Kementrian Lembaga: Kejagung

  • Barang Bukti Bisa Dihilangkan jika Dugaan Korupsi PT Pupuk Indonesia tak Segera KPK Usut

    Barang Bukti Bisa Dihilangkan jika Dugaan Korupsi PT Pupuk Indonesia tak Segera KPK Usut

    GELORA.CO – Pengamat hukum dari Universitas Airlangga, I Wayan Titib Sulaksana mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), untuk segera menaikkan laporan masyarakat terkait dugaan manipulasi laporan keuangan PT Pupuk Indonesia ke tingkat penyelidikan.

    Dia mengatakan, apabila kasus ini masuk ke tahap penyidikan, maka Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) harus dilibatkan untuk memastikan apakah benar terdapat kerugian negara hingga Rp8,3 triliun.

    “Informasi ini harus segera ditindaklanjuti dengan penyelidikan terlebih dahulu dengan melibatkan BPK, yang akan melakukan audit investigasi,” kata Titib kepada Inilah.com, dikutip Sabtu (19/4/2025).

    Titib menyatakan kekhawatirannya, jika KPK tidak segera bertindak, barang bukti bisa saja dihilangkan oleh pihak-pihak yang terlibat. Ia menegaskan, KPK tidak boleh hanya menunggu laporan dari masyarakat, melainkan harus proaktif melakukan penyelidikan.

    “Senyampang barang bukti belum dihilangkan, KPK harus gerak cepat melakukan penyelidikan, tanpa harus menunggu, bekerja dengan senyap,” ucapnya.

    Sebelumnya diberitakan, dugaan korupsi terkait manipulasi laporan keuangan PT Pupuk Indonesia senilai Rp8,3 triliun masih dalam tahap penelaahan oleh tim Direktorat Pelayanan Laporan Pengaduan Masyarakat (PLPM) KPK.

    KPK belum mengungkap perkembangan kasus ini karena proses masih tertutup, terutama selama masih dalam tahap PLPM hingga penyelidikan. Informasi baru akan disampaikan kepada publik ketika kasus telah naik ke tingkat penyidikan dan penetapan tersangka.

    Meski demikian, KPK meminta publik untuk tidak khawatir dan menegaskan bahwa kasus tersebut akan ditindaklanjuti, meskipun belum bisa memastikan kapan akan dinaikkan ke tahap penyidikan.

    Kasus ini pertama kali mencuat setelah Etos Indonesia Institute membeberkan dugaan manipulasi laporan keuangan PT Pupuk Indonesia yang berpotensi merugikan negara hingga Rp8,3 triliun. Lembaga itu mendesak Kejaksaan Agung segera memeriksa Direktur Utama dan Direktur Keuangan PT Pupuk Indonesia terkait temuan tersebut.

    “Dugaan ini bukan sekadar opini, melainkan berdasarkan data yang kami peroleh. Oleh karena itu, kami mendesak Kejaksaan Agung, khususnya Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), untuk segera memeriksa Dirut dan Direktur Keuangan PT Pupuk Indonesia,” ujar Direktur Eksekutif Etos Indonesia, Iskandarsyah, dikutip Senin (17/3/2024).

    Iskandarsyah menjelaskan bahwa berdasarkan audit independen ditemukan selisih dalam laporan keuangan sebesar Rp8,3 triliun. Temuan itu diperparah dengan adanya rekening yang tidak disajikan dalam neraca, termasuk transaksi tunggal senilai hampir Rp7,98 triliun.

    “Angka tersebut terdiri dari jumlah kas yang dibatasi penggunaannya sebesar Rp707,87 miliar dan penempatan deposito berjangka sebesar Rp7,27 triliun,” ungkapnya.

  • Kejagung Mulai Periksa Pegawai Pengadilan di Kasus Vonis Lepas Korupsi Minyak Goreng – Page 3

    Kejagung Mulai Periksa Pegawai Pengadilan di Kasus Vonis Lepas Korupsi Minyak Goreng – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) mulai melakukan pemeriksaan terhadap pegawai dari pengadilan terkait kasus vonis lepas terdakwa korporasi perkara korupsi minyak goreng. Sejauh ini, sudah ada empat hakim yang ditetapkan sebagai tersangka.

    Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar menyampaikan, ada tiga saksi yang diperiksa pada Jumat, 18 April 2025 di Gedung Bundar Kejagung, Jakarta Selatan.

    “Ketiga orang saksi diperiksa terkait dengan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi suap dan atau gratifikasi terkait penanganan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas nama tersangka WG dan kawan-kawan,” tutur Harli dalam keterangannya, Sabtu (19/4/2025).

    Para saksi yang diperiksa adalah BM selaku Pegawai pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), EI selaku Driver Wakil Kepala Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), dan IS selaku istri dari tersangka Agam Syarif Baharuddin (ASB) selaku hakim PN Jakpus.

    “Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,” kata Harli.

    Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap adanya proses tawar menawar uang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk menjatuhkan vonis lepas bagi terdakwa korporasi perkara mafia minyak goreng. Tempat yang dikenal sebagai Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) itu pun tercoreng dengan praktik suap dan gratifikasi.

    Dirdik Jampidsus Kejagung Abdul Qohar menyampaikan, pihaknya melakukan pemeriksaan terhadap Djuyamto (DJU) selaku hakim PN Jaksel yang dulunya menjadi ketua majelis hakim kasus tersebut, Agam Syarif Baharuddin (ABS) selaku hakim PN Jakpus, dan Ali Muhtarom (AM) selaku hakim ad hoc PN Jakpus.

    Kemudian saksi DAK dan LK selaku staf legal PT Daya Labuhan Indah Grup Wilmar, serta AH dan TH selaku karyawan Indah Kusuma, kantor pengacara Marcella Santoso (MS).

    “Adapun hasil dari pemeriksaan para saksi diperoleh fakta sebagai berikut. Bermula adanya kesepakatan antara Aryanto Bakri selaku pengacara tersangka korporasi minyak goreng dengan Wahyu Gunawan seorang panitera untuk mengurus perkara korupsi korporasi minyak goreng, dengan permintaan agar perkara tersebut diputus onslag dengan menyiapkan uang sebesar Rp20 miliar,” tutur Qohar di Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (14/4/2025).

    Tersangka Wahyu Gunawan (WG) pun menyampaikan hal tersebut kepada tersangka Muhammad Arif Nuryanta (MAN) selaku Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakpus, agar perkara tersebut diputus onslag van rechtvervolging atau divonis lepas.

    “Dan Muhammad Arif Nuryanta menyetujui permintaan tersebut untuk diputus onslag, namun dengan meminta uang Rp20 miliar tersebut dikalikan tiga, sehingga totalnya Rp60 miliar,” jelas dia.

    Tersangka Wahyu Gunawan lantas menyampaikan permintaan tersebut kepada tersangka Aryanto Bakri agar menyiapkan uang sebesar Rp60 miliar dan hal itu pun disetujui. Beberapa waktu kemudian, tersangka Aryanto Bakri pun menyerahkan uang sebesar Rp60 miliar dalam bentuk dolar AS kepada tersangka Wahyu Gunawan.

    “Kemudian oleh Wahyu Gunawan uang sejumlah Rp60 miliar bila di-kurs-kan ya karena uang yang diserahkan adalah dolar AS, diserahkan kepada Muhammad Arif Nuryanta, dan pada saat itu Wahyu Gunawan diberi oleh Muhammad Arif Nuryanta sebesar 50 ribu US dolar sebagai jasa penghubung dari Muhammad Arif Nuryanta. Jadi Wahyu Gunawan pun dapat bagian setelah adanya penyerahan uang tersebut,” ungkap Qohar.

    Setelah menerima uang tersebut, tersangka Muhammad Arif Nuryanta yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakpus lantas menunjuk majelis hakim yang akan menyidangkan terdakwa korporasi di kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada industri kelapa sawit pada Januari 2021-April 2022.

    Mereka adalah Djuyamto (DJU) sebagai ketua majelis hakim, serta Agam Syarif Baharuddin (ABS) dan Ali Muhtarom (AM) sebagai hakim anggota. Setelahnya, tersangka Muhammad Arif Nuryanta kemudian memanggil hakim Djuyamto dan hakim Agam Syarif Baharuddin untuk bertemu.

    “Lalu Muhammad Arif Nuryanta memberikan uang dolar, bila di-kurs-kan ke dalam rupiah senilai Rp4,5 miliar, di mana uang tersebut diberikan sebagai uang untuk baca bekas perkara. Dan Muhammad Arif Nuryanta menyampaikan kepada dua orang tersebut agar perkara diatensi,” kata Qohar.

    Menurutnya, setelah menerima uang senilai Rp4,5 miliar, tersangka Agam Syarif Baharuddin memasukkannya ke dalam goody bag. Saat keluar dari ruangan, uang tersebut dibagikan kepada tiga orang, yakni hakim Agam Syarif Baharuddin sendiri, hakim ad hoc Ali Muhtarom, dan hakim Djuyamto.

    “Bahwa pada bulan September atau Oktober, karena yang tersebut tadi tidak ingat karena sudah lama, pada tahun 2024, Muhammad Arif Nuryanta menyerahkan kembali uang Dolar AS, bila dirupiahkan senilai Rp18 miliar kepada DJU, yang kemudian oleh DJU uang tersebut dibagi tiga,” jelas dia.

    Adapun penyerahan uang tersebut dilakukan di depan Bank BRI Pasar Baru Jakarta Pusat, dengan porsi pembagian untuk hakim Agam Syarif Baharuddin menerima sekitar Rp4,5 miliar; kemudian hakim Djuyamto sekitar Rp6 miliar; dan hakim Ali Muhtarom sekitar Rp5 miliar.

    Sementara itu, hakim Djuyamto memangkas hasil suapnya senilai Rp300 juta untuk diberikan kepada tersangka Wahyu Gunawan, yang menjadi perantara pengurusan kasus.

    “Bahwa ketiga hakim tersebut mengetahui tujuan dari penerimaan uang, agar perkara tersebut diputus onslag, dan hal ini menjadi nyata ketika pada tanggal 19 Maret 2025 perkara korporasi minyak goreng telah diputus onslag oleh majelis hakim,” Qohar menandaskan.

     

  • Top 3 News: Kumandang Azan Masjid Istiqlal di Tengah Doa Kolekta Jumat Agung Gereja Katedral – Page 3

    Top 3 News: Kumandang Azan Masjid Istiqlal di Tengah Doa Kolekta Jumat Agung Gereja Katedral – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Kawasan Sawah Besar, Jakarta Pusat, memancarkan nuansa religius yang hangat dan penuh makna pada Jumat siang 18 April 2025. Itulah top 3 news hari ini.

    Di tengah hiruk-pikuk Jakarta, dua rumah ibadah berdiri berdampingan bukan hanya secara fisik, tapi juga secara spiritual—menjadi simbol hidupnya toleransi beragama di Indonesia.

    Seperti tahun-tahun sebelumnya, Jumat kali ini 18 April 2025, menjadi momen istimewa ketika umat Islam dan umat Kristiani menjalankan ibadah besar secara bersamaan. Umat Muslim menunaikan Salat Jumat, sementara umat Kristiani memperingati Jumat Agung dalam rangka memperingati wafatnya Yesus Kristus.

    Sementara itu, Anggota Komisi III DPR RI Rudianto Lallo, meminta Kejaksaan Agung untuk mengusut tuntas kasus suap yang banyak menjerat hakim. Rudianto mengingatkan, posisi hakim seharusnya menjadi benteng pencari keadilan, namun justru saat ini menjadi pedagang putusan-putusannya.

    Politisi dari NasDem itu meminta pengawasan yang ketat dari Mahkamah Agung dalam penempatan para hakim.

    Berita terpopuler lainnya di kanal News Liputan6.com adalah terkait Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar Idrus Marham, menepis isu adanya ‘matahari kembar’ di kepemimpinan Prabowo Subianto. Bahkan dia menegaskan hal itu sebagai fitnah usai sejumlah menteri menyambangi rumah Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) saat momen lebaran.

    Idrus meyakini kedatangan para menteri Prabowo ke kediaman Jokowi di Solo semata bersilaturahmi. Termasuk Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia. Dia khawatir, jika isu tersebut tidak dihentikan, maka akan menjadi bola liar yang berpengaruh terhadap proses pemerintahan.

    Idrus berharap, dengan penegasan yang disampaikan kali ini maka tafsiran liar soal matahari kembar bisa berhenti. Sebab, jangan sampai niat baik silaturahmi yang diajarkan agama dikesampingkan dengan prasangka negatif.

    Berikut deretan berita terpopuler di kanal News Liputan6.com sepanjang Jumat 17 April 2025:

    Sebelum ke Gereja Katedral, Pemimpin Gereja Katolik sedunia, Paus Fransiskus berkunjung ke Istana Merdeka. Di depan Presiden Joko Widodo, Sri Paus Fransiskus menyampaikan pesan perdamaian kepada masyarakat Indonesia, dan memuji semboyan Bhinneka Tung…

  • Dugaan Korupsi PT Pupuk Rp8,3 Triliun tak Kunjung Diusut, Terkesan Ada yang Mau Diselamatkan

    Dugaan Korupsi PT Pupuk Rp8,3 Triliun tak Kunjung Diusut, Terkesan Ada yang Mau Diselamatkan

    GELORA.CO – Peneliti Pusat Studi Anti Korupsi (SAKSI) Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, atau yang akrab disapa Castro, menyoroti sikap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang belum juga mengungkap perkembangan penanganan kasus dugaan manipulasi laporan keuangan PT Pupuk Indonesia senilai Rp8,3 triliun ke publik.

    Castro menegaskan bahwa transparansi merupakan syarat utama dalam penanganan perkara korupsi. Menurutnya, jika proses penanganan dilakukan secara tertutup tanpa alasan yang jelas, maka muncul dugaan adanya hal-hal yang sengaja ingin disembunyikan.

    “Sederhananya begini, rumus utama dalam urusan penanganan tindak pidana korupsi kan mesti transparan dan terbuka ya. Kalau kemudian penanganan proses perkara korupsi itu tidak terbuka dan transparan, artinya ada yang hendak ditutup-tutupikan,” kata Castro saat dihubungi Inilah.com dari Jakarta, Jumat (18/4/2025).

    Ia mengakui bahwa memang ada tahapan tertentu dalam proses hukum yang bersifat tertutup, terutama saat masuk tahap penyelidikan dan penyidikan. Namun, menurutnya, bukan berarti keseluruhan informasi harus dirahasiakan dari publik.

    “Kita paham, ada porsi proses penanganan perkara yang sudah masuk proses yang sifatnya pro-justitia demi penyelidikan dan penyidikan mungkin akan ditutup ya, tapi kan bukan berarti menutup keseluruhan, ada hal-hal yang wajib hukumnya diketahui oleh publik,” tegasnya.

    Lebih jauh, Castro menyebut sikap KPK yang terlalu membatasi informasi penanganan kasus korupsi, justru menimbulkan kecurigaan dan berpotensi merusak kepercayaan publik terhadap lembaga antirasuah tersebut apabila sistem seperti itu terus dilakukan.

    “Nah kalau kemudian KPK membatasi diri, seolah-olah semua harus ditutup, itu kan menjadi aneh menurut saya. Mustahil memberantas korupsi dengan cara-cara justru tidak terbuka dan transparan. Saya meyakini kalau kemudian kebiasaan ini diperihara terus menerus, ya kepercayaan publik semakin menurun dan jangan pernah berharap korupsi itu bisa ditangani dengan baik,” ucap Castro.

    Ia pun mengingatkan bahwa jika informasi tidak disampaikan secara terbuka, publik berhak curiga bahwa ada yang disembunyikan oleh KPK.

    “Saya paham bahwa ada hal-hal yang mesti ditutupin, tapi kemudian ada hal yang mesti dibuka kepada publik untuk menjaga ritme kepercayaan publik. Kalau enggak, upaya menutup-nutupi perkara itu tidak terbuka dan transparan, artinya ada ‘kejahatan’ tanda petik ya yang juga hendak ditutupi-tutupi. Ada yang mau ‘diselamatkan’, itu kan yang berkembang di publik,” ujarnya.

    “Dan jangan salahkan publik kalau KPK hendak menyembunyikan perkara atau hendak menyembunyikan kejahatan atau mungkin ada yang ingin diselamatkan oleh KPK. Pikiran-pikiran publik yang liar semacam ini juga ya harus dimaklumi, jangan disalahkan gitu,” pungkasnya.

    Sebelumnya diberitakan, dugaan korupsi terkait manipulasi laporan keuangan PT Pupuk Indonesia senilai Rp8,3 triliun masih dalam tahap penelaahan oleh tim Direktorat Pelayanan Laporan Pengaduan Masyarakat (PLPM) KPK.

    KPK belum mengungkap perkembangan kasus ini karena proses masih tertutup, terutama selama masih dalam tahap PLPM hingga penyelidikan. Informasi baru akan disampaikan kepada publik ketika kasus telah naik ke tingkat penyidikan dan penetapan tersangka.

    Meski demikian, KPK meminta publik untuk tidak khawatir dan menegaskan bahwa kasus tersebut akan ditindaklanjuti, meskipun belum bisa memastikan kapan akan dinaikkan ke tahap penyidikan.

    Kasus ini pertama kali mencuat setelah Etos Indonesia Institute membeberkan dugaan manipulasi laporan keuangan PT Pupuk Indonesia yang berpotensi merugikan negara hingga Rp8,3 triliun. Lembaga itu mendesak Kejaksaan Agung segera memeriksa Direktur Utama dan Direktur Keuangan PT Pupuk Indonesia terkait temuan tersebut.

    “Dugaan ini bukan sekadar opini, melainkan berdasarkan data yang kami peroleh. Oleh karena itu, kami mendesak Kejaksaan Agung, khususnya Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), untuk segera memeriksa Dirut dan Direktur Keuangan PT Pupuk Indonesia,” ujar Direktur Eksekutif Etos Indonesia, Iskandarsyah, dikutip Senin (17/3/2024).

    Iskandarsyah menjelaskan bahwa berdasarkan audit independen ditemukan selisih dalam laporan keuangan sebesar Rp8,3 triliun. Temuan itu diperparah dengan adanya rekening yang tidak disajikan dalam neraca, termasuk transaksi tunggal senilai hampir Rp7,98 triliun.

    “Angka tersebut terdiri dari jumlah kas yang dibatasi penggunaannya sebesar Rp707,87 miliar dan penempatan deposito berjangka sebesar Rp7,27 triliun,” ungkapnya.

  • Kasus Ekspor CPO, Hakim Djuyamto Titip Uang dan Emas ke Satpam

    Kasus Ekspor CPO, Hakim Djuyamto Titip Uang dan Emas ke Satpam

    Jakarta, Beritasatu.com – Teka-teki mencuat seputar aksi hakim Djuyamto yang menitipkan sebuah tas misterius kepada satpam Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan sebelum dirinya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap vonis lepas perkara korupsi ekspor crude palm oil (CPO).

    Tas tersebut berisi uang tunai Rp 48 juta dan 39.000 dolar Singapura (SGD), dua unit ponsel, serta cincin bermata hijau. Hal ini diungkap langsung oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum Kejagung) Harli Siregar.

    “Sudah diserahkan oleh satpam, yang di dalamnya ada dua hand phone, uang dolar Singapura 37 lembar kalau tidak salah, dan uang tunai,” kata Harli, Jumat (18/4/2025).

    Meski sudah diterima dan dibuatkan berita acara penyitaan, Harli mengaku belum mengetahui pasti apa motif di balik Djuyamto menitipkan tas tersebut ke satpam. Apakah berkaitan langsung dengan kasus suap vonis ekspor CPO atau ada alasan lain, masih jadi tanda tanya besar.

    “Sebaiknya ditanya ke satpam karena ke kita dia antar dan diterima dibuat berita sitanya,” jelas Harli.

    Kasus ini menjadi perhatian publik seusai Kejaksaan Agung menetapkan tujuh tersangka dalam perkara dugaan suap vonis ekspor CPO, termasuk tiga hakim aktif yaitu Djuyamto, Agam Syarif Baharudin, dan Ali Muhtarom. Selain itu, nama-nama lain, seperti Muhammad Arif Nuryanta, Marcella Santoso, Ariyanto, dan panitera muda Wahyu Gunawan juga turut terseret.

    Publik kini menunggu pengungkapan motif di balik tas misterius Djuyamto, yang bisa saja membuka babak baru dalam pengusutan kasus suap vonis lepas perkara korupsi ekspor CPO.

  • Pengamat Hukum: Kasus Hakim Terima Suap Harus Jadi Pintu Masuk Bersihkan Peradilan – Halaman all

    Pengamat Hukum: Kasus Hakim Terima Suap Harus Jadi Pintu Masuk Bersihkan Peradilan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pengamat hukum Masriadi Pasaribu menyampaikan apresiasi tinggi kepada Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung) yang membongkar praktik suap yang dilakukan hakim di Pengadilan Tipikor.

    Masri mengatakan praktik rasuah oleh hakim yang disebut sebagai ‘wakil tuhan’ sangat berbahaya. 

    Apalagi mereka yang terlibat hakim terpilih khusus menangani perkara korupsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).  

    “Miris jika hakim sudah korup, ini sangat berbahaya bagi sistem hukum dan keadilan. Sebab jelas hakim yang korup dapat mempengaruhi proses pengadilan dan menghasilkan keputusan yang tidak adil,” kata Masri dalam keterangan, Jumat (18/4/2025).

    “Ini sangat memprihatinkan. Hakim Tipikor seharusnya menjadi contoh bagi masyarakat dalam memberantas korupsi, namun jika mereka sendiri yang korup, maka itu dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum,” tambahnya.

    Masri menyebut sejumlah dampak akibat perilaku korup hakim. Pertama rusaknya kepercayaan masyarakat. 

    “Jika hakim Tipikor korup, maka masyarakat dapat kehilangan kepercayaan terhadap sistem hukum dan keadilan,” katanya.

    Akibatnya bisa memunculkan korupsi yang lebih parah, bahkan bisa disebut  
    bentuk kegagalan sistem hukum.

    “Hakim Tipikor korup, maka sistem hukum dapat gagal dalam menjalankan fungsinya untuk memberantas korupsi,” ucapnya.

    Lebih jauh Ketua Pemuda Panca Marga (PPM) ini mengatakan bahwa kasus suap telah mencoreng nama baik lembaga peradilan di Indonesia. 

    Dirinya berharap tak ada lagi oknum hakim yang justru melaksanakan praktik haram dalam menjalankan tugas dan wewenang jabatannya.

    Dia menilai dengan penanganan kasus pembongkaran praktik korupsi dan suap hakim oleh Kejaksaan Agung bisa meningkatkan kepercayaan publik pada lembaga tersebut, bahkan lebih baik ketimbang Polri maupun KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).

    “Dengan dibongkarnya kasus-kasus yang melibatkan hakim sebagai pelaku yang nakal, maka akan membuat kepercayaan publik terhadap hukum dan keadilan meningkat. Hal ini menjadikan lembaga kejaksaan berada di depan KPK dan Polri dalam penanganan korupsi,” tuturnya.

    Diketahui Kejagung menetapkan tujuh tersangka, yakni WG (Wahyu Gunawan) selaku panitera muda perdata Pengadilan Negeri Jakarta Utara, MS selaku advokat, AR selaku advokat, dan MAN (Muhammad Arif Nuryanta) selaku Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

    Selain itu, Kejaksaan Agung juga menetapkan tiga hakim sebagai tersangka. 

    Mereka adalah DJU (Djuyamto), ASB (Agam Syarif Baharuddin), dan AM (Ali Muhtarom).

    Ketujuh tersangka diduga terlibat suap dan/atau gratifikasi terkait dengan putusan lepas (ontslag) perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

     

     

  • Lika-Liku Pemulangan Paulus Tannos, Pertaruhan RI Realisasikan Perjanjian Ekstradisi

    Lika-Liku Pemulangan Paulus Tannos, Pertaruhan RI Realisasikan Perjanjian Ekstradisi

    Bisnis.com, JAKARTA — Upaya ekstradisi buron kasus korupsi proyek pengadaan KTP elektronik (e-KTP) Paulus Tannos dari Singapura ke Indonesia bakal menjadi pertaruhan pemerintah Indonesia dalam merealisasikan perjanjian ekstradisi antara kedua negara.

    Untuk diketahui, Indonesia dan Singapura telah menandatangani perjanian ekstradisi buronan beberapa tahun yang lalu. Perjanjian antara pemerintahan kedua negara lalu disahkan menjadi Undang-Undang (UU) oleh DPR RI pada Desember 2022 lalu.

    Selang sekitar tiga tahun usai disahkan, otoritas Singapura yakni Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) menangkap Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin, pemilik PT Sandipala Artha Putra yang telah ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada kasus e-KTP.

    Tannos sudah dinyatakan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) sejak 18 Oktober 2021. Pada awal 2025 ini, pengusaha Indonesia yang juga memegang kewarganegaraan Guineau-Bissau itu lalu ditahan sementara oleh Singapura.

    Namun, upaya ekstradisi itu masih terganjal dengan proses gugatan yang dilayangkan buron tersebut ke Pengadilan Singapura atas penahanannya.

    Dengan demikian, proses pemulangan Tannos ke Indonesia berpotensi masih akan menempuh jalan yang panjang. Selain sidang perdanan gugatan yang baru akan digelar Juni 2025, pemerintah RI pun tidak menutup kemungkinan masih ada proses yang bakal ditempuh setelah terbitnya putusan atas perkara gugatan tersebut.

    Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum (Dirjen AHU Kemenkum) Widodo menjelaskan Tannos merupakan buron pertama yang akan diekstradisi berdasarkan perjanjian bilateral RI-Singapura.

    Oleh sebab itu, dia mengaku tidak dapat memprediksi berapa lama waktu yang akan dibutuhkan untuk memulangkan Tannos ke Indonesia.

    “Ini praktik yang pertama. Jadi saya tidak tahu. Karena setiap negara berbeda-beda ya. Yang jelas hukum acaranya. Tapi yang jelas tadi, pemerintah Singapura akan terus berupaya untuk membantu pemerintah Indonesia karena adanya perjanjian,” ujarnya kepada wartawan di Kantor Kemenkum, Jakarta, Selasa (15/4/2025).

    Perbedaan yurisdiksi dan sistem hukum Indonesia dan Singapura juga menjadi tantangan untuk upaya pemulangan Tannos. Sebagaimana diketahui, Indonesia menerapkan civil law, sedangkan Singapura memiliki sistem hukum berdasarkan common law.

    Widodo menjelaskan proses yang bergulir saat ini dilakukan pemerintahan Singapura. Salah satunya adalah Attorney General Chambers atau Kejaksaan Singapura.

    Sementara itu, pemerintah Indonesia yang diwakili lintas kementerian/lembaga seperti Kemenkum, Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Polri, Kejaksaan Agung (Kejagung) hingga KPK tidak memiliki yurisdiksi di Singapura. Kemenkum, misalnya, hanya berwenang untuk memfasilitasi penyelesaian kelengkapan dokumen-dokumen yang dibutuhkan pemerintah Singapura.

    Yang bisa dilakukan oleh pemerintah RI, terang Widodo, selain melengkapi dokumen-dokumen yang dibutuhkan, adalah berharap agar pihak Tannos tidak melayangkan banyak perlawanan terhadap proses hukum yang kini bergulir. Setelah persidangan selesai, maka diharapkan proses ekstradisi bisa segera ditetapkan.

    “Jadi, karena ini kan sudah menyangkut yurisdiksi kewenangan hukum nasional Singapura, kita tidak bisa campur tangan. Kita hanya menunggu hasil putusannya,” ucap Widodo.

    Singapura Minta Dokumen Tambahan

    Menteri Hukum Supratman Andi Agtas belum lama ini mengungkap bahwa pihak Attorney General Chambers atau Kejaksaan Singapura meminta agar Indonesia mengirimkan dokumen tambahan yang perlu dilengkapi sebelum persidangan dimulai Juni 2025.

    Dokumen itu diketahui berbentuk affidavit, atau suatu pernyataan tertulis yang dibuat oleh seseorang yang kompeten terhadap suatu objek permasalahan tertentu. Supratman menyebut, dokumen affidavit itu akan dilengkapi oleh pihak KPK, selaku penegak hukum yang menangani kasus Tannos.

    “InsyaAllah sebelum 30 April ini dokumen tersebut akan segera dikirim. [Direktorat] OPHI dalam hal ini itu tetap setiap saat berkomunikasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk sesegera mungkin. Benar-benar setelah 30 April dokumen yang diminta, dokumennya seperti apa? Nanti teman-teman boleh tanyakan ke penyidik ya di KPK,” ujarnya di Kantor Kemenkum, Jakarta, Selasa (15/4/2025).

    Dokumen affidavit itu diketahui berkaitan dengan substansi perkara yang saat ini menjerat Tannos. Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto mengatakan, pihaknya sudah menyiapkan dokumen dimaksud guna kelengkapan proses penuntutan oleh Kejaksaan Singapura.

    Fitroh membenarkan bahwa dokumen affidavit yang dibutuhkan Kejaksaan Singapura dari KPK itu berkaitan dengan substansi perkara yang menjerat Tannos.

    “KPK telah menyiapkan dan mudah-mudahan telah terkirim dokumen dimaksud. Benar berkenaan dengan substansi,” ujarnya melalui pesan singkat kepada Bisnis, Kamis (17/4/2025).

    KPK Usut Aliran Dana ke DPR

    Pada perkembangan perkaranya, lembaga antirasuah kembali mengusut dugaan aliran dana megakorupsi proyek e-KTP itu ke sejumlah politisi DPR. Hal itu kembali didalami penyidik KPK saat memeriksa pengusaha Andi Narogong, Rabu (19/3/2025).

    Andi saat itu diperiksa sebagai saksi untuk Tannos, yang ditetapkan tersangka. “Hasil pemeriksaan Andi Narogong: Commitment fee dari Tannos dan konsorsium ke anggota DPR,” ungkap Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto kepada wartawan, Kamis (20/3/2025).

    Saat ini, KPK masih mengusut dugaan korupsi e-KTP terhadap dua orang tersangka, yakni Tannos dan mantan anggota DPR, Miryam S. Haryani. Berdasarkan catatan Bisnis, hanya Miryam yang belakangan ini sudah kembali diperiksa penyidik KPK.

    Adapun, Tannos dan Miryam adalah dua dari empat orang tersangka baru kasus e-KTP yang ditetapkan pada 2019 silam. Dua tersangka lainnya, yakni Direktur Utama Perum PNRI yang juga Ketua Konsorsium PNRI, Isnu Edhi Wijaya serta Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan Kartu Tanda Penduduk Elektronik, Husni Fahmi telah dieksekusi ke lapas usai mendapatkan putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.

    Pada kasus tersebut, PT Sandipala Arthaputra yang dipimpin Tannos diduga diperkaya Rp145,85 miliar; Miryam Haryani diduga diperkaya US$1,2 juta; manajemen bersama konsorsium PNRI sebesar Rp137,98 miliar dan Perum PNRI diperkaya Rp107,71 miliar; Husni Fahmi diduga diperkaya senilai US$20.000 dan Rp10 juta.

    Lembaga antirasuah turut menduga bahwa tersangka Isnu berkongkalikong dengan Dirjen Dukcapil Kemendagri Irman dan PPK Kemendagri Sugiharto dalam mengatur pemenang proyek.

    Isnu meminta agar perusahaan penggarap proyek ini nantinya bersedia memberikan sejumlah uang kepada anggota DPR dan pejabat Kemendagri agar bisa masuk dalam konsorsium penggarap e-KTP.

    Konsorsium itu adalah Perum PNRI, PT Sandipala Arthaputra, PT LEN Industri, PT Quadra Solution, dan PT Sucofindo. Adapun, pemimpin konsorsium disepakati berasal dari BUMN yaitu PNRI agar mudah diatur karena dipersiapkan sebagai konsorsium yang akan memenangkan lelang pekerjaan penerapan KTP-el.

    Atas perbuatannya, semua tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

    Sebelum penetapan tersangka baru sekitar enam tahun yang lalu, KPK telah menetapkan tersangka hingga membawa sederet pihak ke pengadilan salah satunya mantan Ketua DPR Setya Novanto.

  • Mahfud MD Sebut Pemberantasan Korupsi oleh Kejaksaan Agung Mandek saat Menghadapi Oligarki – Halaman all

    Mahfud MD Sebut Pemberantasan Korupsi oleh Kejaksaan Agung Mandek saat Menghadapi Oligarki – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam), Mahfud MD mengungkapkan pemberantasan korupsi yang dilakukan Kejaksaan Agung mandek saat menghadapi oligarki. 

    Adapun hal itu disampaikan Mahfud MD saat berbicara pada diskusi publik bertajuk enam bulan pemerintahan Prabowo, The Extraordinary, The Good, The Bad, and The Ugly di Jakarta Selatan, Kamis (17/4/2025). 

    “(Pemberantasan) tindak pidana korupsi itu sekarang ini berjalan sudah mulai baik di tingkat bawah. Saya kira kita harus apresiasi juga Kejaksaan Agung dan tidak boleh juga menafikan bahwa peran Pak Prabowo cukup bagus dalam mengungkap korupsi ini,” kata Mahfud MD. 

    Terutama kata Mahfud dalam statement-statement yang dikeluarkan Presiden Prabowo dan ditindaklanjuti oleh Kejaksaan Agung dalam banyak kasus.

    “Tetapi kalau sudah menghadapi dua hal, biasanya berbelok,” kata Mahfud MD. 

    Korupsi itu, dinilainya kena pada tahap tertentu. Kalau sudah menghadapi oligarki, pemilik modal yang diduga punya kaitan dengan pendanaan politik, macet.

    “Kasus pagar laut berhenti padahal korporasinya diungkap lebih dulu daripada lurahnya,” kata Mahfud MD. 

    “Kita baru tahu soal Arsin itu kan sesudah itu ribut karena ada korporasi melakukan itu. Kenapa kok jadi ke orang kecil (ditangkap)? Sesudah masuk ke sini tidak berani,” imbuhnya. 

    Ia lalu menyinggung kasus minyak oplosan di Pertamina. 

    “Pertamina oplosan itu. Berhenti sekarang. Kemana coba sekarang kasusnya? Katanya dulu ada yang lebih besar lagi. Pertamina itu tahun 2018 sampai 2023, kata Jaksa Agung yang 2023 sudah Rp 193 triliun,” lanjut Mahfud MD. 

    Kemudian ia membayangkan jika perkara tersebut diusut sejak 2018 sesuai dengan perintah penyidikan. 

    “Mana sekarang yang 2022 mundur sampai 2012? Tidak ada. Karena itu menyangkut orang-orang yang dikenal sebagai Raja Minyak. Raja Mafia Minyak. Tidak ada sekarang. Semuanya mundur,” terangnya. 

  • Mahfud MD Sebut Korupsi di Peradilan Bertransformasi Menjadi Jaringan Berbahaya: Itu Jorok Sekali – Halaman all

    Mahfud MD Sebut Korupsi di Peradilan Bertransformasi Menjadi Jaringan Berbahaya: Itu Jorok Sekali – Halaman all

    TRIBUNNEWS, JAKARTA – Mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam), Mahfud MD, ikut buka suara soal maraknya kasus korupsi yang melibatkan beberapa hakim pengadilan. 

    Ia menegaskan bahwa praktik korupsi di lembaga peradilan saat ini telah bertransformasi menjadi jaringan berbahaya yang secara serius merusak integritas hukum di Indonesia.

    “Nah justru sekarang juga yang tumbuh adalah korupsi peradilan, itu jorok sekali,” katanya usai diskusi publik bertajuk “Enam Bulan Pemerintahan Prabowo, The Extraordinary, The Good, The Bad, and The Ugly” di Trinity Tower, Jakarta Selatan, Kamis (17/4/2025).

    Lebih lanjut, Mahfud menyinggung soal kasus vonis lepas (onslag) dalam skandal korupsi Crude Palm Oil (CPO) yang baru-baru ini mencuat.

    Modus operandi korupsi kasus ini, menurutnya, melibatkan penggunaan vonis onslag di mana terdakwa dibebaskan dengan alasan perkara perdata, atau dinyatakan tidak terbukti bersalah meskipun bukti tindak pidana korupsi sangat jelas.

    “Ini yang kasus sekarang ini, tiga korporasi, yang kemudian menangkap Hakim Jakarta Selatan, itu kan sudah jelas korupsi, tapi dibebaskan. Dengan apa? Kalau di dalam hukum pidana ada dua cara. Satu, namanya onslag. Jadi kasus ada korupsinya, tapi dibilang bukan korupsi, kasus perdata, jadi dibebaskan tiga korporasi yang ‘makan uang triliunan’ itu. Atau dikatakan tidak terbukti kasus pidananya. Ada dua cara membebaskan itu, onslag atau dikatakan tidak terbukti,” ujarnya.

    Ia mengungkapkan bahwa jaringan kerja sama kasus korupsi ini melibatkan tiga pengadilan, yakni Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, dan Jakarta Utara.

    “Coba bayangkan bahayanya korupsi sekarang, jaringannya di pengadilan itu melibatkan tiga pengadilan. Hakim yang terlibat dalam suap-menyuap itu bersama paniteranya di Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Utara. Jadi ini sudah jaringan di korupsi. Gila ini sangat berbahaya, sangat jorok sekarang,” ujarnya.

    Mahfud menilai respons Mahkamah Agung (MA) terhadap kasus-kasus korupsi selama ini cenderung normatif dan tidak efektif, sehingga menurutnya diperlukan intervensi langsung dari Presiden.

    “Iya sekarang sudah perlu langkah darurat ya. Karena ini situasinya darurat, sehingga perlu keputusan-keputusan darurat, kalau perlu Presiden turun tangan buat Perpu. Bongkar itu semua. Jangan takut-takut, rakyat mendukung.”

    “Karena kalau nunggu Mahkamah Agung memperbaiki selalu kembali ke formalitas. Ini sudah karena kasus yang terakhir itu melibatkan tiga pengadilan. Hakim dan Paniteranya berombongan di situ nerima suap dari tiga korporasi itu. Itu yang sekarang ditemukan oleh Kejaksaan Agung, dan ini darurat,” katanya.

    Sebelumnya, Kejaksaan Agung Republik Indonesia mengungkapkan adanya dugaan suap terhadap tiga orang majelis hakim yang menangani perkara korupsi ekspor CPO atau korupsi minyak goreng.

    Kasus ini sebelumnya disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat dan berakhir dengan putusan vonis lepas (onslag) terhadap tiga korporasi besar, yakni PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group pada 19 Maret 2024.

    Penyidikan oleh Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) kemudian menetapkan tujuh orang sebagai tersangka. 

    Mereka adalah:

    Marcella Santoso (pengacara)
    Ariyanto (Pengacara)
    Muhammad Arif Nuryanta (Mantan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat)
    Wahyu Gunawan (Panitera Muda Perdata)
    Djuyamto (Ketua Majelis)
    Agam Syarif Baharuddin (Hakim Anggota)
    Ali Muhtarom (Hakim Ad Hoc)

    Direktur Penyidikan Jampidsus, Abdul Qohar, menjelaskan bahwa dugaan suap ini bermula ketika Ariyanto menawarkan imbalan Rp 20 miliar kepada Panitera Muda Wahyu Gunawan untuk memengaruhi putusan majelis hakim agar membebaskan ketiga korporasi terdakwa dari jerat hukum.

    Wahyu Gunawan kemudian melaporkan tawaran ini kepada Muhammad Arif Nuryanta, yang kemudian justru menaikkan permintaan suap menjadi Rp 60 miliar.  

    Permintaan fantastis ini disetujui oleh pihak pengacara. 

    Dana suap dalam bentuk dolar Amerika Serikat kemudian berpindah tangan ke Wahyu Gunawan untuk diteruskan kepada Arif Nuryanta. 

    Atas jasanya, Wahyu Gunawan juga disebut menerima “fee” sebesar 50.000 dolar AS.

    Setelah menerima dana, Arif Nuryanta diduga menunjuk tiga hakim, yakni Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom, untuk mengadili kasus ini. 

    Ia juga disinyalir menyerahkan uang tunai sebesar Rp 4,5 miliar dalam bentuk dolar kepada Djuyamto dan Agam Syarif.

    Penyerahan uang yang diduga berkedok biaya membaca berkas ini disertai permintaan Arif agar perkara tersebut ditangani secara khusus. 

    Beberapa waktu kemudian, Arif kembali menyerahkan sekitar Rp18 miliar dalam bentuk dolar kepada Djuyamto, yang kemudian kembali membagikannya kepada kedua rekannya, dengan Agam menerima Rp 4,5 miliar dan Ali Muhtarom berkisar Rp 5 miliar.

    Direktur Penyidikan Jampidsus, Abdul Qohar, menyatakan bahwa seluruh anggota majelis hakim diduga kuat mengetahui tujuan pemberian uang tersebut, yaitu untuk memastikan putusan onslag bagi para terdakwa korporasi CPO. (Grace Sanny Vania)

     

  • DPR Dorong Kejagung Bongkar Menyeluruh Kasus Suap yang Jerat Hakim – Page 3

    DPR Dorong Kejagung Bongkar Menyeluruh Kasus Suap yang Jerat Hakim – Page 3

    Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Gerindra Ahmad Muzani menyatakan Presiden Prabowo Subianto sangat prihatin akan banyaknya hakim terlibat kasus korupsi.

    “Itu yang sejak awal menjadi keprihatinan Presiden Prabowo, bahwa penegakan hukum kita itu selalu menjadi masalah di kemudian hari dan selalu menjadi celah,” kata Muzani di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (17/4/2025).

    Menurut Muzani, Prabowo ingin ada penataan ulang sistem hukum tanah air agar tak ada celah korupsi bagi para penegak hukum, termasuk hakim.

    “Karena itu beliau ingin melakukan penataan terhadap pembangunan hukum sehingga para penegak hukum itu juga orang-orang yang memiliki integritas, orang-orang yang memiliki dedikasi terhadap kesejahteraan negara,” kata dia.

    Ketua MPR RI itu mengatakan, Prabowo ingin pembangunan menyeluruh tanpa terhambat kasus penegak hukum yang KKN.

    “Beliau ingin melakukan pembangunan ini secara menyeluruh Karena itu beliau juga terus ingin mendapatkan masukan dari berbagai macam pihak yang memiliki pandangan dan keinginan yang sama Bagaimana Indonesia ini menjadi negara hukum yang kuat,” pungkasnya.