Tidak Berhak Peroleh Imunitas

    Riza Chalid dan Keluarga Tidak Berhak Peroleh Imunitas

    GELORA.CO -Warganet kencang menyoroti nama pengusaha minyak, Mohammad Riza Chalid, buntut kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018-2023 yang merugikan negara hingga Rp193,7 triliun.

    Bahkan nama Riza Chalid sampai trending topic platform X pada Rabu 26 Februari 2025, karena ramai diperbincangkan gegara anaknya, Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR), menjadi salah satu tersangka  dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan KKKS  periode 2018-2023.

    Pegiat media sosial Mazzini mendesak Kejagung mengusut tuntas kasus Muhammad Kerry Andrianto Riza yang merupakan beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa.

    “Keluarga mereka gak berhak dapat imunitas,” tulis Mazzini melalui akun X yang dilihat Kamis 27 Februari 2025.

    Mazzini berharap Jaksa Agung ST Burhanuddin tidak mengulangi kesalahan Jaksa Agung AM Prasetyo saat kasus ‘Papa Minta Saham’ yang menyeret nama Riza Chalid.

    “Kejagung yg sekarang jangan mengulangi kesalahan Jaksa Agung AM Prasetyo saat kasus saham freeport tahun 2015 janji tangkap Riza Chalid gak ketemu,” kata Mazzini.

    Namun ironisnya, Riza Chalid justru hadir dalam acara kuliah umum Presiden Joko Widodo yang digelar oleh Akademi Bela Negara Partai Nasdem di Jakarta pada Senin 16 Juli 2018.

    “Pertanyaan publik soal peristiwa itu membuat Jaksa Agung AM Prasetyo turun tangan kasih penjelasan status hukum Riza Chalid sudah bersih, maka gak perlu ada penangkapan baginya,” sambungnya.

    “Jaksa Agung yg dilantik lewat rekomendasi Nasdem juga beralasan, percakapan Riza Chalid, Setya Novanto dan Maroef Sjamsoeddin soal ngakalin saham 10% dari Freeport sudah lama dinyatakan hilang,” pungkasnya.

    Diketahui, kasus ‘Papa Minta Saham’ tersebut terkait dengan dugaan bagi-bagi saham dalam perpanjangan perizinan perusahaan pertambangan emas terbesar di dunia, yang beroperasi di Papua, PT Freeport Indonesia. 

    Sebelumnya, Kejagung telah menggeledah rumah Riza Chalid di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada Selasa, 25 Februari 2025.

    Dari penggeledahan, penyidik menyita ada 34 ordner yang berisi dokumen-dokumen dan itu sekarang sedang diteliti, karena di dalam ordner kemudian ada 89 bundel dokumen. Kemudian ada uang tunai sebanyak Rp833 juta dan 1.500 dolar AS. Kemudian ada 2 CPU

  • Dekat Keluarga Cendana hingga Jokowi

    Dekat Keluarga Cendana hingga Jokowi

    GELORA.CO -Nama pengusaha minyak, Mohammad Riza Chalid trending di media sosial X buntut kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018-2023 yang merugikan negara hingga Rp193,7 triliun.

    Warganet pun mengulik Riza Chalid berikut sepak terjangnya di pentas perminyakan Tanah Air.

    Nama Riza Chalid diketahui pernah muncul pada 2015-2016 dalam kasus ‘Papa Minta Saham’ yang melibatkan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) saat itu, Setya Novanto. 

    Kasus tersebut terkait dengan dugaan bagi-bagi saham dalam perpanjangan perizinan perusahaan pertambangan emas terbesar di dunia, yang beroperasi di Papua, PT Freeport Indonesia. 

    Pegiat media sosial Jhon Sitorus mengungkap bahwa Riza Chalid merupakan pengusaha yang kerap selalu dekat dengan lingkaran kekuasaan.

    “Pernah dekat dengan anak Soeharto (Bambang Trihatmojo) dan puluhan tahun mengendalikan Petral,” tulis Jhon Sitorus melalui akun X yang dilihat Kamis 27 Februari 2025.

    Saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berkuasa selama 10 tahun, nama Riza Chalid hanya boleh disebut sebagai “Tuan R”.

    “Disebut memiliki sejumlah perusahaan : Supreme Energy, Global Energy Resources, Paramount Petroleum, Straits Oil dan Cosmic Petroleum dll,” sambungnya.

    Riza Chalid, menurut Jhon, dikabarkan turut menghadiri pernikahan putra Presiden ke-7 Joko Widodo di Solo.

    Diketahui, Kejaksaan Agung (Kejagung) mengumumkan tujuh tersangka dalam penyidikan korupsi ekspor-impor minyak mentah.

    Satu dari tujuh para tersangka tersebut adalah Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) yang merupakan putra Riza Chalid.

    Kejagung juga telah menggeledah rumah Riza Chalid  di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada Selasa, 25 Februari 2025.

    Dari penggeledahan, penyidik menyita ada 34 ordner yang berisi dokumen-dokumen dan itu sekarang sedang diteliti, karena di dalam ordner kemudian ada 89 bundel dokumen. Kemudian ada uang tunai sebanyak Rp833 juta dan 1.500 dolar AS. Kemudian ada 2 CPU.

  • Kejagung Tetapkan Dua Tersangka Baru Korupsi Pertamax Oplosan Rugikan Negara Rp193,7 Triliun

    Kejagung Tetapkan Dua Tersangka Baru Korupsi Pertamax Oplosan Rugikan Negara Rp193,7 Triliun

    GELORA.CO -Penyidik Kejaksaan Agung menetapkan dua tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah di antaranya dengan cara mengoplos BBM dengan RON 90 (Pertalite) menjadi RON 92 atau (Pertamax).

    Keduanya adalah Direktur Pemasaran Pusat Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya dan dan VP Trading Produk Pertamina Patra Niaga, Edward Corne.

    “Kedua tersangka diduga melakukan tindak pidana bersama tujuh tersangka yang telah kami sampaikan,” ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Abdul Qohar di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu malam, 26 Februari 2025. 

    Abdul Qohar menjelaskan peran Maya dan Edward dalam korupsi yang sejauh ini ditaksir merugikan negara Rp 193,7 triliun itu. Tersangka Maya atas persetujuan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan, diduga memberikan izin membeli Pertalite untuk kemudian diblending menjadi Pertamax. Namun, pada saat pembelian, Pertalite tersebut dibeli dengan harga Pertamax.

    “Blending (dilakukan) di terminal PT Orbit (PT Orbit Terminal Merak) milik tersangka GRJ (Gading Ramadhan Joedo). Ini tidak sesuai,”

    Maya Kusmaya dan Edward Corne ditetapkan tersangka usai keduanya menjalani pemeriksaan. Maya dan Edward sedianya menjalani pemeriksaan sebagai saksi pukul 10.00 namun tidak hadir tanpa alasan yang jelas. Kemudian, penyidik melakukan pencarian dan berhasil menemukan keduanya serta dilakukan pemeriksaan.

    Usai ditetapkan menjadi tersangka, Maya dan Edward langsung dijebloskan ke penjara untuk kepentingan penyidikan. Keduanya ditahan di Rutan Salemba.

    “Tim penyidik melakukan penahanan selama 20 hari ke depan,” demikian kata Abdul Qohar.

    Terkait kasus yang sama, Kejagung sebelumnya menetapkan tujuh orang sebagai tersangka. Mereka adalah selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan; Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, Sani Dinar Saifuddin; Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi; VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina International Agus Purwono.

    Lalu Beneficially Owner PT Navigator Khatulistiwa Muhammad Kerry Adrianto Riza; Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT. Jenggala Maritim, Dimas Werhaspati; dan Komisaris PT Jengga Maritim dan Direktur PT Orbit Terminal Merak, Gading Ramadhan Joedo

  • Pengoplosan Pertamax di Kasus PT Pertamina Niaga Dilakukan di Perusahaan Anak Riza Chalid

    Pengoplosan Pertamax di Kasus PT Pertamina Niaga Dilakukan di Perusahaan Anak Riza Chalid

    Pengoplosan Pertamax di Kasus PT Pertamina Niaga Dilakukan di Perusahaan Anak Riza Chalid
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kejaksaan Agung mengungkap bahwa pengoplosan minyak mentah RON 92 alias Pertamax dengan mencampur minyak yang kualitasnya lebih rendah dilakukan di terminal dan perusahaan milik anak pengusaha minyak Muhammad Riza Chalid, yaitu tersangka Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR).
    Pengoplosan ini terjadi di terminal PT Orbit Terminal Merak yang dimiliki bersama-sama oleh Kerry dan tersangka GRJ.
    Hal ini terungkap saat Kejaksaan Agung (
    Kejagung
    ) menjelaskan peran dua tersangka baru, yaitu Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya dan VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga, Edward Corne dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.
    “Kemudian, tersangka MK memerintahkan dan atau memberikan persetujuan kepada EC untuk melakukan blending produk kilang pada jenis RON 88 dengan RON 90 agar dapat menghasilkan RON 92 di terminal PT Orbit Terminal Merak milik tersangka MKAR dan tersangka GRJ atau yang dijual dengan harga RON 92,” ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung Abdul Qohar saat konferensi pers di Gedung Kartika Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (26/2/2025).
    Selain itu, Kerry Ardianto disebutkan juga menerima keuntungan setelah Maya dan Edward menyetujui
    mark up
    atau penggelembungan harga kontrak
    shipping
    atau pengiriman yang dilakukan oleh tersangka JF selaku Direktur Utama PT Pertamina Internasional Shipping.
    Akibat
    mark up
    ini, PT Pertamina Patra Niaga harus mengeluarkan biaya atau
    fee
    senilai 13-15 persen secara melanggar hukum yang akhirnya memberikan keuntungan kepada tersangka MKAR dan tersangka DW.
    Atas perbuatan sembilan tersangka ini, negara disebut mengalami kerugian hingga Rp 193,7 triliun.
    Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan tujuh tersangka atas kasus tersebut, di mana empat di antaranya merupakan petinggi dari anak usaha atau subholding Pertamina.
    Keempatnya yakni Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (RS); Direktur Utama PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi (YF); Direktur Feedstock and Product Optimalization PT Kilang Pertamina Internasional Sani Dinar Saifuddin (SDS); dan VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional Agus Purwono (AP).
    Sedangkan, tiga broker yang menjadi tersangka yakni MKAR selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa; DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim; dan GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Ini Respons Kejagung Soal Oplosan Pertamax yang Dilakukan Anak Usaha Pertamina

    Ini Respons Kejagung Soal Oplosan Pertamax yang Dilakukan Anak Usaha Pertamina

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) merespons soal pernyataan pihak Pertamina Patra Niaga yang menyatakan tidak mengoplos bahan bakar Pertamax.

    Sebelumnya, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi XII DPR RI, Rabu (26/2/2025). Plh. Dirut Pertamina Patra Niaga Mars Ega Legowo Putra menyatakan telah melakukan blending dalam BBM Pertamina.

    Namun, menurutnya, proses pencampuran BBM Pertamax dengan zat aditif itu dilakukan bertujuan untuk meningkatkan performa mesin kendaraan.

    Merespons hal tersebut, Dirdik Jampidsus Kejagung RI, Abdul Qohar menyatakan tidak dalam kapasitas mengomentari cara kerja bisnis atau teknis dari Pertamina Patra Niaga.

    Namun demikian, Qohar menekankan bahwa pihaknya mengusut setiap perkara minyak mentah ini berdasarkan fakta dan alat bukti yang telah ditemukan penyidik.

    Menurutnya, penyidik Jampidsus menemukan bahwa ada modus pencampuran Ron 90 atau di bawahnya Ron 88.

    “Tetapi penyidik menemukan tidak seperti itu. Ada RON 90 atau dibawahnya ya 88 diblending dengan RON 92, jadi RON dengan RON,” ujar Qohar di Kejagung, Rabu (26/2/2025) malam.

    Dia menambahkan, BBM hasil pencampuran itu kemudian dipasarkan atau dijual dengan harga yang sama seperti Ron 92 atau sejenis Pertamax.

    Di samping itu, Qohar menekankan bahwa pihaknya bakal melakukan pendalaman lebih lanjut terkait dengan temuan blending tersebut.

    “Jadi hasil penyidikan saya sudah sampaikan itu, Ron 90 atau di bawahnya itu, tadi fakta yang ada di transaksi Ron 88 diblending dengan 92 dan dipasarkan seharga 92,” pungkasnya.

  • Kejagung Beberkan Kronologi Jemput Paksa 2 Pejabat Anak Usaha Pertamina

    Kejagung Beberkan Kronologi Jemput Paksa 2 Pejabat Anak Usaha Pertamina

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) menjelaskan kronologi penjemputan paksa dua pejabat Pertamina Patra Niaga terkait perkara dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang.

    Sebelumnya, dua tersangka baru itu yakni Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya (MK) dan VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga Edward Corne (EC).

    Dirdik Jampidsus Kejagung RI, Abdul Qohar mengatakan mulanya penyidik telah menjadwalkan bakal memeriksa Maya dan Edward pukul 10.00 WIB.

    Hanya saja, hingga pukul 14.00 WIB, keduanya tak kunjung hadir dalam pemeriksaan oleh penyidik Jampidsus Kejagung RI.

    “Jadi kedua tersangka itu kita panggil dengan patut jam 10, namun demikian sampai jam 2 yang bersangkutan belum hadir,” ujarnya di Kejagung, Rabu (26/2/2025) malam.

    Berdasarkan hal tersebut, Qohar menyatakan bahwa pihaknya perlu melakukan upaya penjemputan paksa terhadap Maya dan Edward di kantornya.

    “Sehingga kita terpaksa menjemput yang bersangkutan di kantor, di kantor yang bersangkutan,” pungkasnya.

    Kemudian, Kapuspenkum Kejagung RI Harli Siregar menyampaikan bahwa penyidik langsung melakukan pemeriksaan secara maraton terhadap keduanya.

    Singkatnya, setelah mengantongi keterangan dan langsung melakukan gelar perkara. Hasilnya, Maya dan Edward ditetapkan sebagai tersangka.

    “Maka penyidik berketetapan terhadap kedua orang saksi ini dinyatakan sebagai tersangka,” tutur Harli.

    Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Maya dan Edward sama-sama dijebloskan ke Rutan Salemba Kejagung selama 20 hari mulai dari  untuk keperluan penyidikan.

  • Ini Peran 2 Pejabat Anak Usaha Pertamina di Kasus Tata Kelola Minyak Mentah

    Ini Peran 2 Pejabat Anak Usaha Pertamina di Kasus Tata Kelola Minyak Mentah

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) menjelaskan peran dua tersangka baru dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina-KKKS periode 2018-2023.

    Sebelumnya, dua tersangka baru itu yakni Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya (MK) dan VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga Edward Corne (EC).

    Dirdik Jampidsus Kejagung RI, Abdul Qohar mengatakan Maya dan Edward berperan melakukan pembelian bahan bakar Ron 90 atau lebih rendah atas persetujuan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Patra Niaga.

    Hanya saja, pembelian bahan bakar itu tidak sesuai perencanaan. Sebab, seharusnya pembelian itu dilakukan untuk pembelian Ron 92 atau sejenis Pertamax.

    “Sehingga menyebabkan pembayaran impor produk kilang dengan harga tinggi tidak sesuai dengan kualitas barang,” ujarnya di Kejagung, Rabu (26/2/2025) malam.

    Selanjutnya, Maya juga diduga telah memerintahkan Edward untuk melakukan blending produk kilang jenis Ron 88 Premium dengan Ron 92 agar dapat menghasilkan RON 92.

    Kegiatan blending bahan bakar itu dilakukan di PT Orbit Terminal milik tersangka Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) dan Gading Ramadhan Joedo (GRJ) atau yang dijual dengan harga Ron 92.

    “Hal ini tidak sesuai dengan proses pengadaan produk kilang dan core bisnis PT Pertamina Patra Niaga,” tambahnya.

    Kemudian, Maya dan Edward juga diduga melakukan pembayaran impor produk kilang yang seharusnya dapat menggunakan metode term/pemilihan langsung. 

    Namun, dalam pelaksanaannya kedua tersangka justru menggunakan metode spot/penunjukan langsung sehingga PT Pertamina Patra Niaga membayar impor produk kilang dengan harga yang tinggi kepada mitra usaha/DMUT.

    Selain itu, Maya dan Edward juga mengetahui dan menyetujui soal mark up kontrak shipping Dirut PT Pertamina Internasional Shipping Yoki Firnandi. 

    Perbuatan itu kemudian telah membuat PT Pertamina Patra Niaga mengeluarkan fee sebesar 13%-15% secara melawan hukum.

    “Fee tersebut diberikan kepada Tersangka MKAR selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa dan Tersangka DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa,” pungkasnya.

    Atas perbuatan itu, Maya dan Edward disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 UU No.31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No.20/2001 tentang Perubahan Atas UU RI No.31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.