Kementrian Lembaga: Kejagung

  • Dasco Bantah Pembahasan Revisi UU TNI Kebut-kebutan dan Diam-diam di Hotel Fairmont

    Dasco Bantah Pembahasan Revisi UU TNI Kebut-kebutan dan Diam-diam di Hotel Fairmont

    Bisnis.com, JAKARTA — Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI membantah pembahasan revisi Undang-Undang No.34/2004 tentang Tentara Negara Indonesia atau RUU TNI dilakukan secara tergesa-gesa alias kebut-kebutan.

    Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menyampaikan pembahasan RUU TNI telah bergulir sejak beberapa bulan lalu. Untuk itu pula, kata dia, pembahasan dilakukan di Komisi I DPR dengan mengundang partisipasi publik.

    “Saya sampaikan bahwa tidak ada kebut-mengebut dalam revisi Undang-Undang TNI. Seperti kita tahu bahwa revisi Undang-Undang TNI ini sudah berlangsung dari beberapa bulan lalu,” katanya dalam konferensi pers di Gedung DPR, Jakarta Pusat, Senin (17/3/2025).

    Tak hanya itu, Dasco juga membantah rapat Panja guna membahas revisi UU TNI di Hotel Fairmont dilakukan secara diam-diam. Dia menyebut itu merupakan rapat terbuka.

    Menurutnya juga, konsinyering dalam setiap pembahasan Undang-Undang itu memang memiliki aturannnya di dalam peraturan pembuatan Undang-Undang dan tidak menyalahkan mekanisme yang ada.

    Dalam rapat panja itu, katanya, perlu mengundang institusi lain, sehingga memang diperlukan konsinyering. Lebih lanjut, dia merincikan mulanya rapat panja akan digelar empat hari, tetapi disingkat menjadi dua hari dalam rangka efisiensi. 

    “Bahwa kemudian 3 pasal ini sudah dinyatakan selesai pembahasannya, ini juga tidak kebut-kebut, tapi dalam mekanisme itu memang diserahkan kepada Komisi  I dalam hal ini, tim perumus, Timus Timsin, dan kemudian Panja, yang akan melakukan sesuai dengan mekanisme,” pungkasnya.

    Pasal-pasal Kontroversial 

    Direktur Lembaga Survei Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI) Hendri Satrio juga memberikan catatan kritis terkait Revisi Undang-Undang TNI.

    Menurutnya, Pasal 47 ayat (2) khususnya kalimat terakhir yang berbunyinya ‘sesuai kebijakan Presiden’ berpotensi merusak demokrasi di Indonesia.

    Untuk diketahui, Pasal 47 ayat (2) yang mengatur bahwa Prajurit aktif dapat menduduki jabatan pada kantor yang membidangi koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung, serta kementerian/lembaga lain yang membutuhkan tenaga dan keahlian Prajurit aktif sesuai dengan kebijakan Presiden.

    Melalui revisi UU TNI, yang tertuang dalam DIM, pemerintah mengusulkan menambah lima pos kementerian/lembaga yang dapat diisi prajurit aktif. Kelimanya adalah Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Badan Keamanan Laut, dan Kejaksaan Agung.

    “Mengapa bahaya? sebab kita tidak mengetahui kondisi Presiden saat memutuskan, jadi seharusnya jangan ada kata atau kalimat dalam undang-undang yang melibatkan kondisi bersayap,” pungkas Hendri.

    Sementara itu, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mengatakan pengajuan revisi terhadap UU TNI tidak mendesak karena UU TNI No. 34 tahun 2004 masih relevan digunakan untuk membangun transformasi TNI ke arah militer yang profesional sehingga belum perlu diubah.

    Justru, Koalisi menilai secara substansi RUU TNI masih mengandung pasal-pasal bermasalah. Pertama, perluasan di jabatan sipil yang menambah Kejaksaan Agung dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tidak tepat dan ini jelas merupakan bentuk dwifungsi TNI.

    Untuk di kantor Kejaksaan Agung, penempatan ini tidaklah tepat karena fungsi TNI sejatinya sebagai alat pertahanan negara, sementara Kejaksaan fungsinya adalah sebagai aparat penegak hukum.

    “Walau saat ini sudah ada Jampidmil di Kejaksaan agung, namun perwira TNI aktif yang menjabat di Kejaksaan Agung itu semestinya harus mengundurkan diri terlebih dahulu,” tulis Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan.

  • RUU TNI: Perkuat Pertahanan Negara atau Buka Kembali Dwifungsi ABRI? – Page 3

    RUU TNI: Perkuat Pertahanan Negara atau Buka Kembali Dwifungsi ABRI? – Page 3

    Poin paling kontroversial dalam RUU TNI adalah usulan perubahan Pasal 47, yang memungkinkan penempatan prajurit aktif di berbagai kementerian dan lembaga negara, termasuk yang berkaitan dengan politik dan keamanan. Jumlah lembaga yang dapat diisi prajurit aktif akan bertambah dari 10 menjadi 15.

    Usulan ini memicu kekhawatiran akan kembalinya dwifungsi ABRI dan melemahnya supremasi sipil. Pemerintah berjanji akan mengatur ketat mekanisme dan kriteria penempatan ini agar sesuai dengan kebutuhan nasional dan tidak mengganggu netralitas TNI. Namun, detail mekanisme dan kriteria tersebut masih belum jelas dan perlu dijelaskan secara rinci.

    Koalisi masyarakat sipil telah menyuarakan kritik terhadap kurangnya transparansi dalam proses pembahasan RUU ini dan meminta agar partisipasi publik ditingkatkan. Mereka khawatir penempatan prajurit aktif di jabatan sipil dapat mengancam demokrasi dan supremasi sipil.

    Koalisi masyarakat sipil menilai, secara substansi RUU TNI masih mengandung pasal-pasal bermasalah. Pertama, perluasan di jabatan sipil yang menambah Kejaksaan Agung dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tidak tepat dan ini jelas merupakan bentuk dwifungsi TNI.

    “Untuk di kantor Kejaksaan Agung, penempatan ini tidaklah tepat karena fungsi TNI sejatinya sebagai alat pertahanan negara, sementara Kejaksaan fungsinya adalah sebagai aparat penegak hukum. Walau saat ini sudah ada Jampidmil di Kejaksaan agung, namun perwira TNI aktif yang menjabat di Kejaksaan Agung itu semestinya harus mengundurkan diri terlebih dahulu,” jelas dia.

    Sejak awal dibentuk, kata Ikhsan, pihaknya sudah mengkritisi keberadaan Jaksa Agung Muda Pidana Militer di Kejaksaan Agung yang sejatinya tidak diperlukan lantaran hanya menangani perkara koneksitas dan semestinya tidak perlu dipermanenkan menjadi sebuah jabatan.

    “Untuk kepentingan koneksitas sebenarnya bisa dilakukan secara kasuistik dengan membentuk tim ad hoc gabungan tim Kejaksaan Agung dan oditur militer. Lagipula, peradilan koneksitas selama ini juga bermasalah karena seringkali menjadi sarana impunitas,” ungkap dia.

  • Tentara Bisa ke MA & Kejagung, PBNU: Revisi RUU TNI Tidak Masuk Akal!

    Tentara Bisa ke MA & Kejagung, PBNU: Revisi RUU TNI Tidak Masuk Akal!

    Bisnis.com, JAKARTA – Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) H Mohamad Syafi’ Alielha (Savic Ali) melayangkan kritik keras soal Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia atau RUU TNI. 

    Pemerintah dan DPR RI tengah berusaha menggodok Revisi RUU TNI yang nantinya memberi 15 jabatan sipil yang dapat diisi oleh prajurit aktif TNI tanpa harus mengundurkan diri atau pensiun dari dinas keprajuritan, salah satunya Mahkaah Agung dan Kejaksaan Agung.

    Savic Ali juga menyoroti pembahasan RUU TNI yang terkesan buru-buru dan dilakukan secara tertutup di Fairmont Hotel, Jakarta, pada Sabtu (15/3/2025).

    “Saya kira itu tidak masuk akal bahwa Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung butuh kompetensi hukum yang sangat tinggi dan TNI tidak dididik untuk ke sana,” katanya dilansir dari keterangan resmi seperti dikutip, Senin (17/3/2025). 

    Terkait jabatan sipil lainnya yang dibawa dalam RUU TNI tersebut seperti Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (SAR Nasional) dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Savic menimbang masih bisa diterima.

    “Mungkin ada beberapa hal punya justifikasi terutama kaya SAR, penanggulangan Bencana. Tapi untuk Jaksa Agung dan Mahkamah Agung saya kira itu sulit diterima,” jelasnya.

    Sselain tidak masuk akal, Savid menilai masuknya TNI ke Mahkamah Agung dan Kejaksaan Agung memberikan implikasi negatif terhadap terlaksananya pemerintahan yang baik.

    “Tapi saya kira itu adalah kemunduran dari semangat good governance, pemerintahan yang bersih, pemerintahan yang demokratis dan bertentangan dengan spirit reformasi tahun 98,” ungkapnya. 

    Sementara itu, Direktur Wahid Foundation Zannuba Arifah Chafsoh (Yenny Wahid) meminta TNI tetap memiliki semangat tidak terjun dalam ruang-ruang sipil dan politik secara langsung. 

    “Rakyat mengapresiasi itu, kita berharap TNI bisa fokus berkonsentrasi dala persoalan pertahanan negara dan tidak tergoda untuk masuk ke ranah-ranah sipil karena itu bisa membawa kerancuan dalam kualitas berdemokrasi kita,” katanya di Kantor Wahid Foundation, Jalan Taman Amir Hamzah, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (14/3/2025).

    Jika TNI ingin masuk dan menduduki jabatan sipil, lanjutnya, mereka harus menanggalkan baju dari dinas keprajuritan, komitmen tersebut harus tertanam dan tersadarkan di setiap individu anggota TNI.

    “Kita minta klarifikasi kok ada standar-standar yang berbeda untuk jabatan sipil dengan jabatan-jabatan yang dimiliki oleh TNI, mana jabatan yang membuat seseorang dapat menanggalkan posisinya sebagai anggota TNI aktif dan mana yang harus dipertahankan, ini yang harus saya rasa sebagai masyarakat sipil harus di kritisi,” terangnya.

  • Masyarakat Sipil Ramai-ramai Tolak Revisi RUU TNI, Demokrasi RI Terancam?

    Masyarakat Sipil Ramai-ramai Tolak Revisi RUU TNI, Demokrasi RI Terancam?

    Bisnis.com, JAKARTA – Koalisi masyarakat sipil hingga pengamat politik ramai-ramai menolak serta mengkritisi pembahasan revisi Undang-Undang atau RUU TNI yang saat ini dilakukan oleh DPR RI dan pemerintah. 

    Direktur Lingkar Madani (LIMA) Ray Rangkuti turut menyoroti revisi Undang-Undang (UU) TNI yang menuai kontroversi lantaran sejumlah aspek yang dianggap tidak sejalan dengan prinsip efisiensi serta berpotensi mengancam demokrasi. 

    Salah satu poin krusial dalam revisi UU TNI adalah terkait dengan jabatan sipil yang bisa diisi oleh prajurit aktif. Meski disebut sebagai ‘pembatasan’, faktanya revisi ini justru memperluas cakupan peran TNI di ranah sipil, dari 10 posisi menjadi 16.

    “Tentu saja, ini tidak bisa disebut sebagai pembatasan, tapi perluasan. Pembatasan seharusnya mengurangi jumlah posisi militer aktif di jabatan sipil, bukan menambahnya,” tegas Ray. 

    Sementara itu, Direktur Lembaga Survei Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI) Hendri Satrio juga memberikan catatan kritis terkait Revisi Undang-Undang TNI.

    Menurutnya, Pasal 47 ayat (2) khususnya kalimat terakhir yang berbunyinya ‘sesuai kebijakan Presiden’ berpotensi merusak demokrasi di Indonesia.

    Untuk diketahui, Pasal 47 ayat (2) yang mengatur bahwa Prajurit aktif dapat menduduki jabatan pada kantor yang membidangi koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung, serta kementerian/lembaga lain yang membutuhkan tenaga dan keahlian Prajurit aktif sesuai dengan kebijakan Presiden.

    Melalui revisi UU TNI, yang tertuang dalam DIM, pemerintah mengusulkan menambah lima pos kementerian/lembaga yang dapat diisi prajurit aktif. Kelimanya adalah Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Badan Keamanan Laut, dan Kejaksaan Agung.

    “Mengapa bahaya? sebab kita tidak mengetahui kondisi Presiden saat memutuskan, jadi seharusnya jangan ada kata atau kalimat dalam undang-undang yang melibatkan kondisi bersayap,” pungkas Hendri.

    Sementara itu, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mengatakan pengajuan revisi terhadap UU TNI tidak mendesak karena UU TNI No. 34 tahun 2004 masih relevan digunakan untuk membangun transformasi TNI ke arah militer yang profesional sehingga belum perlu diubah.

    Justru, Koalisi menilai secara substansi RUU TNI masih mengandung pasal-pasal bermasalah. Pertama, perluasan di jabatan sipil yang menambah Kejaksaan Agung dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tidak tepat dan ini jelas merupakan bentuk dwifungsi TNI.

    Untuk di kantor Kejaksaan Agung, penempatan ini tidaklah tepat karena fungsi TNI sejatinya sebagai alat pertahanan negara, sementara Kejaksaan fungsinya adalah sebagai aparat penegak hukum.

    “Walau saat ini sudah ada Jampidmil di Kejaksaan agung, namun perwira TNI aktif yang menjabat di Kejaksaan Agung itu semestinya harus mengundurkan diri terlebih dahulu,” tulis Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan. 

    Koalisi menilai, sebenarnya yang diperlukan bukanlah perluasan jabatan sipil yang dapat diduduki oleh prajurit TNI aktif. Akan tetapi justru penyempitan, pembatasan dan pengurangan TNI aktif untuk duduk di jabatan sipil sebagaimana diatur dalam UU TNI. Jadi jika ingin merevisi UU TNI justru seharusnya 10 jabatan sipil yang diatur dalam pasal 47 ayat (2) UU TNI dikurangi bukan malah ditambah.

    Menurut Koalisis, sejak Panglima TNI menyatakan bahwa prajurit TNI aktif yang menempati jabatan sipil di luar dari 10 lembaga yang dibolehkan pasal 47 ayat (2), harus mundur dari dinas aktif kemiliteran, maka kami mendesak agar seluruh prajurit TNI yang saat ini menduduki jabatan sipil di luar dari 10 lembaga yang diperbolehkan dalam pasal 47 ayat (2) UU TNI tersebut, segera mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif TNI.

    “Terutama Letkol Teddy Indra Wijaya yang berulangkali melanggar ketentuan dalam UU TNI, mulai dari terlibat dalam kampanye politik praktis 2024 hingga pengangkatannya sebagai Seskab,” imbuhnya. 

  • Jampidsus Febrie Adriansyah Dilaporkan ke KPK, Al-Amin Sebut Upaya Pembunuhan Karakter – Halaman all

    Jampidsus Febrie Adriansyah Dilaporkan ke KPK, Al-Amin Sebut Upaya Pembunuhan Karakter – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Di tengah gencarnya  Kejaksaan Agung RI membongkar kasus-kasus mega korupsi di Indonesia, ada upaya dari pihak-pihak tertentu yang mencoba mengalihkan perhatian publik dengan melaporkan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah ke KPK.

    Hal ini patut diduga sebagai bentuk  perlawanan balik koruptor terhadap upaya Kejaksaan Agung RI dalam pemberantasan korupsi.

    Demikian padangan Ketua Umum PP-Gerakan Daulat Nusantara, Al-Amin Nur,  yang berharap seluruh masyarakat memberikan dukungan terhadap penegak hukum yang membongkar berbagai kasus hukum di Indonesia.

    “Semestinya oleh pihak-pihak yang melaporkan Jampidsus RI ke KPK mengapapresiasi dan mendukung upaya Kejaksaan Agung RI dalam memberantas korupsi, bukan malah sebaliknya melakukan serangkaian langkah kontra produktif degan melaporkan penegak hukum ke KPK,” kata Ketua Umum PP Gerakan Daulat Nusantara Al-Amin Nur dalam keterangannya, Minggu (16/3/2025).

    Menurut dia banyaknya laporan terhadap Jampidsus diduga serangan akibat mengungkap kasus korupsi.

    “Manuver  pihak-pihak tertentu yang melaporkan Jampidsus patut diduga  terganggu dengan pengungkapan kasus di Kejaksaan Agung dan ini sebagai upaya untuk pembunuhan karakter Jampidsus serta penegak hukum lainnya,” ungkap Al Amin Nur.

    Gerakan Daulat Nusantara mengajak masyarakat mendukung dan mendoakan agar terus kuat dan semangat dalam menghadapi serangan tersebut

    “Untuk itu tentunya masyarakat indonesia mendukung Kejagung dan Jampidsus terus semangat mengusut kasus korupsi yang ditanganinya,” tutup Al-Amin Nur.

    Seperti diketahui, Jampidsus Febrie Adriansyah dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin (10/3/2025) lalu.

    Pelapor adalah Koalisi Sipil Masyarakat Anti Korupsi, yang terdiri dari Indonesian Police Watch (IPW), Koalisi Sipil Selamatkan Tambang (KSST), Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), dan Tim Pembela Demokrasi Indonesia.

    Jampidsus Febrie Adriansyah dilaporkan ke KPK atas empat dugaan tindak pidana korupsi terkait penanganan kasus korupsi.

    Empat kasus itu Jiwasraya, perkara suap Ronald Tannur dengan terdakwa Zarof Ricar, penyalahgunaan kewenangan tata niaga batubara di Kalimantan Timur, dan TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang).

    “Yang dilaporkan FA (Febrie Adriansyah), tetap. Tambahan ini terkait dengan dugaan rasuah juga terkait dengan kasus suap, kemudian juga tentang tata kelola pertambangan di Kaltim dan TPPU,” kata pelapor sekaligus koordinator Koalisi Sipil Anti-Korupsi, Ronald Loblobly, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan pada Senin.

    Pihaknya memberikan informasi kembali kepada KPK terkait kasus utama yang pernah dilaporkan, yaitu pelaksanaan lelang barang rampasan benda sita korupsi berupa satu paket saham PT Gunung Bara Utama (PT GBU) yang dilaksanakan oleh Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejagung RI.

    LAPOR KPK – Pelapor sekaligus koordinator Koalisi Sipil Anti-Korupsi Ronald Loblobly di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (10/3/2025) (KOMPAS.com/Haryanti Puspa Sari)

    Terpisah,  Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar menegaskan satu anggota kejaksaan atau adhyaksa yang diperlakukan tidak adil, sama artinya dengan menghadapi institusi Kejaksaan Agung.

    “Bagi kami, satu orang insan Adhyaksa yang diperlakukan tidak adil itu sama dengan (berhadapan dengan) seluruh institusi,” ujar Harli saat dimintai tanggapan soal pelaporan Jampidsus Febrie Adriansyah ke KPK, Rabu (12/3/2025) dikutip dari Kompas.com.

    Ia mengatakan Kejagung akan mempelajari terlebih dulu laporan yang disampaikan, sebelum mengambil langkah berikutnya.

    Tapi, dia menegaskan laporan serupa bukan yang pertama dihadapi oleh Kejaksaan.

    “Tentu kami akan mempelajari dulu ya, seperti apa laporannya karena terkait soal laporan seperti ini kan bukan yang pertama,” imbuh dia.

    Lebih lanjut, Harli menegaskan, pihaknya tetap berkomitmen dalam melakukan penegakan hukum, terutama dalam kasus tindak pidana korupsi.

    “Kami berkomitmen akan terus tegak dalam rangka menegakkan hukum, khususnya tindak pidana korupsi. Dan, itu komitmen pimpinan, ya,” kata Harli.

  • Apa Itu RUU TNI? 3 Perubahan Besar Ini Terjadi Jika Disahkan

    Apa Itu RUU TNI? 3 Perubahan Besar Ini Terjadi Jika Disahkan

    PIKIRAN RAKYAT – Rancangan Undang-Undang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 soal Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) dibahas DPR RI periode 2024-2029, telah dibahas sejak periode lalu.

    Hal yang mengejutkan yakni RUU TNI didorong masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025 sehingga harus dituntaskan segera tahun ini.

    Komisi I DPR RI yang menaungi urusan pertahanan, otomatis bertugas membahas RUU ini, sebenarnya telah memiliki Prolegnas Prioritas 2025, yakni RUU soal Perubahan Ketiga atas UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

    Setiap komisi harus menyelesaikan satu RUU prioritas guna dapat membahas RUU lainnya. Keputusan RUU TNI untuk menjadi prioritas telah disetujui Rapat Paripurna pada 18 Februari 2025 seperti dikutip dari Antara.

    Apa Itu RUU TNI?

    Komisi I DPR RI telah menggelar beberapa kali rapat soal RUU TNI usai masuk jadi program yakni mengundang pakar, akademisi dan LSM guna mendengar masukan.

    RUU TNI setidaknya akan mengubah 3 poin yakni kedudukan TNI dalam ketatanegaraan, perpanjangan masa dinas prajurit dan pengaturan penempatan prajurit aktif di jabatan sipil.

    Menurut Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin, RUU TNI periode ini diusulkan guna memperluas ruang jabatan sipil yang bisa diemban prajurit aktif usai rapat dengan Komisi I DPR RI pada Selasa, 11 Maret 2025.

    Perluasan ini yakni menambah institusi-institusi yang sebenarnya, saat ini telah diisi prajurit TNI aktif di bidang keamanan dan penegakan hukum, tak menjauh ke bidang lain seperti perdagangan, sosial, dan lainnya.

    Pembatasan koridor-koridor yang bisa diisi prajurit aktif perlu terus dikawal. Pembahasan RUU TNI di Komisi I DPR RI saat ini belum mencapai puncaknya.

    Pasal 47 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 soal TNI yang masih berlaku, disebutkan ada 10 bidang jabatan yang bisa diduduki prajurit aktif.

    Koordinator bidang politik dan keamanan negara, pertahanan negara, sekretaris militer Presiden, intelijen negara, sandi negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Badan Narkotika Nasional serta Mahkamah Agung.

    Menhan Sjafrie mengusulkan agar jabatan yang bisa diisi prajurit aktif bertambah menjadi 15 yakni bidang kelautan dan perikanan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), keamanan laut serta Kejaksaan Agung.

    RUU TNI pada periode ini harus menata dan memperjelas jabatan-jabatan yang bisa diisi prajurit aktif. Pembatasan jabatan perlu membuat mereka bersikap profesional agar patuh aturan yang berlaku.

    Prajurit-prajurit yang akan mengisi jabatan sipil, sesuai amanat RUU TNI harus ahli dan mumpuni guna menjawab kebutuhan sumber daya demi meningkatkan kinerja lembaga.

    Isu Dwifungsi

    Isu bangkitnya Dwifungsi di tubuh militer Indonesia muncul bersamaan dengan pembahasan RUU TNI sejak periode Presiden Jokowi.

    Istilah di TNI ini diasosiasikan dengan wacana perluasan penempatan pada jabatan sipil oleh prajurit. Periode lalu beredar draf RUU TNI yang menyebut penempatan TNI di jabatan sipil, sesuai kebutuhan Presiden.

    TNI tahun 1965 bernama Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) berperan menjadi tokoh protagonis saat ada pemberontakan Gerakan 30 September. Presiden Soeharto yang menjabat 32 tahun juga tokoh militer.

    Soeharto lengser bersamaan dengan anggapan negatif pada ABRI yang duduk dalam percaturan sosial dan politik Indonesia, termasuk memiliki Fraksi ABRI di parlemen.

    RUU TNI yang disusun harus bertujuan mengoptimalkan profesionalisme, memastikan pemerintah sipil tetap memiliki kewenangan penuh atas kebijakan dan keputusan negara. RUU ini bisa memperkuat sistem pertahanan negara, tanpa mengorbankan prinsip-prinsip demokrasi dan supremasi sipil, pilar utama Indonesia.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Anggota Komisi I: Penambahan K/L yang bisa dijabat TNI masih dibahas

    Anggota Komisi I: Penambahan K/L yang bisa dijabat TNI masih dibahas

    Jakarta (ANTARA) – Anggota Komisi I DPR RI Amelia Anggraini mengatakan usulan penambahan jumlah kementerian/lembaga (K/L) bidang politik, hukum, keamanan yang boleh dijabat personel aktif TNI, dari sebelumnya 15 menjadi 16 K/L, masih dalam pembahasan.

    “Terkait penambahan penempatan di ruang lingkup polhukam masih sedang dalam pembahasan,” kata Amelia saat dikonfirmasi ANTARA di Jakarta, Minggu.

    Namun, dia menegaskan bahwa tidak ada perubahan yang dilakukan terhadap aturan yang mengharuskan prajurit aktif TNI untuk mundur dari kedinasannya, apabila ditempatkan pada jabatan sipil di luar kementerian/lembaga yang diatur boleh diduduki personel TNI.

    “Terkait TNI di jabatan sipil sebagaimana telah disampaikan oleh panglima, perwira aktif yang ditempatkan di kementerian/lembaga harus pensiun dan mundur, pasal ini tetap dan tidak ada perubahan,” katanya.

    Sebelumnya, Anggota Komisi I DPR TB Hasanuddin mengatakan Panitia RUU TNI menyepakati penambahan kementerian/lembaga yang bisa diduduki prajurit TNI aktif, dari sebelumnya 15 menjadi 16 kementerian/lembaga.

    Ia mengatakan terdapat penambahan satu badan dari rencana sebelumnya yang nantinya bisa diduduki prajurit TNI aktif, yakni Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) dalam RUU TNI.

    “Karena dalam peraturan presiden itu dan dalam pernyataannya, BNPP yang rawan dan berbatasan memang ada penempatan anggota TNI,” ujar Hasanuddin saat ditemui di sela Rapat Panja RUU TNI di Jakarta, Sabtu (15/3).

    Dia pun menyebut tugas TNI akan bertambah dalam RUU TNI, antara lain menjaga ketahanan siber dan mengatasi masalah narkoba.

    Ia menjelaskan tugas TNI tersebut masuk dalam operasi militer selain perang (OMSP), sehingga OMSP dalam RUU TNI akan bertambah menjadi 17 dari yang sebelumnya hanya 14.

    “Ada tiga penambahan, menjaga ketahanan siber, mengatasi masalah, narkoba, dan ada yang lain-lainnya,” ujarnya.

    Sebelumnya, Selasa (11/3), salah satu poin utama perubahan dalam RUU TNI ialah menyangkut penempatan prajurit TNI di kementerian/lembaga, di mana ada 15 kementerian/lembaga yang bisa dijabat oleh prajurit aktif TNI.

    “Sebagaimana yang kita semua tahu, bahwa dalam UU sudah tercantum 15 institusi yang bisa diduduki oleh prajurit aktif TNI yang seperti yang ada di dalam UU 34 yang sekarang sedang berlaku,” kata Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin dalam rapat kerja bersama Komisi I DPR RI yang membahas Revisi Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI di Gedung DPR, Jakarta.

    Berdasarkan Pasal 47 ayat 2 Undang-Undang TNI yang berlaku saat ini ada 10 kementerian/lembaga yang bisa dijabat oleh prajurit aktif TNI. Untuk itu, terdapat usulan penambahan lima jabatan sipil yang bisa dijabat prajurit aktif TNI, yakni Kelautan dan Perikanan, BNPB, BNPT, Keamanan Laut, dan Kejaksaan Agung.

    Berikut 15 kementerian/lembaga yang bisa dijabat prajurit aktif TNI tanpa harus mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan:

    1. Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Negara
    2. Pertahanan Negara
    3. Sekretaris Militer Presiden
    4. Inteligen Negara
    5. Sandi Negara
    6. Lemhannas
    7. DPN
    8. SAR Nasional
    9. Narkotika Nasional
    10. Kelautan dan Perikanan
    11. BNPB
    12. BNPT
    13. Keamanan Laut
    14. Kejaksaan Agung
    15. Mahkamah Agung

    Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
    Editor: Rangga Pandu Asmara Jingga
    Copyright © ANTARA 2025

  • 47 Korporasi Dilaporkan Rusak Lingkungan, Pakar: Harus Ubah Paradigma

    47 Korporasi Dilaporkan Rusak Lingkungan, Pakar: Harus Ubah Paradigma

    Yogyakarta, Beritasatu.com – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) melaporkan 47 perusahaan atau korporasi ke Kejaksaan Agung atas dugaan perusakan lingkungan di 17 provinsi. Laporan tersebut mencatat estimasi kerugian negara mencapai Rp 437 triliun akibat eksploitasi sumber daya alam yang berlangsung selama puluhan tahun.

    Guru Besar Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) Priyono Suryanto menilai laporan ini bukan sekadar tuntutan hukum, tetapi juga momentum bagi bangsa untuk mengubah paradigma dalam pengelolaan sumber daya alam. Menurutnya, sejak awal, hutan, perkebunan, dan pertambangan dikelola untuk menopang pembangunan nasional.

    “Prinsip yang digunakan seharusnya eksploitasi untuk pembangunan. Hasilnya, kita memang mendapatkan kemajuan ekonomi, tetapi sekaligus merusak lingkungan. Sekarang, dampaknya mulai terasa jelas, dan kita menghadapi konsekuensi ekologis yang serius,” ujarnya tentang dilaporkannya korporasi yang diduga merusak lingkungan.

    Salah satu permasalahan utama dalam tata kelola lingkungan, menurut Priyono, adalah penyalahgunaan dalam proses perizinan. Ia menilai perizinan lingkungan telah menjadi bisnis tersendiri. Banyak izin dikeluarkan tanpa mempertimbangkan keberlanjutan lingkungan. 

    “Meski secara administratif tidak ada yang dilanggar, pada praktiknya terjadi banyak penyimpangan karena banyak rekayasa-rekayasa yang dilakukan. Akibatnya, izin diberikan tanpa memastikan adanya jaminan kelestarian lingkungan,” tegasnya.

    Priyono juga menyoroti pentingnya akuntabilitas perusahaan dalam memulihkan lahan yang telah dieksploitasi. Ia menegaskan bahwa regulasi sudah mengatur kewajiban untuk mengembalikan kondisi lahan setelah eksploitasi.

    “Misalnya, setelah menambang, harus ada reklamasi yang benar-benar diawasi agar hutan bisa kembali pulih. Begitu juga di sektor kehutanan, eksploitasi kayu harus dibarengi dengan upaya menjaga ekosistemnya,” jelasnya terkait dilaporkannya korporasi yang diduga merusak lingkungan.

    Menurut Priyono, angka kerugian Rp 437 triliun yang dirilis walhi masih lebih kecil dari dampak sesungguhnya. Ia menekankan bahwa persoalan ini bukan hanya soal uang, tetapi juga menyangkut warisan lingkungan bagi generasi mendatang.

    Sebagai solusi jangka panjang, ia mengusulkan transformasi fundamental dalam tata kelola lingkungan. Ia menekankan perlunya pendekatan baru dalam pembangunan yang tidak hanya berorientasi pada eksploitasi, tetapi juga mempertimbangkan kelestarian lingkungan. 

    “Jika pola eksploitatif ini terus dibiarkan, kita tidak hanya kehilangan sumber daya, tetapi juga akan meninggalkan bencana ekologis bagi anak-cucu kita,” ungkapnya.

    Priyono juga mendorong pemerintah untuk memperkuat kolaborasi dengan universitas dan lembaga riset seperti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) guna membangun pendekatan yang lebih berkelanjutan dalam pengelolaan sumber daya alam.

    “Puncaknya adalah Indonesia bisa menjadi barometer dunia untuk mitigasi reforestasi dan rehabilitasi. Harapannya, negara tidak akan menuju pada narasi Indonesia gelap, tetapi Indonesia terang jika negara mau berbenah,” pungkasnya terkait dilaporkannya korporasi yang diduga merusak lingkungan.

  • Andi Arief Klaim Tidak Ada Desain Kembalinya Dwifungsi ABRI dalam RUU TNI

    Andi Arief Klaim Tidak Ada Desain Kembalinya Dwifungsi ABRI dalam RUU TNI

    Menurut Sjafrie, mereka yang sudah pensiun dini tetap harus memenuhi standar kualitas dan kemampuan sebelum menduduki jabatan di lembaga yang bersangkutan.  

    Kedua, dalam revisi yang diajukan, prajurit TNI aktif diusulkan dapat menempati posisi di 15 kementerian dan lembaga negara. 

    “Jadi ada 15, kemudian untuk jabatan-jabatan tertentu lainnya, itu kalau mau ditempatkan dia mesti pensiun,” ujar Sjafrie di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (11/3/2025).  

    Adapun 15 kementerian dan lembaga yang diusulkan dapat diisi oleh prajurit TNI aktif dalam rancangan revisi UU TNI mencakup bidang-bidang strategis seperti Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, dan Lemhanas. 

    Selain itu, juga mencakup Dewan Pertahanan Nasional (DPN), SAR Nasional, Narkotika Nasional, Kelautan dan Perikanan, BNPB, BNPT, Keamanan Laut, Kejaksaan Agung, dan Mahkamah Agung.  

    Sjafrie juga menjelaskan bahwa revisi ini tidak hanya mengatur penempatan prajurit TNI di jabatan sipil, tetapi juga mencakup tiga poin utama lainnya.

    Dijelaskan bahwa kedudukan TNI dalam sistem ketatanegaraan, perpanjangan usia dinas, serta pengaturan lebih lanjut terkait posisi TNI dalam pemerintahan.  

    Mengenai posisi Letkol Inf Teddy Indra Wijaya yang saat ini menjabat sebagai Sekretaris Kabinet (Seskab), Sjafrie tidak memberikan tanggapan secara langsung. 

    Namun, ia menegaskan bahwa dalam rancangan revisi UU TNI, prajurit aktif yang ingin menduduki jabatan di kementerian atau lembaga tertentu tetap harus pensiun terlebih dahulu. (Muhsin/Fajar)

  • Komisi III DPR Akan Panggil Kapolda Jateng, Buntut Kasus-Kasus Mencolok – Page 3

    Komisi III DPR Akan Panggil Kapolda Jateng, Buntut Kasus-Kasus Mencolok – Page 3

    Komisi III DPR merupakan salah satu dari 13 komisi yang ada di DPR dengan fokus utama pada penegakan hukum. Komisi ini memiliki tugas dan wewenang yang sangat penting, termasuk mengawasi lembaga-lembaga penegak hukum seperti Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), Kejaksaan Agung, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

    Dalam menjalankan fungsinya, Komisi III juga terlibat dalam pembentukan undang-undang serta pengawasan anggaran yang berkaitan dengan sektor hukum, HAM, dan keamanan. Ruang lingkup tugas Komisi III telah mengalami perubahan seiring berjalannya waktu.

    Pada periode 2019-2024, tugasnya mencakup hukum, HAM, dan keamanan, sementara pada periode 2024-2029, fokus utama beralih pada penegakan hukum.

    Meskipun demikian, pengawasan terhadap lembaga-lembaga terkait HAM dan keamanan tetap menjadi bagian penting dari tugas Komisi III. Komisi ini juga menerima dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat terkait masalah hukum, HAM, dan keamanan. Sebagai contoh, pada Maret 2025, Komisi III menerima pengaduan dari korban robot trading Net89 yang melaporkan kasus yang belum tuntas.