Kementrian Lembaga: Kejagung

  • Menanti Ahok Buka-bukaan Kasus Korupsi BBM Pertamina

    Menanti Ahok Buka-bukaan Kasus Korupsi BBM Pertamina

    Bisnis.com, JAKARTA — Mantan Komisaris Utama Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, siap buka-bukaan dalam kasus tata kelola minyak mentah Pertamina. Ahok mengklaim memiliki banyak bukti. 

    Adapun Ahok menganggap bahwa kasus yang menjerat sejumlah petinggi subholding Pertamina itu adalah kasus lama. Namun dirinya tidak bisa berbuat banyak karena jabatannya hanya komisaris bukan direktur utama.

    Adapun PDI Peejuangan (PDIP) mendorong tim penyidik Kejaksaan Agung untuk memeriksa mantan Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai saksi di perkara korupsi tata kelola minyak mentah.

    Juru Bicara DPP PDIP Chico Hakim memprediksi Ahok bisa jadi saksi yang tepat untuk dimintai keterangan terkait perkara korupsi yang ada di tubuh Pertamina. Bahkan, menurutnya, Ahok juga tidak segan membongkar perkara korupsi lainnya di Pertamina.

    “Pak Ahok menyambut baik jika dipanggil untuk menjadi saksi di kasus itu. Bahkan, pak Ahok akan membongkar kasus lainnya di Pertamina,” tuturnya kepada Bisnis di Jakarta, Minggu (2/3).

    Chico mengatakan bahwa selama menjadi Komisaris Utama Pertamina, nasihat dari Ahok tidak pernah digubris oleh direksi dan para elite Pertamina, sehingga terjadilah kasus korupsi di pelat merah tersebut.

    “Fungsi pak Ahok ini kan jadi pengawas ya. Beliau ini selalu menyampaikan ke direksi, namun tidak digubris,” katanya.

    Maka dari itu, Chico mengemukakan bahwa Ahok sudah siap untuk memberikan semua keterangan terkait perkara korupsi tersebut dan membantu negara mengembalikan semua kerugian akibat korupsi di Pertamina.

    “Beliau siap dipanggil dan siap hadir untuk membantu negara atau pemerintah dalam membongkar kasus korupsi sekaligus penyelewengan di tubuh Pertamina,” ujarnya.

    Kejagung Periksa Ahok 

    Penyidik Kejaksaan Agung tidak menutup kemungkinan bakal memanggil Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) 2019-2024 Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. 

    Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar mengemukakan penyidik bakal memanggil siapapun untuk menjadi saksi di perkara korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja sama (KKKS) tahun 2018—2023.

    Harli menjelaskan bahwa saksi yang bakal diperiksa harus sesuai dengan kebutuhan penyidik untuk membongkar perkara itu agar terang-benderang.

    “Kalau penyidik berencana memanggil yang bersangkutan (Ahok), kita sampaikan ke publik,” tuturnya kepada Bisnis di Jakarta, Minggu (2/3/2025).

    Namun, menurut Harli, jika penyidik masih belum membutuhkan keterangan dari Ahok, maka Ahok tidak akan dijadikan saksi pada perkara korupsi PT Pertamina tersebut. “Jadi karena ini sangat tergantung pada kebutuhan penyidikan,” katanya.

    Penggeledahan Terminal BBM

    Di sisi lain, penyidik Kejagung telah menggeledah Terminal BBM milik PT Pertamina Patra Niaga di Tanjung Gerem, Banten.

    Pihak PT Pertamina Patra Niaga memastikan Terminal BBM di Tanjung Gerem, Banten masih beroperasi normal meski ada penggeledahan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).

    Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Heppy Wulansari mengatakan pihaknya akan menghormati dan kooperatif pada setiap proses hukum yang ada.

    “Pelayanan dan distribusi energi kepada masyarakat tetap menjadi prioritas utama dan terminal BBM Tanjung Gerem masih beroperasi secara normal,” ujarnya saat dihubungi, Jumat (28/2/2025).

    Dia menambahkan, pihaknya juga bakal terus mengedepankan akuntabilitas dan transparansi sesuai dengan prinsip good corporate governance (GCG).

    “Perbaikan-perbaikan juga terus dilakukan untuk mewujudkan tata kelola yang baik,” pungkasnya.

  • Di Tengah Skandal Korupsi Pertamina, Pengendara Ini Tak Menyesal Beralih ke SPBU Swasta
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        2 Maret 2025

    Di Tengah Skandal Korupsi Pertamina, Pengendara Ini Tak Menyesal Beralih ke SPBU Swasta Megapolitan 2 Maret 2025

    Di Tengah Skandal Korupsi Pertamina, Pengendara Ini Tak Menyesal Beralih ke SPBU Swasta
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Terbongkarnya skandal dugaan pengoplosan Pertamax di PT Pertamina (Perseor) tak membuat sejumlah pengedara ikut ambil pusing.
    Mereka mengaku tak menyesal telah memilih berlangganan di stasiun pengisian bahan bakar mum (SPBU) milik swasta, Shell.
    Mereka mengaku lebih nyaman membeli bahan bakar minyak (BBM) SPBU swasta itu dibandingkan Pertamina.
    Salah satu pembeli Shell bernama Bayu (25) ia sudah terbiasa menggunakan Shell untuk beraktivitas sehari-hari lantaran pelayanan di sana dinilai lebih baik.
    “Sudah sering saja mengisi di sini, sebelum kasus juga sering mengisi di sini sih. walaupun harga lebih mahal, tetapi pelayanan bagus juga,” kata Bayu.
    Kendati demikian, ia juga beberapa kali pernah mengisi di Pertamina, tetapi hal tersebut dalam keadaan mendesak ketika kehabisan BBM di jalan.
    “Pernah, kalau kepepet. Karena beda banget, dari segi tarikan beda banget. Jadi, percaya Shell,” ungkap Bayu.
    Senada dengan Bayu, Ucup(39) sudah rutin menggunakan Shell karena lebih irit dan tarikan lebih ringan.
    Hal tersebut sangat menguntungkannya terutama ia bekerja sebagai pengemudi ojek online.
    “Selain beli bensin saya juga beli oli dan servis disini. Karena dari dulu Shell lebih irit dibandingkan pertamina, tarikan juga lebih ringan lebih enteng,” kata Ucup
    Ucup menjelaskan,ia tidak mempermasalahkan jika harga Shell berubah-ubah mengikuti harga pasar minyak dunia.
    “Saya memakai dari harga Rp 10.000 samapai sekarang Rp 12.000 tetep memakai Shell, enggak masalah. Saya pernah perbandingan ya, pakai Shell dengan Pertamax itu beda sih,” tutur Ucup.
    Sebelumnya, Kejaksaan Agung mengungkap dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina (Persero) Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang berlangsung dari 2018 hingga 2023.
    Kasus ini melibatkan sejumlah petinggi Pertamina, termasuk Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan, Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional Sani Dinar Saifuddin, serta beberapa pejabat lainnya.
    Dalam perhitungan sementara, kerugian negara akibat korupsi ini diperkirakan mencapai Rp 193,7 triliun pada tahun 2023.
    Menurut keterangan Kejaksaan Agung, PT Pertamina Patra Niaga diduga melakukan praktik pembelian Pertalite yang kemudian di-blend menjadi Pertamax.
    Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, tersangka RS melakukan pembelian (pembayaran) untuk Ron 92 (Pertamax), padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 (Pertalite) atau lebih rendah.
    “Kemudian dilakukan blending di storage/depo untuk menjadi Ron 92,” demikian bunyi keterangan Kejaksaan Agung yang dilansir pada Selasa (25/2/2025).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Hotman Sindir Ahok Cuap-cuap soal Kasus Korupsi Pertamina: Jangan Sekarang seperti Pahlawan – Halaman all

    Hotman Sindir Ahok Cuap-cuap soal Kasus Korupsi Pertamina: Jangan Sekarang seperti Pahlawan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pengacara Hotman Paris Hutapea memberikan tanggapan tajam terhadap pernyataan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), mantan Komisaris Utama PT Pertamina, mengenai kasus korupsi tata kelola minyak mentah yang sedang diusut oleh Kejaksaan Agung.

    Hotman menilai bahwa Ahok memiliki tanggung jawab dalam melanggengkan praktik korupsi di Pertamina.

    Dalam sebuah video yang diunggah di akun Instagramnya pada Minggu, 2 Maret 2025, Hotman menegaskan bahwa Ahok seharusnya tidak berbicara seolah-olah tidak bersalah.

    “Komisaris utama itu tugasnya berhak memecat sementara direksi, berhak melakukan pemeriksaan apa pun, jadi kalau ada penyelewengan besar di Pertamina, komisaris tidak tahu, setidak-tidaknya sekarang ini jangan dong cuap-cuap di media, seolah-olah dia tidak salah,” ujarnya.

    Hotman menyebutkan bahwa ada dua kemungkinan kesalahan yang dilakukan oleh Ahok:

    “Bisa karena gagal melaksanakan tugasnya atau lalai atau memang tahu, tapi tidak diproses. Saya tidak tahu mana yang benar,” ucapnya.

    Hotman menilai, Ahok seharusnya tak perlu berkoar-koar jika dirinya mengetahui ada skandal korupsi di Pertamina.

    Menurutnya, eks Gubernur Jakarta itu seolah-olah merasa tak “berdosa” dalam kasus itu.

    Padahal, kasus korupsi di Pertamina terjadi ketika Ahok menjabat sebagai komisaris utama.

    “Kalau pun dia merasa tidak bersalah atau memang dia tidak berani waktu itu membuka (skandal korupsi), setidak-tidaknya sekarang jangan cuap-cuap seolah-olah dia bersih, seolah-olah dia hebat,” ujar Hotman.

    Hotman menduga bahwa alasan Ahok terkesan membiarkan praktik korupsi adalah karena lebih memilih menikmati gaji yang besar saat menjabat.

    “Kalau dia sekarang ngaku banyak pelanggaran zaman dulu kenapa dia tidak teriak? Karena apa? Dia lebih memilih gaji yang miliaran, jadi mengenai Ahok, siapa pun kau akan saya lawan, saya tidak menyalahkan dia.”

    “Kalau bukan karena dia cuap-cuap, harusnya diam aja, karena semua pelanggaran tersebut terjadi pada saat dia sebagai pengawas, yaitu komisaris utama, itu sama saja seperti kepala sekolah, tidak tahu apa yang terjadi di dalam kelas bertahun-tahun kalau pun dia tidak tahu, dia tidak salah, tapi gagal dalam tugas, jangan sekarang seperti seorang pahlawan, Ahok tetap aku tantang,” ucapnya.

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJakarta.com dengan judul Hotman Paris Serang Ahok yang Cuap-cuap soal Korupsi Pertamina: Seolah-olah Dia Bersih, Saya Lawan!

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Antrean Pertamax di 3 SPBU Jakarta Mendadak Sepi Usai Skandal Korupsi Pertamina Terbongkar
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        2 Maret 2025

    Antrean Pertamax di 3 SPBU Jakarta Mendadak Sepi Usai Skandal Korupsi Pertamina Terbongkar Megapolitan 2 Maret 2025

    Antrean Pertamax di 3 SPBU Jakarta Mendadak Sepi Usai Skandal Korupsi Pertamina Terbongkar
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Tiga Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Pertamina di Jakarta mengalami penurunan jumlah pengunjung setelah terungkapnya skandal korupsi PT Pertamina (Persero).
    Pengamatan
    Kompas.com
    pada Minggu (2/3/2025) dilakukan di SPBU 34 Pejompongan, yang terletak di Jalan Penjernihan 1, Jakarta Pusat, sekitar pukul 16.30 WIB.
    Di area pengisian Pertamax untuk mobil dan motor, suasana tampak sepi, bahkan tidak ada petugas yang berjaga di lokasi tersebut.
    Sementara itu, di area pengisian Pertalite, terdapat sekitar 11 motor yang sedang antre.
    Meski demikian, antrean di area Pertalite SPBU 34 Penjompongan tidak terlihat seramai biasanya. Padahal pada sore hari, antrean biasanya mencapai puluhan kendaraan.
    Pengamatan kedua dilakukan di SPBU 34 Jalan Hanglekir 1, Tanah Abang, Jakarta Pusat, sekitar pukul 17.01 WIB. Di SPBU ini, hanya satu pengendara motor yang terlihat mengisi Pertamax.
    Sementara itu, Pertalite masih diminati oleh warga, dengan antrean pembeli yang mengular cukup panjang, mencapai sekitar 15 sepeda motor.
    Di lokasi ketiga, SPBU 31 Jalan Gandaria 1, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, sekitar pukul 17.29 WIB, area pengisian Pertamax juga terlihat sepi.
    Petugas SPBU yang berjaga bahkan terlihat duduk lesehan menunggu pelanggan dan menguap lantaran sepinya pengunjung.
    Di area pengisian Pertalite, hanya ada dua sepeda motor yang sedang mengantre.
    Kasus pengoplosan ini melibatkan PT Pertamina Patra Niaga, yang diduga membeli Pertalite untuk kemudian ”
    diblending
    ” atau dioplos menjadi Pertamax.
    Menurut keterangan dari
    Kejaksaan Agung
    (Kejagung), saat pengadaan produk kilang, tersangka RS melakukan pembelian untuk Ron 92 (Pertamax) padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 (Pertalite) atau bahan bakar yang lebih rendah.
    “Hal tersebut tidak diperbolehkan,” ungkap Kejagung.
    Dalam kasus ini, enam tersangka lainnya juga telah ditetapkan, termasuk Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi; SDS selaku Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional; serta AP selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional.
    Selain itu, MKAR selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa, DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim, serta GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak juga terlibat dalam kasus ini.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Sudirman Said: Korupsi di Pertamina, Modus Lama dengan Pemain Baru

    Sudirman Said: Korupsi di Pertamina, Modus Lama dengan Pemain Baru

    Sudirman Said: Korupsi di Pertamina, Modus Lama dengan Pemain Baru
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)
    Sudirman Said
    menilai bahwa kasus korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina (Persero) merupakan praktik lama yang kembali muncul dengan melibatkan pelaku baru.
    “Ada seorang teman dari pemerintahan menyebutnya ini modus lama dengan pemain yang baru,” ungkap Sudirman dalam program
    Gaspol
    yang disiarkan di kanal Youtube
    Kompas.com,
    Sabtu (2/3/2025).
    Sudirman mengidentifikasi tiga faktor yang menyebabkan celah korupsi di Pertamina.
    Pertama, sebagai pemegang pasar utama, Pertamina rentan terhadap tindakan korupsi.
    Kedua, transaksi dengan volume besar di Pertamina menciptakan margin yang signifikan.
    “Marginnya begitu besar artinya dalam iklim yang serba suap menyuap itu sedang terjadi di mana-mana,” ungkap Sudirman.
    Menurut dia, margin yang besar itu bisa saja dibagi untuk apa saja, mulai orang-orang yang terlibat dalam pengadaan di dalam perusahaan Pertamina.
    “Ini bukan tuduhan tapi ini analisis ya,” tegas Sudirman.
    Ketiga, Sudirman berujar, faktor sikap pemerintah terhadap kasus korupsi ini.
    Ia yakin bahwa kerugian negara yang besar tidak mungkin dilakukan oleh satu pihak saja.
    “Ketiga adalah sikap dari para pemegang kekuasaan atau pemegang otoritas di sekitar Pertamina. Apakah itu Menteri BUMN, harus kita tanya sikapnya bagaimana terhadap ini. Kemudian Menteri Energinya bagaimana terhadap ini,” tambahnya.
    Sebelumnya,
    Kejaksaan Agung
    mengungkapkan kasus korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina (Persero) Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang berlangsung dari 2018 hingga 2023.
    Kasus ini melibatkan sejumlah petinggi Pertamina, termasuk Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan, Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional Sani Dinar Saifuddin, serta beberapa pejabat lainnya.
    Dalam perhitungan sementara, kerugian negara akibat korupsi ini diperkirakan mencapai Rp 193,7 triliun pada tahun 2023.
    Menurut keterangan Kejaksaan Agung, PT Pertamina Patra Niaga diduga melakukan praktik pembelian Pertalite yang kemudian di-blend menjadi Pertamax.
    Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, tersangka RS melakukan pembelian (pembayaran) untuk Ron 92 (Pertamax), padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 (Pertalite) atau lebih rendah.
    “Kemudian dilakukan
    blending
    di
    storage
    /depo untuk menjadi Ron 92,” demikian bunyi keterangan Kejaksaan Agung yang dilansir pada Selasa (25/2/2025).

    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • PDI-P Sebut Ada Upaya Penggiringan Opini soal Keterlibatan Ahok dalam Korupsi Pertamina

    PDI-P Sebut Ada Upaya Penggiringan Opini soal Keterlibatan Ahok dalam Korupsi Pertamina

    PDI-P Sebut Ada Upaya Penggiringan Opini soal Keterlibatan Ahok dalam Korupsi Pertamina
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Juru Bicara PDI Perjuangan, Chico Hakim, mengatakan ada upaya penggiringan opini yang menyudutkan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dalam dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina untuk periode 2018-2023.
    Ahok sendiri pernah menjabat sebagai Komisaris Utama PT Pertamina dari 22 November 2019 hingga mundur pada 2 Februari 2024.
    “Upaya penggiringan opini untuk menyudutkan PDI Perjuangan memang sedang marak terjadi. Salah satunya melalui kasus tata kelola minyak oleh anak perusahaan Pertamina, Patra Niaga,” ujar Chico saat dihubungi pada Minggu (2/3/2025).
    Kendati demikian, Chico menambahkan, masyarakat tidak akan terpengaruh oleh isu yang mengaitkan Ahok dengan praktik korupsi di perusahaan minyak dan gas milik negara tersebut.
    Ia menilai Ahok sangat antusias untuk memenuhi panggilan penyidik Jaksa Agung Muda bidang Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung jika keterangannya dibutuhkan.
    “Justru Pak Ahok sangat bersemangat untuk hadir apabila memang ada panggilan dari Kejaksaan,” tuturnya.
    Chico juga mengkritik kredibilitas, integritas, dan moral pihak-pihak yang menggiring opini negatif terhadap Ahok terkait kasus korupsi di Pertamina.
    Ia menegaskan, PDI-P menjunjung tinggi supremasi hukum, dengan penegakan yang tidak tebang pilih, transparan, dan tidak mengada-ada.
    Sebelumnya, Kejaksaan Agung mengumumkan akan memanggil siapa pun yang dianggap dapat memberikan keterangan terkait dugaan korupsi di Pertamina.
    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, menyebutkan tempus delicti atau waktu terjadinya tindak pidana di Pertamina berlangsung antara 2018-2023.
    Berdasarkan perhitungan sementara, kerugian yang tercatat pada 2023 saja mencapai Rp 193,7 triliun.
    Jika dihitung secara keseluruhan, kerugian sejak 2018 hingga 2023 diperkirakan mencapai Rp 968,5 triliun.
    “Jadi, coba dibayangkan, ini kan tempus-nya 2018-2023. Kalau sekiranya dirata-rata di angka itu setiap tahun, bisa kita bayangkan sebesar kerugian negara,” kata Harli dalam program Sapa Indonesia Malam di YouTube
    Kompas TV
    pada Rabu (26/2/2025).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Narasi BBM Oplosan pada Proses Penegakan Hukum Kejagung Dianggap Membahayakan Pasar Migas

    Narasi BBM Oplosan pada Proses Penegakan Hukum Kejagung Dianggap Membahayakan Pasar Migas

    loading…

    Mencuatnya narasi BBM oplosan terhadap proses penegakan hukum yang dilakukan Kejagung dianggap membahayakan pasar retail migas. Foto: Dok SINDOnews

    JAKARTA – Mencuatnya narasi BBM oplosan terhadap proses penegakan hukum yang dilakukan Kejaksaan Agung (Kejagung) dianggap membahayakan pasar retail migas. Kejagung tengah menangani kasus dugaan korupsi tata niaga hilir migas PT Pertamina Patra Niaga.

    Sejauh ini, sudah 9 orang ditetapkan tersangka baik dari Pertamina maupun pihak swasta. Menurut Ketua Dewan Pembina Pimpinan Pusat Kesatria Muda Respublika Iwan Bento Wijaya, ada informasi Kejagung yang kurang tepat dalam mempublikasi rangkaian suatu tindak pidana korupsi sehingga publik menangkap berbeda.

    “Terdapat disinfromasi dalam narasi Kejagung dalam perkara tata niaga migas ditambah pada nilai kerugian negara yang sangat luar biasa di dalamnya. Publik merespons dari hasil publikasi Kejagung yakni BBM hasil blending dianggap sebagai BBM oplosan,” ujar Iwan, Minggu (2/3/2025).

    Atas hal itu, dia menilai penegakan hukum Kejagung perlu dipertanyakan lagi soal independensinya. Ini terkait perhitungan kerugian negara yang cenderung tidak didasari perhitungan yang riil oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

    Perhitungan kerugian negara dalam suatu rangkaian tindak pidana merupakan langkah krusial dalam proses penegakan hukum oleh lembaga penegak hukum tersebut.

    “Kejaksaan juga harus mengedepankan prinsip independen dan terlepas dari kepentingan politik, serta tidak menciptakan stigmatisasi terhadap salah satu pihak,” tuturnya.

    Iwan menuturkan dalam proses penegakan hukum yang dilakukan Kejagung terhadap beberapa pihak yang diduga terlibat dalam pengadaan BBM dan proses produksi dan distribusi BBM murni sebagai suatu tindak pidana yang harus ditegakkan.

    Namun, muncul dugaan proses hukum ini tidak murni upaya penegakan hukum semata melainkan ada indikasi suatu upaya menunggangi pihak-pihak tertentu yang ingin menguasai tata niaga hilir migas di Indonesia dan menjatuhkan kepercayaan publik terhadap Pertamina.

    Maka itu, Iwan memberikan penekanan agar Kejagung dalam proses penegakan hukum harus mengedepankan prinsip persamaan di mata hukum, yang mana equality before the law menjadi bagian penting yang harus dipegang dalam proses penegakan hukum.

  • Saling Bantah Pertamina-Kejagung soal Isu Oplos BBM, Ini Kata Erick Thohir dan Istana – Halaman all

    Saling Bantah Pertamina-Kejagung soal Isu Oplos BBM, Ini Kata Erick Thohir dan Istana – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Isu pengoplosan bahan bakar minyak (BBM) Pertalite menjadi Pertamax mencuat di masyarakat setelah Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap kasus mega korupsi yang merugikan negara hingga Rp193,7 triliun.

    Menteri BUMN, Erick Thohir, mengaku telah berdiskusi dengan Jaksa Agung ST Burhanudin mengenai isu ini.

    Erick Thohir menegaskan bahwa ia enggan berargumentasi mengenai dugaan praktik pengoplosan BBM.

    “Saya dan Pak Jaksa Agung rapat jam 11 malam mengenai isu apakah ini blending oplosan, kita enggak mau berargumentasi,” ungkap Erick dalam wawancara dengan Kompas TV, Minggu (23/3/2025).

    Erick juga menjelaskan bahwa praktik blending dalam industri perminyakan sudah ada sebelumnya dan meminta semua pihak untuk tidak emosional dalam menanggapi isu ini.

    “Tidak semua pom bensin milik Pertamina, banyak yang dimiliki oleh UMKM swasta,” tambahnya.

    Tanggapan Istana

    Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, juga memberikan tanggapan terkait isu ini.

    Ia menegaskan bahwa kasus pengoplosan terjadi di anak perusahaan Pertamina, yaitu Pertamina Patra Niaga.

     “Pemerintah mendukung seluruh proses hukum yang dijalankan Kejagung dalam mengungkap kasus pengoplosan BBM,” jelas Hasan di Magelang, Jawa Tengah, Kamis, (27/2/2025).

    Hasan menekankan pentingnya memberantas praktik korupsi di BUMN dan mendukung Pertamina untuk memperbaiki tata kelolanya agar lebih akuntabel dan transparan.

    Bantahan Pertamina

    Pihak Pertamina melalui Pelaksana Tugas Harian Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Mars Ega Legowo Putra, membantah isu pengoplosan tersebut.

    Ia menegaskan bahwa produk yang dijual di SPBU sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan.

    “Kami sudah menerima RON 92, meskipun sudah berada di RON 90 dan 92, itu sifatnya masih base fuel,” kata Ega dalam rapat kerja dengan Komisi XII DPR RI.

    Ega menjelaskan bahwa proses penambahan aditif dilakukan untuk meningkatkan kualitas BBM, yang dikenal sebagai injection blending.

    Setiap bahan bakar yang diterima selalu melalui pengujian laboratorium sebelum dan sesudah bongkar muat.

    Di sisi lain, Kejagung mengeklaim bahwa tersangka kasus mega korupsi Pertamina mengakui adanya pengoplosan BBM.

    Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, menyatakan bahwa BBM yang dioplos dipasarkan dengan harga Pertamax.

    “Ada RON 90 atau di bawahnya, RON 88 diblending dengan RON 92,” jelas Qohar dalam jumpa pers pada Rabu, (26/2/2025)

    (Tribunnews.com/Jayanti Tri Utami/Taufik Ismail/Fersianus Waku)

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Kejagung Ungkap Perubahan KUHP 2023 soal Hukuman Mati yang Bisa Dikonversi – Page 3

    Kejagung Ungkap Perubahan KUHP 2023 soal Hukuman Mati yang Bisa Dikonversi – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Kejaksaan Agung (Kejagung) mengulas isi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) 2023 yang berbeda dengan sebelumnya.

    Salah satunya terkait hukuman pidana mati yang dapat berubah menjadi seumur hidup jika narapidana tersebut menunjukkan penyesalan.

    Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Asep N Mulyana menyampaikan soal perubahan paradigmatik dalam hukum pidana dari pendekatan retributif atau pembalasan menjadi restoratif, korektif, dan rehabilitatif.

    Paradigma penegakan hukum juga mempertimbangkan kepentingan individu, masyarakat, negara, kearifan lokal, aspirasi global, dan keahlian.

    “KUHP 2023 memiliki perbedaan sistematika dengan KUHP lama, termasuk jumlah bab dan pasal. KUHP 2023 membawa perubahan mendasar dalam sistematika hukum pidana, termasuk penghapusan kategori kejahatan dan pelanggaran, serta memperkenalkan pidana baru seperti pengawasan dan kerja sosial,” tutur Asep dalam keterangannya, Minggu (2/3/2025).

    Dia menyebut, tujuan pemidanaan meliputi pencegahan, pemasyarakatan atau rehabilitasi, penyelesaian konflik, pemulihan keseimbangan, penciptaan rasa aman dan damai, serta penumbuhan penyesalan bagi terpidana.

    “Terdapat pembatasan pidana penjara untuk kelompok tertentu seperti anak-anak, orang tua di atas 75 tahun, first offender, dan kondisi lainnya. Pidana pokok meliputi penjara, denda, tutupan, pengawasan, dan pidana kerja sosial, sedangkan pidana tambahan meliputi pencabutan hak tertentu, perampasan barang tertentu/tagihan, pembayaran ganti rugi, pencabutan izin tertentu, dan pemenuhan kewajiban adat. Pidana mati merupakan jenis pidana paling berat,” jelas dia.

    Tidak dipungkiri, pro dan kontra atas penerapan hukuman mati masih menjadi perdebatan hingga saat ini. Beberapa pihak menganggap hal itu sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), sementara yang lain melihatnya sebagai instrumen keadilan dan efek jera dalam sistem peradilan pidana.

     

  • Polemik BBM Oplosan: Memiliki Dampak Serius, Harus Dibuktikan oleh Pendapat Ahli – Halaman all

    Polemik BBM Oplosan: Memiliki Dampak Serius, Harus Dibuktikan oleh Pendapat Ahli – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Dewan Pembina Pimpinan Pusat Kesatria Muda Respublika Iwan Bento Wijaya memberikan respons atas langkah Kejaksaan Agung yang menangani suatu perkara tindak pidana korupsi tata niaga hilir migas PT Pertamina Patra Niaga.

    Dalam paparannya ada informasi Kejaksaan Agung yang kurang tepat dalam mempublikasi rangkaian suatu tindak pidana korupsi sehingga publik menangkap berbeda.

    “Terdapat disinformasi dalam narasi Kejaksaan Agung dalam perkata tata niaga migas ditambah pada nilai kerugian negara yang sangat luar biasa di dalamnya. Publik merespons dari hasil publikasi Kejaksaan Agung adalah bahan bakar minyak (BBM) hasil blending dianggap sebagai BBM oplosan,” kata Iwan dalam keterangan persnya yang diterima wartawan pada Minggu, (2/3/2025).

    Oleh sebab itu, ia pun menduga bahwa proses penegakan hukum yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung tersebut masih perlu dipertanyakan lagi soal independensinya.

    Hal ini juga dikatakan Iwan terkait dengan perhitungan kerugian negara dalam tindak pidana korupsi yang ditangani oleh Kejaksaan Agung cenderung tidak didasari perhitungan yang real oleh Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK).

    Di mana perhitungan kerugian negara dalam suatu rangkaian tindak pidana merupakan langkah krusial dalam proses penegakan hukum oleh lembaga penegak hukum tersebut.

    “Kejaksaan juga harus mengedepankan prinsip independen dan terlepas dari kepentingan politik serta tidak menciptakan stigmatisasi terhadap salah satu pihak,” ujarnya.

    Iwan menegaskan bahwa dalam proses penegakan hukum yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung terhadap beberapa pihak yang diduga terlibat dalam pengadaan BBM dan proses produksi dan distribusi BBM murni sebagai suatu tindak pidana yang harus ditegakkan.

    Namun muncul dugaan bahwa proses hukum ini tidak murni upaya penegakan hukum semata.

    Melainkan ada indikasi suatu upaya mengungguli oleh pihak-pihak tertentu yang ingin menguasai tata niaga hilir migas di Indonesia dan menjatuhkan kepercayaan publik terhadap Pertamina.

    “Terlihat dari terjadinya disinformasi di masyarakat,” katanya.

    Maka dari itu, Iwan pun memberikan penekanan agar Kejaksaan Agung dalam proses penegakan hukum harus mengedepankan prinsip persamaan di mata hukum yang mana equality before the law menjadi bagian penting yang harus dipegang oleh Kejaksaan Agung dalam proses penegakan hukum.

    Hal ini menegaskan bahwa penegakan hukum tidak boleh diskriminatif atau menyudutkan salah satu pihak secara tidak proporsional.

    “Apalagi berkaca pada perkara tata niaga migas PT Pertamina Patra Niaga, publikasi yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung mengenai adanya dugaan pengoplosan seharusnya didasari pendapat ahli perminyakan atau ahli kimia atau ahli pada ekosistem tata niaga hilir migas,” ujarnya.

    “Karena bila ini tidak didasarkan oleh pendapat ahli, sangat berdampak pada kepercayaan publik yang di mana ini sangat bahaya bagi kendali negara terhadap ekosistem hilir tata niaga migas,” tambahnya.

    Iwan juga menekankan bahwa PT Pertamina sebagai keterwakilan negara atau perpanjangan tangan negara dalam penguasaan dan pengusahaan ekosistem hilir tata niaga migas merupakan bentuk negara dalam mengimplementasikan amanat Pasal 33 UUD 1945, di mana negara harus memegang kendali penuh atas ekosistem hilir tata niaga migas.

    “Bila pengaruh negara atas kendali ekosistem hilir tata niaga migas menurun bahkan hilang, itu sangat bahaya bagi negara atas kepastian supply migas untuk masyarakat,” imbuhnya.

    Lebih lanjut, Iwan juga mengatakan bahwa narasi BBM Oplosan Pertalite dan Pertamax tersebut memiliki dampak yang sangat serius, yakni pada kepercayaan publik pada seluruh produk Pertamina, khususnya Pertamax.

    Bahkan, kata dia, perusahaan Badan Usaha Niaga Migas yang lain tidak berinvestasi terhadap kilang pengolahan dan penampungan.

    Akhirnya yang diandalkan hanya kegiatan impor BBM.

    “Bila ini terjadi, negara akan berkurang kendali atas pasar niaga hilir migas. Ini merupakan keadaan bahaya terhadap supply BBM kepada masyarakat bila ini terjadi,” tegasnya.

    Oleh sebab itu, Iwan pun mengajak kepada seluruh elemen masyarakat untuk cermat dalam setiap informasi yang diterima melalui media massa atau media sosial karena butuh kebijaksanaan seluruh stakeholder dalam menyampaikan informasi ataupun yang menerima informasi.

    “Hal ini bertujuan untuk setiap proses penegakan hukum berjalan secara utuh pada koridor hukum dan memberi dampak keadilan serta pengetahuan terhadap masyarakat,” ujar Iwan.

    Sebelumnya, Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung Abdul Qohar menyatakan Kejagung tetap pada pernyataannya soal adanya pengoplosan RON 90 Pertalite atau di bawahnya RON 88 Premium dengan RON 92 Pertamax.

    Tetapi penyidik menemukan tidak seperti itu.

    Ada RON 90 Pertalite atau di bawahnya 88 diblending dengan 92 Pertamax.

    Jadi RON dengan RON sebagaimana yang disampaikan tadi, kata Abdul Qohar dilansir Kompas.com.

    yakni berdasarkan keterangan saksi yang telah diperiksa penyidik.

    Bahkan dari keterangan saksi ini diperoleh juga informasi soal adanya bahan bakar minyak (BBM) oplosan yang disebut dijual seharga Pertamax.

    Jadi hasil penyidikan tadi saya sampaikan itu RON 90 atau di bawahnya itu tadi fakta yang ada dari keterangan saksi RON 88 diblending dengan 92 dan dipasarkan seharga 92, terang Abdul Qohar.

    Terkait benar tidaknya adanya pengoplosan Pertamax ini, Kejagung nantinya akan meminta ahli untuk meneliti.

    “Nanti ahli yang meneliti. Tapi fakta-fakta alat bukti yang ada seperti itu. Keterangan saksi menyatakan seperti itu,” tuturnya.