Kementrian Lembaga: Kejagung

  • Sirkulasi Elite dalam Pemberantasan Korupsi

    Sirkulasi Elite dalam Pemberantasan Korupsi

    Jakarta

    Kejagung takkan berani membongkar kasus korupsi jika tidak ada restu presiden ~ Mahfud MD

    Beberapa kasus korupsi belakangan ini yang dibongkar oleh Kejagung maupun KPK tidak lagi membuat publik terkejut. Kasus korupsi pun seperti serial film yang terus berlanjut tanpa akhir. Dari kasus pagar laut yang menjadi trending hingga kasus terbaru yakni LPEI yang berpotensi merugikan negara sebesar Rp 11,7 triliun rupiah. Alih-alih mengapresiasi pengungkapan kasus korupsi, publik justru meyakini bahwa ini hanyalah sandiwara pergantian pemain dalam kepemimpinan Prabowo-Gibran.

    Pemberantasan korupsi pada era kepemimpinan Prabowo bukanlah angin segar bagi masyarakat. Justru, hal ini semakin menumbuhkan skeptisisme dan menutup harapan publik terhadap komitmen pemberantasan korupsi. Alasannya sederhana, mayoritas publik tidak setuju dengan program makan gizi gratis yang membutuhkan anggaran terlalu besar. Imbasnya, terjadi efisiensi anggaran di beberapa sektor, yang menyebabkan banyak pegawai honorer mengalami pemutusan hubungan kerja secara paksa.

    Kekhawatiran publik semakin meningkat karena pengangkatan CPNS yang semula dijadwalkan pada Maret diundur menjadi Oktober 2025. Pengunduran ini semakin menguatkan dugaan bahwa negara sedang mengalami defisit anggaran. Kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) yang marak, baik di sektor pemerintahan maupun swasta seperti PHK massal di Sritex, membuat publik semakin kehilangan simpati terhadap kebijakan pemerintah. Meskipun banyak kasus korupsi terbongkar akhir-akhir ini, publik tidak lagi melihat urgensinya.


    Pergantian Pemain

    Pemberantasan korupsi yang dinilai sebagai pergantian pemain mencerminkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap kinerja pemerintah. Dalam situasi ini, Vilfredo Pareto (1971) menyebutnya sebagai sirkulasi elite—bahwa kekuasaan hanya berpindah di antara kelompok tertentu. Perubahan yang terjadi bukanlah gebrakan yang diharapkan rakyat, melainkan sekadar pergantian elite tanpa perubahan sistematis. Sehingga, pengungkapan kasus korupsi hanya menjadi alat untuk menggulingkan satu kelompok dan menggantinya dengan kelompok lain, yang mungkin lebih baik atau bahkan lebih buruk.

    Sebagaimana pernyataan Mahfud MD, pengungkapan skandal korupsi dengan jumlah yang besar tidak lepas dari instruksi presiden. Di negara dengan sistem koruptif yang kuat, hanya segelintir orang yang berani dan mampu membongkarnya. Bahkan, KPK sebagai lembaga yang bertugas memberantas korupsi menghadapi berbagai tantangan seperti intervensi pihak lain, lemahnya independensi, dan revisi UU KPK. Hal ini membuktikan bahwa pemberantasan korupsi tidak semudah pada saat kampanye politik.

    Sekalipun Prabowo mendukung penuh pemberantasan korupsi, publik masih menilai bahwa ia terus dibayangi oleh Jokowi. Harapan publik terhadap Prabowo adalah menjadi pemimpin yang independen, tidak dikendalikan oleh siapapun. Sebagai ketua umum partai besar dengan koalisi gemuk di parlemen serta mantan Kopassus yang dikenal berjiwa ksatria, Prabowo seharusnya mampu keluar dari bayang-bayang presiden sebelumnya.

    Arah kebijakan pemerintahan Prabowo-Gibran masih belum jelas di depan mata. Dalam empat tahun ke depan, belum ada kepastian ke mana Indonesia akan dibawa, terutama dalam upaya pemberantasan korupsi. Apakah benar untuk menyelamatkan negara, atau hanya sekadar pergantian pemain bagi orang-orang dekat Prabowo yang belum mendapatkan jabatan.


    Berharap pada RUU Perampasan Aset

    Regulasi hukum dalam pemberantasan korupsi belum sepenuhnya maksimal. Publik menanti agar RUU Perampasan Aset segera disahkan oleh DPR. Namun, RUU ini tidak masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025, menunjukkan ketidaksepakatan lembaga legislatif dalam memberantas korupsi. Meski ada tekanan publik, DPR hingga kini masih enggan mengesahkannya dengan berbagai alasan. Padahal, RUU ini sangat penting untuk memperkuat pemberantasan korupsi.

    Jika ingin belajar dari negara sebelah, Singapura telah menerapkan regulasi perampasan aset sejak 1960 dan merevisinya pada 1993. Perampasan aset hasil tindak pidana korupsi di Singapura diatur dalam Prevention of Corruption Act (PCA) Chapter 241, yang memberikan Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) kewenangan untuk menyita dan mengalihkan aset koruptor ke kas negara demi kepentingan publik.

    CPIB memiliki Power of Arrest dan Power of Investigation, yang memungkinkannya melakukan penyitaan aset tanpa surat perintah jika bukti cukup. Selain itu, Singapura juga menjalin kerja sama internasional dalam pelacakan, penyitaan, dan pengembalian aset ilegal.

    Singapura telah lama memberlakukan regulasi perampasan aset, sementara di Indonesia RUU Perampasan Aset masih menjadi misteri, dengan proses pengesahannya yang terus dilempar antara legislatif dan eksekutif, dalam hal ini Kementerian Hukum dan HAM. Jika presiden benar-benar mendukung pemberantasan korupsi, maka ia dapat menerbitkan Perppu Perampasan Aset untuk memberikan efek jera bagi para koruptor.

    Pemberantasan korupsi di Indonesia tidak memerlukan wacana panjang untuk menggerus simpati publik. Jika rakyat tidak ingin menganggap kasus korupsi hanya sebagai pergantian pemain, maka Presiden Prabowo harus membuktikan komitmennya dengan segera menerbitkan Perppu Perampasan Aset. Meskipun langkah ini tidak mudah dalam perjalanan politik hukumnya, inilah satu-satunya cara bagi Presiden Prabowo untuk menepis prasangka buruk masyarakat terhadap pemberantasan korupsi di negeri ini.

    Taufiqullah Hasbul peneliti di Akademi Hukum dan Politik (AHP)

    (mmu/mmu)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Vonis 3 Bulan Penjara untuk Pendiri Animal Hope Shelter Dinilai Terlalu Ringan, JPU Ajukan Banding – Halaman all

    Vonis 3 Bulan Penjara untuk Pendiri Animal Hope Shelter Dinilai Terlalu Ringan, JPU Ajukan Banding – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, TANGERANG – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Tangerang resmi mengajukan banding terhadap vonis hukuman tiga bulan penjara yang dijatuhkan kepada Kristian Adi Wibowo, pendiri Animal Hope Shelter. 

    Keputusan ini diumumkan usai sidang putusan di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang, Provinsi Banten, pada Rabu (19/3). JPU menilai vonis tersebut terlalu ringan dibandingkan tuntutan awal mereka, yaitu hukuman penjara selama 2,5 tahun.

    Majelis hakim yang dipimpin oleh Ketua Adek Nurhadi menyatakan bahwa Kristian Adi Wibowo, yang juga dikenal dengan nama Kristian Joshua Pale, terbukti bersalah melanggar Pasal 310 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pencemaran nama baik.

    Pasal ini mengatur tentang tindakan menyerang kehormatan atau nama baik seseorang secara sengaja.

    Dalam putusannya, majelis hakim menjatuhkan hukuman penjara selama tiga bulan penjara kepada Kristian.

    “Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa Kristian Adi Wibowo alias Kristian Joshua Pale selama 3 bulan,” ucap hakim Adek Nurhadi sambil mengetuk palu.

    Setelah putusan dibacakan, baik terdakwa maupun JPU diberikan kesempatan untuk menyatakan sikap, apakah menerima putusan atau mengajukan upaya hukum lebih lanjut. 

    JPU, yang diwakili oleh Fiddin Baihaki, memutuskan untuk mengajukan banding karena menganggap vonis tiga bulan terlalu ringan dan tidak sebanding dengan tuntutan awal.

    Kuasa hukum Kristian Adi Wibowo meminta waktu untuk mempertimbangkan langkah hukum selanjutnya.

    Mereka belum memberikan pernyataan resmi apakah akan mengajukan banding atau menerima putusan tersebut.

    Namun, pihak terdakwa tampak mempertimbangkan opsi untuk melakukan upaya hukum lebih lanjut guna membela klien mereka.

    Kekecewaan Pelapor

    Di sisi lain, pelapor dalam kasus ini, Roger Paulus Silalahi, mengaku kecewa dengan putusan majelis hakim.

    Menurutnya, vonis tiga bulan penjara tidak sebanding dengan tuntutan JPU yang mencapai 2,5 tahun penjara.

    Roger juga menyatakan bahwa dirinya akan mengajukan banding terhadap putusan tersebut.

    Roger menilai alasan yang diberikan oleh majelis hakim dalam menjatuhkan vonis tersebut tidak masuk akal. Salah satu poin yang ia soroti adalah perubahan dasar hukum dari Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) ke Pasal 310 KUHP. Ia merasa bahwa perubahan ini tidak memiliki dasar yang kuat dan justru melemahkan posisi pelapor.

    Roger juga menegaskan bahwa ia tidak bisa menerima perlakuan Kristian yang telah memaki mendiang ibunya melalui media sosial.

    “Tapi saya mau bilang, di atas hakim masih ada Tuhan,” ujar Roger, menegaskan keyakinannya bahwa keadilan sejati akan ditegakkan di luar pengadilan.

    Kasus ini bermula ketika Kristian Adi Wibowo didakwa melanggar Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 4 UU ITE serta Pasal 310 KUHP. 

    Tuduhan ini diajukan setelah Kristian diduga melakukan pencemaran nama baik melalui unggahan di media sosial yang menyerang kehormatan Roger dan mendiang ibunya.

    UU ITE, khususnya Pasal 27 ayat 3, mengatur tentang larangan penyebaran konten yang bermuatan penghinaan atau pencemaran nama baik.

    Sementara Pasal 310 KUHP mengatur tentang pencemaran nama baik secara umum. Dalam kasus ini, majelis hakim memilih untuk menggunakan Pasal 310 KUHP sebagai dasar hukum utama, yang dinilai lebih ringan dibandingkan UU ITE.

    Roger menjelaskan, kasus ini berawal terdakwa memaki salah satu orang perempuan di medsos.

    “Saya menegur yang bersangkutan, saya bilang ngomong baik baik ajah kita kan sama sama pencinta satwa. Atas komentar saya itu, dia marah lewat screenshot komentar, posting caci maki saya berjalan selama dua bulan tapi saya biarkan meski dia mengancam saya dengan membawa ormas,” kata Roger.

    Setelah itu, dilanjutkan Roger, yang bersangkutan menghina orang tuanya dengan kata yang tidak pantas.

    “Akhirnya saya melaporkan yang bersangkutan ke Polda Metro pada 1 Juni 2022 dan ini sudah berjalan 2,5 tahun berjalan saya berharap ada keadilan,” ucapnya.

    Adapun dalam kasus ini terdakwa diancam hukuman 4 tahun penjara, dan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Tangerang selama 2 tahun 6 bulan.

    “Putusan juga diharapkan secara normatif minimal 1,5 tahun semoga bisa membuat efek jera yang bersangkutan. Saya berharap tidak ada penundaan lagi diputus dan langsung ditahan. Nanti saya juga akan bersurat ke kejaksaan negeri, kejaksaan tinggi dan kejaksaan agung mengenai kasus ini, supaya jaksa menahan yang bersangkutan atas dasar yang bersangkutan mengulangi perbuatannya,” katanya.  (Wartakota/Feryanto Hadi)

     

     

     

  • KPK Geledah Rumah Terkait Kasus Pengadaan IT di Telkom Group

    KPK Geledah Rumah Terkait Kasus Pengadaan IT di Telkom Group

    Bisnis.com, JAKARTA — Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah satu rumah pribadi terkait dengan dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa berupa perangkat IT di lingkungan PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. atau Telkom Grup (TLKM).

    Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto menyebut penggeledahan itu digelar oleh tim penyidik kemarin, Rabu (19/3/2025). “Lokasinya rumah pribadi. Bukan [rumah tersangka, red],” ungkap Tessa kepada wartawan, Kamis (20/3/2025). 

    Tessa menjelaskan bahwa penggeledahan itu dilakukan untuk mencari bukti terkait dengan dugaan korupsi pengadaan perangkat IT di lingkungan Telkom, yang kini sudah menjerat sebanyak enam orang tersangka. 

    Enam orang yang ditetapkan tersangka itu berinisial SC, PNS, THL, NG, VAK dan FT. Seluruhnya telah ditetapkan tersangka sejak 30 Januari 2024.  

    “Proses penyidikan saat ini sedang berjalan, untuk jabatan tersangka belum bisa disampaikan saat ini,” jelas Tessa melalui keterangan tertulis, Rabu (7/8/2024). 

    Adapun belum lama ini, KPK juga telah mengajukan cegah ke luar negeri untuk enam orang tersebut. Upaya cegah ke luar negeri itu berdasarkan Surat Keputusan (SK) No.1001/2024 yang diterbitkan KPK pada 6 Agustus 2024. 

    Enam orang yang dicegah ke luar negeri itu berstatus Warga Negara Indonesia (WNI).

    Lembaga antirasuah mengemukakan bahwa kasus itu berkaitan dengan pengadaan sejumlah perangkat IT di lingkungan PT Telkom dan Telkom Grup, untuk tahun anggaran (TA) 2017-2018. 

    Beberapa pengadaan perangkat IT yang diduga dikorupsi yakni pengadaan Tablet Samsung Tab S3, Pengadaan PC All in One, dan Pengadaan Perangkat Keras IT.

    Berdasarkan catatan Bisnis, KPK telah memeriksa sejumlah saksi dalam perkara tersebut. Beberapa saksi bahkan dihadapkan dengan auditor negara untuk penghitungan kerugian keuangan negara dalam kasus tersebut. 

    Misalnya, Direktur PT Erakomp Infonusa Fery Tan (FT), Komisaris PT Asiatel Globalindo Tan Heng Lok (THL), Direktur PT Asiatel Globalindo Victor Antonio Kohar (VAK) serta Direktur PT Telering Onyx Pratama atau TOP Somad Tjuar (ST) pada Selasa (23/7/2024).

    Kemudian, Direktur Utama PT Infrastruktur Telekomunikasi Indonesia (Desember 2016-Juni 2019) Paruhum Natigor Sitorus (PNS) serta EVP Divisi Enterprise Service, Direktorat Enterprises & Business Service PT Telkom 2016-2018 Siti Choiriana (SC).

    “[Semua saksi hadir] dipanggil untuk dimintai klarifikasi oleh Auditor Negara dalam rangka perhitungan kerugian negara,” ungkap Tessa melalui keterangan tertulis beberapa waktu lalu.

    Lembaga antirasuah sebelumnya mengungkap ada lebih dari satu perkara dugaan korupsi di lingkungan TLKM yang tengah diusut. Beberapa di antaranya merupakan pelimpahan dari Kejaksaan Agung (Kejagung).

    Nilai kerugian keuangan negara pada kasus-kasus di Telkom Group itu ditaksir mencapai ratusan miliar rupiah. Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu menyebut, salah satu kasus Telkom yang ditangani lembaganya berkaitan dengan pembiayaan terhadap suatu proyek. 

    Dia menyebut deputi hingga pimpinan KPK memintanya untuk melakukan expose perkembangan penanganan perkara di BUMN tersebut. 

    “Karena ini kerugiannya cukup besar, masing-masing ini, di atas Rp100 miliar bahkan lebih dari Rp200 miliar, seperti itu, untuk satu perkara. Jadi ini hal yang besar” ujar Asep kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, dikutip Kamis (27/6/2024).

  • Puan Tegaskan RUU TNI Hanya Atur 3 Substansi, Apa Saja?

    Puan Tegaskan RUU TNI Hanya Atur 3 Substansi, Apa Saja?

    Puan Tegaskan RUU TNI Hanya Atur 3 Substansi, Apa Saja?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Ketua DPR
    Puan Maharani
    menegaskan bahwa revisi Undang-Undang TNI yang disahkan menjadi undang-undang pada Kamis (20/3/2025) hanya mengatur tiga poin substansi.
    “Saya kembali sampaikan bahwa berdasarkan hasil pembahasan substansi materi, menyepakati dan menyetujui RUU TNI yang dibahas fokus hanya pada 3 substansi utama,” ujar Puan dalam rapat paripurna DPR, Kamis siang.
    Poin pertama adalah Pasal 7 yang mengatur mengenai tugas pokok TNI dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP).
    Puan menjelaskan, berdasarkan pasal tersebut, tugas pokok TNI dari yang tadinya 14, bertambah menjadi 16.
     
    “Penambahan dua tugas pokok dalam OMSP tersebut meliputi membantu dalam upaya menanggulangi ancaman pertahanan siber dan membantu dalam melindungi dan menyelamatkan warga negara, serta kepentingan nasional di luar negeri,” kata dia.
    Lalu, poin kedua adalah Pasal 47 yang berkaitan dengan penempatan prajurit aktif pada kementerian/lembaga.
    Awalnya, TNI atktif hanya bisa menduduki jabatan di 10 kementerian/lembaga, tetapi kini ditambah menjadi 14 institusi.
    Empat institusi tambahan itu adalah Badan Keamanan Laut, Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, dan Kejaksaan Agung.
    Puan menyebutkan, penugasan anggota TNI di kementerian/lembaga harus berdasarkan permintaan pimpinan dan kementerian/lembaga serta tetap tunduk pada peraturan administrasi yang berlaku.
    “Di luar penempatan pada 14 kementerian/lemabga yang telah disebutkan, TNI dapat menduduki jabatan sipil lainnya setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan,” ujar Puan.
    Sementara itu, poin ketiga adalah Pasal 53 yang mengatur penambahan masa dinas keprajuritan.
    Puan menyebutkan, masa pensiun prajurit perlu ditambah demi keadilan.
    “Pada pasal ini mengalami perubahan masa bakti prajurit. Masa dinas yang semula diatur sampai usia paling tinggi 58 tahun bagi perwira, dan 53 tahun bagi bintara dan tamtama mengalami penambahan sesuai dengan jenjang kepangkatan,” imbuh Puan.
    Berdasarkan poin-poin perubahan itu, Puan memastikan bahwa revisi UU TNI tetap sesuai dengan nilai dan prinsip demokrasi serta menjunjung supremasi sipil.
    “Kami bersama pemerintah menegaskan Perubahan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI tetap berlandaskan pada nilai dan prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia, serta memenuhi ketentuan hukum nasional dan internasional yang telah disahkan,” ujar Puan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Puan Tegaskan RUU TNI Hanya Atur 3 Substansi, Apa Saja?

    5 RUU TNI Disahkan Jadi Undang-Undang Nasional

    RUU TNI Disahkan Jadi Undang-Undang
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI telah resmi mengesahkan Revisi UU (RUU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI menjadi Undang-Undang (UU).
    Keputusan ini diambil dalam Rapat Paripurna DPR ke-15 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024-2025 yang digelar di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (20/3/2025).
    “Tibalah saatnya kami meminta persetujuan fraksi-fraksi terhadap RUU TNI, apakah dapat disetujui untuk disahkan menjadi UU?” tanya Ketua DPR
    Puan Maharani
    selaku pemimpin rapat.
    “Setuju,” seru anggota DPR.
    “Terima kasih,” kata Puan sambil mengetuk palu sebagai tanda pengesahan.
    Ketukan palu Puan itu disambut dengan tepuk tangan dari para anggota Dewan yang hadir.
    Sebelum
    RUU TNI disahkan
    , Ketua Komisi I DPR Fraksi PDI-P Utut Adianto menyampaikan pidatonya.
    Utut menyampaikan apresiasi kepada para perwakilan pemerintah yang hadir.
    Menurut dia, UU TNI yang baru ini diharapkan dapat memberi manfaat besar bagi Indonesia.
    “DPR menyelenggarakan rapat paripurna dalam rangka pengesahan RUU tentang Perubahan Atas UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Pengesahan UU ini diharapkan dapat memberi manfaat besar bagi bangsa dan negara,” kata Utut.
    Diketahui, RUU TNI yang ditolak banyak pihak ini mencakup perubahan empat pasal, yakni Pasal 3 mengenai kedudukan TNI, Pasal 15 soal tugas pokok TNI, Pasal 53 soal usia pensiun prajurit, serta Pasal 47 berkait dengan penempatan prajurit aktif di jabatan sipil,.
    Untuk Pasal 3 mengenai kedudukan TNI, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan bahwa perubahan hanya terjadi pada Ayat (2).
    Sedangkan Ayat (1) mengenai pengerahan dan penggunaan kekuatan militer tidak diubah, dan tetap berkedudukan di bawah Presiden.
    “Kemudian ayat duanya, kebijakan dan strategi pertahanan serta dukungan administrasi yang berkaitan dengan aspek perencanaan strategis TNI itu berada di dalam koordinasi Kementerian Pertahanan,” ungkap Dasco.
    Berdasarkan pernyataan Dasco dan juga potongan draf RUU TNI yang diberikannya kepada awak media, terdapat penambahan frasa “yang berkaitan dengan aspek perencanaan strategis” untuk Pasal 3 Ayat (2).
    Kemudian, penggunaan nomenklatur Departemen Pertahanan juga disesuaikan menjadi Kementerian Pertahanan.
    “Ini pasal dibuat supaya semua sinergis dan lebih rapi dalam administrasinya,” jelas Dasco.
    Sementara itu, ada penambahan poin dalam UU TNI baru di Pasal 7 Ayat (15) dan (16) terkait tugas pokok TNI.
    Pasal 7 Ayat (15) menambahkan tugas soal membantu dalam upaya menanggulangi ancaman siber.
    Ayat selanjutnya, terkait tugas membantu dalam melindungi dan menyelamatkan Warga Negara serta kepentingan nasional di luar negeri.
    Sedangkan untuk Pasal 47 RUU TNI, jumlah kementerian/lembaga yang bisa diisi prajurit aktif mencapai 14 instansi.
    “Pada saat ini, sebelum direvisi, ada 10, kemudian ada penambahan karena di masing-masing institusi, di UU-nya dicantumkan, sehingga kita masukkan ke dalam
    revisi UU TNI
    ,” kata Dasco.
    Empat lembaga tambahan itu adalah Badan Keamanan Laut, Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, dan Kejaksaan Agung.
    Untuk Pasal 53 dalam RUU TNI, terdapat kenaikan usia pensiun bagi prajurit aktif, jika dibandingkan dengan aturan yang berlaku sebelumnya.
    Menurut Dasco, kenaikan usia pensiun atau penambahan masa dinas yang ditetapkan bervariasi berdasarkan umur dan pangkat dari masing-masing prajurit.
    “Ada kenaikan batas usia pensiun yaitu bervariatif antara 55 tahun sampai dengan 62 tahun,” ujar Dasco.
    Berdasarkan potongan draf RUU TNI yang diberikan Dasco, Pasal 53 mengatur bahwa prajurit TNI dengan pangkat bintara dan tamtama pensiun pada usia 55 tahun.
    Sedangkan perwira hingga pangkat kolonel pensiun paling tinggi 58 tahun.
    Lalu, perwira tinggi (pati) bintang 1 pensiun usia 60 tahun, pati bintang 2 pensiun usia 61 tahun, dan pati bintang 3 pensiun usia 62 tahun.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Perjalanan RUU TNI: Digagas Sejak Lama, Dibahas Secara Kilat

    Perjalanan RUU TNI: Digagas Sejak Lama, Dibahas Secara Kilat

    Perjalanan RUU TNI: Digagas Sejak Lama, Dibahas Secara Kilat
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) akhirnya akan disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dalam rapat paripurna pada Kamis (20/3/2025).
    Pengesahan ini tetap dilakukan oleh DPR RI, walaupun proses pembahasannya menuai kontroversi dan penolakan keras dari berbagai pihak.
    Pasalnya, proses pembahasan
    RUU TNI
    ini dianggap terburu-buru dan minim partisipasi masyarakat.
    Selain itu, ada kekhawatiran publik terhadap potensi kembalinya dwifungsi militer yang masih menjadi sorotan utama.
    Meski baru menjadi bahan perbincangan dalam beberapa waktu terakhir,  wacana
    revisi UU TNI
    pertama kali bergulir pada DPR periode 2019-2024.
    Kala itu, Komisi I DPR mulai mengusulkan perubahan beberapa ketentuan dalam UU Nomor 34 Tahun 2004, termasuk perluasan jabatan sipil yang bisa diisi oleh prajurit aktif.
    Namun, pembahasan revisi UU TNI pada periode tersebut kerap tersendat akibat polemik yang muncul di tengah masyarakat.
    Sejumlah pihak khawatir perubahan aturan ini akan membuka peluang kembalinya dwifungsi militer seperti pada masa Orde Baru.
    Selain itu, muncul pula wacana untuk menghapus larangan bagi anggota TNI terlibat dalam bisnis.
    Usulan ini menuai kritik tajam karena dinilai berpotensi mengganggu profesionalisme TNI sebagai institusi pertahanan negara.
    Di tengah banyaknya sorotan, DPR periode 2019-2024 akhirnya gagal menuntaskan revisi UU TNI hingga akhir masa jabatannya.
    Pembahasan pun dilanjutkan oleh DPR periode 2024-2029.
    Pada awal 2025, DPR kembali memasukkan RUU TNI ke dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025.
    Keputusan itu diambil dalam rapat paripurna DPR pada Selasa (18/2/2025), yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR RI, Adies Kadir.
    Dalam rapat tersebut, Adies mengungkapkan bahwa pimpinan DPR telah menerima surat presiden (Surpres) terkait penunjukan perwakilan pemerintah untuk membahas RUU TNI.
    Pada awal Maret 2025, Komisi I DPR RI mulai menggelar rapat dengar pendapat umum (RDPU) guna menghimpun masukan dari berbagai pihak.
    Salah satunya dengan mengundang Persatuan Purnawirawan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) pada 10 Maret 2025.
    Pembahasan kemudian berlanjut dengan rapat perdana bersama unsur pemerintah pada Rabu (13/3/2025).
    Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjafruddin, yang hadir dalam rapat itu, menargetkan revisi UU TNI bisa diselesaikan sebelum masa reses anggota DPR.
    “Kita harapkan ini selesai sebelum reses para anggota DPR,” ujar Sjafrie seusai rapat.
    Sehari setelahnya, Panglima TNI Agus Subiyanto dan Kepala Staf Angkatan Darat, Laut, serta Udara turut hadir dalam rapat Komisi I DPR RI untuk memberikan pandangan mereka.
    Agus menegaskan bahwa meski ada revisi UU TNI, prinsip supremasi sipil tetap harus dijaga.
    “TNI memandang bahwa prinsip supremasi sipil adalah elemen fundamental negara demokrasi yang harus dijaga dengan memastikan adanya pemisahan yang jelas antara militer dan sipil,” kata Agus.
    Namun, revisi UU TNI mendapat banyak penolakan dari berbagai pihak.
    Sejumlah elemen masyarakat menilai perubahan aturan ini berpotensi menghidupkan kembali dwifungsi ABRI seperti pada masa Orde Baru.
    Di tengah penolakan tersebut, DPR dan pemerintah tetap melanjutkan pembahasan.
    Bahkan, mereka diam-diam menggelar rapat tertutup di Hotel Fairmont, Jakarta, selama dua hari dalam format konsinyering.
    Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan sempat mendatangi lokasi rapat dan mendesak agar pembahasan dihentikan.
    Namun, desakan tersebut tidak mengubah sikap DPR dan pemerintah untuk melanjutkan revisi UU TNI.
    Pada Senin (17/3/2025), Tim Perumus dan Tim Sinkronisasi (Timus/Timsin) DPR mulai merumuskan draf RUU berdasarkan hasil pembahasan maraton pekan sebelumnya.
    Hasil kerja Timus/Timsin kemudian dilaporkan kepada Komisi I DPR dan pemerintah dalam rapat panitia kerja pada Selasa (18/3/2025).
    Setelah itu, DPR dan pemerintah tanpa jeda langsung menggelar rapat pleno pengambilan keputusan tingkat I untuk menetapkan RUU TNI sebelum dibawa ke rapat paripurna.
    Saat membuka rapat pleno, Ketua Komisi I DPR, Utut Adianto, mengeklaim bahwa seluruh tahapan revisi UU TNI telah dilalui dengan lengkap.
     
    “Mulai dari penerimaan Surpres, penugasan dari pimpinan ke Komisi I, kita sudah mengundang semua
    stakeholder
    , dan terakhir kita sudah menyelesaikan rapat panja,” kata Utut di ruang rapat Komisi I DPR, Selasa (18/3/2025).
    “Jadi, dilanjutkan ke Tim Perumus dan Tim Sinkronisasi yang sudah melaporkan hasilnya kepada panja. Kita juga sudah rapat dengan Panglima TNI dan Kepala Staf Angkatan Darat, Laut, dan Udara,” ujar dia.
    Dalam rapat pleno tersebut, seluruh fraksi di Komisi I DPR pun menyatakan menyetujui RUU TNI untuk dibawa ke pembahasan tingkat II dalam rapat paripurna.
    “Selanjutnya, saya mohon persetujuannya apakah RUU tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI untuk selanjutnya dibawa pada pembicaraan tingkat II dalam rapat paripurna DPR RI untuk disetujui menjadi UU. Apakah dapat disetujui?” tanya Utut.
    “Setuju,” jawab seluruh peserta rapat secara serentak.
    Revisi UU TNI yang disahkan DPR membawa sejumlah perubahan signifikan, antara lain:
    1. Perpanjangan usia pensiun prajurit TNI
    – Bintara dan tamtama pensiun pada usia 55 tahun.
    – Perwira hingga pangkat kolonel pensiun pada usia 58 tahun.
    – Perwira tinggi (pati) bintang 1 pensiun usia 60 tahun.
    – Pati bintang 2 pensiun usia 61 tahun, dan pati bintang 3 pensiun usia 62 tahun.
    – Pati bintang 4 bisa pensiun pada usia 63 tahun, tetapi masa kedinasannya dapat diperpanjang oleh Presiden RI sebanyak dua kali.
    2. Perluasan penempatan prajurit aktif di lembaga sipil
    – Jumlah kementerian/lembaga yang bisa diisi oleh prajurit aktif bertambah menjadi 15 instansi, dari sebelumnya hanya 10.
    Lima tambahan instansi tersebut adalah Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan, Badan Keamanan Laut, Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, dan Kejaksaan Agung.
    3. Penambahan tugas TNI dalam operasi militer selain perang (OMSP)
    – TNI kini diberi tugas tambahan dalam menanggulangi ancaman siber serta melakukan penyelamatan  WNI dan kepentingan nasional di luar negeri.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 4 Poin Penting Revisi UU TNI, Bakal Disahkan Hari Ini 20 Maret 2025

    4 Poin Penting Revisi UU TNI, Bakal Disahkan Hari Ini 20 Maret 2025

    PIKIRAN RAKYAT – Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) akan segera disahkan dalam rapat paripurna DPR pada 20 Maret 2025.

    RUU ini memuat sejumlah poin penting yang bertujuan untuk memperkuat peran dan profesionalisme TNI dalam menghadapi tantangan di era modern.

    4 Poin Penting dalam Revisi UU TNI

    1. Kedudukan TNI

    Pasal 3 ayat (2) direvisi untuk memperjelas koordinasi antara TNI dan Kementerian Pertahanan. Revisi ini bertujuan untuk mengakomodasi administrasi TNI yang lebih strategis dan tertata, terutama dalam hal kebijakan dan strategi pertahanan.

    “Yang pertama ada 3 Pasal. Tiga Pasal yang kemudian masuk dalam Revisi UU Tentara Nasional Republik Indonesia, 3 Pasal terdiri dari Pasal 3 mengenai kedudukan TNI.

    “Jadi ini sifatnya internal yaitu Ayat 1 misalnya dalam pengerahan dan penggunaan kekuatan militer TNI berkedudukan di bawah presiden itu tidak ada perubahan,” kata Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad pada 17 Maret 2025.

    2. Penambahan Kewenangan dan Tugas TNI

    Pasal 7 ayat (2) direvisi untuk menambah dua tugas pokok TNI, yaitu:

    – Membantu mengatasi ancaman siber pada sektor pertahanan.

    – Melindungi dan menyelamatkan WNI atau kepentingan nasional di luar negeri.

    Pengerahan prajurit TNI dalam operasi militer selain perang akan dilakukan melalui beberapa skema, termasuk persetujuan DPR, peraturan pemerintah, atau peraturan presiden.

    Persetujuan DPR diperlukan untuk operasi yang berkaitan dengan masalah sosial atau penggunaan kekuatan yang berakibat fatal.

    “Kemudian Ayat duanya kebijakan dan strategi pertahanan serta dukungan administrasi yg berkaitan rencana strategis TNI itu berada di koordinasi Kemenhan, ini pasal dibuat supaya semua sinergis dan lebih rapi dalam administrasinya,” sambungnya.

    3. Perluasan Pos Jabatan Sipil untuk Prajurit Aktif

    Pasal 47 direvisi untuk memperluas pos jabatan sipil yang dapat diduduki prajurit TNI aktif dari 10 menjadi 14 kementerian atau lembaga.

    Penambahan ini mencakup pos jabatan di Kejaksaan Agung, yaitu Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Militer (Jampidmil).

    Perluasan pos jabatan ini bertujuan untuk meningkatkan sinergi antara TNI dan lembaga sipil dalam berbagai bidang.

    4. Perpanjangan Usia Pensiun

    Pasal 53 direvisi untuk memperpanjang usia pensiun prajurit TNI. Usia pensiun baru adalah:

    Tamtama dan bintara: 55 tahun.

    Perwira sampai dengan pangkat kolonel: 58 tahun.

    Perwira tinggi bintang satu: 60 tahun.

    Perwira tinggi bintang dua: 61 tahun.

    Perwira tinggi bintang tiga: 62 tahun.

    Prajurit yang menduduki jabatan fungsional dapat melaksanakan dinas keprajuritan hingga usia 65 tahun. Perwira tinggi bintang empat dapat diperpanjang masa dinasnya sesuai kebijakan Presiden.

    Perpanjangan usia pensiun ini telah melalui perhitungan dari Kementerian Keuangan terkait ketersediaan anggaran.

    Disclaimer: Informasi yang disampaikan berdasarkan data dan pernyataan resmi. RUU ini masih dalam proses pengesahan dan dapat mengalami perubahan.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • 4 Rekomendasi Komnas HAM yang Wajib Diperhatikan Pemerintah dan DPR dalam Revisi UU TNI

    4 Rekomendasi Komnas HAM yang Wajib Diperhatikan Pemerintah dan DPR dalam Revisi UU TNI

    PIKIRAN RAKYAT – Komnas HAM sudah mengkaji proses pembahasan hingga isu-isu fundamental terkait revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI). Dari kajian yang dilakukan pada 2024, Komnas HAM menemukan dua temuan utama terkait RUU tersebut.

    Pertama yakni mengenai usulan perluasan jabatan sipil bagi prajurit aktif yang berisiko menghidupkan kembali praktik dwifungsi TNI. Menurut Komnas HAM, dwifungsi bertentangan dengan Tap MPR 7 MPR 2000 tentang peran TNI dan Polri serta prinsip supremasi sipil dalam negara demokrasi.

    “Tap MPR tersebut menegaskan TNI sebagai bagian dari rakyat, lahir dan berjuang bersama rakyat demi membela kepentingan negara yang berperan sebagai komponen utama dalam sistem pertahanan negara,” kata koordinator sub Komisi Pemajuan HAM, Anis Hidayah dalam konferensi pers di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Rabu, 19 Maret 2025.

    Anis menyebut dalam perkembangan pembahasan RUU TNI, Komnas HAM mencatat adanya perubahan yang memungkinkan prajurit TNI aktif dapat menduduki jabatan pada 16 kementerian/lembaga sipil. Selain itu, kata dia, adanya pengaturan bahwa presiden bisa membuka ruang penempatan prajurit TNI aktif di sejumlah kementerian lainnya.

    Lebih lanjut, Anis mengungkap temuan kedua yang diperoleh Komnas HAM yaitu terkait perpanjangan usia pensiun prajurit TNI. Menurutnya, hal ini berisiko menyebabkan stagnasi regenerasi kepemimpinan, inefisiensi anggaran, dan penumpukan personel tanpa kejelasan penempatan tugas.

    “Pengaturan Pasal 53 ayat 2 dan 4 usulan perubahan ini akan menjadikan pengelolaan jabatan di lingkungan organisasi TNI menjadi politis dan memperlambat generasi tubuh di TNI,” ujar Anis.

    Tak hanya itu, lanjut Anis, alasan jaminan kesejahteraan prajurit tidak dapat dijawab semata-mata dengan perpanjangan usia prajurit aktif. Ia menyebut isi kesejahteraan seharusnya direspons melalui penguatan jaminan kesejahteraan yang lebih komprehensif, mulai dari penggajian dan tunjangan lainnya.

    Oleh sebab itu, Komnas HAM memberikan rekomendasi sebagai pertimbangan bagi pemerintah dan DPR dalam proses revisi UU TNI sebagai berikut:

    Melakukan evaluasi implementasi uu 34/2004 tentang TNI secara menyeluruh. pemerintah perlu melakukan audit komprehensif terhadap implementasi UU TNI dan efektivitas peran TNI dalam sistem pertahanan negara sebelum mengusulkan perubahan regulasi. Menjamin partisipasi publik yang bermakna dalam proses legislasi. penyusunan RUU harus dilakukan secara transparan dan inklusif dengan melibatkan akademisi, masyarakat sipil, serta komunitas yang berdampak langsung dari kebijakan ini. Mencegah kembalinya dwifungsi TNI. Revisi UU TNI harus memperkuat peran TNI yang profesional dalam sektor keamanan serta memperkuat supremasi sipil. Mengkaji ulang perpanjangan usia pensiun. usulan perpanjangan masa dinas prajurit harus mempertimbangkan struktur organisasi TNI, regenerasi kepemimpinan, demi kesejahteraan dan profesionalisme TNI dan efisiensi anggaran pertahanan. Prajurit Aktif Bisa Duduk di 16 Kementerian dan Lembaga

    Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PDIP, TB Hasanuddin menyatakan, pihaknya bersama Pemerintah telah menyepakati soal perluasan peran TNI untuk menduduki jabatan sipil di 16 kementerian dan lembaga. Hal tersebut termaktub dalam revisi Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) atau RUU TNI.

    TB Hasanuddin mengebut, prajurit TNI aktif bisa menduduki lembaga Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) Kemendagri. Kesepakatan itu diputuskan dalam rapat Panitia Kerja (Panja) RUU TNI yang digelar di di Hotel Fairmont, Jakarta, Sabtu, 15 Maret 2025.

    “Sudah (sepakat). Kan saya bilang dari 15 jadi 16. Satu adalah badan perbatasan,” kata TB Hasanuddin.

    TB Hasanuddin menjelaskan alasan DPR dan pemerintah menyepakati TNI bisa menempati posisi di BNPP. Menurutnya, daerah perbatasan memiliki tingkat kerawanan tinggi sehingga memerlukan keterlibatan TNI untuk menjaga wilayah tersebut.

    “Karena dalam perpres itu dan dalam pernyataannya badan pengelola perbatasan yang rawan, berbatasan itu memang ada penempatan anggota TNI,” tutur TB Hasanuddin.

    Meskipun begitu, TB Hasanuddin menegaskan, prajurit harus mengundurkan diri jika ingin menduduki jabatan di luar kementerian dan lembaga yang telah disepakati dalam revisi UU TNI.

    “Soal penempatan prajurit TNI di tempat lain di luar yang 16 itu tetap harus mengundurkan diri. Jadi kalau itu sudah final,” ujar TB Hasanuddin.

    Sebelumnya, Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin mengungkapkan ada 15 Kementerian dan Lembaga yang bisa dijabat oleh prajurit TNI aktif tanpa harus mengundurkan diri atau pensiun dari kedinasan, yakni:

    Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Negara Pertahanan Negara Sekretaris Militer Presiden Intelijen Negara Sandi Negara Lemhannas DPN SAR Nasional Narkotika Nasional Kelautan dan Perikanan BNPB BNPT Keamanan Laut Kejaksaan Agung Mahkamah Agung

    “Soal penempatan prajurit TNI di tempat lain di luar yang 16 itu tetap harus mengundurkan diri. Jadi kalau itu sudah final,” ujar TB Hasanuddin.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Kasus Korupsi Pertamina Belum Usai, Muncul Praktik SPBU Curang, Keuntungan Rp3,4 Miliar per Tahun – Halaman all

    Kasus Korupsi Pertamina Belum Usai, Muncul Praktik SPBU Curang, Keuntungan Rp3,4 Miliar per Tahun – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di Pertamina masih ramai disorot publik dan masih dalam tahap penyidikan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).

    Namun, saat kasus korupsi Pertamina ini belum usai, kini muncul kasus baru, yakni kasus praktik SPBU curang yang ditemukan di Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

    Kasus praktik SPBU curang ini diungkap oleh Menteri Perdagangan (Mendag) RI, Budi Santoso.

    Budi menyebut dugaan praktik SPBU curang ini awalnya ditemukan berkat aduan masyarakat.

    Kasus itu kemudian ditindaklanjuti oleh Polri, Kemendag, dan pemerintah daerah.

    “Pagi ini Rabu (19/3/2025), kita melakukan ekspose bersama, dengan Bareskrim Polri, yaitu ekspose mengenai pelanggaran atau kecurangan yang dilakukan SPBU di Kabupaten Bogor.”

    “Jadi temuan ini berasal dari aduan masyarakat yang kemudian ditindaklanjuti oleh Polri dan kemudian didalami bersama Kemendag dan juga pemerintah daerah.”

    “Sehingga ditemukan ada kecurangan yang dilakukan oleh pengusaha SPBU ini,” kata Budi dilansir Kompas TV, Rabu (19/3/2025).

    Kecurangan ini berupa pemasangan perangkat elektronik pada pompa ukur.

    Perangkat tersebut disimpan di ruangan yang jauh dari tempat pengisian SPBU.

    Perangkat itu juga disambungkan dengan sistem remote sehingga bisa dioperasikan dari ponsel.

    “Yaitu dengan memasang perangkat elektronik yang ini saya pikir bentuknya baru , jadi tidak begitu kelihatan.”

    “Elektronik dipasang di kabel disambungkan di pompa ukur, kemudian dibawa ke ruangan yang agak jauh dari pompa ukur dan menggunakan sistem remote,” kata Budi.

    Budi menambahkan, akibat praktik SPBU curang ini, pengusaha SPBU bisa meraup keuntungan hingga Rp3,4 miliar per tahunnya.

    “Sehingga konsumen atau masyarakat dirugikan, kira-kira dalam setahun Rp3,4 miliar,” imbuh Budi.

    Penyelidikan Terungkap: SPBU Beroperasi Dengan Kecurangan Sejak Awal

    Polisi dan pihak Kemendag pun mendalami kasus ini lebih lanjut dan menemukan bahwa perangkat tersebut telah terpasang sejak awal SPBU beroperasi meski pengawas SPBU, Husni Zaeni Harun, mengaku baru dua bulan melakukan pengaturan pengurangan takaran.

    Atas tindakan tersebut, Budi Santoso menyatakan bahwa pelaku dapat dijerat dengan Pasal 62 Ayat 1 UU Perlindungan Konsumen dengan ancaman pidana penjara hingga lima tahun dan denda maksimal Rp2 miliar.

    Selain itu, Pasal 27 Ayat 1 dan Pasal 32 Ayat 1 UU Metrologi Legal juga dapat menjerat mereka dengan ancaman pidana satu tahun penjara dan denda Rp1 miliar.

    Kasus ini menjadi peringatan keras terhadap pengelola SPBU yang berniat melakukan kecurangan terhadap konsumen, dan menunjukkan bahwa pemerintah tak akan segan-segan mengambil tindakan tegas terhadap para pelanggar.

    Penyidik Bareskrim Polri masih mendalami lebih lanjut untuk mengetahui berapa lama kecurangan ini telah berlangsung dan berapa besar kerugian yang telah dialami masyarakat.

    Dengan adanya aksi penyegelan dan penyelidikan yang dilakukan oleh Kemendag dan Bareskrim, masyarakat diingatkan untuk lebih waspada dan melaporkan jika menemukan adanya kecurangan serupa.

    Pemerintah menegaskan bahwa mereka akan terus mengawasi dan memberi sanksi tegas kepada SPBU yang mencoba memanipulasi takaran BBM demi keuntungan pribadi.

    (Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Glery Lazuardi)

  • Draf Pasal-pasal Kontroversial dalam RUU TNI, Apa Saja?

    Draf Pasal-pasal Kontroversial dalam RUU TNI, Apa Saja?

    Jakarta, Beritasatu.com – Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) sedang menjadi sorotan masyarakat Indonesia. Hal tersebut akibat adanya rancangan revisi UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI dan saat ini sedang dalam tahap pembahasan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah.

    Meskipun telah disepakati untuk dibawa ke rapat paripurna, banyak pasal dalam RUU ini yang dinilai kontroversial dan menuai penolakan dari berbagai lapisan masyarakat.

    Lalu, pada pasal berapa saja yang akhirnya menimbulkan polemik ini? Dihimpun dari berbagai sumber, berikut lengkapnya!

    Pasal-pasal Kontroversial pada RUU TNI

    Pasal-pasal kontroversial dalam RUU TNI 2025 menyangkut empat rancangan yang memicu perdebatan konseptual dan praktis.

    1. Pasal 3 ayat (2)

    Pasal ini mengatur bahwa perencanaan strategis TNI berada dalam koordinasi Kementerian Pertahanan. Meski terkesan teknis, kalangan aktivis menilai aspek perencanaan strategis berpotensi mengaburkan batas kewenangan sipil-militer.

    Sebelumnya, UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI menempatkan TNI sepenuhnya di bawah kendali sipil melalui departemen pertahanan. Perubahan ini dikhawatirkan membuka ruang bagi TNI untuk merumuskan kebijakan pertahanan secara mandiri, mengurangi peran kementerian sebagai regulator.

    2. Pasal 7 ayat (2)

    Pasal 7 RUU TNI memperluas cakupan operasi militer selain perang (OMSP), mencakup tugas menangani masalah narkotika, penanggulangan ancaman siber, penyelesaian kasus WNI di luar negeri.

    Sebelumnya, tiga tugas ini secara konstitusional berada di bawah kepolisian dan kementerian. Penambahan tugas ini dianggap berlebihan dan tidak relevan dengan fungsi utama TNI sebagai alat pertahanan negara.

    3. Pasal 47 ayat (2)

    Draf revisi menambah kuota jabatan sipil untuk TNI menjadi 16 institusi, termasuk Kejaksaan Agung dan Kementerian Kelautan. Mekanisme pengangkatan berdasarkan kebijakan presiden dinilai membuka celah politisasi.

    Sebelumnya, jabatan sipil yang dapat diisi oleh prajurit aktif terbatas pada 10 kementerian atau lembaga tertentu. Perubahan ini dinilai berisiko mengikis prinsip supremasi sipil dan membuka peluang dominasi militer.

    4. Pasal 53 ayat (1)

    Usulan kenaikan batas usia pensiun hingga 65 tahun untuk prajurit yang menduduki jabatan fungsional. RUU TNI juga mengusulkan agar perwira yang telah memasuki usia pensiun dapat direkrut kembali sebagai perwira komponen cadangan jika masih memenuhi persyaratan.

    Selain itu, dalam RUU TNI ini juga diusulkan peningkatan batas usia pensiun, yakni:

    Tamtama: 55 tahunBintara: 55 tahun.Letnan kolonel: 58 tahun.Kolonel: 58 tahun.Perwira tinggi bintang satu: 60 tahun.Perwira tinggi bintang dua: 61 tahun.Perwira tinggi bintang Tiga: 62 tahun.Perwira bintang empat: Masa dinas keprajuritannya ditetapkan berdasarkan kebijakan presiden.

    Sebuah petisi terhadap penolakan RUU ini telah ditandatangani oleh lebih dari 12.000 orang dari berbagai elemen masyarakat, termasuk akademisi, aktivis hak asasi manusia, dan koalisi masyarakat sipil.

    Meskipun menerima penolakan yang kuat, DPR bersama pemerintah tetap melanjutkan proses legislasi terhadap RUU TNI ini. Pada Selasa (18/3/2025), seluruh fraksi di Komisi I DPR menyetujui RUU TNI untuk dibawa ke rapat paripurna yang akan digelar pada Kamis (20/3/2025).