Kementrian Lembaga: Kejagung

  • Usut Korupsi Minyak Mentah Pertamina, Kejaksaan Agung Periksa 2 Mantan Dirjen Migas Kementerian ESDM – Halaman all

    Usut Korupsi Minyak Mentah Pertamina, Kejaksaan Agung Periksa 2 Mantan Dirjen Migas Kementerian ESDM – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kejaksaan Agung kembali memeriksa mantan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM terkait pengusutan kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina, Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) periode 2018-2023.

    Kali ini Kejagung memeriksa dua mantan Dirjen Migas ESDM sekaligus yakni Tutuka Ariadji (TA) dan Ego Syahrial (ES).

    Adapun Tutuka pernah menjabat sebagai Dirjen Migas pada periode 2020-2024. Sedangkan Ego merupakan Plt Dirjen Migas di periode sebelumnya yakni 2019-2020.

    Mereka diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi.

    “(Memeriksa) TA selaku Dirjen Migas pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tahun 2020-2024 dan ES selaku Dirjen Migas pada Kementerian ESDM tahun 2019-2020,” kata Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar dalam keteranganya, Jum’at (7/3/2025).

    Pemeriksaan terhadap Tutuka dan Ego ini merupakan kali kedua penyidik Kejagung memeriksa mantan petinggi di lingkungan Direktorat Jenderal (Ditjen) Migas itu setelah sebelumnya Djoko Siswanto (DS) yang pernah menjabat tahun 2018.

    Selain terhadap eks petinggi Ditjen Migas, penyidik Kejagung juga memeriksa dua saksi lainnya yakni Analyst Light Distillato Trading pada Integrated Supply Chain PT Pertamina (Persero) periode 2019-2020 berinisial CJ dan AYM selaku Koordinator Pengawasan BMM BPH Migas.

    Harli tak menjelaskan detail apa yang penyidik telisik dari ke empat saksi tersebut terkait kasus korupsi minyak mentah itu.

    Ia hanya menerangkan bahwa pemeriksaan terhadap empat saksi tersebut untuk melengkapi berkas perkara tersangka Yoki Firnandi dan kawan-kawan.

    “Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,” jelasnya.

    Seperti diketahui, Kejaksaan Agung saat ini sedang mengusut kasus korupsi tata kelola Bahan Bakar Minyak (BBM) di Pertamina.

    Dalam kasus yang merugikan negara Rp 193,7 triliun ini, Kejaksaan Agung sudah menetapkan 9 orang sebagai tersangka.

    9 tersangka tersebut di antaranya Riva Siahaan selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Sani Dinar Saifuddin selaku Direktur Feedstock And Produk Optimization PT Pertamina Internasional, Yoki Firnandi selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping.

    Kemudian Agus Purwono selaku Vice President (VP) Feedstock, Muhammad Kerry Andrianto Riza selaku Beneficial Owner PT Navigator Katulistiwa, Dimas Werhaspati selaku Komisaris PT Navigator Katulistiwa dan Gading Ramadhan Joedo selaku Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.

    Maya Kusmaya selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Niaga, dan Edward Corne selaku Heavy Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga.

    Atas perbuatannya para tersangka dijerat Pasal 2 ayat 1 Juncto Pasal 3 Juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

  • 7 Fakta Menarik Seputar Rompi Tahanan Pink yang Dipakai Harvey Moeis

    7 Fakta Menarik Seputar Rompi Tahanan Pink yang Dipakai Harvey Moeis

    loading…

    Tujuh fakta menarik seputar rompi tahanan warna pink yang dikenakan oleh Harvey Moeis diulas dalam artikel ini. Foto/Nur Khabibi

    JAKARTA – Tujuh fakta menarik seputar rompi tahanan warna pink yang dikenakan oleh Harvey Moeis diulas dalam artikel ini. Ya, pria kelahiran 30 November 1985 ini telah menjadi perhatian publik dalam beberapa tahun terakhir.

    Suami Sandra Dewi itu ditahan di Rumah Tahanan Negara di Salemba, Jakarta Selatan setelah Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan pengusaha kaya tersebut sebagai tersangka pada 28 Maret 2024.

    Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta menaikkan hukuman penjara Harvey yang semula hanya 6 tahun menjadi 20 tahun penjara dalam kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk (TINS) periode 2015-2022.

    Nah, ada salah satu hal yang menarik perhatian mengenai warna rompi tahanan yang dikenakannya. Tidak hanya itu, kisah hidupnya, karier, hingga pernikahannya dengan Sandra Dewi juga turut mencuri perhatian.

    Berikut adalah 7 fakta menarik seputar rompi tahanan yang dikenakan oleh Harvey Moeis dan makna di balik warna tersebut.

    1. Harvey Moeis Pengusaha Muda dari Keluarga KonglomeratHarvey Moeis lahir dari keluarga yang memiliki pengaruh besar, khususnya di bidang bisnis pertambangan. Ayahnya, Hayong Moeis, merupakan seorang pengusaha sukses yang juga dikenal luas dalam industri ini.

    Dengan warisan yang cukup besar, Harvey pun melanjutkan jejak ayahnya dan membangun karier yang sangat sukses di usia muda. Keterlibatannya di dunia usaha, terutama di sektor pertambangan, telah membawa Harvey pada berbagai kesempatan yang menguntungkan.

    Sebagai anak dari keluarga konglomerat, Harvey Moeis memiliki akses yang lebih mudah untuk meniti karier dan membangun kekayaan. Keberhasilannya ini sangat terkait dengan bimbingan dan warisan yang diterima dari orang tuanya.

  • 9 Tersangka Kasus Korupsi PT Pertamina yang Rugikan Negara Triliunan Berpeluang Dijerat Pasal TPPU – Halaman all

    9 Tersangka Kasus Korupsi PT Pertamina yang Rugikan Negara Triliunan Berpeluang Dijerat Pasal TPPU – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Sebanyak sembilan tersangka kasus korupsi tata kelola Bahan Bakar Minyak (BBM) di Pertamina berpeluang dijerat Kejaksaan Agung (Kejagung) pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

    Perbuatan mereka diduga merugikan negara senilai Rp193,7 triliun.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum), Harli Siregar, mengatakan pasal itu bisa saja diterapkan jika dalam proses pengusutannya, para tersangka terbukti menikmati hasil kejahatannya.

    “Bahwa misalnya para tersangka ini menikmati (hasil korupsi), ya semua kemungkinan itu terbuka (termasuk dijerat TPPU),” kata Harli kepada wartawan, Jumat (7/3/2025).

    Namun, untuk saat ini, Kejagung masih mendahulukan pasal yang sebelumnya telah disangkakan terhadap sembilan tersangka tersebut.

    “Penyidik sekarang sedang fokus terhadap pasal persangkaan yang sudah ditetapkan, ditentukan,” jelas Harli.

    Diketahui, para tersangka dijerat Pasal 2 ayat 1 Juncto Pasal 3 Juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

    Berikut daftar 9 tersangka yang berpeluang dijerat pasal TPPU:

    Riva Siahaan selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga
    Sani Dinar Saifuddin selaku Direktur Feedstock And Produk Optimization PT Pertamina Internasional
    Yoki Firnandi selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping
    Agus Purwono selaku Vice President (VP) Feedstock
    Muhammad Kerry Adrianto Riza selaku Beneficial Owner PT Navigator Katulistiwa
    Dimas Werhaspati selaku Komisaris PT Navigator Katulistiwa
    Gading Ramadhan Joedo selaku Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.
    Maya Kusmaya selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Niaga
    Edward Corne selaku Heavy Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga.

    Komisi XII DPR Dukung Penegakan Hukum Kasus Pertamina

    Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) DPR RI sekaligus Wakil Ketua Komisi XII DPR RI, Putri Zulkifli Hasan, menegaskan Fraksi PAN mendukung penuh penegakan hukum oleh Kejagung dalam kasus korupsi di PT Pertamina.

    “Kami mendukung sepenuhnya proses hukum yang sedang berjalan dan percaya pada profesionalisme Kejaksaan Agung,” ujar Putri Zulkifli Hasan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jumat (7/3/2025).

    Ia juga menekankan, DPR tidak akan mengintervensi proses hukum.

    Putri Zulkifli Hasan berharap Pertamina dapat diselamatkan dari oknum-oknum yang merusak institusi tersebut.

    “Kami tidak ikut campur dalam proses hukum, itu adalah kewenangan penegak hukum. Namun, yang perlu diingat adalah Pertamina harus tetap kita selamatkan.”

    “Jangan sampai perbuatan oknum-oknum ini merusak kepercayaan masyarakat terhadap Pertamina yang merupakan aset strategis negara,” tegasnya.

    Lebih lanjut, ia juga mengingatkan agar kasus ini menjadi momentum perbaikan tata kelola energi nasional.

    “Ini saatnya untuk berbenah. Kami akan terus mengawal agar tata kelola energi menjadi lebih baik, transparan, dan akuntabel,” pungkasnya.

    Putri Zulkifli Hasan juga menegaskan, tidak ada rencana pembentukan Panitia Khusus (Pansus) di Komisi XII terkait kasus ini.

    “Tidak ada Pansus di Komisi XII, karena ini ranah penegak hukum. Jangan termakan isu yang tidak jelas, biarkan hukum bekerja,” katanya.

    Berapa Kerugian Negara?

    Angka kerugian keuangan negara dalam kasus korupsi di PT Pertamina tahun 2018-2023 disebut Kejagung sekitar Rp193,7 triliun, dihitung dari kerugian yang diderita selama satu tahun, yakni pada 2023.

    Sebelumnya, muncul juga asumsi, kerugian negara bisa mencapai Rp1 kuadriliun, jika besaran kerugian dalam satu tahun itu diasumsikan terjadi pula di tahun-tahun lainnya dalam rentang 2018-2023.

    Namun, Harli menyampaikan, jumlah pasti kerugian negara, masih dihitung. 

    “Saat ini ahli keuangan sedang bekerja. Kita tunggu saja,” ujarnya pada Senin (3/3/2025).

    Harli memastikan, penyidik akan mendalami kerugian yang terjadi di setiap tahunnya, baik terkait ekspor dan impor minyak mentah, sampai kerugian akibat pemberian kompensasi dan subsidi yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). 

    Maka untuk itu, penyidik menggandeng pihak ahli.

    (Tribunnews.com/Rifqah/Fahmi Ramadhan)

  • Gubernur Pramono minta Jaksa Agung kawal program Jakarta

    Gubernur Pramono minta Jaksa Agung kawal program Jakarta

    Jaksa Agung ST Burhanuddin menerima kunjungan Gubernur Jakarta Pramono Anung dan Wagub Rano Karno di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Jumat (7/3/2025). Foto: Tangkapan layar YT Kejaksaan Agung RI

    Gubernur Pramono minta Jaksa Agung kawal program Jakarta
    Dalam Negeri   
    Editor: Nandang Karyadi   
    Jumat, 07 Maret 2025 – 17:35 WIB

    Elshinta.com – Jaksa Agung RI, ST Burhanuddin menerima kunjungan Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta, Pramono Anung dan Rano Karno di Gedung Kejaksaan Agung RI, Jakarta Selatan, pada Jumat (7/3/2025).

    Dalam pertemuan tersebut, Burhanuddin menyampaikan bahwa Pemprov Jakarta meminta Kejaksaan Agung untuk mengawal pelaksanaan program-programnya selama masa kepemimpinan mereka.

    Burhanuddin menyebut permintaan pendampingan tersebut bertujuan agar setiap kebijakan dan proyek pembangunan di Jakarta berjalan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

    “Yang utamanya adalah beliau meminta kepada Kejaksaan untuk pendampingan-pendampingan. Agar di dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan, khususnya Jakarta, tidak ada hal-hal yang akan bertentangan dengan perundangan-undangan” ujar Burhanuddin.

    Dengan adanya pengawasan dari Kejaksaan, kata Burhanuddin, diharapkan tidak ada pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan dalam pelaksanaan program pemerintah daerah.

    Sementara itu, Gubernur Jakarta Pramono Anung menekankan pentingnya pendampingan hukum dari Kejaksaan Agung, mengingat besarnya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Jakarta yang mencapai lebih dari Rp 91 triliun.

    “Secara khusus saya meminta, memohon kepada Kejaksaan Agung untuk mendampingi Jakarta di dalam berkontribusi untuk membangun bangsa ini,” kata Pramono.

    Ia menegaskan Jakarta memiliki peran sentral dalam perekonomian nasional, bahkan berkontribusi sebesar 11 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.

    “Karena Jakarta bagaimana pun sekarang ini menjadi pusat perekonomian global dan menjadi episentrum ekonomi Indonesia” ujarnya.

    Lebih lanjut, Pramono menjelaskan bahwa pendampingan dari Kejaksaan Agung diperlukan untuk memastikan tidak ada pihak yang menyalahgunakan anggaran daerah.

    “Kami ingin memastikan bahwa dalam pengambilan keputusan ke depan, tidak ada celah bagi pihak-pihak yang ingin memanfaatkan kebijakan pemerintah daerah untuk kepentingan pribadi. Oleh karena itu, sejak awal kami telah melakukan audit agar jalannya pemerintahan lebih tertib dan transparan,” jelas Pramono.

    Penulis: Rizky Rian Saputra/Ter

    Sumber : Radio Elshinta

  • Komisi XII DPR Bantah Bentuk Pansus Tata Kelola Minyak Mentah

    Komisi XII DPR Bantah Bentuk Pansus Tata Kelola Minyak Mentah

    Jakarta, Beritasatu.com – Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) DPR sekaligus Wakil Ketua Komisi XII DPR, Putri Zulkifli Hasan, menegaskan tidak ada rencana pembentukan panitia khusus (Pansus) terkait kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina periode 2018–2023.

    Putri menekankan Komisi XII DPR menghormati proses hukum yang sedang berlangsung dan mendukung penuh langkah Kejaksaan Agung dalam mengusut kasus tersebut.

    “Kami mendukung sepenuhnya proses hukum dan percaya pada profesionalisme Kejaksaan Agung. Tidak ada Pansus di Komisi XII karena ini ranah penegak hukum. Jangan termakan isu yang tidak jelas, biarkan hukum bekerja,” ujar Putri di gedung DPR, Senayan, Jumat (7/3/2025).

    Putri juga menegaskan DPR, khususnya Komisi XII, tidak akan mengintervensi proses hukum, melainkan lebih fokus mendorong Pertamina tetap berkinerja optimal dan terbebas dari oknum yang merusak institusi tersebut.

    “Kami tidak ikut campur dalam proses hukum. Namun, Pertamina harus tetap kita selamatkan. Jangan sampai perbuatan segelintir oknum merusak kepercayaan masyarakat terhadap Pertamina, yang merupakan aset strategis negara,” tegasnya.

    Sebelumnya, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Febrie Adriansyah, memastikan produk BBM Pertamina, termasuk Pertamax dan Pertalite, aman dikonsumsi masyarakat.

    Ia menjelaskan kasus yang ditangani Kejagung lebih berfokus pada tata kelola ekspor dan impor minyak mentah, bukan pada kualitas BBM yang beredar di dalam negeri.

    Sementara itu, Putri menilai kasus ini harus menjadi momentum perbaikan tata kelola energi nasional agar lebih transparan dan akuntabel.

    “Ini saatnya untuk berbenah. Kami akan terus mengawal agar tata kelola energi semakin baik,” tambah Wakil Ketua Komisi XII DPR, Putri Zulkifli Hasan.

  • Konsumen Diperkirakan Rugi Rp 47 Miliar per Hari gara-gara Pertamax Oplosan

    Konsumen Diperkirakan Rugi Rp 47 Miliar per Hari gara-gara Pertamax Oplosan

    Konsumen Diperkirakan Rugi Rp 47 Miliar per Hari gara-gara Pertamax Oplosan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menyebut, masyarakat yang mengkonsumsi
    Pertamax oplosan
    Pertamina menanggung kerugian hingga Rp 47 miliar per hari.
    Direktur
    LBH Jakarta
    , Fadhil Alfathan, mengatakan, perhitungan kerugian ini ditemukan oleh non-government organization (NGO) Centre of Economic and Law Studies (
    Celios
    ).
    “Teman-teman Celios punya temuan menarik. Per hari Rp 47 miliar kerugian konsumennya (Pertamax oplosan). Satu tahun itu bisa dihitung silakan,” kata Fadhil dalam program 
    Gaspol! Kompas.com
    , Kamis (7/3/2025).
    Fadhil mengatakan, kerugian yang ditanggung konsumen ini berdampak pada hilangnya produk domestik bruto (PDB).
    Ia menjelaskan, ketika seseorang membeli Pertamax dengan harga yang lebih tinggi dibanding jenis bahan bakar minyak (BBM) lainnya, namun justru mendapatkan BBM dengan RON di bawah standar, menimbulkan adanya selisih harga yang hilang.
    Sementara, ketika mereka menggunakan uang tersebut untuk membeli BBM di bawah Pertamax, mereka bisa menggunakan uang sisanya untuk keperluan lain seperti tabungan maupun pengembangan ekonomi.
    “Bisa dia pakai untuk proyeksi kegiatan ekonomi yang lain,” ujar Fadhil.
    Menyadari masyarakat yang mengkonsumsi Pertamax oplosan menanggung kerugian, LBH Jakarta dan Celios membuka posko pengaduan bagi masyarakat yang menjadi korban mulai 26 Februari lalu.
    Menurut Fadhil, hingga Selasa (4/3/2025) lalu, sudah ada 590 orang yang mengadu.
    Beberapa di antara mereka mengalami kerusakan kendaraan bermotor akibat menggunakan Pertamax oplosan.
    “Dari tanggal 26 (Februari) kemarin sampai hari ini kami sudah terima 590 orang yang mengadu atau pengaduan yang masuk dalam pos itu,” kata Fadhil.
    Diberitakan sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, menyebut
    tempus delicti
    atau waktu terjadinya tindak pidana di Pertamina terjadi pada 2018-2023.
    Berdasarkan perhitungan sementara, kerugian di tahun 2023 saja tercatat mencapai Rp 193,7 triliun.
    Sehingga jika dihitung secara kasar, jumlah kerugian sejak 2018-2023 bisa mencapai Rp 968,5 triliun.
    “Jadi, coba dibayangkan, ini kan tempus-nya 2018-2023. Kalau sekiranya dirata-rata di angka itu setiap tahun, bisa kita bayangkan sebesar kerugian negara,” kata Harli dalam program Sapa Indonesia Malam di
    YouTube Kompas TV
    , Rabu (26/2/2025).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • IPW Bilang Penetapan Anak Riza Chalid Jadi Tersangka Tak Punya Dasar Hukum Kuat, Apa Alasannya? – Halaman all

    IPW Bilang Penetapan Anak Riza Chalid Jadi Tersangka Tak Punya Dasar Hukum Kuat, Apa Alasannya? – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Indonesia Police Watch (IPW) menyatakan dukungan terhadap langkah Presiden Prabowo Subianto dalam pemberantasan korupsi, sebagaimana tercantum dalam Asta Cita.

    Namun, IPW juga menyoroti dugaan penyalahgunaan wewenang dalam proses penyidikan kasus dugaan korupsi Tata Kelola Minyak Mentah dan Produk Kilang di PT Pertamina (Persero) yang ditangani oleh Kejaksaan Agung.

    Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso, menegaskan Kejaksaan Agung harus bertindak profesional dan tidak tebang pilih dalam menegakkan hukum.

    “Jangan sampai niat mulia Kepala Negara justru dinodai oleh praktik impunitas atau penyalahgunaan kewenangan dalam penyidikan kasus korupsi,” tegas Sugeng, dalam keteranganya tertulisnya kepada Tribunnews.com, Jumat (7/3/2025).

    IPW juga mempertanyakan arah penyidikan yang dilakukan Kejaksaan Agung, terutama terkait dugaan kerugian negara akibat impor dan ekspor minyak.

    Penyidik mengklaim bahwa kerugian negara mencapai:

    Rp35 triliun dari ekspor minyak mentah dalam negeri
    Rp2,7 triliun dari impor minyak mentah melalui broker
    Rp9 triliun dari impor BBM melalui broker

    Namun, IPW menyoroti kejanggalan dalam penyidikan. Tidak ada satu pun pihak swasta dari cluster pelaku impor dan ekspor minyak yang ditetapkan sebagai tersangka.

    Sebaliknya, penyidik justru menetapkan seorang pengusaha muda, Muhammad Kerry Andrianto Riza, sebagai tersangka, meskipun perusahaannya, PT Orbit Terminal Merak (OTM), memiliki kontrak legal dengan Pertamina Patra Niaga dalam pengadaan jasa Intank Blending, Injection Additive/Dyes, Intertank, dan Analisa Samping.

    “Ini aneh. Akar masalah dugaan korupsi justru ada pada pihak yang melakukan impor dan ekspor minyak, tetapi mereka tidak tersentuh. Malah, pengusaha yang memiliki kontrak legal dengan Pertamina yang dijadikan tersangka,” ujar Sugeng.

    Kerry Andrianto yang tak lain adalah putra dari sosok juragan minyak ternama yakni Mohammad Riza Chalid, diduga membantu kejahatan dalam “pengoplosan” BBM untuk mengubah RON 88 dan RON 90 menjadi RON 92.

    Namun, IPW menegaskan yang dilakukan bukanlah pengoplosan, melainkan blending, yang merupakan praktik sah dalam industri migas.

    Sugeng mengatakan, blending bertujuan meningkatkan kualitas BBM dan diatur dalam: Peraturan Menteri ESDM Nomor 32 Tahun 2008 dan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004

    Selain itu, IPW mengungkapkan penyidik tidak memiliki hasil uji laboratorium untuk membuktikan dugaan pengoplosan BBM.

    Bahkan, pada 4 Maret 2025, Kejaksaan Agung meralat pernyataannya dan mengakui kasus yang mereka tangani adalah blending, bukan pengoplosan.

    “Ini bukti jika sejak awal ada kesalahan fatal dalam penyidikan. Akibatnya, Pertamina dirugikan dan kepercayaan konsumen terhadap SPBU nasional menurun, sehingga mereka beralih ke SPBU asing,” papar Sugeng.

    Tidak Ada Perbuatan Melawan Hukum

    Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR RI pada 26 Februari 2025, disimpulkan blending adalah proses yang umum dalam industri migas dan bukan merupakan tindakan ilegal.

    Bahkan, Pertamina sendiri mengakui merekalah yang melakukan blending, bukan PT Orbit Terminal Merak atau Muhammad Kerry Andrianto Riza.

    “Jika blending memang dianggap melanggar hukum, maka yang seharusnya bertanggung jawab adalah Pertamina, bukan perusahaan mitra yang menjalankan kontrak sah,” kata Sugeng.

    Lebih lanjut, IPW menjelaskan kontrak antara PT Orbit Terminal Merak dan Pertamina sudah berlaku sejak 2014 dan sah berdasarkan KUH Perdata serta Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-04/MBU/09/2017.

    IPW juga menyoroti Kerry Andrianto ditetapkan sebagai tersangka hanya karena statusnya sebagai Beneficial Owner PT Navigator Katulistiwa.

    “Dalam hukum pidana Indonesia, seseorang tidak bisa dipidana hanya karena jabatannya, tanpa bukti keterlibatan langsung dalam tindak pidana,” jelas Sugeng.

    Hal ini sejalan dengan putusan Mahkamah Agung yang menegaskan pertanggungjawaban pidana bersifat individual dan tidak bisa didasarkan pada kedudukan seseorang dalam suatu perusahaan.

    IPW juga menilai penetapan Muhammad Kerry Andrianto Riza sebagai tersangka tidak memiliki dasar hukum yang kuat dan hanya akan mencederai upaya pemberantasan korupsi yang dijanjikan Presiden Prabowo Subianto.

    “Jika Asta Cita dalam pemberantasan korupsi benar-benar ditegakkan, maka Presiden harus turun tangan dan memastikan tidak ada penyalahgunaan wewenang dalam penyidikan kasus ini,” tegas Sugeng.

    Kerugian negara

    Angka kerugian keuangan negara dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah PT Pertamina tahun 2018-2023 disebut Kejaksaan Agung sekitar Rp 193,7 triliun.

    Jumlah kerugian itu baru dihitung dari kerugian yang diderita selama satu tahun, yakni pada 2023.

    Asumsi bahwa kerugian negara bisa mencapai Rp 1 kuadriliun muncul jika besaran kerugian dalam satu tahun itu diasumsikan terjadi pula di tahun-tahun lainnya dalam rentang 2018-2023.

    Namun, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar, pada Senin (3/3/2025), menyampaikan, jumlah pasti kerugian negara, masih dihitung.

    “Saat ini ahli keuangan sedang bekerja. Kita tunggu saja,” ujarnya.

    Harli memastikan, penyidik akan mendalami kerugian yang terjadi di setiap tahunnya, baik terkait ekspor dan impor minyak mentah, sampai kerugian akibat pemberian kompensasi dan subsidi yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Untuk itu, penyidik menggandeng pihak ahli.

  • Walhi Laporkan 47 Kasus Lingkungan ke Kejagung, Potensi Kerugian Rp437 Triliun

    Walhi Laporkan 47 Kasus Lingkungan ke Kejagung, Potensi Kerugian Rp437 Triliun

    Bisnis.com, JAKARTA – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) melaporkan 47 kasus dugaan kejahatan lingkungan dan korupsi sumber daya alam (SDA) ke Kejaksaan Agung (Kejagung).

    Direktur Eksekutif Walhi, Zenzi Suhadi mengatakan puluhan kasus kejahatan lingkungan yang dilaporkan pihaknya itu berpotensi merugikan keuangan negara Rp437 triliun. 

    “Hari ini Walhi dari 17 provinsi datang ke kejagung diterima kapuspenkum, ini kami melaporkan 47 kasus kejahatan deforestasi tambang di Indonesia dengan potensi kerugian keuangan negara Rp437 triliun,” ujarnya di Kejagung, Jumat (7/3/2025).

    Dia juga mencatatkan setidaknya ada 26 juta hektare lahan di Indonesia yang diduga terlibat kejahatan lingkungan sejak 2009-hingga saat ini. Namun, yang baru dilaporkan Walhi saat ini mencapai 7,5 juta hektare.

    Di samping itu, Zenzi menyampaikan laporannya itu diharapkan dapat ditindaklanjuti oleh Kejagung secara menyeluruh. Apalagi, Walhi menilai dalam kasus lingkungan dan SDA ini telah melibatkan kartel.

    “Penghentiannya harus kepada kartel yang menkonsolidasinya. Dan, modus operandi kartel yang menkonsolidasinya, ini yang kami komunikasikan awal pada hari ini kepada Kejaksaan Agung,” pungkasnya.

    Dalam hal ini, Kapuspenkum Kejagung RI, Harli Siregar menyatakan bahwa pihaknya bakal menindaklanjuti laporan tersebut ke jajaran Kejaksaan yang menangani persoalan lingkungan tersebut.

    Tindak lanjutnya, kata Harli, berupa penelaahan setiap peristiwa yang ada. Tentunya, apabila ada temuan tindak pidana korupsi, maka pihaknya akan melakukan penindakan terhadap puluhan kasus yang dilaporkan Walhi.

    “Tentu akan ada proses sesuai SOP yang ada, dan kami dalam waktu dekat akan menyampaikan dulu kepada bidang terkait untuk diterima dan ditindaklanjuti,” tutur Harli.

  • Alasan Kejagung Belum Jerat TPPU pada Tersangka Kasus Pertamina

    Alasan Kejagung Belum Jerat TPPU pada Tersangka Kasus Pertamina

    Bisnis.com, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) menjelaskan alasan belum menjerat TPPU terhadap tersangka kasus dugaan korupsi tata kelola minyak dan produk kilang Pertamina-KKKS.

    Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar mengatakan bahwa saat ini penyidik pada direktorat Jampidsus masih fokus dalam penanganan terkait persangkaan Pasal 2 dan 3 UU Tipikor.

    “Nanti kita lihat, karena penyidik sekarang sedang fokus terhadap pasal persangkaan yang sudah ditetapkan, ditentukan,” ujarnya di Kejagung, Jumat (7/3/2025).

    Meskipun begitu, Harli menekankan bahwa pihaknya bakal menjerat tersangka dengan TPPU apabila mereka terbukti menerima keuntungan dalam kasus rasuah tersebut.

    “Nah bahwa misalnya ada fakta nanti yang menjelaskan para tersangka ini menikmati, ya semua kemungkinan itu,” pungkasnya.

    Sebagai informasi, Kejagung telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina-KKKS 2018-2023.

    Sembilan tersangka itu mulai dari Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga; Yoki Firnandi (YF) selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping; hingga anak Riza Chalid, Muhammad Kerry Andrianto Riza selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa.

    Pada intinya, kasus ini melibatkan penyelenggara negara dengan broker. Kedua belah pihak diduga bekerja sama dalam pengaturan proses pengadaan impor minyak mentah dan impor produk kilang periode 2018-2023.

    Adapun, akibat adanya beberapa perbuatan melawan hukum tersebut, Kejagung mengungkap bahwa negara dirugikan sekitar Rp193,7 triliun.

  • LBH Jakarta Khawatir Penanganan Kasus Korupsi Pertamina Dipolitisasi

    LBH Jakarta Khawatir Penanganan Kasus Korupsi Pertamina Dipolitisasi

    LBH Jakarta Khawatir Penanganan Kasus Korupsi Pertamina Dipolitisasi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta
    Fadhil Alfathan
    mengaku khawatir ada pihak-pihak yang melakukan manuver politik dalam penanganan kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.
    Fadhil mengatakan, manuver-manuver politik tersebut dapat membuat penanganan kasus dipolitisasi dan tidak lagi berpihak kepada masyarakat.
    “Kami juga khawatir ada manuver-manuver tertentu yang secara politik bahkan mampu berada
    above the law
    , di atas hukum, yang kemudian membuat pihak-pihak tertentu mempolitisasi penegakan hukumnya sehingga tidak berpihak kepada masyarakat,” ujar Fadhil dalam program 
    Gaspol! Kompas.com
    , Kamis (6/3/2025).
    Fadhil mengatakan, kekhawatiran ini cukup mendasar mengingat telah banyak insiden di mana kekuatan politik mempengaruhi proses hukum yang seharusnya objektif dalam proses mencari keadilan.
     
    “Karena ini sudah jadi rahasia umum bahwa politik mampu menyelinap dan mempengaruhi sebuah proses yang seharusnya murni, jernih, objektif dari intervensi kepentingan lain untuk mencapai keadilan,” kata dia.
    Namun, di bulan Ramadhan ini, Fadhil mengaku ingin berprasangka baik terhadap proses yang kini berlangsung di
    Kejaksaan Agung
    , meski kekhawatiran itu tidak bisa dihilangkan.
    Diberitakan, Kejagung telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus korupsi tersebut, enam di antaranya merupakan petinggi dari anak usaha atau subholding Pertamina.
    Mereka adalah Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan; Direktur Utama PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi; Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional Sani Dinar Saifuddin.
    Kemudian, VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional Agus Purwono; Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga Maya Kusmaya; dan VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga Edward Corne.
    Sementara itu, ada tiga broker yang menjadi tersangka, yakni Muhammad Kerry Adrianto Riza selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa; Dimas Werhaspati selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim; dan Gading Ramadhan Joedo selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.
    Kejagung menaksir dugaan kerugian negara pada kasus ini mencapai Rp 193,7 triliun.
    Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.