Kementrian Lembaga: Kejagung

  • Mahfud MD Berharap KPK dan Polri Seberani Kejagung dalam Berantas Korupsi: Sinergis, Bukan Saingan – Halaman all

    Mahfud MD Berharap KPK dan Polri Seberani Kejagung dalam Berantas Korupsi: Sinergis, Bukan Saingan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD berharap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri seberani Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam mengambil langkah pemberantasan korupsi.

    Hal itu disampaikan Mahfud MD saat mengapresiasi pemerintah dan Kejagung dalam menangani kasus korupsi.

    “Kita apresiasi, kita berharap juga KPK dan kepolisian melakukan hal yang sama tapi bersinergis bukan rebutan atau bersaing, sinergis saja bahwa semuanya ingin memberantas korupsi,” ungkap Mahfud, Kamis (27/2/2025), dikutip dari Kompas TV.

    Mahfud menilai aksi Kejagung menangani kasus korupsi tak lepas dari peran Presiden Prabowo Subianto.

    “Kejaksaan Agung tidak akan seberani itu kalau tidak mendapat izin dari Presiden,” ujarnya.

    “Oleh sebab itu saya juga mengapresiasi bahwa presiden membiarkan Kejaksaan Agung itu bekerja, apapun motif, kalau ada motif politiknya terserah, tapi hukum tegak seperti itu,” imbuh Mahfud.

    Kejaksaan Agung diketahui tengah menangani sejumlah kasus dugaan tindak pidana korupsi, seperti PT Timah, impor gula, hingga kasus Pertamina.

    Mahfud MD menilai, ini adalah langkah awal akan dilakukan dan perlu dilakukan Presiden Prabowo.

    “Nah kita tunggu, jadi kita jangan sampai nihilis seakan-akan yang dilakukan pemerintah tuh salah terus, tidak ada gunanya. Ini ada gunanya, ada gunanya,” tekannya.

    Korupsi di Tubuh Pertamina

    Diketahui, Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah menangani kasus korupsi tata kelola minyak mentah di PT Pertamina periode 2018-2023 yang merugikan negara Rp193,7 triliun.

    Kejagung kembali menetapkan dua tersangka, yaitu Maya Kusmaya selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Niaga dan Edward Corne selaku VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga. 

    Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, mengungkapkan penetapan tersangka terhadap Maya Kusmaya dan Edward Corne setelah ditemukan adanya alat bukti yang cukup terkait tindak pidana korupsi yang dilakukan keduanya.

    “Penyidik telah menemukan bukti yang cukup bahwa kedua tersangka tersebut diduga melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dengan tujuh tersangka kemarin,” jelas Qohar dalam jumpa pers, Rabu (26/2/2025).

    Maya Kusmaya (MK) dan Edward Corne (EC) terlibat dalam proses perencanaan serta pelaksanaan blending atau pengoplosan Pertamax alias RON 92 dengan minyak mentah yang lebih rendah kualitasnya.

    “Kemudian, tersangka MK memerintahkan dan atau memberikan persetujuan kepada EC untuk melakukan blending produk kilang pada jenis RON 88 dengan RON 92 agar dapat menghasilkan RON 92,” kata Abdul Qohar di Gedung Kartika Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu, dikutip dari Kompas.com.

    Pengoplosan ini terjadi di terminal PT Orbit Terminal Merak yang merupakan milik tersangka MKAR, Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, dan tersangka GRJ yang merupakan Komisaris PT Jenggala Maritim serta Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.

    Atas persetujuan dari tersangka, Riva Siahaan (RS), Maya, dan Edward melakukan pembelian RON 90 atau yang lebih rendah dengan harga RON 2.

    Minyak yang dibeli ini kemudian dioplos oleh kedua tersangka sehingga menjadi RON 92 alias Pertamax.

    Proses yang dilakukan oleh kedua tersangka baru ini tidak sesuai dengan proses pengadaan produk kilang dan tata cara bisnis PT Pertamina Patra Niaga.

    Maya dan Edward disebut melakukan pembayaran impor produk kilang menggunakan metode pemilihan penunjukan langsung.

    Padahal, metode pembayaran bisa dilakukan dengan term atau dalam jangka panjang yang harganya dibilang wajar.

    “Tetapi, dalam pelaksanaannya menggunakan metode spot atau penunjukan langsung harga yang berlaku saat itu, sehingga PT Pertamina Patra Niaga membayar impor produk kilang dengan harga yang tinggi kepada mitra usaha,” jelas Qohar.

    Maya dan Edward juga mengetahui serta menyetujui mark up atau penggelembungan harga kontrak shipping atau pengiriman yang dilakukan oleh tersangka JF selaku Direktur Utama PT Pertamina Internasional Shipping.

    7 Tersangka Lainnya

    Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan tujuh tersangka, yang terdiri dari empat petinggi subholding Pertamina serta tiga broker minyak.

    Petinggi Subholding Pertamina yang Jadi Tersangka:

    Riva Siahaan (RS) – Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga
    Yoki Firnandi (YF) – Direktur Utama PT Pertamina International Shipping
    Sani Dinar Saifuddin (SDS) – Direktur Feedstock and Product Optimalization PT Kilang Pertamina Internasional
    Agus Purwono (AP) – VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional

    Broker Minyak yang Terlibat:

    MKAR – Beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa
    DW – Komisaris PT Navigator Khatulistiwa & PT Jenggala Maritim
    GRJ – Komisaris PT Jenggala Maritim & Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak

    (Tribunnews.com/Gilang Putranto, Nuryanti) (Kompas.com)

  • Pulihkan Kepercayaan Masyarakat, Erick Thohir Bakal Review Total Pertamina

    Pulihkan Kepercayaan Masyarakat, Erick Thohir Bakal Review Total Pertamina

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bakal mereview total terhadap Pertamina.

    Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir mengatakan upaya ini termasuk untuk memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap produk-produk yang dihasilkan oleh perusahaan energi terbesar di Indonesia tersebut.

    Kendati demikian, sebagai Menteri BUM, pihaknya tak dapat langsung terlibat dalam keputusan perusahaan. Namun, pihaknya telah koperatif dengan Kejaksaan Agung untuk menyelidiki masalah tersebut termasuk dugaan oplosan atau blending bahan bakar.

    “Saya rapat jam 11 malam, mengenai isu apakah ini blending oplosan, kami tidak mau berargumentasi. Tetapi kalau itu ada oplosan di titik tertentu, ya kami, tadi sudah di laporan ini kan dari Kejaksaan sedang menggali itu. Apakah blending?,” ujarnya usai menghadiri Konferensi Pers Penurunan Harga Tiket Pesawat di Terminal 2F Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Sabtu (1/3/2025)

    Menurutnya blending dalam industri perminyakan sebenarnya sudah biasa terjadi. Namun yang menjadi hal penting terkait bleding apakah merupakan tindakan koruptif atau bagian dari upaya untuk meningkatkan performa bensin.

    “Blending ini mesti dilihat dari kategori yang berbeda, apakah itu koruptif atau bagian dari peningkatan performa bensin,” katanya.

    Dalam kesempatan yang sama, dia menyoroti adanya percobaan yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat yang membandingkan performa bensin dari berbagai merek termasuk Pertamina, BP, Vivo, dan Shell.

    Menurutnya, eksperimen tersebut menunjukkan adanya kompetisi yang sehat di pasar dan memberikan peluang untuk introspeksi dari masyarakat.

    “Saya rasa dengan era keterbukaan ini, interaksi yang terjadi sangat positif. Karena ini market yang free,” ucapnya.

    Di sisi lain, Erick menerangkan mayoritas pom bensin di Indonesia tidak dimiliki oleh Pertamina, melainkan oleh UMKM dan pihak swasta. Oleh karena itu, pihaknya perlu menjaga ekosistem ini agar tetap berjalan dengan baik.

    “Pom bensin itu tidak semua milik Pertamina. Juga dimiliki oleh UMKM dan swasta. Kita harus menjaga ekosistem ini. Jangan benahi sesuatu dengan emosi dan tuduh-menuduh. Kita harus jelaskan lanskapnya secara terbuka,” tuturnya.

    Dia menegaskan Pemerintah tidak hanya akan fokus pada masalah yang sedang dihadapi oleh Pertamina tetapi juga akan melihat perspektif secara menyeluruh dalam menyikapi kasus-kasus sebelumnya seperti Garuda, Asabri, dan Jiwasraya.

    Dia menekankan pentingnya transparansi dan keterbukaan dalam mengelola perusahaan-perusahaan BUMN untuk menjaga kepercayaan publik.

    Dengan langkah-langkah tersebut, Erick berharap proses review dan pembenahan yang sedang dilakukan dapat memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap Pertamina serta meningkatkan kinerja perusahaan di masa depan.

    “Jadi ya itu kita harus lihat perspektifnya secara menyeluruh, enggak bisa hanya di satu isu,” ujar Erick.

  • Sidang Perdana Tom Lembong di Kasus Impor Gula Digelar 6 Maret 2025

    Sidang Perdana Tom Lembong di Kasus Impor Gula Digelar 6 Maret 2025

    Sidang Perdana Tom Lembong di Kasus Impor Gula Digelar 6 Maret 2025
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com

    Sidang perdana
    terhadap mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong, akan digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, pada Kamis (6/3/2025).
    Tom Lembong
    merupakan terdakwa kasus dugaan korupsi
    impor gula
    di Kementerian Perdagangan pada 2015-2016.
    Dilihat dalam Sistem Aplikasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Pusat, perkara Tom Lembong bernomor 34/Pid.Sus-TPK/2025/PN Jkt.Pst.
    Tom Lembong dijadwalkan menjalani
    sidang perdana
    pada 6 Maret 2025 pukul 09.00 WIB hingga selesai.
    “Sidang perdana,” tulis SIPP PN Jakarta Pusat, dikutip Sabtu (1/3/2025).
    Disebutkan juga, nama penuntut umum dalam sidang tersebut adalah Muhammad Fadil Paramajeng.
    Diketahui, total ada 11 orang tersangka ditetapkan
    Kejaksaan Agung
    dalam kasus
    korupsi impor gula
    tersebut.
    Penyidik menilai para tersangka telah melaksanakan importasi gula secara melawan hukum pada Kementerian Perdagangan periode 2015-2016.
    Perbuatan mereka dianggap telah menguntungkan pihak lain dan mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 578 miliar berdasarkan laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
    Meski begitu, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, menyebutkan bahwa Tom Lembong tidak dibebankan kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi impor gula.
    Qohar menjelaskan bahwa uang pengembalian kerugian negara yang diperoleh Kejaksaan Agung dalam kasus ini berasal dari praktik korupsi yang terjadi tidak pada masa jabatan Tom Lembong sebagai menteri.
    “Ini adalah kerugian di tahun 2016 yang pada saat itu pejabatnya bukan Pak Menteri Perdagangan saat itu, bukan Pak Thomas Lembong,” kata Qohar, di Kantor Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (25/2/2025).
    “Jadi, karena bukan pada masa beliau, maka kerugian itu tidak dibebankan pada para tersangka yang disangkakan melanggar ketentuan tindak pidana korupsi bersama-sama dengan Pak Thomas Lembong,” ujar dia.
    Qohar menambahkan, sejauh ini Kejaksaan Agung telah memperoleh pengembalian kerugian negara senilai total Rp 565.339.071.925,25 atau Rp 565 miliar dari 9 tersangka yang berstatus pihak swasta.
    Selain Tom Lembong, Kejaksaan Agung menetapkan Charles Sitorus (CS) selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI sebagai tersangka.
    Sembilan tersangka lainnya adalah Direktur Utama PT AP berinisial TW; Presiden Direktur PT AF berinisial WN; Direktur Utama PT SUC berinisial HS; Direktur Utama PT MSI berinisial IS; dan Direktur PT MP berinisial TSEP.
    Kemudian, Direktur PT BSI berinisial HAT; Direktur Utama PT KTM berinisial ASB; Direktur Utama PT BFM berinisial HFH; dan Direktur PT PDSU berinisial ES.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Ahok Ngaku Punya Bukti Jika Dipanggil Kejagung Urusan Korupsi Pertamina

    Ahok Ngaku Punya Bukti Jika Dipanggil Kejagung Urusan Korupsi Pertamina

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisaris Utama Pertamina periode 2019-2024 Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengaku memiliki bukti yang lengkap jika dipanggil oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait dugaan korupsi di Pertamina.

    Ahok menyatakan bahwa selama menjabat sebagai Komisaris Utama, setiap rapat yang dilakukan, baik secara tatap muka maupun virtual, tercatat dengan baik dan memiliki bukti yang jelas.

    “Semua rapat itu hybrid, kadang-kadang kita Zoom Meeting. Semua punya rekaman dan bahkan setiap selesai rapat, saya pasti ada notulennya. Ini semua lengkap, rekaman atau pencatatan,” ujarnya dikutip melalui Youtube Narasi Newsroom, Sabtu (1/3/2025).

    Lebih lanjut, Ahok mengungkapkan bahwa meskipun posisinya sebagai Komisaris Utama Holding, dia tetap melakukan pengawasan yang mendalam hingga ke level terbawah.

    Dia memberi contoh pengawasan yang dilakukan, salah satunya terkait dengan kondisi toilet di SPBU Pertamina yang dianggapnya tidak memadai.

    “Saya urusin, kenapa toilet SPBU Pertamina kok gitu jelek? Kenapa nggak mau bagus agar orang mampir seperti ke toko, seperti departement store, seperti ke Alfamart, Indomart yang kecil-kecil itu? Mereka mampir ke toilet, kenapa kita nggak lakukan?” katanya.

    Ahok juga mengungkapkan bahwa dia mendorong penggunaan sistem pembayaran nontunai dengan kartu My Pertamina dan sering kali terlibat langsung dalam pengawasan operasional.

    Bahkan, dia menambahkan, beberapa pihak menyindir posisinya dengan menyebut dirinya seperti Direktur Utama (Dirut) meski secara resmi hanya menjabat sebagai Komisaris Utama.

    “Padahal saya ditaruh di mana pun, saya merasa memiliki perusahaan itu. Saya sampai ledekin, saya bukan Komut rasa Dirut, tetapi Dirut nyaru Komut,” tandas Ahok.

  • Peran Kejaksaan Agung dan KPK dalam Kasus Tindak Pidana Korupsi

    Peran Kejaksaan Agung dan KPK dalam Kasus Tindak Pidana Korupsi

    Jakarta, Beritasatu.com – Upaya memberantas korupsi di Indonesia melibatkan dua institusi utama yang memiliki peran penting, yakni Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Korupsi merupakan salah satu kasus yang marak terjadi dan dapat ditindak pidana apabila terdapat cukup bukti.

    Kejagung dan KPK memiliki peran penting dalam pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia, meskipun masing-masing lembaga memiliki fungsi dan kewenangan yang berbeda.

    Dalam tindak pidana korupsi, Kejagung lebih berfokus pada penuntutan dan eksekusi putusan pengadilan. Sementara KPK memiliki kewenangan lebih luas dalam hal pencegahan, koordinasi, dan pengawasan terkait kasus korupsi.

    Lebih dalam, berikut merupakan peran Kejagung dan KPK dalam kasus tindak pidana korupsi, dikutip dari berbagai sumber.

    Peran Kejaksaan Agung

    Kejaksaan Agung berfungsi sebagai lembaga penuntut umum yang memiliki kewenangan dalam penegakan hukum, termasuk sebagai berikut.

    1. Penuntutan

    Melakukan penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi setelah proses penyidikan selesai. Kejaksaan bertanggung jawab untuk membawa kasus ke pengadilan dan memastikan pelaksanaan putusan hakim.

    2. Penyelidikan dan penyidikan

    Kejaksaan memiliki kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap kasus-kasus tertentu yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi sesuai dengan ketentuan undang-undang.

    3. Pelaksanaan putusan

    Setelah pengadilan memutuskan suatu kasus korupsi, Kejagung bertugas untuk melaksanakan putusan tersebut, termasuk eksekusi hukuman bagi terpidana.

    Peran KPK

    KPK memiliki mandat yang lebih luas dalam pemberantasan korupsi, di antaranya adalah berikut.

    1. Koordinasi dan supervisi

    KPK bertugas melakukan koordinasi dengan instansi lain yang berwenang dalam pemberantasan tindak pidana korupsi serta mengawasi pelaksanaan tugas instansi tersebut.

    2. Penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan

    KPK memiliki wewenang untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi. KPK dapat mengambil alih kasus dari kepolisian atau kejaksaan jika ditemukan indikasi ketidakefisienan atau penyalahgunaan wewenang.

    3. Pencegahan korupsi

    Selain penindakan, KPK juga melakukan tindakan pencegahan untuk mengurangi potensi terjadinya tindak pidana korupsi di berbagai sektor pemerintahan.

    Peran Kejaksaan Agung dan KPK sangat penting dalam upaya pemberantasan korupsi. Sinergi antara kedua lembaga ini diharapkan dapat meningkatkan efektivitas penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi di Indonesia. Meskipun memiliki peran yang berbeda, keduanya saling melengkapi dalam menjalankan tugasnya untuk memberantas korupsi secara menyeluruh.

  • Tersangka Kasus Korupsi Pertamina, Ahok Ngaku Pernah Maki-maki dan Ancam Pecat Riva Siahaan

    Tersangka Kasus Korupsi Pertamina, Ahok Ngaku Pernah Maki-maki dan Ancam Pecat Riva Siahaan

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengaku pernah memaki-maki Riva Siahaan. Direktur Utama (Dirut) Pertamina Patra Niaga yang ditetapkan tersangka dugaan korupsi oplosan Bahan Bakar Minyak (BBM).

    “Saya sudah teriak berapa kali gue pecat lu,” kata Ahok dikutip dari YouTube Narasi TV, Sabtu (1/3/2025).

    Di momen saat jadi Komisaris Utama (Komut) itu, Ahok bahkan mengatakan hal tersebut dilakukannya bukan hanya sekali. Tapi nyaris tiap pekan.

    “Maki-maki hampir tiap minggu,” ujarnya.

    Ia lalu menjelaskan beberapa momen yang dimaksud. Yakni saat Ahok memerintahkan Riva agar pembayaran tunai ditiadakan di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).

    “Saya kasih contoh ya. Saya minta tunai dihilangkan di SPBU,” tuturnya.

    Ketika Riva ditetapkan tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Ia mengaku tak terlalu kaget.

    “Iya (tidak kaget). Tapi saya tidak pernah berpikir dia kena kasus markup markup. Karena bukan ranah saya. Tapi kalau marah karena mereka tidak kerjakan, saya sudah marah berkali-kali karena lambat masuk digital,” jelansya.

    Selama ia menjabat Komut Pertamina, Ahok mengatakan sudah bekerja semaksimal mungkin. Namun ia keterbatasan wewenang, karena hanya menjabat Komut, bukan Direktur Utama (Dirut).

    “Kenapa gak bisa sikat semua? Lo kasih gue Dirut dong. Gue pecatin-pecatin tiap Minggu,” terangnya.
    (Arya/Fajar)

  • Sidang Perdana Tom Lembong Terkait Kasus Impor Gula Digelar 6 Maret

    Sidang Perdana Tom Lembong Terkait Kasus Impor Gula Digelar 6 Maret

    Jakarta

    Sidang perdana mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong, dalam kasus dugaan korupsi impor gula segera digelar. Sidang akan digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

    Dilihat dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Pusat, Sabtu (1/3/2025), sidang perdana Tom Lembong akan digelar pada Kamis (6/3). Agenda sidang adalah pembacaan surat dakwaan oleh jaksa penuntut umum (JPU).

    “Kamis, 6 Maret 2025, jam 09.00 WIB sampai dengan selesai, agenda sidang pertama,” demikian tertulis dalam laman resmi SIPP PN Jakpus.

    Berkas perkara Tom Lembong teregister dengan nomor 34/Pid.Sus-TPK/2025/PN Jkt.Pst. Sidang diagendakan digelar di ruang Prof Dr. H. Muhammad Hatta Ali Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.

    Sebagai informasi, dalam kasus ini, Tom Lembong dan Charles Sitorus telah ditetapkan sebagai tersangka. Kemudian Kejagung kembali menetapkan 9 tersangka lainnya. Sehingga total tersangka kasus impor gula menjadi 11 orang.

    Tom juga sempat mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Jakarta Selatan. Namun, gugatan praperadilan Tom ditolak Majelis Hakim PN Jakarta Selatan. Artinya status tersangka Tom Lembong sudah sah dan sesuai aturan hukum.

    Perbuatan Tom Lembong dkk diduga telah merugikan keuangan negara hingga Rp 578 miliar. Atas perbuatannya, Tom Lembong dkk dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

    (mib/maa)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Ahok Terbuka Bongkar Kasus Pertamina Bila Dipanggil Jadi Saksi Kejagung

    Ahok Terbuka Bongkar Kasus Pertamina Bila Dipanggil Jadi Saksi Kejagung

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisaris Utama Pertamina periode 2019-2024 Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menyatakan kesiapannya untuk memberikan keterangan kepada Kejaksaan Agung (Kejagung) jika dipanggil sebagai saksi dalam kasus yang melibatkan Pertamina.

    Ahok mengungkapkan bahwa dirinya sangat terbuka untuk memberikan informasi dan keterangan yang dimiliki terkait dengan aktivitas dan pengawasan yang dilakukan selama menjabat di Pertamina.

    Menanggapi kemungkinan dipanggil oleh Kejaksaan Agung, Ahok menyatakan bahwa dirinya tidak keberatan untuk memberikan keterangan.

    “Saya kira itu sangat bagus ya. Kalau minta keterangan itu hak aparat, hak kejaksaan,” ujarnya dikutip melalui Youtube Narasi Newsroom, Sabtu (1/3/2025).

    Lebih lanjut, Ahok juga menekankan bahwa Pertamina memiliki struktur organisasi yang melibatkan banyak pihak dalam pengambilan keputusan, termasuk anak perusahaan Patra Niaga yang juga memiliki Dewan Komisaris dan Komisaris Utama. 

    Dirinya menjelaskan bahwa keputusan besar terkait perubahan jajaran direksi Pertamina atau anak perusahaannya seperti Patra Niaga, berada di tangan Menteri BUMN, bukan hanya dirinya sebagai Komisaris Utama.

    “Ada jenjangnya nih. Ini anak perusahaan Pertamina Patra Niaga itu punya Dewan Komisaris juga. Dan di atas itu yang bisa memutuskan penggantian itu juga ada Dirut, Dirut dari Direksi Pertamina Persirut. Holdingnya lagi nih. Dan keputusan mengganti Dirut Direksi Holding atau Subholding itu juga ada di tangan Menteri BUMN,” tuturnya.

    Ahok juga menegaskan bahwa dia siap memberikan semua informasi yang dimiliki selama menjabat sebagai Komisaris Utama. Jika diminta, dia bersedia menyerahkan notulen rapat dan rekaman yang mencatat semua diskusi dan keputusan yang diambil selama masa jabatannya.

    “Kalau mau tanya saya keterangan apa yang saya ketahui, ya saya dengan senang hati akan memberikan keterangan. Kami ini hampir tiap hari rapat untuk ngawasin, melakukan pengawasan sampai ke bawah nih,” imbuhnya.

    Ahok menyebutkan bahwa dia memiliki catatan detail mengenai apa yang diminta untuk diubah, namun tidak dilaksanakan oleh Direksi, termasuk dari anak perusahaan.

    “Saya bisa memberikan semua notulen dan rekaman selama saya jadi Komut. Apa yang saya sampaikan, apa yang saya minta diubah yang tidak dilakukan oleh Direksi termasuk anak perusahaan boleh,” pungkas Ahok.

  • Ahok Senang Jika Dipanggil Kejagung Soal Pertamina, Jhon Sitorus Ungkit Saat Jadi Saksi Kasus Suap Reklamasi oleh Sanusi

    Ahok Senang Jika Dipanggil Kejagung Soal Pertamina, Jhon Sitorus Ungkit Saat Jadi Saksi Kasus Suap Reklamasi oleh Sanusi

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pegiat Media Sosial Jhon Sitorus mendukung jika Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan pemanggilan pemeriksaan terhadap Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengenai Mega korupsi yang terjadi di Pertamina Patra Niaga.

    Sebagai mantan Komisaris Utama (Komut) Pertamina, Ahok dinilai memiliki pengetahuan luas terkait apa yang selama ini terjadi di Pertamina.

    “Saya juga senang jika Ahok diperiksa oleh Kejaksaan Agung, apalagi kalau pemeriksaannya secara terbuka,” ujar Jhon di X @JhonSitorus18 (1/3/2025).

    Dikatakan Jhon, dirinya mengingat ketika Ahok dipanggil menjadi saksi di sidang kasus suap Reklamasi oleh mantan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohammad Sanusi.

    Saat itu, Sanusi didakwa menerima suap Rp2 miliar terkait pembahasan Rancangan Peraturan Daerah mengenai zonasi pesisir untuk proyek reklamasi di Teluk Jakarta.

    “Kita disuguhkan dengan tontonan gratis dan penuh daging soal ilmu hukum dan logika di depan pengadilan,” terangnya.

    Jhon menuturkan bahwa Ahok paham mengenai detil soal apa yang dia kerjakan dalam ranah komisaris Pertamina.

    “Yang jelas, Ahok tidak pernah lari atau mangkir. Ahok selalu hadir dengan tegak kepala,” tandasnya.

    Terpisah, Elite Partai Demokrat, Andi Arief, menyoroti polemik dugaan korupsi di PT Pertamina Patra Niaga dan mempertanyakan kinerja Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) selama menjabat sebagai Komisaris Utama Pertamina.

    Andi Arief menyinggung pembangunan kilang minyak yang sudah lama menjadi isu publik.

    Ia mempertanyakan berapa banyak kilang yang telah dibangun selama Ahok menjabat sebagai Komisaris Utama Pertamina.

  • Korupsi Pertamina Buat Masyarakat Resah, PKB Ingin Presiden Jadikan Ini Momentum untuk BUMN Berbenah – Halaman all

    Korupsi Pertamina Buat Masyarakat Resah, PKB Ingin Presiden Jadikan Ini Momentum untuk BUMN Berbenah – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Wakil Ketua Harian PKB Najmi Mumtaza Rabbany buka suara terkait adanya kasus korupsi tata kelola minyak mentah yang terjadi di PT Pertamina Patra Niaga.

    Diketahui korupsi di Pertamina ini ramai jadi perbincangan publik, terlebih saat muncul isu adanya Pertamax oplosan.

    Hal ini pun membuat banyak masyarakat merasa resah dan dirugikan.

    Menanggapi kasus korupsi di Pertamina, Najmi mendukung agar Presiden Prabowo Subianto memanfaatkan momentum ini untuk membersihkah praktik korupsi di BUMN, terutama di Pertamina.

    “Kami di PKB tentu mendukung penuh langkah Pak Presiden Prabowo untuk bersih-bersih BUMN, terutama di Pertamina, ya,” kata Najmi, dilansir Kompas.com, Sabtu (1/3/2025).

    Menurut Najmi, pembenahan di PT Pertamina ini harus dilakukan agar tidak ada lagi kecurangan yang terjadi di BUMN.

    “Bagi kami, dugaan korupsi di (lingkungan) PT Pertamina harus menjadi momentum untuk berbenah, tidak ada lagi kecurangan oleh siapa pun di tubuh BUMN,” imbuh Najmi.

    Lebih lanjut, Najmi menilai pemberantasan korupsi di BUMN ini seharusnya menjadi prioritas pemerintah.

    Agar pemerintah juga bisa mengamankan dan menyelamatkan aset negara.

    Selain itu pembenahan di BUMN ini juga bisa membantu untuk meningkatkan kepercayaan publik kepada BUMN.

    Mengingat setelah kasus korupsi di Pertamina ini muncul, kekecewaan yang dialami masyarakat sangat besar.

    Mereka banyak yang tak percaya lagi dengan Pertamina dan memilih membeli BBM di perusahaan swasta.

    Hal ini pun membuat tingkat kepercayaan publik ke Pertamina menjadi menurun.

    “Pemberantasan korupsi harus menjadi prioritas utama untuk menyelamatkan aset negara dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap BUMN,” terang Najmi.

    Najmi menambahkan, BUMN adalah perusahaan negara, sehingga sudah seharusnya pengelolaan BUMN ini bisa transparan dan profesional.

    Bukan malah dimanfaatkan oleh oknum-oknum tidak bertanggungjawab untuk mendapatkan keuntungan pribadi.

    “BUMN adalah perusahaan negara yang seharusnya dikelola dengan transparan dan profesional, bukan menjadi lahan bancakan segelintir oknum untuk meraup keuntungan pribadi dan golongan.”

    “Jangan biarkan Presiden berjuang sendirian. Rakyat harus bersatu padu melawan para koruptor yang menggasak uang negara dan telah menyengsarakan hidup rakyat selama ini,” pungkasnya.

    Buntut Kasus Korupsi di Pertamina, DPR Desak Audit Pengadaan BBM

    Anggota Komisi VI DPR RI, Sadarestuwati, mendesak agar dilakukan audit menyeluruh terhadap proses pengadaan BBM bersubsidi Pertalite RON 90 dan Pertamax RON 92. 

    Hal ini merespons dugaan kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018-2023.

    Sadarestuwati meminta agar audit dilakukan secara transparan guna mengembalikan kepercayaan publik terhadap penyelenggara negara.

    “Kami mendengar bahwa kerugian negara yang ditangani Kejaksaan Agung sebesar Rp 193,7 triliun. Itu baru perhitungan di satu tahun saja, bukan kerugian selama periode 2018-2023. Artinya, penyelenggaraan BBM ini telah melenceng dari tujuan awalnya,” kata Sadarestuwati saat dihubungi pada Jumat (28/2/2025).

    Dia menyoroti dugaan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang terus membayangi Pertamina. 

    Menurutnya, fenomena trust issue di masyarakat kian menguat akibat berbagai dugaan ketidakwajaran dalam pengelolaan BBM, termasuk perbedaan kualitas antara Pertalite dan Pertamax yang menjadi perbincangan luas.

    “Pertamina itu harus menghadirkan BBM yang murah dan berkualitas untuk kesejahteraan rakyat. Kasus ini justru memperlihatkan bahwa Pertamina hadir untuk penderitaan rakyat. Ini serba kacau dan berkebalikan.”

    “Sampai beredar luas itu lelucon Pertamax adalah Pertalite yang enggak antre. Jangan disalahkan rakyat merasa ada trust issue dan marah,” ujar Sadarestuwati.

    Sadarestuwati juga menilai bahwa permasalahan BBM ini bisa jadi merupakan fenomena gunung es yang dampaknya lebih luas dari yang terlihat.

    “Coba dihitung, ada berapa konsumen di pabrikan mobil dan bengkel mobil yang mengadu ke Komisi VI terkait urusan ‘Pertalite yang nggak antre’ ini. Korbannya itu masyarakat lho, jangan dianggap enteng. Saya akan minta Badan Perlindungan Konsumen ikut turun tangan biar komprehensif,” jelasnya.

    Dia menegaskan bahwa audit dan penyelidikan harus dilakukan tanpa pandang bulu, termasuk mengusut dugaan konflik kepentingan di dalam tubuh Pertamina.

    “Rakyat tahu itu masih ada kaitannya dengan Nepotisme. Benar itu, rakyat tahu tapi mereka diam tak berani bersuara,” ucap Sadarestuwati.

    Selain meminta audit, Sadarestuwati juga mendesak Pertamina untuk memberikan penjelasan secara terbuka kepada publik.

    Dia menyoroti keluhan masyarakat yang merasa kualitas BBM tidak konsisten, bahkan kendaraan mereka mengalami kendala kecil setelah menggunakan Pertamax.

    “Kan kecewa rakyat sudah beli BBM Non-Subsidi ternyata diperlakukan seperti ini,” tutur Sadarestuwati.

    (Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Fersianus Waku)(Kompas.com/Tria Sutrisna)

    Baca berita lainnya terkait Kasus Korupsi Minyak Mentah.