Kementrian Lembaga: Kejagung

  • Kejagung Vs Bareskrim, Kasus Pagar Laut Pidana Biasa atau Korupsi?

    Kejagung Vs Bareskrim, Kasus Pagar Laut Pidana Biasa atau Korupsi?

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) lagi-lagi mengembalikan berkas perkara kasus pagar laut Tangerang. Jaksa penuntut umum mengendus ada dugaan korupsi dari tingkat desa hingga kementerian dalam kasus tersebut.

    Pendapat jaksa itu bertentangan dengan versi Bareskrim yang menganggap kasus pagar laut Tangerang tidak memenuhi unsur tindak pidana korupsi.

    Adapun Kejagung bahkan telah meminta supaya kasus pagar laut di Tangerang diambil alih Korps Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) Polri.

    Direktur A Jampidum Kejagung RI, Nanang Ibrahim Soleh mengatakan pihaknya telah mengembalikan kembali berkas perka ke Bareskrim Polri.

    Setelah dikembalikan, Kejagung meminta agar Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri untuk meneruskan berkas yang dikembalikan ke Kortastipidkor.

    “Jadi intinya kita kembalikan untuk diteruskan ke Kortastipikor. Ke Kortastipikor. Apalagi Kortastipikor disampaikan kan bahwa dia sedang menangani,” ujarnya di Kejagung, Rabu (16/4/2025).

    Dia menambahkan, jaksa penuntut umum juga meminta agar kasus pagar laut Tangerang yang ditangani oleh Dirtipidum Bareskrim agar digabung dengan perkara di Kortastipidkor.

    Adapun, sesuai Pasal 25 UU Tipikor No.31/1999 menjelaskan bahwa apabila ada perkara umum dan ditemukan unsur pidana khusus maka harus didahulukan penanganannya.

    “Ya, apabila sudah menangani kan minimal bisa dijadikan satu. Jadi Kortastipikor bisa koordinasi dengan dalam hal ini dengan pidana khusus,” pungkasnya.

    Di samping itu, Koordinator Ketua Tim Peneliti Jaksa P16 Jampidum, Sunarwan menilai bahwa kasus pemalsuan dokumen pada area Pagar Laut Tangerang memiliki unsur tindak pidana korupsi.

    Misalnya, berkaitan dengan kerugian negara. Jaksa menilai bahwa kerugian negara itu didukung oleh alat bukti yang mengungkap adanya area laut yang berubah statusnya menjadi milik perorangan dan perusahaan.

    “Sehingga lepaslah kepemilikan negara atas laut tersebut. Nah, itulah yang merupakan titik poin kita, kenapa kita menyampaikan bahwa itu ada perbuatan melawan hukum berubahnya status itu,” ujar Sunarwan.

    Dia menambahkan, ada juga tindak perbuatan penyalahgunaan yang diduga dilakukan oleh penyelenggara negara dari tingkat desa hingga kementerian.

    “Dilakukan oleh siapa? Penyelenggaran negara. Sejak tingkat kepala desa sampai dengan proses keluarnya SHGB. Di situ ada perbuatan dan semua dilakukan oleh penyelenggara negara,” tegasnya.

    Versi Bareskrim 

    Sebelumnya, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menyatakan tetap mengirim berkas perkara terkait kasus pagar laut di Tangerang, Banten kepada Kejaksaan Agung (Kejagung). 

    Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro menyampaikan sikapnya itu lantaran berkas perkara kasus pemalsuan dokumen itu dinilai sudah lengkap secara materil dan formil.

    “Menurut penyidik, yang berkas yang kami kirimkan itu sudah terpenuhi unsur secara formil maupun materil. Artinya kita sudah hari ini kita kembalikan,” ujarnya di Bareskrim, Kamis (10/4/2025).

    Kemudian, dia juga merincikan sejumlah alasan lainnya terkait pengembalian berkas perkara itu. Misalnya, perkara pemalsuan dokumen di Tangerang yang ditangani itu tidak memenuhi unsur korupsi. 

    Informasi itu, kata Djuhandhani, diperoleh setelah pihaknya melakukan diskusi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan ahli terkait.

    Kemudian, berkaitan dengan ketentuan UU Tipikor telah mengatur secara eksplisit menyatakan bahwa kasus yang dikategorikan tindak pidana korupsi adalah yang melanggar UU Tipikor. 

    Sementara itu, tersangka pada kasus ini, yakni Kades Kohod Arsin Cs dikenakan pasal Pidana Umum dengan jeratan Pasal 263 KUHP dan Pasal 264 KUHP tentang pemalsuan dokumen.

    Adapun, berdasarkan asas hukum lex consumen derogat legi consumte menyatakan bahwa dalam sebuah perkara, penyidik melihat fakta dominan. Alhasil, dari kasus pemalsuan ini tidak menyebabkan kerugian negara atau perekonomian negara.

    “Karena kerugian yang ada saat ini yang didapatkan penyidik adalah kerugian yang oleh para nelayan dengan adanya pemagaran itu dan lain sebagainya. Jadi kita masih melihat itu sebagai tindak pidana pemalsuan,” imbuh Djuhandhani.

    Di samping itu, menurut Djuhandhani, unsur rasuah dalam perkara pagar laut di Tangerang itu saat ini tengah ditangani oleh Kortastipidkor Polri.

    “Terdapatnya indikasi pemberian suap atau gratifikasi kepada para penyelenggara negara saat ini yang dalam hal ini Kades Kohod, ini saat ini sedang dilakukan penyelidikan oleh Kortas Tipikor Mabes Polri,” pungkasnya.

  • KY Harus Telusuri Dugaan Mafia Peradilan Buntut Kasus Djuyamto Cs

    KY Harus Telusuri Dugaan Mafia Peradilan Buntut Kasus Djuyamto Cs

    GELORA.CO –  Salah satu tugas Komisi Yudisial (KY) adalah menelusuri seorang hakim terkait dugaan pelanggaran etik. 

    Pengamat Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menjelaskan dalam penelusuran pelanggaran etik hakim itu, KY perlu masuk lebih untuk mengenai ada tidaknya pelanggaran etik hakim dimaksud.

    Sehingga mau tidak mau merunut bagaimana pelanggaran itu terjadi sampai saat penanganan suatu perkara. 

    “KY (memang) menyidik soal pelanggaran etika hakim, tetapi tidak mustahil juga menyelidiki kasus korupsinya,” kata Abdul Fickar kepada wartawan pada Rabu, 16 April 2025.

    Lanjut dia, sejauh ini KY telah berinisiatif menerjunkan tim untuk menelusuri dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) bagi hakim yang menjatuhkan putusan lepas pada kasus korupsi ekspor minyak kelapa sawit mentah (CPO).

    Namun, jika saat penelusuran pelanggaran etik hakim, menemukan adanya ketidakberesan penanganan perkara, KY bisa meneruskan atau merekomendasikan temuannya kepada KPK atau Kejaksaan Agung. 

    “Jika dalam pemeriksaan ada kasus korupsinya, maka penanganan selanjutnya diserahkan kepada KPK atau Kejaksaan,” kata Abdul Fickar.

    Apalagi, kasus suap dalam putusan lepas (onslag) perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) di PN Jakarta Pusat ada kaitannya dengan eks pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar yang sebelumnya juga sudah tertangkap. 

    Bisa jadi, dalam proses kasus tersebut ada kemiripan. Zarof Ricar diduga berperan sebagai makelar perkara yang menghubungkan pemberi suap ke hakim agar Ronald Tannur divonis bebas dalam vonis Dini Sera Afrianti.

    Benar saja, dalam pengembangan perkara, Kejaksaan Agung kemudian melakukan penggeledahan di kediaman Zarof dan menemukan banyak bukti dugaan gratifikasi yakni uang fantastis hingga lebih dari Rp1 triliun. 

    Dari sini, Kejaksaan Agung menemukan adanya informasi mengenai pemberian suap dari Marcella Santoso kepada para hakim yang mengadili kasus dugaan korupsi CPO.

    Di sisi lain, diduga kedekatan Jubir Yanto dengan hakim Djuyamto juga mendapatkan sorotan publik sebab keduanya menerima gelar kehormatan dari Keraton Solo pada 17 Desember 2024.

    Apalagi, Djuyamto sendiri merupakan hakim yang pernah menangangi kasus praperadilan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dan memvonis tidak menerima gugatan praperadilan dalam sidang di PN Jakarta Selatan, Kamis, 13 Februari 2025.

    Dalam kasus ini, Kejaksaan Agung menangkap Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta (MAN) yang menerima suap vonis lepas ekspor CPO sebesar Rp60 miliar. Dari Rp60 miliar tersebut, Muhammad Arif Nuryanta membagikan Rp22,5 miliar kepada tiga hakim yang menangani kasus yakni Agam Syarif Baharuddin, Ali Muhtarom selaku hakim Pengadilan Negeri Jakarta (PN) Pusat, dan hakim PN Jakarta Selatan, Djuyamto.

  • Korupsi CPO Rp 60 Miliar, Ketua PN Jaksel Bungkam!

    Korupsi CPO Rp 60 Miliar, Ketua PN Jaksel Bungkam!

    Jakarta, Beritasatu.com – Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta (MAN) sejauh ini enggan memberikan keterangan kepada penyidik Kejaksaan Agung terkait aliran dana dalam kasus dugaan suap pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) kepada tiga korporasi besar, yaitu PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group, senilai Rp 60 miliar.

    “Hingga kini MAN masih belum bicara,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung) Harli Siregar kepada wartawan di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (16/4/2025).

    Harli Siregar menjelaskan, sejauh ini, baru tiga hakim yang memeriksa perkara ekspor CPO yang telah memberikan keterangan. Mereka adalah Djuyamto (ketua majelis), Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom (anggota majelis).

    “Yang sudah bicara itu dari majelis hakimnya. Ada yang mengaku menerima Rp 4,5 miliar untuk membaca berkas, ada juga menerima Rp 5 miliar, bahkan Rp 6 miliar. Ini semua masih didalami penyidik berdasarkan keterangan-keterangan yang dikumpulkan,” jelasnya.

    Berdasarkan pantauan Beritasatu.com, MAN terlihat keluar dari ruang pemeriksaan dan langsung masuk ke mobil tahanan. Harli membenarkan bahwa MAN menjalani pemeriksaan perdana sejak ditetapkan sebagai tersangka.

    “Iya, ini pemeriksaan lanjutan. Pemeriksaan dimulai sejak siang,” ujarnya.

    Meskipun enggan mengungkap hasil pemeriksaan, Harli Siregar memastikan bahwa MAN diperiksa sebagai saksi dalam rangka mengungkap peran tersangka lain dalam kasus ini.

    “Substansi pemeriksaan tentu berada di ranah penyidik. Namun, yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi, terkait sejauh mana pengetahuannya mengenai perkara ini dan keterlibatan pihak lain,” tutup Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar terkait kasus dugaan korupsi CPO

  • Kejagung Yakin Kasus Pagar Laut Sarat Korupsi, Berkas Dikembalikan ke Bareskrim

    Kejagung Yakin Kasus Pagar Laut Sarat Korupsi, Berkas Dikembalikan ke Bareskrim

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) menjelaskan alasan berkas perkara pagar laut Tangerang dikembalikan ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.

    Direktur A Jampidum Kejagung RI, Nanang Ibrahim mengatakan alasan pengembalian itu karena perkara yang ditangani oleh Bareskrim itu dinilai memenuhi unsur tindak pidana korupsi.

    “Mengapa kita kembalikan? Karena sesuai dengan petunjuk kita ini, saya didampingi tim kita, ada Pak Sunarwan selaku ketua tim, beserta teman-teman semua di belakang ini, bahwa petunjuk kita bahwa perkara tersebut adalah perkara tindak pidana korupsi,” ujarnya di Kejagung, Rabu (16/4/2025).

    Di samping itu, Koordinator Ketua Tim Peneliti Jaksa P16 Jampidum Sunarwan menyatakan bahwa Bareskrim tidak mengembalikan sesuai dengan petunjuk jaksa pada (10/4/2025).

    “Jadi petunjuk kita belum ada yang dipenuhi satu pun,” ujar Sunarwan.

    Dia juga menjelaskan bahwa pihaknya telah menemukan sejumlah potensi kerugian negara dalam perkara ini. Sebab, berdasarkan analisis pihaknya, bukti yang dilampirkan penyidik Bareskrim sangat mendukung adanya unsur korupsi.

    “Karena ada fakta yang didukung dengan alat bukti adanya laut yang kemudian berubah statusnya menjadi milik perorangan dan kemudian menjadi milik perusahaan. Sehingga lepaslah kepemilikan negara atas laut tersebut. Nah, itulah yang merupakan titik poin kita,” pungkasnya.

    Sebagai informasi, berkas perkara pagar laut telah diterima Kejagung pada 13 Maret lalu. Namun, setelah diteliti Kejagung, berkas itu dikembalikan kepada Bareskrim Polri karena tidak mencantumkan unsur pidana korupsi.

    Pengembalian berkas perkara dari Kejagung dilakukan pada 25 Maret lalu. Adapun, Bareskrim kembali melimpahkan kembali berkas perkara itu ke Kejagung pada 10 April 2025.

    Dalam hal ini, Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro menyatakan bahwa Bareskrim menilai kasus pemalsuan dokumen itu tidak memiliki unsur korupsi.

    “Menurut penyidik yang berkas yang kami kirimkan itu sudah terpenuhi unsur secara formil maupun materil. Artinya kami sudah hari ini, kami kembalikan dengan alasan-alasan yang tadi kami sampaikan,” tutur Djuhandhani di Bareskrim, Kamis (10/4/2025).

  • Seleksi CPNS 2025 untuk SMA SMK Dibuka Juli 2025? Simak Formasi hingga Gajinya!

    Seleksi CPNS 2025 untuk SMA SMK Dibuka Juli 2025? Simak Formasi hingga Gajinya!

    PIKIRAN RAKYAT – Pendaftaran seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) tahun 2025 tengah menjadi topik hangat di kalangan masyarakat. Antusiasme muncul karena proses seleksi CPNS 2024 hampir selesai.

    Hal ini ditandai dengan masuknya tahap usul penetapan Nomor Induk Pegawai (NIP).

    Berdasarkan informasi dari Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB), pengangkatan CPNS 2024 direncanakan paling lambat berlangsung pada Juni 2025.

    Sementara itu, pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) 2024 dijadwalkan pada Oktober 2025.

    Menteri PAN-RB, Rini Widyantini, mengungkapkan bahwa pemerintah berencana membuka 300.000 hingga 400.000 formasi baru di berbagai instansi pemerintahan.

    Formasi ini tersebar di kementerian, lembaga, hingga pemerintah daerah, sehingga memberikan peluang luas bagi para pencari kerja. Bagi calon peserta CPNS, penting untuk mulai mempersiapkan diri sejak dini.

    Meski belum ada kepastian resmi soal kapan pendaftaran dibuka, seleksi CPNS 2025 diperkirakan dimulai sekitar Juli 2025.

    Oleh karena itu, pelamar disarankan mulai mencari informasi mengenai formasi yang sesuai dengan latar belakang pendidikan mereka.

    Formasi dan Gaji CPNS 2025 untuk Lulusan SMA/SMK

    Khusus bagi lulusan SMA dan SMK, tersedia sejumlah formasi yang tetap dibuka di tahun 2025, bahkan dengan tawaran gaji yang cukup menarik. Berikut beberapa di antaranya:

    1. Kejaksaan Agung

    Penjaga Tahanan  Gaji: Rp5.660.000–Rp7.060.000 per bulan

    2. Kemenkumham

    Penjaga Tahanan Gaji: Rp5.660.000–Rp7.060.000 per bulan

    3. Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN)

    Penata Laksana Penyehatan Lingkungan (Gaji: Rp5.000.000–Rp10.000.000 per bulan) Pemadam Kebakaran (Gaji: Rp5.000.000–Rp10.000.000 per bulan) Pengendali Ekosistem Hutan (Gaji: Rp5.000.000–Rp10.000.000 per bulan)

    4. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)

    Teknis Kesehatan Ikan Pemula (Gaji: Rp5.300.000–Rp5.800.000 per bulan) Teknisi Akuakultur Pemula (Gaji: Rp5.300.000–Rp5.800.000 per bulan)

    5. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)

    Pengamat Gunung Api Pemula Gaji: Rp6.530.000–Rp7.200.000 per bulan

    Dengan peluang yang terbuka lebar dan gaji yang menjanjikan, para calon peserta CPNS diharapkan dapat memanfaatkan waktu untuk mempersiapkan diri sebaik mungkin, mulai dari memahami formasi hingga mempersiapkan dokumen dan kemampuan menghadapi seleksi. ***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • KPK Ungkap Motor Royal Enfield Ridwan Kamil Diduga Dibeli dari Hasil Korupsi  – Halaman all

    KPK Ungkap Motor Royal Enfield Ridwan Kamil Diduga Dibeli dari Hasil Korupsi  – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menungkap alasan motor Royal Enfield Classic 500 milik mantan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil alias RK, disita penyidik.

    Motor jenis cruiser seharga Rp78 juta itu disita penyidik KPK karena diduga bersumber dari hasil tindak pidana korupsi dana iklan bank BUMD. 

    Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto menjelaskan, penyitaan sebuah kendaraan dilakukan karena penyidik menilai kendaraan tersebut merupakan bagian dari proses korupsi yang disidik

    “KPK menyita sebuah kendaraan ya, kendaraan itu tentunya bisa jadi kendaraan tersebut menjadi bagian dari proses korupsi yang terjadi,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (16/4/2025).

    “Apakah itu dalam sarana sebagai sarana atau juga kendaraan tersebut merupakan kendaraan yang dibeli menggunakan hasil dari tindak pidana,” imbuhnya.

    Tessa menjelaskan lagi, bahwa kendaraan yang disita bisa juga merupakan bagian dari cara KPK ingin melakukan pemulihan aset (asset recovery).

    Untuk lebih jelasnya, lanjut Tessa, maksud penyidik menyita Royal Enfield Classic 500 milik Ridwan Kamil akan dibuka dalam persidangan.

    “Atau bisa juga penyitaan aset kendaraan tersebut, tidak terbatas hanya kendaraan maupun aset-aset lainnya, disita sebagai bagian dari upaya asset recovery yang nanti akan berujung kepada uang pengganti. Itu juga bisa,” katanya.

    Tessa menambahkan bahwa untuk saat ini motor gede (moge) tersebut belum dipindahkan ke Rumah Penyimpanan Benda Sitaan dan Rampasan (Rupbasan), Cawang, Jakarta Timur.

    Moge itu masih berada dalam penguasaan Ridwan Kamil dengan status pinjam pakai.

    “Posisi kendaraan yang dilakukan penyitaan masih dipinjampakaikan kepada yang bersangkutan. Jadi belum ada pergeseran ke Rupbasan,” ujar Tessa.

    Tessa belum memberi petunjuk kapan moge itu dipindahkan ke Rupbasan. Ia hanya mengatakan kalau moge yang masih dalam penguasaan Ridwan Kamil itu tidak boleh diubah bentuk atau dijual.

    Apabila hal tersebut terjadi, maka ada kaitannya dengan Pasal 21 terkait perintangan penyidikan.

    “Dalam hal ini kaitannya adalah baik itu Pasal 21 bisa masuk menghalangi penyidikan maupun dari sisi nilainya bisa dimintakan untuk diganti, tentunya sesuai dengan nilai pada saat kendaraan itu disita,” kata Tessa.

    Dalam laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) Ridwan Kamil, disebutkan Royal Enfield Classic 500 itu buatan tahun 2017.

    Moge itu memiliki harga Rp78 juta.

    Rumah Ridwan Kamil di kawasan Ciumbuleuit, Kota Bandung digeledah KPK pada Senin, 10 Maret 2025. Penggeledahan berkaitan dengan penyidikan kasus dugaan korupsi dana iklan bank milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

    Selain motor, tim penyidik KPK turut mengamankan sejumlah dokumen yang ditengarai berkaitan dengan perkara.

    Lima Tersangka Korupsi Iklan Bank BUMD

    GEDUNG KPK – Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jalan Kuningan Persada Kav. 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis (30/9/2021). Pihak KPK kini tengah menelaah laporan dugaan korupsi Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung Febrie Adriansyah, yang dilaporkan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Anti Korupsi (KSST).  (Tribunnews.com/Ilham Rian Pratama)

    KPK telah menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana iklan bank BUMD 2021-2023 yang merugikan negara Rp222 miliar.

    Kelimanya yakni mantan Direktur Utama bank, Yuddy Renaldi (YR); Pimpinan Divisi Corporate Secretary bank, Widi Hartono (WH); Pengendali PT Antedja Muliatama (AM) dan Cakrawala Kreasi Mandiri (CKM), Ikin Asikin Dulmanan (IAD); Pengendali PT BSC Advertising dan PT Wahana Semesta Bandung Ekspres (WSBE), Suhendrik (SUH); dan Pengendali PT Cipta Karya Sukses Bersama (CKSB) dan PT Cipta Karya Mandiri Bersama (CKMB), R. Sophan Jaya Kusuma (RSJK).

    KPK menduga ada perbuatan melawan hukum dalam pengadaan penempatan iklan ke sejumlah media massa yang mengakibatkan negara merugi hingga Rp222 miliar.

    Yuddy Renaldi cs disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

    Kelima tersangka belum ditahan KPK. Tetapi komisi antikorupsi telah mencegah Yuddy Renaldi cs bepergian ke luar negeri.

  • Kejagung Sita 29 Mobil & Motor Mewah Ariyanto Bakrie! Kasus Suap CPO?

    Kejagung Sita 29 Mobil & Motor Mewah Ariyanto Bakrie! Kasus Suap CPO?

    Jakarta, Beritasatu.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) menyita 29 mobil dan motor mewah milik Ariyanto Bakrie (AR) terkait kasus dugaan suap vonis perkara ekspor crude palm oil (CPO) yang melibatkan aparat peradilan.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar mengungkapkan, selain mobil dan motor mewah, pihaknya juga menyita tujuh sepeda.

    “Jadi dari AR itu setidaknya ada tujuh mobil mewah dengan 21 kendaraan bermotor, sepeda motor ya dan tujuh unit sepeda,” katanya kepada wartawan, Rabu (16/4/2025).

    Harli Siregar menjelaskan, puluhan kendaraan mewah milik Ariyanto Bakrie yang sering dipamerkan di media sosial tersebut berkaitan dengan kasus suap CPO.

    “Untuk kasus inilah, makanya tujuh mobil itu mobil mewah sudah disita 21 sepeda motor, tujuh unit sepeda,” katanya.

    Selain dari kediaman Ariyanto Bakrie, Kejagung juga menyita sejumlah barang mewah dari hakim Ali Muhtarom, termasuk satu unit mobil Toyota Fortuner.

    Barang bukti tersebut akan dihitung dan dicocokkan dengan jumlah suap dalam kasus tersebut.

    “Nanti kalau sudah secara keseluruhan final dikompilasi saya kira kita akan mendapat angka-angkanya,” kata Harli terkait kasus suap CPO.
     

  • "Naluri Dagang" Hakim Buat Mereka Disuap Rp 107 Miliar pada 2011-2024
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        16 April 2025

    "Naluri Dagang" Hakim Buat Mereka Disuap Rp 107 Miliar pada 2011-2024 Nasional 16 April 2025

    “Naluri Dagang” Hakim Buat Mereka Disuap Rp 107 Miliar pada 2011-2024
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Sebanyak 29
    hakim
    telah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi dalam kurun waktu 13 tahun, sejak 2011 hingga 2024.
    Data tersebut merupakan hasil pemantauan Indonesia Corruption Watch (
    ICW
    ), yang menemukan bahwa 29 hakim tersebut diduga menerima suap untuk mengatur hasil putusan.
    “Berdasarkan pemantauan ICW, sejak tahun 2011 hingga tahun 2024, terdapat 29 hakim yang ditetapkan sebagai tersangka korupsi. Mereka diduga menerima suap untuk ‘mengatur’ hasil putusan. Nilai suap mencapai Rp 107.999.281.345,” lewat keterangan resmi ICW, Rabu (16/4/2025).
    Kini pada awal 2025, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan empat hakim sebagai tersangka dalam
    kasus suap
    penanganan perkara ekspor crude palm oil (CPO).
    Keempat hakim tersebut adalah Agam Syarif Baharuddin (ASB) dan Ali Muhtarom (AM) yang merupakan hakim Pengadilan Negeri Jakarta (PN) Pusat. Lalu hakim PN Jakarta Selatan, Djuyamto (DJU).
    Lalu ada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta (MAN) yang memberikan suap kepada Agam Syarif Baharuddin, Ali Muhtarom, dan Djuyamto.
    ICW menilai, perlu adanya pembenahan menyeluruh terhadap tata kelola internal di Mahkamah Agung (MA).
    “Penetapan tersangka suap menunjukkan bahaya mafia peradilan. Praktik jual-beli vonis untuk merekayasa putusan berada pada kondisi kronis,” tulis ICW.
    ICW juga mendesak MA untuk memandang mafia peradilan sebagai masalah laten yang harus segera diberantas.
    MA harus memetakan potensi korupsi di lembaga pengadilan dengan menggandeng Komisi Yudisial (KY), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan elemen masyarakat sipil.
    “Mekanisme pengawasan terhadap kinerja hakim dan syarat penerimaan hakim juga perlu diperketat. Ini dilakukan untuk menutup ruang potensi korupsi,” tulis ICW.
    Anggota
    Komisi III
    DRP Hinca Panjaitan mengatakan, empat hakim yang ditetapkan sebagai tersangka kasus suap penanganan perkara ekspor CPO menandakan banyaknya hakim yang mempunyai naluri berdagang.
    Ia melihat, banyak hakim saat ini yang melihat keadilan dapat menjadi komoditas yang bisa diperjualbelikan.
    “Pada realitasnya banyak hakim yang berkompromi dengan naluri dagang. Akhirnya, keadilan jadi komoditas, seolah bisa dijual dan dibeli. Menurut saya, suap terjadi karena pelaku melihat manfaat ekonomi yang melebihi risiko,” ujar Hinca lewat keterangan tertulisnya, Selasa (15/4/2025).
    Hinca mengatakan, suap terhadap hakim dapat disebabkan dua hal, yakni kekosongan moralitas atau longgarnya pengawasan
    Di samping itu, ia juga menanggapi wacana dinaikkannya gaji hakim untuk mencegah terjadinya praktik suap.
    Menurutnya, praktik suap tetap dapat terjadi di lingkungan peradilan dengan caranya tersendiri.
    “Maka godaan suap akan tetap menemukan jalannya. Kita bisa menambah angka pendapatan setinggi langit, tetapi bila peluang lolos dari hukuman lebih menggoda, akhirnya transaksi hitam menjadi pilihan rasional,” ujar politikus Partai Demokrat itu.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Ketua PN Jaksel Masih Bungkam Soal Aliran Dana Kasus Suap Ekspor CPO
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        16 April 2025

    Ketua PN Jaksel Masih Bungkam Soal Aliran Dana Kasus Suap Ekspor CPO Nasional 16 April 2025

    Ketua PN Jaksel Masih Bungkam Soal Aliran Dana Kasus Suap Ekspor CPO
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com

    Kejaksaan Agung
    menyatakan, hingga kini Ketua
    Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
    ,
    Muhammad Arif Nuryanta
    (MAN) masih enggan buka suara terkait aliran dana dalam kasus dugaan suap untuk kasus pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) kepada tiga korporasi, yaitu PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group.
    “Tetapi, sekarang kan MAN juga belum bicara,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar saat konferensi pers di kawasan Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (16/4/2025).
    Harli menyebutkan, berdasarkan pemeriksaan sejauh ini, baru majelis hakim yang mengakui aliran dana yang mereka terima untuk memberikan putusan ontslag kepada para terdakwa korporasi.
    “Yang baru bicara itu kan baru dari majelis hakimnya. Yang menyatakan ada menerima Rp 4,5 miliar di awal untuk membaca berkas, ada menerima Rp 4,5 miliar juga, ada menerima Rp 5 miliar, ada menerima Rp 6 miliar,” jelas Harli.
    Saat ini, penyidik juga masih mendalami aliran dana dan besaran uang yang diterima oleh pihak-pihak lainnya.
    Dari uang suap senilai Rp 60 miliar, baru Rp 22,5 miliar yang sudah terungkap jelas, yaitu mengalir ke majelis hakim yang menangani perkara.
    “Sekarang itu yang kita dalami, apakah misalnya Rp 60 miliar ini memang total diserahkan oleh AR melalui WG kepada MAN? Lalu, dia mendapat apa? Nah, keterangan-keterangan ini sekarang yang terus akan digali dari saksi-saksi yang ada,” kata Harli lagi.
    Saat ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan delapan orang tersangka dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di PN Jakarta Pusat terkait kasus vonis lepas ekspor CPO terhadap tiga perusahaan, yakni PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group.
    Mereka adalah Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel), Muhammad Arif Nuryanta; Panitera Muda Perdata Jakarta Utara, Wahyu Gunawan (WG); serta kuasa hukum korporasi, Marcella Santoso dan Ariyanto Bakri.
    Kemudian, tiga majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ekspor CPO, yakni Djuyamto selaku ketua majelis, serta Agam Syarif Baharuddin dan Ali Muhtarom selaku anggota.
    Terbaru, Social Security Legal Wilmar Group, Muhammad Syafei ditetapkan sebagai tersangka karena diduga merupakan pihak yang menyiapkan uang suap Rp 60 miliar untuk hakim Pengadilan Tipikor Jakarta melalui pengacaranya untuk penanganan perkara ini.
    Kejaksaan menduga Muhammad Arif Nuryanta, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, menerima suap Rp 60 miliar.
    Sementara itu, tiga hakim, Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom, sebagai majelis hakim, diduga menerima uang suap Rp 22,5 miliar.
    Suap tersebut diberikan agar majelis hakim yang menangani
    kasus ekspor CPO
    divonis lepas atau ontslag van alle recht vervolging.
    Vonis lepas merupakan putusan hakim yang menyatakan bahwa terdakwa terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan, tetapi perbuatan tersebut tidak termasuk dalam kategori tindak pidana.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kejagung Usul Kortas Tipikor Usut Dugaan Korupsi Kasus Pagar Laut Tangerang

    Kejagung Usul Kortas Tipikor Usut Dugaan Korupsi Kasus Pagar Laut Tangerang

    Jakarta

    Kejaksaan Agung (Kejagung) mengatakan ada indikasi korupsi pada kasus pagar laut di perairan Tangerang. Kejagung kemudian menyarankan agar Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor) Polri mengusutnya.

    Hal itu disampaikan oleh Direktur A Jampidum Kejagung, Nanang Ibrahim Soleh, setelah mengembalikan lagi berkas perkara kasus pagar laut Tangerang ke penyidik Bareskrim Polri.Pengembalian berkas untuk kedua kalinya itu telah dilakukan pada Senin (14/4) lalu.

    “Bahwa petunjuk kita, bahwa perkara tersebut adalah perkara tindak pidana korupsi. Karena menyangkut di situ ada suap, ada pemalsuannya juga ada, penyalahgunaan kewenangan juga ada semua,” kata Nanang di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu (16/4/2025).

    “Jadi sesuai dengan Pasal 25 UU 31/99, apabila perkara tersebut, dari banyak perkara yang didahulukan adalah perkara yang khususnya lex spesialis-nya itu perkara tindak pidana korupsi,” lanjutnya.

    Menurut Nanang, penanganan perkaranya yakni berdasar asas lex specialis.Lex specialis derogat legi generalia dalah asas hukum yang menyatakan bahwa hukum yang bersifat khusus (lex specialis) mengesampingkan hukum yang bersifat umum (lex generalis).

    “Jadi intinya kita kembalikan untuk diteruskan ke Kortas Tipikor (Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Polri). Apalagi Kortas Tipikor disampaikan kan, bahwa dia sedang menangani,” jelas Nanang.

    “Itu nanti kan ini jadi perkara yang sama tidak bisa diadili dua kali. Nah makanya kalau lebih ininya, tadi kan saya bilang lex spesialisnya kan. Nah makanya dijadikan satu perkaranya,” terang dia.

    Pada kesempatan yang sama, Ketua Tim Peneliti Berkas Jampidum Kejagung, Sunarwan,menjelaskan alasan mengapa perkara itu masuk ke dugaan korupsi. Sebab, adanya perubahan status kepemilikan.

    “Sehingga lepaslah kepemilikan negara atas laut tersebut. Nah, itulah yang merupakan titik poin kita, kenapa kita menyampaikan bahwa itu ada perbuatan melawan hukum berubahnya status itu,” urainya.

    Selain itu, Sunarwan juga menjelaskan ada dugaan penyalahgunaan kewenangan oleh penyelenggara negara dalam perkara pagar laut di perairan Tangerang itu. Penyalahgunaan wewenang itu dilakukan mulai dari tingkat kepala desa.

    “Dilakukan oleh siapa? Penyelenggara negara. Sejak tingkat kepala desa sampai dengan proses keluarnya SHGB. Di situ ada perbuatan dan semua dilakukan oleh penyelenggara negara. Sehingga di sini ada perbuatan penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan oleh penyelenggara negara,” ucap Sunarwan.

    Dia pun juga menegaskan bahwa perkara pagar laut Tangerang adalah tindak pidana korupsi.

    “Maka dari itu, kita sampaikan bahwa petunjuk kita adalah ini adalah perkara tindak pidana korupsi,” imbuhnya.

    Terkait kerugian negara, Sunarwan mengatakan memang tidak ada keterangan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengenai kerugian negara. Namun, ada ahli yang menduga adanya kerugian negara.

    “Jadi tidak ada di dalam berkas perkara itu yang saksi dari BPK, dari mana, tidak ada. Tetapi ada dari ahli, tetapi bukan ahli tentang korupsi, bukan,” ucap Sunarwan.

    Sebelumnya, Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro menyatakan pihaknya telah melengkapi berkas perkara kasus pagar laut di perairan Tangerang.

    “Kami tetap dari penyidik Polri khususnya melihat bahwa tindak pidana pemalsuan sebagaimana dimaksud dalam rumusan Pasal 263 KUHP. Menurut penyidik yang berkas yang kami kirimkan itu sudah terpenuhi unsur secara formil maupun materiil,” kata Djuhandhani di gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (10/4/2025).

    Dia menyebut, berdasarkan hasil pemeriksaan para saksi ahli, termasuk pihak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), atas pengembangan kasus dokumen SHGB dan SHM di wilayah pagar laut Tangerang, belum ditemukan indikasi kerugian negara.

    (ond/zap)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini