Kementrian Lembaga: Kejagung

  • 7
                    
                        Kejagung Diminta Lapor Dewan Pers Dulu Sebelum Tersangkakan Direktur JAK TV soal Berita Negatif
                        Nasional

    7 Kejagung Diminta Lapor Dewan Pers Dulu Sebelum Tersangkakan Direktur JAK TV soal Berita Negatif Nasional

    Kejagung Diminta Lapor Dewan Pers Dulu Sebelum Tersangkakan Direktur JAK TV soal Berita Negatif
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –

    Dewan Pers
    menyarankan Kejaksaan Agung melaporkan pemberitaan JAK TV yang diduga memuat narasi dan konten negatif untuk menjatuhkan nama Kejagung kepada Dewan Pers terlebih dahulu.
    “Sebaiknya dibawa dan diadukan dulu ke Dewan Pers dalam ranah etika jurnalistik dalam pembuatan berita,” kata Ketua BPPA Dewan Pers Bambang Santoso saat dihubungi, Selasa (22/4/2025).
    Kejagung justru menersangkakan Direktur Pemberitaan JAK TV Tian Bahtiar karena diduga membuat berita negatif tentang Kejagung dan menerima uang Rp 487 juta. 
    Bambang mengatakan, dengan membuat laporan kepada Dewan Pers, pemberitaan JAK TV maupun kesalahan wewenang akan ditindaklanjuti dalam ranah etika jurnalistik
    “Sebaiknya, kalau ada kesalahan wewenang ada aturannya dan dapat ditindaklanjuti dengan sebagai sengketa pers atau ranah yang lain,” ujarnya.
    Sebelumnya, Kejaksaan Agung mengungkap, Direktur Pemberitaan JAK TV, Tian Bahtiar (TB) menyalahgunakan kewenangannya selaku pimpinan untuk merintangi kerja penyidik dalam mengusut hingga menyidangkan sejumlah kasus korupsi.
    “Ada indikasi dia (Tian) menyalahgunakan kewenangannya selaku jabatannya, Direktur Pemberitaan itu,” ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung Abdul Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Jakarta, Selasa (22/4/2025).
    Qohar mengatakan, Tian membuat konten-konten negatif sesuai pesanan dari advokat sekaligus tersangka Marcella Santoso (MS) dan Junaedi Saibih (JS) atas nama pribadinya.
    “Jadi Tian ini mendapat uang itu secara pribadi. Bukan atas nama sebagai direktur ya, JAK TV ya. Karena tidak ada kontrak tertulis antara perusahaan JAK TV dengan yang para pihak yang akan ditetapkan,” lanjut Qohar.
    Tian disebutkan menerima uang senilai Rp 478.500.000 untuk membuat konten-konten negatif ini.
    “Sementara yang saat ini prosesnya sedang berlangsung di pengadilan dengan biaya sebesar Rp 478.500.000 yang dibayarkan oleh Tersangka MS dan JS kepada TB yang dilakukan dengan cara sebagai berikut,” kata Qohar.
    Konten-konten negatif ini kemudian dipublikasikan oleh Tian ke beberapa medium. Baik itu media sosial dan media online yang terafiliasi dengan JAK TV.
    Salah satu contoh narasi negatif yang dibuat oleh Marcella dan Junaedi adalah soal kerugian keuangan negara dalam sejumlah perkara.
    Padahal, perhitungan kerugian keuangan negara yang disebarkan itu tidak benar dan menyesatkan.
    “Kemudian Tersangka TB menuangkannya dalam berita di sejumlah media sosial dan media online,” lanjut Qohar.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Profil Junaidi Saibih, Advokat dan Dosen Tersangka Kasus Penanganan Perkara CPO

    Profil Junaidi Saibih, Advokat dan Dosen Tersangka Kasus Penanganan Perkara CPO

    Bisnis.com, JAKARTA — Dosen sekaligus Advokat, Junaidi Saibih (JS) telah menjadi tersangka perintangan penyidikan. Junaidi juga tercatat pernah menjadi adovikaf dalam sejumlah kasus korupsi yang ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung).

    Setidaknya, ada beberapa kasus yang dirintangi oleh JS dan dua tersangka lainnya, mulai dari kasus korupsi tata niaga timah di IUP PT Timah, importasi gula Tom Lembong hingga korupsi minyak goreng korporasi.

    Dirdik Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar menjelaskan modus tersangka JS dan Marcella Santoso (MS) dalam perkara ini. Pada intinya, MS dan JS bekerja sama untuk merintangi penyidikan maupun di persidangan melalui narasi negatif.

    Misalnya, MS dan JS telah memesan Direktur Pemberitaan Jak TV Tian Bahtiar (TB) untuk membuat berita negatif yang menyudutkan Kejagung terkait penanganan sejumlah perkara korupsi.

    “Tersangka JS membuat narasi-narasi dan opini-opini positif bagi Tim Pengacara Tersangka MS,” ujar Qohar di Kejagung, Selasa (22/4/2025).

    Selain itu, MS dan JS juga diduga telah membiayai aksi demonstrasi untuk mengganggu proses penyidikan hingga pembuktian di persidangan. Aksi itu kemudian dipublikasikan oleh TB dengan tujuan membuat narasi negatif terhadap kejaksaan.

    Profil Junaidi Saibih

    Berdasarkan situs law.ui.ac.id, Junaedi memperoleh gelar sarjana hukum Bidang Kekhususan Hukum Acara dari di Universitas Indonesia pada 2002.

    Selang tiga tahun kemudian, dia juga memperoleh gelar magister sains dalam bidang Kajian Eropa Bidang Kekhususan Hukum Eropa pada Pasca Sarjana Universitas Indonesia.

    Tak berhenti disitu, Junaidi juga mendapatkan gelar hukum magister di Universitas Canberra Australia pada 2008 dan gelar doktor ilmu hukum di Universitas Andalas pada 2023.

    Selain pendidikan formal itu, Junaedi juga berkesempatan mengikuti pendidikan informal maupun research/teaching Fellow di luar negeri. Misalnya, Summer University Program di Central European University (CEU) di Budapest, Hungaria (2009), hingga research fellows pada Asian Law Institute di National University of Singapore (2017).

    Adapun, dia juga merupakan salah satu pendiri Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) pada 2000. Di MaPPI, Junaidi aktif melakukan penelitian mengenai pemantauan hakim dan peradilan dengan dukungan dari Australian Legal Resources International (ALRI) pada 2002-2003.

    Selain itu, dia juga merupakan salah satu anggota dalam pembaruan Mahkamah Agung (MA) dalam penyusunan cetak biru MA dan tim penyusunan bench book Mahkamah Agung RI pada 2002-2004.

    Selain itu, dia juga tercatat sebagai Sekretaris Jenderal ADPHI, Anggota Dewan Pengurus Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG), Pendiri LKBH Mitra Justitia, Dewan Pengawas Indonesian Judicial Research Society (IJRS) hingga Dewan Kehormatan Daerah DKI Jakarta PERADI (RBA).

  • Apa Itu Obstruction of Justice dan Apakah Membungkam Kebebasan Pers?

    Apa Itu Obstruction of Justice dan Apakah Membungkam Kebebasan Pers?

    Jakarta, Beritasatu.com – Kejaksaan Agung resmi menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan obstruction of justice atau perintangan terhadap proses penegakan hukum, khususnya dalam kasus korupsi besar yang juga menjerat Tian Bahtiar (TB) selaku direktur pemberitaan JakTV.

    Selain mentapkan TB sebagai tersangka, Kejaksaan Agung juga menetapkan dua tersangka lainnya, yakni Marcella Santoso (MS), seorang advokat, serta Junaedi Saibih (JS), yang dikenal sebagai dosen sekaligus advokat.

    Menurut pihak Kejaksaan, kasus ini bermula dari kerja sama antara MS dan JS dalam menyusun serta menyebarluaskan narasi negatif mengenai Kejaksaan Agung. 

    TB diduga diminta untuk menyampaikan informasi tersebut melalui berbagai media, mulai dari siaran televisi, media sosial, hingga platform digital seperti YouTube dan TikTok.

    Tujuan utama dari penyebaran narasi ini adalah untuk membentuk opini publik bahwa proses penyidikan yang tengah berjalan, khususnya dalam kasus korupsi seperti skandal tata niaga timah oleh PT Timah Tbk, impor gula oleh Tom Lembong, dan fasilitas ekspor CPO, tidak sah atau tidak kredibel.

    Tak hanya menyebarkan informasi, ketiganya juga terlibat dalam pendanaan berbagai kegiatan seperti seminar, podcast, talkshow, hingga aksi demonstrasi yang semuanya ditujukan untuk melemahkan citra Kejaksaan.

    Tersangka TB, melalui JakTV, menyiarkan seluruh kegiatan tersebut tanpa persetujuan resmi dari pihak stasiun televisi tempatnya bekerja. Atas tindakannya itu, TB disebut menerima imbalan sebesar Rp 478,5 juta yang langsung ditransfer ke rekening pribadinya.

    Lantas, apa sebenarnya obstruction of justice ini? Apakah dapat dikatakan sebagai tindakan membungkam kebebasan pers? Berikut ulahan lengkapnya!

    Apa Itu Obstruction of Justice?

    Obstruction of justice adalah tindakan yang dilakukan dengan sengaja untuk menghambat, mengganggu, atau mempengaruhi jalannya proses hukum. Tindakan ini bisa terjadi dalam berbagai tahap, mulai dari penyelidikan hingga proses persidangan.

    Dalam konteks hukum pidana, perbuatan ini termasuk ke dalam kategori tindak pidana karena bertujuan menyamarkan fakta, melemahkan alat bukti, serta mengganggu jalannya keadilan demi kepentingan pihak tertentu.

    Dosen Hukum dan Direktur Pusat Studi Konstitusi UIN Raden Mas Said Surakarta menjelaskan bahwa tindakan ini sering kali dilakukan secara manipulatif, misalnya dengan menyebarkan informasi yang menyesatkan, mengintimidasi saksi, hingga menyuap penegak hukum agar suatu perkara bisa disimpangkan.

    Unsur-unsur Obstruction of Justice

    Agar seseorang dapat dijerat dengan pasal obstruction of justice, harus dipenuhi beberapa unsur penting berikut:

    Adanya proses hukum yang sedang berjalan: Tindakan yang dilakukan harus berkaitan dengan suatu proses hukum aktif.Kesadaran pelaku terhadap proses tersebut: Pelaku tahu bahwa tindakannya akan berdampak pada proses hukum yang sedang berlangsung.Niat untuk mempengaruhi jalannya hukum: Tindakan dilakukan dengan sengaja dan memiliki tujuan tertentu, seperti menyelamatkan pihak tertentu dari jeratan hukum.

    Dalam praktik di negara-negara seperti Amerika Serikat, unsur motif menjadi faktor tambahan yang memperkuat tuduhan terhadap pelaku, seperti niat untuk menghindari hukuman atau melindungi orang lain dari konsekuensi hukum.

    Apakah Ini Membungkam Kebebasan Pers?

    Pertanyaan penting yang muncul kemudian adalah, apakah penetapan tersangka terhadap seorang pimpinan media seperti TB dapat dianggap sebagai pembungkaman terhadap kebebasan pers?

    Jawabannya tergantung pada konteks dan fakta hukum yang ada. Kebebasan pers merupakan hak fundamental yang dilindungi undang-undang, namun tidak berarti bahwa insan pers kebal terhadap hukum.

    Jika ada indikasi bahwa media digunakan sebagai alat untuk menyebarkan informasi menyesatkan demi menghalangi proses hukum, maka tindakan tersebut tidak bisa dibenarkan atas nama kebebasan pers.

    Dalam kasus ini, TB diduga tidak hanya menyalahgunakan posisinya, tetapi juga menerima imbalan pribadi dari kegiatan yang ditayangkan, tanpa persetujuan institusi media tempatnya bekerja. Maka, yang dipersoalkan bukanlah kebebasan pers itu sendiri, melainkan pelanggaran terhadap etika dan hukum dalam praktik jurnalistik.

    Dasar Hukum di Indonesia

    Di Indonesia, tindakan obstruction of justice telah memiliki dasar hukum yang jelas. Beberapa peraturan yang mengaturnya antara lain:

    Pasal 221 KUHP, yang mengatur tentang perbuatan menghalangi proses hukum.Pasal 21 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang menyatakan bahwa siapapun yang sengaja menghalangi atau menggagalkan proses penegakan hukum dalam kasus korupsi dapat dikenai hukuman penjara antara 3 hingga 12 tahun dan denda hingga Rp 600 juta.

    Selain dua aturan di atas, ada pula ketentuan lain dalam hukum pidana yang dapat dikenakan jika tindakan tersebut bertujuan untuk menghambat tugas aparat penegak hukum.

    Obstruction of justice bukan sekadar istilah hukum, tetapi tindakan nyata yang bisa mengancam keadilan dan merusak kepercayaan publik terhadap institusi hukum. Oleh karena itu, penting bagi semua pihak, termasuk jurnalis, akademisi, dan advokat, untuk memahami tanggung jawab moral dan hukum dalam setiap aktivitas yang dilakukan.

  • Kejagung Sita 2 Kapal Pesiar dan 3 Mobil Mewah Milik Aryanto Bakri

    Kejagung Sita 2 Kapal Pesiar dan 3 Mobil Mewah Milik Aryanto Bakri

    Bisnis.com, Jakarta — Kejaksaan Agung telah menyita 3 unit mobil dan 2 unit kapal milik tersangka kasus suap Ariyanto Bakri.

    Direktur Penyidikan JAMPidsus Kejaksaan Agung, Abdul Qohar mengemukakan tiga unit kendaraan roda empat yang disita itu telah dibawa ke Kejaksaan Agung untuk diamankan, sementara 2 unit kapal yang disita ditempatkan di Pantai Marina Ancol.

    “Ya tiga mobil dan kita juga mengamankan dua kapal yang di Pantai Marina,” tuturnya di Jakarta, Selasa (22/4/2025) dini hari pagi.

    Berdasarkan pantauan Bisnis.com di lokasi, ada sebanyak lima unit mobil mewah dari berbagai brand, mulai dari Porsche GT3 RS, Mini Cooper GP Edition, Abarth 697, Range Rover Deep Dive, dan Lexus LM 350h.

    Sementara di belakang kelima kendaraan itu terdapat sebuah motor gede Harley Davidson dan 11 sepeda berbagai jenis.

    Sebelumnya, Kejaksaan Agung menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi suap penanganan kasus di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

    Direktur Penyidikan JAMPidsus Kejaksaan Agung, Abdul Qohar mengemukakan ketiga tersangka itu adalah Direktur Pemberitaan media Jak TV Tian Bahtiar, lalu Advokat Marcella Santoso dan Dosen Junaidi Saibih.

    Dia juga mengemukakan ketiga tersangka itu bermufakat jahat untuk membentuk opini publik mulai dari penyidikan dan penuntutan terkait kasus korupsi timah, gula dan minyak  goreng (CPO).

    “Tersangka MS (Marcella Santoso) dan JS (Junaidi Saibih) ini mengorder tersangka TB (Tian Bahtiar) untuk membuat berita dan konten negatif yang menyudutkan pihak kejaksaan dalam menangani kasus korupsi,” tuturnya di Kejaksaan Agung Jakarta, Selasa (22/4) dini hari pagi.

  • Kejagung Tetapkan Dua Advokat dan Direktur Pemberitaan JakTV Tersangka Dugaan Perintangan Penyidikan 

    Kejagung Tetapkan Dua Advokat dan Direktur Pemberitaan JakTV Tersangka Dugaan Perintangan Penyidikan 

    PIKIRAN RAKYAT – Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan obstruction of justice atau perintangan penyidikan perkara korupsi tata niaga timah dan impor gula. Tiga tersangka adalah Marcella Santoso (MS) dan Junaidi Saibih (JS) selaku advokat serta Direktur Pemberitaan JakTV, Tian Bahtiar (TB).

    Direktur Penyidikan Jampidsus Abdul Qohar mengungkapkan ketiga tersangka diduga telah melakukan permufakatan jahat untuk merintangi penyidikan, penuntutan, dan persidangan atas kasus korupsi yang sedang ditangani. Ia menyebut, penyidik telah menyita dokumen, barang bukti elektronik seperti ponsel maupun laptop yang diduga digunakan sebagai alat untuk melakukan perintangan penyidikan. 

    “Penyidik Jampidsus Kejagung mendapatkan alat bukti yang cukup untuk menetapkan tiga tersangka,” kata Abdul Qohar dalam konferensi pers, Selasa, 22 April 2025, dini hari.

    Bagaimana Modus Obstruction of Justice?

    Penyidik menemukan bukti bahwa Marcella Santoso (MS), Junaidi Saibih (JS), dan Tian Bahtiar (TB) mengoordinasikan pembuatan serta penyebaran konten-konten negatif yang menyudutkan Kejagung. Adapun Tian menerima Rp478,5 juta dari dua advokat tersebut. 

    “Dengan biaya sebesar Rp478.500.000 yang dibayarkan oleh Tersangka MS dan JS kepada TB,” ucap Abdul Qohar. 

    Abdul Qohar menjelaskan, Marcella Santoso (MS) dan Junaidi Saibih (JS) membiayai kegiatan seminar-seminar, podcast, dan talkshow di beberapa media online, dengan mengarahkan narasi-narasi negatif dalam pemberitaan untuk mempengaruhi pembuktian perkara di persidangan. 

    “Kemudian diliput oleh tersangka TB dan menyiarkannya melalui Jak Tv dan akun-akun official Jak Tv, termasuk di media TikTok dan YouTube,” tutur Abdul Qohar. 

    Lebih lanjut, Abdul Qohar menyebut, Marcella Santoso (MS) dan Junaidi Saibih (JS) Juga membiayai demonstrasi untuk menggagalkan penyidikan, penuntutan, dan pembuktian di persidangan. Lalu, Tian mempublikasikan narasi-narasi demonstrasi tersebut secara negatif.

    “Kemudian, tersangka JS membuat narasi-narasi dan opini-opini positif bagi timnya yaitu MS dan JS, kemudian membuat metodolgi perhitungan kerugian negara dalam penanganan perkara a quo yang dilakukan Kejaksaan adalah tidak benar dan menyesatkan,” ucap Abdul Qohar. 

    Abdul Qohar menuturkan, tindakan Marcella Santoso (MS), Junaidi Saibih (JS), dan Tian Bahtiar (TB) bertujuan membentuk opini publik dengan berita negatif yang menyudutkan Kejaksaan maupun Jampidsus dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi tata niaga timah maupun tata niaga gula saat penyidikan maupun di persidangan yang saat ini sedang berlangsung. 

    “Sehingga kejaksaan dinilai negatif masyarakat, dan perkaranya tidak dilanjuti, atau tidak terbukti di persidangan,” kata Abdul Qohar. 

    “Jadi tujuan mereka jelas dengan membentuk opini negatif, seolah yang ditangani penyidik tidak benar, mengganggu konsentrasi penyidik. Sehingga diharapkan, atau harapan mereka perkaranya dapat dibebaskan atau minimal mengganggu konsentrasi penyidikan,” ucapnya menambahkan.

    Selain itu, lanjut Abdul Qohar, para tersangka juga melakukan perbuatan menghapus beberapa berita, beberapa tulisan yang ada di barang bukti elektronik mereka. Barang bukti tersebut sudah disita penyidik.

    “Sehingga dapat disampaikan bahwa terhadap beberapa hal yang dilakukan tadi, maka termasuk unsur sengaja merusak bukti dalam perkara korupsi. Kedua juga masuk orang yang memberikan informasi palsu atau informasi yang tidak benar selama proses penyidikan,” ujarnya. 

    Pasal yang Disangkakan dan Penahanan

    Ketiga tersangka dijerat dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

    Junaedi Saibih ditahan selama 20 hari ke terhitung mulai hari ini di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung. Kemudian, Tian ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung.

    “Sedangkan tersangka MS tidak dilakukan penahanan karena yang bersangkutan sudah ditahan dalam perkara lain,” kata Abdul Qohar.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Kejagung Bongkar Peran Advokat hingga Direktur Pemberitaan JakTV

    Kejagung Bongkar Peran Advokat hingga Direktur Pemberitaan JakTV

    Jakarta, Beritasatu.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan tiga tersangka, salah satunya Direktur Pemberitaan JAKTV Tian Bahtiar (TB), dalam kasus perintangan penyidikan (obstruction of justice) terhadap penanganan beberapa perkara korupsi besar. Dua tersangka lain adalah advokat Marcella Santoso (MS), dan dosen dan advokat Junaedi Saibih (JS).

    Penyidikan Jampidsus Abdul Qohar mengatakan kasus ini berawal dari kolaborasi antara MS dan JS yang diduga memerintahkan TB menyebarkan narasi negatif terhadap Kejagung. Tujuannya adalah menggiring opini publik agar menilai penyidikan dalam beberapa perkara strategis sebagai tidak sah atau tidak kredibel.

    Perkara yang coba diintervensi antara lain kasus korupsi tata niaga timah oleh PT Timah Tbk (2015–2022), korupsi importasi gula oleh Tom Lembong, dan kasus fasilitas ekspor CPO.

    JS diduga aktif menyusun narasi dan opini publik untuk membela kliennya, sekaligus menciptakan metodologi perhitungan kerugian negara yang menyesatkan, bertujuan melemahkan hasil penyidikan Kejagung. TB kemudian mempublikasikan narasi tersebut melalui berbagai saluran media: televisi, media sosial, YouTube, hingga TikTok.

    Tak hanya itu, ketiganya juga mendanai seminar, podcast, talkshow, dan demonstrasi yang ditujukan untuk membentuk persepsi negatif terhadap Kejaksaan. Semua kegiatan itu diliput dan disiarkan secara luas oleh TB melalui JakTV dan akun medianya, tanpa ada kontrak resmi dari institusi JAKTV, sehingga TB diduga menyalahgunakan jabatannya demi kepentingan pribadi.

    Dari upaya ini, Direktur Pemberitaan JakTV TB menerima imbalan uang sebesar Rp 478.500.000, yang langsung masuk ke rekening pribadinya.

    “Tujuan mereka jelas, membentuk opini publik agar proses hukum yang sedang berjalan terganggu, dan memunculkan anggapan seolah penyidik Kejagung bertindak tidak benar,” ujar Qohar.

    Kejagung telah mengamankan sejumlah barang bukti yang didapat dari penggeledahan di beberapa tempat. 

    “Penyidik melakukan penyitaan di beberapa tempat yang pada siang tadi dilakukan penggeledahan. Dalam penggeledahan ini, penyidik telah menyita dokumen, BBE, baik berupa HP maupun laptop yang diduga sebagai alat yang digunakan untuk melakukan kejahatan,” ujar Abdul Qohar. 

    Ketiga tersangka dijerat Pasal 21 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Untuk proses hukum, MS sudah ditahan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi suap dan gratifikasi kepada hakim yang menyidangkan perkara korporasi minyak goreng. 

    Sementara, JS dan Direktur Pemberitaan JakTV TB ditahan di Rutan Salemba Kejagung selama 20 hari ke depan.

  • Jadi Tersangka, Dirut Pemberitaan JakTV Sebar Berita Negatif Kejagung

    Jadi Tersangka, Dirut Pemberitaan JakTV Sebar Berita Negatif Kejagung

    Jakarta, Beritasatu.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan tiga tersangka dalam kasus perintangan penyidikan dan penuntutan (obstruction of justice). Dari ketiga tersangka, satu di antaranya adalah Direktur Pemberitaan JakTV Tian Bahtiar (TB).

    Dua orang lainnya adalah advokat Marcella Santoso (MS) dan dosen Junaedi Saibih (JS). 

    Direktur Penyidikan Jampidsus Abdul Qohar mengatakan para tersangka diduga melakukan pemufakatan jahat untuk menghalangi penanganan beberapa kasus korupsi besar, termasuk korupsi tata niaga timah di IUP PT Timah Tbk (2015–2022), korupsi importasi gula oleh tersangka Tom Lembong, dan kasus pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO).

    Pengungkapan kasus bermula dari pengembangan perkara suap dalam putusan lepas fasilitas ekspor CPO di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Terungkap MS dan JS memerintahkan TB untuk menyebarkan berita-berita negatif tentang penyidik Kejagung melalui berbagai media, termasuk JakTV, dengan imbalan Rp 478,5 juta yang diterima secara pribadi oleh TB.

    Selain menyebarkan berita, TB juga mendanai demonstrasi, seminar, podcast, dan talkshow yang menyudutkan Kejaksaan.

    Ketiga tersangka dijerat Pasal 21 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Saat ini, JS dan MS ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejagung selama 20 hari, sementara Direktur Pemberitaan JakTV TB tidak ditahan karena sudah lebih dahulu ditahan dalam kasus lain.

  • Kejagung Tahan Dosen dan Direktur TV Swasta, Ini Perannya

    Kejagung Tahan Dosen dan Direktur TV Swasta, Ini Perannya

    Bisnis.com, Jakarta — Kejaksaan Agung (Kejagung) menahan Direktur Pemberitaan Jak TV Tian Bahtiar dan dosen Junaidi Saibih. Keduanya adalah tersangka kasus perintangan penyidikan dalam perkara suap hakim perkara ekspor CPO.

    Direktur Penyidikan JAMPidsus Kejaksaan Agung, Abdul Qohar mengatakan bahwa kedua tersangka itu langsung ditahan 20 hari ke depan mulai hari ini Senin 21 April 2025 di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung. 

    Sementara itu, kata Qohar, untuk tersangka Advokat Marcella Santoso sudah ditahan lebih dulu terkait dengan perkara suap atau gratifikasi hakim PN Jakarta Pusat.

    Sesuai KUHAP, penahanan terhadap para tersangka dilakukan oleh penyidik agar tersangka tidak melarikan diri, pengaruhi saksi dan menghilangkan barang bukti yang bisa menggangu proses penyidikan.

    “Jadi untuk dua tersangka ini langsung kami tahan selama 20 hari ke depan untuk kepentingan penyidikan di rutan Salemba cabang Kejagung,” tuturnya di Kejaksaan Agung, Selasa (22/4/2025) dini hari pagi.

    Dia menjelaskan ketiga tersangka tersebut dijerat dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi yang telah diubah ke Nomor 2 Tahun 2021 Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP

    “Ketiganya telah melakukan pemufakatan jahat untuk merintangi penyidikan hingga penuntutan dengan mempengaruhi opini publik,” katanya.

    Penetapan Tersangka

    Sebelumnya, Kejaksaan Agung menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi suap penanganan kasus di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

    Direktur Penyidikan JAMPidsus Kejaksaan Agung, Abdul Qohar mengemukakan ketiga tersangka itu adalah Direktur Pemberitaan media Jak TV Tian Bahtiar, lalu Advokat Marcella Santoso dan Dosen Junaidi Saibih.

    Dia juga mengemukakan ketiga tersangka itu bermufakat jahat untuk membentuk opini publik mulai dari penyidikan dan penuntutan terkait kasus korupsi timah, gula dan minyak goreng (CPO).

    “Tersangka MS (Marcella Santoso) dan JS (Junaidi Saibih) ini mengorder tersangka TB (Tian Bahtiar) untuk membuat berita dan konten negatif yang menyudutkan pihak kejaksaan dalam menangani kasus korupsi,” tuturnya di Kejaksaan Agung Jakarta, Selasa (22/4) dini hari pagi.

    Qohar juga menjelaskan tersangka Direktur Pemberitaan Jak TV Tian Bahtiar tersebut menerima uang dari dua tersangka lainnya sebesar Rp478.500.000 untuk merintangi dan menghalangi proses penyidikan hingga penuntutan di pengadilan.

    “Tersangka menggunakan uang itu untuk menyelenggarakan dan membiayai kegiatan seminar, podcast dan roadshow benerapa media online dengan pemberitaan negatif untuk pengaruhi persidangan, termasuk di media tiktok dan youtube,” katanya.

  • Jadi Saksi, OC Kaligis Bantah Terlibat Kasus Ronald Tannur

    Jadi Saksi, OC Kaligis Bantah Terlibat Kasus Ronald Tannur

    Bisnis.com, JAKARTA — Pengacara Otto Cornelis Kaligis atau OC Kaligis membantah terlibat dalam perkara suap vonis bebas Ronald Tannur.

    Hal tersebut disampaikan OC saat dihadirkan sebagai saksi dengan terdakwa Zarof Ricar hingga Lisa Rachmat di PN Tipikor, Jakarta, Senin (21/4/2025).

    Mulanya, jaksa membahas soal temuan nama OC saat penggeledahan rumah terdakwa kasus Ronald Tannur oleh penyidik Jampidsus Kejagung RI.

    OC kaligis kemudian mengungkap bahwa temuan namanya itu berkaitan dengan perkara lain. Kala itu, OC tengah menjadi lawan dari Lisa Rachmat.

    “Jadi kalau OC kasasi tim itu kebetulan pada waktu saya mengajukan memori kasasi terhadap perkara yang lagi berjalan di PN Jakut, di mana pada waktu itu karena saya melihat hakimnya memihak saya melaporkan hakim yang bersangkutan ke ketua muda bidang pengawasan pada waktu itu,” ujar OC di sidang.

    Mendengar jawaban itu, hakim kembali mengonfirmasi atas keterlibatan OC Kaligis di kasus suap hakim vonis bebas Ronald Tannur. Namun, OC menegaskan bahwa dirinya tidak pernah terlibat.

    “Untuk perkara Ronald Tannur apakah saksi terlibat?” tanya jaksa.

    “Sama sekali tidak,” jawab OC.

    “Tadi saksi klarifikasi juga bahwa ini bukan Ronald Tannur tapi perkara kasasi saksi?” tanya jaksa.

    “Iya [yang di PN Jakut],” jawab OC lagi.

    Kasus Suap PN Jaksel

    Di sisi lain, Kejagung mengungkap bahwa kasus dugaan suap Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) Muhammad Arif Nuryanta berawal dari temuan saat menyidik kasus Ronald Tannur.

    Kapuspenkum Kejagung RI Harli Siregar mengatakan kasus suap ketua PN Jaksel tersebut terungkap dari temuan penyidik dari barang bukti atas perkara vonis bebas Ronald Tannur di PN Surabaya.

    Dalam barang bukti itu, kata Harli, telah ditemukan bahwa nama tersangka sekaligus advokat Marcella Santoso (MS) disinggung dalam barang bukti elektronik.

    “Ketika dalam penanganan perkara di Surabaya, ada juga informasi soal itu. Soal nama MS itu dari barang bukti elektronik,” ujarnya di Kejagung, Sabtu (12/4/2025) malam.

    Kemudian, bukti itu berkembang sampai pada akhirnya penyidik menemukan bukti terkait dengan kepengurusan kasus pemberian fasilitas ekspor minyak goreng kepada tiga perusahaan. 

    Tiga grup korporasi minyak goreng, yakni Wilmar Group, Permata Hijau Group, Musim Mas Group. Vonis ketiganya berlangsung pada (19/3/2025).

    Pada intinya, kata dia, hakim telah memberikan putusan lepas atau onslag pada perkara tersebut. Artinya, meskipun terdakwa sudah terbukti melakukan perbuatan dalam dakwaan primer, namun hakim menyatakan bahwa perbuatan itu tidak masuk dalam perbuatan pidana.

    Dengan demikian, tiga group korporasi itu dibebaskan dari tuntutan jaksa yang meminta agar ketiganya dibebankan uang pengganti dan denda pada kasus korupsi dan suap perusahaan migor tersebut.

    “Kan penyidik setelah putusan onslag ya tentu menduga ada indikasi tidak baik, ada dugaan tidak murni onslag itu,” pungkas Harli.

    Sekadar informasi, Kejagung telah menetapkan empat tersangka mulai dari Ketua PN Jaksel Muhammad Arif Nuryanta (MAN); Panitera Muda Perdata pada PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan ; serta dua pengacara atau advokat bernama Marcella Santoso (MR) dan Aryanto (AR).

  • 6
                    
                        Kongkalikong Advokat dan Direktur JAKTV Halangi Kerja Kejagung: Bikin Demo Bayaran dan Konten Negatif
                        Nasional

    6 Kongkalikong Advokat dan Direktur JAKTV Halangi Kerja Kejagung: Bikin Demo Bayaran dan Konten Negatif Nasional

    Kongkalikong Advokat dan Direktur JAKTV Halangi Kerja Kejagung: Bikin Demo Bayaran dan Konten Negatif
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –

    Kejaksaan Agung
    (Kejagung) mengumumkan adanya upaya perintangan penyidikan dalam tiga kasus korupsi, yakni tata niaga timah, impor gula, dan vonis lepas ekspor CPO pada Selasa (22/4/2025).
    Kejagung menemukan upaya perintangan penyidikan pada tiga kasus korupsi tersebut dari hasil pengembangan penyelidikan dugaan suap vonis lepas korupsi ekspor CPO.
    “Dalam perkembangan itu kami menemukan beberapa dokumen sebagai bentuk laporan pertanggungjawaban terkait apa yang dilakukan oleh para tersangka,” ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung, Abdul Qohar, dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Jakarta, Selasa.
    Kejagung tidak menjelaskan secara terang keterangan tersangka atau saksi mana yang menjadi dasar adanya upaya perintangan penyidikan.
    Meski demikian, saat upaya tersebut terendus, penyidik langsung melakukan penggeledahan di sejumlah tempat pada Senin (21/4/2025).
    Berdasarkan penggeledahan dan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi, Kejagung menetapkan tiga orang tersangka.
    Mereka adalah Marcella Santoso (MS) selaku advokat, Junaedi Saibih (JS) selaku advokat, dan
    Tian Bahtiar
    (TB) selaku Direktur Pemberitaan JAK TV.
    Dalam konferensi pers tersebut, Kejagung mengungkapkan Direktur Pemberitaan JAK TV, Tian Bahtiar (TB), menyalahgunakan kewenangannya selaku pimpinan untuk merintangi kerja penyidik dalam mengusut hingga menyidangkan sejumlah kasus korupsi.
    “Ada indikasi dia (Tian) menyalahgunakan kewenangannya selaku jabatannya, Direktur Pemberitaan itu,” ujar Qohar.
    Dia mengatakan, Tian Bahtiar membuat konten-konten negatif sesuai pesanan dari advokat sekaligus tersangka Marcella Santoso (MS) dan Junaedi Saibih (JS) atas nama pribadinya.
    Kejagung juga menemukan tidak ada kontrak kerja sama antara JAK TV dengan para pengacara ini untuk membuat konten-konten negatif yang bertujuan untuk menjatuhkan nama Kejaksaan Agung.
    “Jadi Tian ini mendapat uang itu secara pribadi. Bukan atas nama sebagai direktur JAK TV. Karena tidak ada kontrak tertulis antara perusahaan JAK TV dengan para pihak yang akan ditetapkan,” kata Qohar.
    Tian disebutkan menerima uang senilai Rp 478.500.000 untuk membuat konten-konten negatif ini.
    “Sementara yang saat ini prosesnya sedang berlangsung di pengadilan dengan biaya sebesar Rp 478.500.000 yang dibayarkan oleh tersangka MS dan JS kepada TB yang dilakukan dengan cara sebagai berikut,” tuturnya.
    Konten-konten negatif ini kemudian dipublikasikan oleh Tian ke beberapa medium, baik itu media sosial maupun media online yang terafiliasi dengan JAK TV.
    Salah satu contoh narasi negatif yang dibuat oleh Marcella dan Junaedi adalah soal kerugian keuangan negara dalam sejumlah perkara.
    Padahal, kata Qohar, perhitungan kerugian keuangan negara yang disebarkan itu tidak benar dan menyesatkan.
    “Kemudian tersangka TB menuangkannya dalam berita di sejumlah media sosial dan media online,” lanjutnya.
    Dalam perintangan penyidikan ini, dua advokat, yakni Marcella Santoso (MS) dan Junaedi Saibih (JS), diduga membiayai aksi demo dan acara diskusi untuk menciptakan narasi negatif demi menjatuhkan nama Kejaksaan Agung.
    “Tersangka MS dan JS membiayai demonstrasi-demonstrasi dalam upaya untuk menggagalkan penyidikan, penuntutan, dan pembuktian perkara a quo (tersebut) di persidangan sementara berlangsung,” kata Qohar.
    Demonstrasi tersebut, kata dia, diliput oleh JAK TV atas perintah Tian Bahtiar (TB).
    Tak hanya itu, Marcella Santoso (MS) dan Junaedi Saibih (JS) diduga membiayai sejumlah kegiatan untuk menggiring opini publik terhadap fakta hukum yang dibahas di persidangan.
    “Tersangka MS dan tersangka JS menyelenggarakan dan membiayai kegiatan seminar-seminar, podcast, dan
    talkshow
    di beberapa media online, dengan mengarahkan narasi-narasi yang negatif dalam pemberitaan untuk mempengaruhi pembuktian perkara di persidangan,” lanjut Qohar.
    Acara-acara ini juga diliput oleh Tian dan disebarkan melalui JAK TV, baik itu media sosial maupun kanal YouTube.
    Penyidik menduga, tindakan ketiga tersangka ini sengaja untuk membuat opini negatif terhadap Kejaksaan Agung.
    “Yang menyudutkan Kejaksaan maupun Jampidsus dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi tata niaga timah maupun tata niaga gula, baik saat penyidikan maupun di persidangan yang saat ini sedang berlangsung, sehingga Kejaksaan dinilai negatif oleh masyarakat, dan perkaranya tidak dilanjutkan, atau tidak terbukti di persidangan,” imbuh Qohar.
    Para tersangka disangkakan Pasal 21 Undang-Undang tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah Undang-Undang nomor 21 tahun 2021 jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
    Ketiga tersangka langsung ditahan selama 20 hari ke depan di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Agung.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.