Kementrian Lembaga: Kejagung

  • KPK Bakal Kejar Aset Hasil Korupsi Eks Gubernur Malut Abdul Gani Kasuba

    KPK Bakal Kejar Aset Hasil Korupsi Eks Gubernur Malut Abdul Gani Kasuba

    JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal fokus menelusuri aset hasil korupsi Abdul Gani Kasuba. Upaya mengembalikan kerugian negara terus dilakukan meski eks Gubernur Maluku Utara itu meninggal dunia pada Jumat, 14 Maret lalu.

    “Tentu proyeksinya kita akan menarik kembali aset atau assets recovery dari harta kekayaan yang kita anggap bahwa itu berasal dari tindak pidana korupsi,” kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu kepada wartawan yang dikutip Senin, 17 Januari.

    Asep menyebut status tersangka Abdul Gani dalam kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) memang gugur setelah meninggal. “Tapi, kan sudah (ada yang, red) disita (aset-asetnya, red),” tegasnya.

    Adapun aset itu di antaranya adalah tanah dan bangunan yang disita dari Thoriq Kasuba yang merupakan anak Abdul Gani. “Ada klausul yang mengatur kalau si tersangka meninggal, itu bisa menggugat lewat cara keperdataan melalui jaksa pengacara negara,” tegasnya.

    Tapi, keputusan ini tidak begitu saja diambil. Asep bilang biro hukum maupun pihak terkait di lembaganya akan duduk bersama dalam rapat pimpinan (rapim) untuk menentukan tindak lanjut.

    “Makanya kami koordinasi dan komunikasi dahulu dengan biro hukum, nanti akan dirapimkan. Setelah itu juga akan komunikasi dan koordinasikan dengan Kejaksaan Agung. Fokus kita itu assets recovery, jadi berapapun sudah ter-declare itu harus diambil,” ungkap Asep.

    Diberitakan sebelumnya, Hairun Rizal yang merupakan pengacara eks Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba membenarkan kliennya meninggal dunia pada Jumat, 14 Maret. Ia mengembuskan napas di ruang Intensive Care Unit (ICU) RSUD Chasan Boesoirie Ternate.

    “(Meninggal dunia, red) di ICU RSUD kurang lebih jam 20.00 WIT,” kata pengacara Abdul Gani Kasuba, Hairun Rizal saat dihubungi wartawan, Jumat malam, 14 Maret.

    Hairun mengatakan jenazah Abdul Gani saat ini berada di rumah duka. Ia rencananya akan dimakamkan di kampung halamannya, Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara pada Sabtu, 15 Maret.

  • Istana: Pasal yang Dicurigai Kembalikan Dwifungsi ABRI Tak Ada, Kecurigaan LSM Tak Beralasan

    Istana: Pasal yang Dicurigai Kembalikan Dwifungsi ABRI Tak Ada, Kecurigaan LSM Tak Beralasan

    Istana: Pasal yang Dicurigai Kembalikan Dwifungsi ABRI Tak Ada, Kecurigaan LSM Tak Beralasan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kepala Komunikasi Kepresidenan/PCO Hasan Nasbi memastikan, pasal maupun ayat yang dicurigai mengembalikan
    dwifungsi ABRI
    tidak ada dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) TNI.
    Oleh karenanya, Hasan menilai bahwa kecurigaan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) tidak beralasan.
    “Pasal yang dicurigai akan ada, ayat yang dicurigai akan ada, itu terbukti tidak ada. Bahwa kecurigaan teman-teman NGO, LSM itu tidak beralasan karena itu tidak ada (dwifungsi),” kata Hasan saat ditemui di Jakarta Pusat, Senin (17/3/2025).
    Hasan menegaskan bahwa
    RUU TNI
    justru akan membatasi jabatan-jabatan sipil yang bisa dijabat oleh prajurit aktif, bukan sebaliknya.
    Menurut dia, jabatan tersebut diisi karena adanya korelasi dengan kerja-kerja dan tugas fungsi TNI.
    “Karena posisi-posisi, enggak di-
    open
    posisi-posisi untuk TNI, enggak di-
    open
    , tapi dikunci. Dikunci ke-15 posisi yang memang memerlukan ekspertisnya mereka. Memerlukan keahliannya mereka dan beririsan ruang kerja dengan ekspertis mereka,” ujar Hasan.
    Meski jumlah jabatan yang diisi akan lebih banyak, Hasan memastikan bahwa jabatan tersebut sejatinya sudah dipraktikan lebih dulu.
    Salah satu contohnya, jabatan untuk Jaksa Agung Muda Pidana Militer (Jampidmil) yang sebelumnya belum diatur oleh Undang-Undang.
    Diketahui dalam
    UU TNI
    saat ini, hanya terdapat 10 jabatan yang bisa diisi oleh prajurit aktif, yakni di Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, Kementerian Pertahanan, Sekretariat Militer Presiden, Badan Intelijen Negara, dan Badan Siber dan Sandi Negara.
    Lalu, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Badan Nasional Penanggulangan Bencana atau Basarnas, Badan Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung.
    Lewat RUU TNI, ada tambahan enam pos baru yang bisa ditempati TNI aktif, yakni di Kelautan dan Perikanan, BNPB, BNPT, keamanan laut, dan Kejaksaan Agung (Kejagung), dan BNPP.
    “Sebelumnya di UU enggak ada, sekarang ada. (Jampidmil) Ada untuk mengisi kamar peradilan pidana Mahkamah Agung. Bakamla, Dewan Pertahanan Nasional belum ada juga (sebelumnya di UU TNI). Jadi yang kayak gitu, yang memang ekspertisnya membutuhkan ekspertis teman-teman dari TNI,” kata Hasan.
    Sebelumnya diberitakan,
    revisi UU TNI
    menuai penolakan dari sejumlah LSM lantaran dikhawatirkan mengembalikan dwifungsi militer.
    Namun terbaru, Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Budi Gunawan mengatakan bahwa revisi UU TNI hanya akan mengubah tiga pasal krusial.
    Pasal pertama adalah Pasal 3 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang kedudukan dan koordinasi TNI di bawah Kementerian Pertahanan. Kedua, Pasal 53 yang mengatur tentang usia pensiun TNI.
    Ketiga, Pasal 47 yang mengatur tentang jabatan di kementerian/lembaga yang dapat diisi oleh prajurit TNI yang aktif.
    Karena pada praktiknya, banyak prajurit TNI yang selama ini memang diperbantukan di beberapa kementerian karena keahlian dan kebutuhannya.
    “Misal saya contohkan di Basarnas, seperti itu. Melalui
    Revisi UU TNI
    ini justru memberi batasan yang lebih jelas akan hal tersebut. Saat ini terdapat pembahasan, wacana pengaturan penugasan TNI dari 10 kementerian/lembaga menjadi 16,” kata Budi Gunawan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kelompok Sipil Ungkap Sejumlah Bahaya RUU TNI Jika Disahkan

    Kelompok Sipil Ungkap Sejumlah Bahaya RUU TNI Jika Disahkan

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mengungkapkan isi Rancangan Undang-undang (RUU) TNI yang diam-diam tengah dikebut DPR RI dan Pemerintah.

    Koordinator Kontras Dimas Bagus Arya Saputra membeberkan salah satu isi RUU TNI itu adalah mengembalikan dwifungsi TNI dimana semakin banyak militer aktif yang akan menduduki jabatan sipil.

    Menurutnya, penempatan militer aktif pada jabatan sipil bertentangan dengan UU TNI sebelumnya dan tidak sesuai dengan janji profesionalisme TNI.

    “Ini jelas berisiko memunculkan masalah ya, seperti ekslusi warga sipil dan jabatan sipil, menguatkan dominasi TNI di ranah sipil dan memicu twrjadinya kebijakan dan loyalitas ganda,” ujarnya, Senin (17/3).

    Menurutnya, perluasan jabatan sipil di RUU TNI tersebut akan menempatkan TNI di Kejaksaan Agung hingga Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

    “Dua contoh itu adalah cerminan praktik dwifungsi TNI. Ingat, TNI itu adalah alat pertahanan negara untuk perang dengan negara lain,” katanya.

    Dia menilai RUU TNI yang dalam waktu dekat akan disahkan oleh DPR merupakan kemunduran untuk TNI secara kelembagaan 

    “TNI ini dilatih, dididik dan disiapkan untuk perang, bukan untuk fungsi non pertahanan seperti duduk di jabatan sipil,” ucapnya. 

  • Satpam Hotel Fairmont Merasa Dirugikan Usai Aktivis Geruduk Rapat RUU TNI – Halaman all

    Satpam Hotel Fairmont Merasa Dirugikan Usai Aktivis Geruduk Rapat RUU TNI – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – RYK, petugas keamanan Hotel Fairmont Jakarta, merasa dirugikan setelah aktivis Koalisi Masyarakat Sipil menggeruduk rapat RUU TNI di Hotel Fairmont, Jakarta, pada Sabtu (15/3/2025).

    Atas dasar itu, RYK melaporkan kepada aparat Polda Metro Jaya.

    Hal itu diungkap Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi, di Mapolda Metro Jaya, pada Senin (17/3/2025).

    “Korban merasa dirugikan, kemudian membuat laporan,” ujarnya pada Senin (17/3/2025).

    Upaya membuat laporan itu dilakukan pada Sabtu pekan lalu.

    Berdasarkan keterangan RYK ada tiga orang yang mengaku dari Koalisi Masyarakat Sipil masuk ke hotel dan berteriak di depan pintu ruang rapat pembahasan RUU TNI.

    Rapat pembahasan RUU TNI itu dilakukan sejumlah anggota DPR RI.

    “(Koalisi Masyarakat SIpil meminta,-red) Agar rapat tersebut dihentikan karena dilakukan secara diam-diam dan tertutup,” kata Ade

    Kini, kasus itu ditangani aparat Subdit Keamanan Negara Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya.

    Barang Bukti

    Polisi mengungkapkan adanya dua barang bukti yang diamankan terkait aksi demonstrasi yang menggeruduk rapat Panitia Kerja Revisi UU TNI di Hotel Fairmont, Jakarta Pusat.

    Aksi tersebut dilakukan tiga aktivis Koalisi Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan pada Sabtu, 15 Maret 2025.

    Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam, menyatakan bahwa dua barang bukti yang diamankan adalah satu unit CCTV dari Hotel Fairmont dan satu unit video dokumentasi terkait peristiwa tersebut.

    “Ada dua barang bukti. Yang pertama, satu unit elektronik video CCTV. Kemudian, satu unit elektronik video atau video dokumentasi,” kata Ade Ary, kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (17/3/2025).

    Saat ini, penyelidikan masih terus berlangsung. Pihak kepolisian mendalami laporan yang diterima dari seorang petugas keamanan Hotel Fairmont berinisial RYR.

    “Saat ini penyelidik sedang melakukan pendalaman,” jelasnya.

    Laporan tersebut tercatat dengan nomor LPB/1876/III/2025/SPKT POLDA METRO JAYA, yang mencatat dugaan tindak pidana terkait gangguan ketertiban umum dan ancaman kekerasan, serta penghinaan terhadap penguasa atau badan hukum di Indonesia.

     “Laporan ini berasal dari RYR, seorang petugas keamanan di Hotel Fairmont,” tambah Kombes Ade Ary.

    Terlapor dalam kasus ini disangkakan melanggar berbagai pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), termasuk Pasal 172, 212, 217, 335, 503, dan 207 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP.

    Pihak kepolisian memastikan bahwa proses penyelidikan akan terus berjalan untuk mengungkap lebih lanjut fakta-fakta terkait peristiwa yang menjadi sorotan ini.

    Tiga Pasal RUU TNI

    Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, memberikan penjelasan terkait tiga pasal dalam Revisi Undang-undang TNI (RUU TNI) yang dibahas Komisi I DPR RI bersama pemerintah.

    Pasal pertama, yakni Pasal 3 yang berisikan tentang kedudukan TNI.

    “Pasal 3 mengenai kedudukan TNI, jadi ini sifatnya internal. Ayat 1 misalnya dalam pengerahan dan penggunaan kekuatan militer TNI berkedudukan di bawah Presiden, itu tidak ada perubahan.”

    “Kemudian ayat 2 kebijakan dan strategi pertahanan serta dukungan administrasi yang berkaitan dengan aspek perencanaan strategis TNI itu berada di dalam koordinasi Kementerian Pertahanan,” kata Dasco, dilansir Kompas TV, Senin (17/3/2025).

    Dasco mengungkapkan, revisi UU TNI pada Pasal 3 ini dilakukan supaya lebih sinergis dan lebih rapi.

    Pasal selanjutnya yang direvisi adalah Pasal 53, berisikan tentang aturan usia pensiun anggota TNI.

    “Kemudian pasal 53 itu tentang usia pensiun, yaitu mengacu pada undang-undang institusi lain, ada kenaikan batas usia pensiun, yaitu bervariatif. Antara 55-62 tahun,” terang Dasco.

    Terakhir adalah Pasal 47, yang membahas soal aturan prajurit TNI bisa menduduki jabatan di Kementerian atau Lembaga.

    “Kemudian pasal ketiga, yaitu pasal 47, yaitu prajurit dapat menduduki jabatan pada Kementerian atau lembaga.”

    “Jadi prajurit aktif dapat menduduki jabatan pada Kementerian lembaga, pada saat ini sebelum direvisi ada 10, kemudian ada penambahan,” jelas politisi Gerindra itu.

    Salah satu contohnya adalah di Kejaksaan Agung, karena dalam Kejaksaan Agung ada jabatan Jaksa Agung Pidana Militer.

    “Karena di masing-masing institusi di undang-undangnya dicantumkan, sehingga kita masukkan ke dalam revisi undang-undang TNI.”

    “Seperti Kejaksaan Agung misalnya karena ada di situ Jaksa Agung Pidana Militer yang di Undang-undang Kejaksaan itu dijabat oleh TNI di sini kita masukkan.”

    “Kemudian untuk pengelola perbatasan, karena itu beririsan dengan tugas pokok dan fungsi,” ungkap Dasco.

    Selanjutnya, pada Pasal 47 ayat 2, dijelaskan bahwa prajurit TNI yang menduduki jabatan sipil selain yang dijelaskan pada ayat 1, maka harus mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan.

    “Kemudian selain itu pada pasal 47 ayat 2, selain menduduki jabatan pada kementerian atau lembaga sebagai pada mana dimaksud pada ayat 1, yang tadi saya sudah terangkan.”

    “Prajurit dapat menduduki jabatan sipil lainnya setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan,” imbuh Dasco.

    Ketua Komisi I DPR Sebut Panglima TNI Tetap Junjung Tinggi Supremasi Sipil

    Ketua Komisi I DPR RI, Utut Adianto, memastikan Panglima TNI menjunjung tinggi supremasi sipil.

    Hal itu dikatakan Utut merujuk ke pembahasan rapat RUU TNI bersama Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto pada pekan lalu.

    “Panglima TNI pada rapat Kamis pekan lalu itu tegas, kesimpulannya hanya satu, bahwa dari Undang-Undang (RUU TNI) ini, jelas supremasi sipil dalam konsep negara demokrasi,” kata Utut kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (17/3/2025).

    Dia mengeklaim, RUU TNI bukan untuk memperluas jabatan sipil yang diduduki TNI.

    “Kalau kekhawatiran Dwifungsi ABRI saya sudah berkali-kali bicarakan, justru ini melimitasi,” pungkas Politisi PDIP itu

    Diketahui, Komisi I DPR dan pemerintah memang tengah membahas revisi UU TNI.

    Revisi tersebut, meliputi penambahan usia dinas keprajuritan hingga peluasan penempatan prajurit aktif di kementerian/lembaga.

    Bahkan pada hari Jumat (14/3/2024) dan Sabtu (15/3/2025) lalu, Komisi I DPR dan pemerintah menggelar rapat tertutup di Hotel Fairmont untuk membahas RUU TNI.

    Pembahasan RUU tersebut, sempat diwarnai penolakan unsur sipil yang merangsek masuk ke ruang rapat dan menyuarakan penolakan terhadap RUU TNI.

  • LPEI Tegaskan Dugaan Fraud Kredit Ekspor Kasus Lama, Bergulir pada 2012

    LPEI Tegaskan Dugaan Fraud Kredit Ekspor Kasus Lama, Bergulir pada 2012

    Bisnis.com, JAKARTA – Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) menyatakan telah melakukan sederet upaya “bersih-bersih” secara internal usai penegak hukum mengungkap sejumlah kasus dugaan fraud (kecurangan) dalam penyaluran kredit ekspor. 

    Sebagaimana diketahui, penegak hukum seperti Polri maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mengusut dugaan fraud di LPEI di tahap penyidikan. Terdapat sejumlah debitur LPEI yang diduga menerima kredit ekspor dengan cara menyalahi aturan. 

    Pihak LPEI menyatakan bahwa kasus hukum yang tengah bergulir itu terjadi pada periode 2012 dan bukan kasus baru. 

    LPEI, atau Eximbank, pun menyampaikan bahwa terus melanjutkan transformasi yang dimulai sejak 2020. Fokus transformasi itu berada pada tiga pilar utama yakni manajemen risiko dan kualitas aset, model bisnis serta infrastruktur tata kelola perusahaan yang baik (GCG) dan sumber daya manusia (SDM). 

    Salah satu upaya pembenahan yang dilakukan LPEI, kata Plt. Ketua Dewan Direktur LPEI Yon Arsal, adalah penerapan sistem pengambilan keputusan pembiayaan melalui komite. Beberapa upaya lainnya juga meliputi penguatan struktur manajemen, identifikasi potensi risiko secara dini melalui sistm peringatan dini serta penguatan SDM dan infrastruktur IT. 

    “Transformasi selama lima tahun terakhir telah membawa LPEI ke titik perubahan signifikan dengan pencapaian positif. Ini mencerminkan kemajuan dan kesiapan LPEI dalam mendukung pertumbuhan ekspor Indonesia,” kata Yon, yang juga merangkap Direktur Eksekutif LPEI, melalui siaran pers, Senin (17/3/2025). 

    Sementara itu dari sisi bisnis, LPEI menyatakan telah mengedepankan kolaborasi dalam ekosistem ekspor untuk mendukung peningkatan ekspor nasional, desa devisa serta eksportir baru.

    Sejalan dengan hal tersebut, Yon menyebut lembaga yang dipimpin olehnya menerapkan kebijakan anti gratifikasi dan penyuapan dalam bentuk apapun kepada seluruh jajaran manajemen dan pegawai. Mereka diwajibkan menandatangani Pakta Integritas sebagai tanda komitmen dalam penegakan proses bisnis yang bersih dan transparan, termasuk dilarang melakukan transaksi yang menimbulkan benturan kepentingan.  

    Adapun secara berkala, lembaga di bawah Kementerian Keuangan (Kemenkeu) itu turut melakukan pelatihan dan penyuluhan terkait manajemen risiko, kode etik, anti-fraud, gratifikasi dan sebagainya serta menerapkan whistleblowing system (WBS) yang dapat diakses oleh publik melalui website LPEI, KPK, dan Kemenkeu.

    Atas upaya tersebut, LPEI mengeklaim telah menunjukkan hasil positif dari sisi bisnis. Contohnya, Non Performing Financing (NPF) baru di kisaran 0.02% dari debitur onboard sejak 2020. 

    Kemudian, pada 2024, LPEI telah menurunkan NPL gross menjadi 29,1% dari tahun sebelumnya yang mencapai 43,5%, serta mencatat penurunan NPL net dari 14% menjadi hanya 4,5%. Kinerja itu disebut menggambarkan perbaikan signifikan dalam kualitas portofolio secara keseluruhan. 

    “LPEI berkomitmen penuh dalam menjalankan tugas dan fungsi sesuai dengan mandatnya, dengan mengedepankan prinsip Tata Kelola Lembaga yang Baik dan menjunjung tinggi integritas. Secara konsisten LPEI selalu memperkuat tata kelola lembaga, termasuk penerapan kebijakan anti gratifikasi yang ketat, untuk memastikan transparansi dan lingkungan kerja yang bebas dari tindakan penyelewengan,” tegas Yon Arsal.

    Berdasarkan catatan Bisnis, kasus dugaan fraud di LPEI yang ditangani oleh Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortastipikor) Polri melibatkan dua debitur LPEI selama periode 2012-2016. Dua debitur dimaksud adalah PT Duta Sarana Technology (PT DST) dan PT Maxima Inti Finance (PT MIF).

    Pada kasus yang bergulir Polri, kasus dugaan fraud itu juga telah dikembangkan ke arah dugaan pencucian uang. 

    Sementara itu, di KPK, kasus LPEI meliputi 11 debitur dengan taksiran kerugian keuangan negara secara keseluruhan mencapai Rp11,7 triliun. Salah satu debitur yakni PT Petro Energy (PE) diduga merugikan keuangan Rp900 miliar. 

    Lembaga antirasuah itu telah menetapkan lima orang tersangka terkait dengan klaster debitur PT PE. Dua di antaranya adalah mantan Direktur Pelaksana LPEI, Dwi Wahyudi dan Arif Setiawan. KPK juga menangani salah satu kasus LPEI yang dilimpahkan dari Kejaksaan Agung (Kejagung). 

  • Daftar 3 Pasal yang Dibahas DPR di RUU TNI: Kedudukan TNI, Usia Pensiun, & Jabatan di Lembaga Sipil – Halaman all

    Daftar 3 Pasal yang Dibahas DPR di RUU TNI: Kedudukan TNI, Usia Pensiun, & Jabatan di Lembaga Sipil – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, memberikan penjelasan terkait tiga pasal dalam Revisi Undang-undang TNI (RUU TNI) yang dibahas Komisi I DPR RI bersama pemerintah.

    Pasal pertama, yakni Pasal 3 yang berisikan tentang kedudukan TNI.

    “Pasal 3 mengenai kedudukan TNI, jadi ini sifatnya internal. Ayat 1 misalnya dalam pengerahan dan penggunaan kekuatan militer TNI berkedudukan di bawah Presiden, itu tidak ada perubahan.”

    “Kemudian ayat 2 kebijakan dan strategi pertahanan serta dukungan administrasi yang berkaitan dengan aspek perencanaan strategis TNI itu berada di dalam koordinasi Kementerian Pertahanan,” kata Dasco, dilansir Kompas TV, Senin (17/3/2025).

    Dasco mengungkapkan, revisi UU TNI pada Pasal 3 ini dilakukan supaya lebih sinergis dan lebih rapi.

    Pasal selanjutnya yang direvisi adalah Pasal 53, berisikan tentang aturan usia pensiun anggota TNI.

    “Kemudian pasal 53 itu tentang usia pensiun, yaitu mengacu pada undang-undang institusi lain, ada kenaikan batas usia pensiun, yaitu bervariatif. Antara 55-62 tahun,” terang Dasco.

    Terakhir adalah Pasal 47, yang membahas soal aturan prajurit TNI bisa menduduki jabatan di Kementerian atau Lembaga.

    “Kemudian pasal ketiga, yaitu pasal 47, yaitu prajurit dapat menduduki jabatan pada Kementerian atau lembaga.”

    “Jadi prajurit aktif dapat menduduki jabatan pada Kementerian lembaga, pada saat ini sebelum direvisi ada 10, kemudian ada penambahan,” jelas politisi Gerindra itu.

    Salah satu contohnya adalah di Kejaksaan Agung, karena dalam Kejaksaan Agung ada jabatan Jaksa Agung Pidana Militer.

    “Karena di masing-masing institusi di undang-undangnya dicantumkan, sehingga kita masukkan ke dalam revisi undang-undang TNI.”

    “Seperti Kejaksaan Agung misalnya karena ada di situ Jaksa Agung Pidana Militer yang di Undang-undang Kejaksaan itu dijabat oleh TNI di sini kita masukkan.”

    “Kemudian untuk pengelola perbatasan, karena itu beririsan dengan tugas pokok dan fungsi,” ungkap Dasco.

    Selanjutnya, pada Pasal 47 ayat 2, dijelaskan bahwa prajurit TNI yang menduduki jabatan sipil selain yang dijelaskan pada ayat 1, maka harus mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan.

    “Kemudian selain itu pada pasal 47 ayat 2, selain menduduki jabatan pada kementerian atau lembaga sebagai pada mana dimaksud pada ayat 1, yang tadi saya sudah terangkan.”

    “Prajurit dapat menduduki jabatan sipil lainnya setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan,” imbuh Dasco.

    Ketua Komisi I DPR Sebut Panglima TNI Tetap Junjung Tinggi Supremasi Sipil

    Ketua Komisi I DPR RI, Utut Adianto, memastikan Panglima TNI menjunjung tinggi supremasi sipil.

    Hal itu dikatakan Utut merujuk ke pembahasan rapat RUU TNI bersama Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto pada pekan lalu.

    “Panglima TNI pada rapat Kamis pekan lalu itu tegas, kesimpulannya hanya satu, bahwa dari Undang-Undang (RUU TNI) ini, jelas supremasi sipil dalam konsep negara demokrasi,” kata Utut kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (17/3/2025).

    Dia mengeklaim, RUU TNI bukan untuk memperluas jabatan sipil yang diduduki TNI.

    “Kalau kekhawatiran Dwifungsi ABRI saya sudah berkali-kali bicarakan, justru ini melimitasi,” pungkas Politisi PDIP itu

    Diketahui, Komisi I DPR dan pemerintah memang tengah membahas revisi UU TNI.

    Revisi tersebut, meliputi penambahan usia dinas keprajuritan hingga peluasan penempatan prajurit aktif di kementerian/lembaga.

    Bahkan pada hari Jumat (14/3/2024) dan Sabtu (15/3/2025) lalu, Komisi I DPR dan pemerintah menggelar rapat tertutup di Hotel Fairmont untuk membahas RUU TNI.

    Pembahasan RUU tersebut, sempat diwarnai penolakan unsur sipil yang merangsek masuk ke ruang rapat dan menyuarakan penolakan terhadap RUU TNI.

    (Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Reza Deni)

    Baca berita lainnya terkait Revisi UU TNI

  • Ada Pasal Bermasalah yang Bisa Kembalikan Dwifungsi TNI

    Ada Pasal Bermasalah yang Bisa Kembalikan Dwifungsi TNI

    PIKIRAN RAKYAT – 192 lembaga yang tergabung di dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan, menolak kembalinya dwifungsi melalui Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI). Pemerintah telah menyampaikan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Revisi UU TNI kepada DPR, pada 11 Maret 2025, dan koalisi menilai DIM itu bermasalah lantaran terdapat pasal-pasal yang akan mengembalikan militerisme atau Dwifungsi TNI di Indonesia.

    “Kami menilai agenda revisi UU TNI tidak memiliki urgensi transformasi TNI ke arah yang profesional,” kata Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhamad Isnur mewakil tokoh-tokoh yang hadir di kantor YLBHI, Senin, 17 Maret 2025.

    Koalisi masyarakat sipil justru menilai revisi UU TNI akan melemahkan profesionalisme militer. Pasalnya, sebagai alat pertahanan negara, TNI dilatih, dididik, dan disiapkan untuk perang, bukan untuk fungsi nonpertahanan seperti duduk di jabatan-jabatan sipil.

    Lebih Baik Revisi UU Peradilan Militer

    “Dalam konteks reformasi sektor keamanan, semestinya pemerintah dan DPR mendorong agenda reformasi peradilan militer melalui revisi UU No. 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer,” ucap Isnur.

    Menurut koalisi, revisi UU tentang peradilan militer lebih penting daripada RUU TNI. Sebab, agenda itu merupakan kewajiban konstitusional negara untuk menjalankan prinsip persamaan di hadapan hukum bagi semua warga negara, tanpa kecuali.

    “Reformasi peradilan militer merupakan mandat Tap MPR No. VII Tahun 2000 dan UU No. 34 tahun 2004 tentang TNI,” tutur Isnur.

    Koalisi menilai RUU TNI akan mengembalikan Dwifungsi TNI, yaitu militer aktif menduduki jabatan-jabatan sipil. Koalisi juga menyebut perluasan penempatan TNI aktif tidak sesuai dengan prinsip profesionalisme TNI dan berisiko memunculkan masalah seperti eksklusi warga sipil dari jabatan sipil, menguatkan dominasi militer di ranah sipil, dan memicu terjadinya kebijakan maupun loyalitas ganda. Selain itu, merebut jabatan sipil dan memarginalkan ASN dan perempuan dalam akses posisi-posisi strategis.

    Koalisi menyebut, perluasan jabatan sipil dalam RUU TNI di antaranya adalah menempatkan militer aktif di Kejaksaan Agung hingga Kementerian Kelautan dan Perikanan. Hal yang perlu diingat, TNI adalah alat pertahanan negara untuk perang, sedangkan Kejaksaan Agung, adalah lembaga penegak hukum, maka, salah jika anggota TNI aktif duduk di institusi Kejaksaan Agung.

    “Dan salah, jika ingin menempatkan militer aktif di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Dua contoh itu cerminan praktik Dwifungsi TNI,” ujar Isnur.

    Tertibkan UU TNI

    Lebih lanjut, koalisi mendesak berbagai pelanggaran terhadap UU TNI selama ini dievaluasi dan ditertibkan. Selain itu, anggota TNI aktif yang menduduki jabatan sipil diluar yang sudah diatur dalam Pasal 47 ayat 2 UU TNI agar segera mengundurkan diri atau pensiun dini.

    Menurut koalisi, selama ini banyak anggota TNI aktif yang duduk di jabatan sipil tanpa mengundurkan diri terlebih dahulu, misalnya Letkol Teddy Indra Wijaya yang menjabat Sekretaris Kabinet dan kepala sekretariat presiden Mayor Jenderal Ariyo Windutomo.

    Tak hanya itu, pelibatan militer dalam operasi selain perang hanya bisa dilakukan atas dasar keputusan politik negara, bukan melalui MoU sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 7 ayat 3 UU TNI. Koalisi menekankan, tidak dibenarkan konstruksi politik hukum RUU TNI untuk menjustifikasi berbagai pelanggaran yang sudah ada.

    “Kami memandang bahwa perluasan tugas militer untuk menangani narkotika adalah keliru dan bisa berbahaya bagi negara hukum. Penanganan masalah narkotika utamanya berada dalam koridor kesehatan, penegakkan hukum yang proporsional, bukan perang,” ujar Isnur.

    Koalisi menilai pelibatan TNI dalam mengatasi narkotika akan melanggengkan penggunaan war model. Selama ini, model penegakkan hukum saja sering kali bermasalah dan tidak proporsional dalam mengatasi narkoba, apalagi jika menggunakan war model dengan melibatkan militer.

    “Dengan demikian, melibatkan TNI dalam menangani narkoba sebagaimana diatur dalam RUU TNI akan menempatkan TNI rentan menjadi pelaku pelanggaran HAM, seperti terjadi dalam kasus penangkapan Duterte di Filipina oleh ICC,” kata Isnur.

    Lebih berbahaya lagi, koalisi menyebut RUU TNI juga ingin merevisi klausul pelibatan militer dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP) tanpa perlu persetujuan DPR, yang cukup diatur dalam Peraturan Pemerintah. Padahal, operasi semacam itu termasuk kebijakan politik negara, yakni Presiden dengan pertimbangan DPR sebagaimana diatur oleh pasal 7 ayat 3 UU TNI 34/2004).

    “RUU TNI mau meniadakan peran Parlemen sebagai wakil rakyat. Ini akan menimbulkan konflik kewenangan atau tumpang tindih dengan lembaga lain dalam mengatasi masalah di dalam negeri,” ucap Isnur.

    Koalisi menduga, revisi ini hanya untuk melegitimasi mobilisasi dan ekspansi keterlibatan Prajurit TNI dalam permasalahan domestik seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), distribusi Gas Elpiji, ketahanan pangan, penjagaan kebun sawit, pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN) serta penertiban dan penjagaan kawasan hutan bahkan pengelolaan ibadah haji.

    “Kami menolak RUU TNI maupun DIM RUU TNI yang disampaikan Pemerintah ke DPR karena mengandung pasal-pasal bermasalah dan berpotensi mengembalikan Dwifungsi TNI dan militerisme di Indonesia,” ujar koalisi.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Istana Bantah Perluasan Penempatan TNI di Kementerian Hidupkan Dwi Fungsi ABRI – Halaman all

    Istana Bantah Perluasan Penempatan TNI di Kementerian Hidupkan Dwi Fungsi ABRI – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Istana melalui Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi membantah bahwa perluasan penugasan TNI di jabatan sipil merupakan wujud kembalinya dwi fungsi ABRI.

    “Jadi berkenaan misalnya dengan isu penugasan penugasan, jangan kemudian dimaknai sebagai dwi fungsi ABRI. Tidak,” kata Prasetyo di Kantor Kementerian PAN RB, Jakarta, Senin (17/3/2025).

    Prasetyo memastikan tidak ada niat atau tujuan untuk menghidupkan kembali dwi fungsi ABRI melalui revisi UU TNI.

    “Enggak, enggak. Ndak, kami pastikan tidak,” katanya.

    Prasetyo meminta perluasan tugas TNI di jabatan sipil tidak dimaknai sebagai dwi fungsi ABRI. 

    Prasetyo kemudian mencontohkan peran TNI dalam penanganan bencana. 

    Selama ini TNI, Polri dan unsur lainnya selaku menjadi Garda terdepan dalam penanganan bencana. 

    Keterlibatan TNI dalam penanganan bencana kata Prasetyo bukan berarti dwi fungsi ABRI.

    “Contoh misalnya dalam hal penanganan bencana, itu kan saudara-saudara kita semua tahu bahwa teman-teman TNI dan kepolisian dan tentunya bersama teman-teman yang lain selalu menjadi garda terdepan di dalam menjaga tugas-tugas penanganan bencana misalnya. Ya seperti itu. Jadi itu jangan kemudian dimaknai sebagai dwi fungsi abri. Tidak,” katanya.

    Berdasarkan Pasal 47 ayat 2 Undang-Undang TNI Nomor 34 Tahun 2004 sebelum revisi, 10 jabatan sipil yang boleh dijabat anggota militer aktif yakni Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, Kementerian Pertahanan, Sekretariat Militer Presiden, Badan Intelijen Negara, Badan Siber dan Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Basarnas, Badan Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung.

    Dalam rencana Revisi UU TNI jumlah jabatan sipil yang bisa ditempati bertambah menjadi 15 dengan tambahan BNPT, Kejaksaan Agung, Kelautan dan Perikanan, BNPB, dan Kemanan Laut.

  • Dasco Paparkan 3 Pasal RUU TNI yang Direvisi

    Dasco Paparkan 3 Pasal RUU TNI yang Direvisi

    Jakarta, Beritasatu.com – Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menegaskan, DPR dan pemerintah hanya membahas tiga pasal yang bakal diubah dalam revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI (RUU TNI). Dari tiga pasal tersebut, kata Dasco, sama sekali tidak terkait dengan dwifungsi TNI dan dia memastikan DPR akan menjaga supremasi sipil dalam RUU TNI.

    “Dalam revisi UU TNI hanya ada tiga pasal, yakni Pasal 3, Pasal 53, dan Pasal 47. Tidak ada pasal-pasal lain yang kemudian di-draft yang beredar di media sosial itu saya lihat banyak sekali dan kalaupun ada pasal-pasal yang sama, yang kita sampaikan itu juga isinya sangat berbeda,” ujar Dasco saat konferensi pers di gedung DPR, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (17/3/2025).

    Pertama, Pasal 3 ayat (2) RUU TNI, kata Dasco, terkait dengan kedudukan TNI sehingga sifat internal. Sementara, Pasal 3 ayat (1) terkait pengerahan dan penggunaan kekuatan militer TNI yang berkedudukan di bawah presiden, tidak ada perubahan.

    “Kemudian ayat (2) kebijakan dan strategi pertahanan serta dukungan administrasi yang berkaitan rencana strategis TNI, itu berada di koordinasi Kementerian Pertahahan (Kemenhan), ini pasal dibuat supaya semua sinergis dan lebih rapi dalam administrasinya,” jelas dia.

    Kedua, kata dia, Pasal 53 RUU TNI tentang usia pensiun yang mengacu pada UU institusi lain. Menurut dia, terdapat kenaikan batas usia pensiun yang bervariatif antara 55 tahun sampai 62 tahun.

    “Ketiga, Pasal 47 yaitu prajurit dapat menduduki jabatan pada kementerian atau lembaga, prajurit aktif dapat menduduki jabatan kementerian, lembaga,” ungkap Dasco.

    Dalam Pasal 47 UU TNI sebelum direvisi, kata Dasco, hanya ada 10 kementerian dan lembaga yang bisa diduduki oleh prajurit TNI aktif. Setelah ada revisi, kata dia, ada perluasan penempatan prajurit TNI aktif di kementerian dan lembaga. Dia mencontohkan penempatan prajurit TNI aktif di Kejaksaan Agung dan pengelolaan perbatasan.

    “Pada saat ini sebelum direvisi ada 10, kemudian ada penambahan karena masing-masing instansi di UU dicantumkan sehingga kita masukan ke RUU TNI, seperti Kejaksaan Agung misalnya karena ada Jaksa Agung Pidana Militer yang di UU Kejaksaan dapat dijabat oleh TNI, di sini kita masukan,” pungkas Dasco.

  • Dasco Bantah RUU TNI versi Medsos, Tegaskan Hanya Cakup 3 Pasal

    Dasco Bantah RUU TNI versi Medsos, Tegaskan Hanya Cakup 3 Pasal

    Bisnis.com, JAKARTA — Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menegaskan bahwa draf revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang beredar di media sosial berbeda dengan yang dibahas di Komisi I DPR. 

    Dasco mengemukakan bahwa ada tiga pasal yang masuk dalam revisi UU TNI. Ketiga pasal ini adalah Pasal 3 tentang kedudukan TNI, Pasal 53 tentang Usia Pensiun, dan Pasal 47 tentang prajurit dapat menduduki jabatan pada kementerian atau lembaga (K/L).

    Dia merincikan Pasal 3 bersifat internal. Pasal 3 ayat 1 tidak ada perubahan, yakni dalam pengerahan dan penggunaan kekuatan militer TNI berkedudukan di bawah presiden.

    “Kemudian ayat duanya kebijakan dan strategi pertahanan serta dukungan administrasi yang berkaitan rencana strategis TNI itu berada di koordinasi Kemenhan. Ini pasal dibuat supaya semua sinergis dan lebih rapi dalam administrasinya,” jelasnya dalam konferensi pers, di Gedung DPR, Jakarta Pusat, Senin (17/3/2025).

    Selanjutnya, Ketua Harian Gerindra ini mengemukakan Pasal 53 tentang usia pensiun prajurit TNI mengacu pada UU institusi lain.  “Ada kenaikan batas usia pensiun yaitu bervariatif antara 55 tahun sampai 62 tahun,” sebut Dasco.

    Sementara itu, untuk Pasal 47 ayat 1 ada revisi jumlah K/L yang bisa diduduki prajurit aktif. Dasco menyebut sebelum direvisi, ada 10 K/L yang bisa diduduki. Namun saat direvisi akan ada penambahan karena di masing-masing UU instansi yang dimaksud mencantumkan bisa diduduki prajurit aktif.

    “Seperti Kejaksaan Agung misalnya karena ada Jaksa Agung Pidana Militer yang di Undang-Undang Kejaksaan dapat dijabat oleh TNI disini kita masukan [ke revisi UU TNI]. Kemudian untuk pengelola perbatasan itu beririsan dengan tugas pokok dan fungsi,” urainya.

    Adapun, lanjutnya, pada Pasal 47 ayat 2 disebutkan selain menduduki jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, maka prajurit TNI dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan.

    “Dalam revisi UU TNI hanya ada 3 pasal; pasal 3, pasal 53, dan pasal 47. Tidak ada pasal-pasal lain yang kemudian di draft yang beredar di medsos itu saya lihat banyak sekali dan kalaupun ada pasal-pasal yang sama yang kita sampaikan itu juga isinya sangat berbeda,” tukasnya.