Kementrian Lembaga: Kejagung

  • Kasus Korupsi Satelit, Kejagung Limpahkan Laksda Leonardi Cs ke JPU

    Kasus Korupsi Satelit, Kejagung Limpahkan Laksda Leonardi Cs ke JPU

    Bisnis.com, JAKARTA — Tim penyidik koneksitas Jampidmil telah melimpahkan tiga tersangka dan barang bukti alias tahap II ke jaksa penuntut umum (JPU) koneksitas.

    Dirtindak Jampidmil, Brigjen TNI Andi Suci mengatakan pelimpahan ini dilakukan karena berkas perkara eks Kepala Badan Sarana Pertahanan, Laksda (Purn) Leonardi Dkk telah dinyatakan lengkap.

    “Tim Penyidik Koneksitas pada Jampidmil telah melakukan penyerahan tersangka dan Barang Bukti dalam perkara Koneksitas adanya dugaan tindak pidana korupsi pada proyek pengadaan satelit slot orbit 123,” ujar Andi di Kejagung, Senin (1/12/2025).

    Dia menambahkan, tiga tersangka yang dilimpahkan yaitu Leonardi; CEO Navayo International AG, Gabor Kuti Szilard (GK); dan perantara proyek satelit, Anthony Thomas van der Hayden (ATVDH).

    Dari tiga tersangka yang dilimpahkan itu, hanya Gabor yang dinyatakan in absentia. Sebab, Gabor tidak pernah menghadiri pemeriksaan, berstatus buronan dan Red Notice Interpol.

    “Tersangka GK, CEO Navayo International AG, masih DPO, status sudah proses Red Notice Interpol, pelimpahan tahap kedua secara in absentia,” imbuhnya.

    Adapun, kasus ini berkaitan dengan dugaan korupsi proyek pengadaan satelit slot orbit 123 BT pada Kementerian Pertahanan (Kemenhan) periode 2012-2021.

    Pada intinya, dalam perkara pengadaan itu terdapat dugaan pelanggaran karena kontrak yang dilakukan tidak didasarkan pada ketentuan pengadaan barang dan jasa.

    Kemudian, penunjukan Navayo International AG sebagai pihak kedua diduga dilakukan tanpa melalui proses pengadaan barang dan jasa. 

    Sementara itu, barang yang telah diterima juga tidak dapat dipergunakan sebagaimana mestinya karena tidak sesuai dengan spek yang dibutuhkan.

    Atas perbuatannya itu, para tersangka dipersangkakan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 UU No.31/1999 Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

     

  • Pembelaan Laksda Leonardi di Kasus Korupsi Satelit: Atas Perintah Atasan

    Pembelaan Laksda Leonardi di Kasus Korupsi Satelit: Atas Perintah Atasan

    Bisnis.com, JAKARTA — Laksamana Muda atau Laksda (Purn) TNI, Leonardi menyatakan sejumlah pembelaan atas kasus dugaan korupsi satelit slot orbit 123° BT di Kemhan periode 2012-2021.

    Leonardi selaku Kepala Badan Pertahanan pada Kemenhan tahun 2015-2017 menegaskan bahwa dirinya hanya menjalankan perintah atasannya saat melakukan pengadaan satelit tersebut.

    Dia menambahkan, pengadaan satelit itu juga terlebih dahulu telah dilakukan rapat terbatas (ratas) di depan kepala negara alias presiden pada 2015.

    “Yang pertama, saya melaksanakan perintah atasan. Dan atasan saya sudah melaksanakan rapat terbatas di depan Presiden dengan program ini,” ujarnya saat dilimpahkan di Kejagung, Senin (1/12/2025).

    Dia menambahkan, dirinya tidak pernah menerima sepeser pun dalam pengadaan ini. Oleh sebab itu, dia membantah bahwa dirinya melakukan korupsi.

    Terlebih, kata Leonardi, dalam program ini negara sama sekali belum mengeluarkan anggaran. Dengan demikian, dalam perkara ini tidak ditemukan kerugian negara.

    “Belum ada negara membayar, belum ada keluar anggaran sama sekali sehingga tidak ada kerugian negara,” pungkasnya.

    Di lain sisi, Kapuspenkum Kejagung RI, Anang Supriatna mengatakan dalam kasus ini Leonardi telah mengadakan kontrak dengan Bos Navayo Internasional AG, Gabor Kuti.

    Perjanjian ini berkaitan dengan penyediaan terminal pengguna jasa dan peralatan senilai USD 34.194.300 dan berubah menjadi USD 29.900.000.

    Namun, kontrak dalam perjanjian itu dinilai tidak didasarkan pada ketentuan pengadaan barang dan jasa yaitu penunjukan Navayo tanpa melalui proses pengadaan barang dan jasa.

    Dalam perjanjian itu, barang yang telah diterima tidak dapat dipergunakan karena tidak sesuai dengan spek yang dibutuhkan proyek satelit. Atas perkara ini, negara dinilai dirugikan sebesar Rp306,8 miliar.

    “Kerugian keuangan negara dalam perkara ini berdasarkan ahli BPKP dan didukung oleh ahli keuangan negara adalah sebesar USD 21.384.851,89 atau Rp306.829.854.917,72,” tutur Anang dalam keterangan tertulis, Senin (1/12/2025).

  • Kejagung Beberkan Alasan Cabut Status Cekal Bos Djarum di Kasus Pajak

    Kejagung Beberkan Alasan Cabut Status Cekal Bos Djarum di Kasus Pajak

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) menjelaskan alasan pihaknya mencabut pencekalan terhadap Bos Djarum Victor Rachmat Hartono.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung RI Anang Supriatna mengatakan alasan dicabutnya pencekalan itu lantaran Victor bersikap kooperatif. 

    Dia menjelaskan indikator Victor kooperatif itu karena telah memberikan informasi yang diperlukan penyidik dalam kasus dugaan korupsi terkait manipulasi pembayaran pajak periode 2016-2020.

    “Sudah [kooperatif] memberikan informasi-informasi,” ujarnya di Kejagung, Senin (1/12/2025).

    Di samping itu, Anang belum mengemukakan nasib pencekalan terhadap pihak lain seperti eks Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi hingga Pemeriksa Pajak Muda Direktorat Jenderal Pajak Karl Layman.

    “Yang jelas informasi yang saya dapat dari penyidik hanya terhadap bersangkutan dulu ya, itu saja,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, kasus ini berkaitan dengan dugaan manipulasi terkait pembayaran pajak oleh wajib pajak atau perusahaan oleh Ditjen Kemenkeu periode 2016-2020.

    Modusnya, oknum pada Ditjen Pajak diduga melakukan kongkalikong dengan wajib pajak dengan modus memperkecil pembayaran pajak dari wajib pajak atau perusahaan. Setelah itu, oknum pada Ditjen Pajak mendapatkan keuntungan atau imbalan.

    Adapun, penyidik juga telah melakukan penggeledahan di delapan titik wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) pada Minggu (23/11/2025).

    Dari penggeledahan itu, penyidik telah menyita satu Toyota Alphard, dua motor gede (Moge) dan dokumen terkait dengan perkara pajak ini.

  • Pencekalan Bos Djarum Dicabut, Bagaimana Status Cekal Eks Dirjen Pajak Ken Dkk?

    Pencekalan Bos Djarum Dicabut, Bagaimana Status Cekal Eks Dirjen Pajak Ken Dkk?

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) menjelaskan soal nasib status cekal empat orang lain setelah Bos Djarum Victor Rachmat Hartono dicabut.

    Selain Victor, Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Ken Dwijugiasteadi; Karl Layman selaku pemeriksa pajak muda di Direktorat Jenderal Pajak; Ning Dijah Prananingrum selaku Kepala KPP Madya Dua Semarang; Heru Budijanto Prabowo selaku konsultan pajak juga turut dicekal dalam perkara ini.

    Dalam hal ini, Anang mengaku baru mendapatkan informasi bahwa Bos Djarum, Victor menjadi satu-satunya pihak yang telah dicabut pencekalannya.

    “Yang jelas informasi yang saya dapat dari penyidik hanya terhadap bersangkutan dulu ya, itu saja,” ujar Anang di Kejagung, Senin (1/12/2025).

    Dia menjelaskan cekal maupun pencabutan cekal merupakan kewenangan penyidik. Salah satu indikator dicabutnya pencekalan itu yakni seseorang dinilai kooperatif.

    Penyidik, kata Anang, menilai bahwa Victor telah kooperatif dalam proses hukum kasus dugaan manipulasi pajak periode 2016-2022. Indikator kooperatif itu adalah telah memberikan informasi kepada penyidik.

    “Itu kewenangan dari tim penyidik, subjektif batas dari penyidik seperti apa nantinya,” imbuhnya.

    Di samping itu, Anang juga menekankan bahwa seluruh pihak yang dicekal itu masih berstatus sebagai saksi.

    “Masih sebagai saksi semua, belum ada penetapan tersangka semua masih sebagai saksi,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, kasus ini berkaitan dengan dugaan manipulasi terkait pembayaran pajak oleh wajib pajak atau perusahaan oleh Ditjen Kemenkeu periode 2016-2020.

    Modusnya, oknum pada Ditjen Pajak diduga melakukan kongkalikong dengan wajib pajak dengan modus memperkecil pembayaran pajak dari wajib pajak atau perusahaan. Setelah itu, oknum pada Ditjen Pajak mendapatkan keuntungan atau imbalan.

    Adapun, penyidik juga telah melakukan penggeledahan di delapan titik wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) pada Minggu (23/11/2025).

    Dari penggeledahan itu, penyidik telah menyita satu Toyota Alphard, dua motor gede (Moge) dan dokumen terkait dengan perkara pajak ini.

     

  • Alasan Kejagung Cabut Surat Pencekalan Bos Djarum Victor Hartono

    Alasan Kejagung Cabut Surat Pencekalan Bos Djarum Victor Hartono

    Bisnis.com, JAKARTA — Sikap kooperatif selama proses penyidikan menjadi alasan utama Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi mencabut status pencegahan ke luar negeri terhadap Direktur Utama PT Djarum Victor Rachmat Hartono.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Anang Supriatna mengonfirmasi bahwa penyidik telah mengajukan permohonan pencabutan surat pencekalan tersebut.

    Menurutnya, keputusan ini diambil setelah penyidik mempertimbangkan itikad baik yang ditunjukkan Victor dalam perkara dugaan korupsi terkait perpajakan tahun 2016–2020.

    “Benar, terhadap yang bersangkutan telah dimintakan pencabutan oleh penyidik. Dikarenakan menurut penyidik yang bersangkutan kooperatif,” ujar Anang saat dihubungi Bisnis, Sabtu (29/11/2025).

    Sebelumnya, Victor masuk dalam daftar pihak yang dicegah ke luar negeri untuk kepentingan penyidikan. Namun, penilaian penyidik terhadap tingkat kepatuhan Victor dalam menjalani pemeriksaan mengubah status hukum tersebut.

    Anang belum memberikan perincian mengenai nasib empat pihak lain yang sebelumnya turut diajukan cegah dalam pusaran kasus ini.

    Sebagai informasi, selain Victor, Kejagung juga mencegah mantan Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Ken Dwijugiasteadi, Pemeriksa Pajak Muda Direktorat Jenderal Pajak Karl Layman, Kepala KPP Madya Dua Semarang Ning Dijah Prananingrum, serta konsultan pajak Heru Budijanto Prabowo.

    Di sisi lain, manajemen PT Djarum sebelumnya telah menegaskan komitmen perusahaan terhadap proses hukum yang berjalan. Corporate Communications Manager Djarum Budi Darmawan memastikan bahwa Victor Hartono, yang masih menjabat sebagai Chief Operating Officer, dan perusahaan akan senantiasa menghormati prosedur hukum.

    “Kami menghormati, patuh, dan taat hukum. Kami akan mengikuti sesuai prosedur,” tutur Budi.

  • Kejagung Cabut Pencegahan Bos Djarum ke Luar Negeri karena Kooperatif

    Kejagung Cabut Pencegahan Bos Djarum ke Luar Negeri karena Kooperatif

    Jakarta

    Kejaksaan Agung (Kejagung) mencabut permohonan pencegahan Direktur Utama PT Djarum Victor Rachmat Hartono ke luar negeri. Padahal sejak 14 November 2025 lalu, Victor telah dicegah bepergian ke luar negeri terkait kasus dugaan korupsi pajak pada 2016-2020.

    “Benar, terhadap yang bersangkutan telah dimintakan pencabutan (pencegahan ke luar negeri),” kata Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna saat dikonfirmasi, Sabtu (29/11/2025).

    Anang belum menjelaskan alasan lebih rinci terkait alasan pencabutan pencegahan terhadap Victor. Dia hanya mengatakan bahwa Victor kooperatif dimata penyidik.

    “Dikarenakan menurut penyidik yang bersangkutan kooperatif,” lanjut dia.

    Eks Kajari Jakarta Selatan itu juga belum membeberkan kapan tepatnya pencabutan dilakukan. Termasuk saat ditanya apakah Victor telah diperiksa dalam kasus itu atau belum.

    Diberitakan sebelumnya, Kejagung mencegah lima orang bepergian ke luar negeri terkait kasus dugaan korupsi pajak pada 2016-2020. Dua diantaranya adalah mantan Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi dan Direktur Utama PT Djarum Victor Rachmat Hartono.

    Nama-nama pihak yang dicegah disampaikan Plt Dirjen Imigrasi Yuldi Yusman. Yudi mengatakan pengajuan pencegahan ke luar negeri itu diajukan Kejagung.

    Total ada lima orang yang dicegah ke luar negeri sejak 14 November 2025 hingga enam bulan ke depan. Lima orang yang dicegah itu adalah:

    1.⁠ ⁠Ken Dwijugiasteadi selaku mantan Dirjen Pajak Kementerian Keuangan
    2.⁠ ⁠Direktur Utama PT Djarum Victor Rachmat Hartono
    3.⁠ ⁠Karl Layman
    4.⁠ ⁠Heru Budijanto Prabowo
    5.⁠ ⁠Bernadette Ning Dijah Prananingrum

    Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna membenarkan bahwa 5 nama tersebut dicegah.

    “Benar, Kejaksaan Agung sudah meminta pencekalan terhadap beberapa pihak tersebut dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi memperkecil kewajiban pembayaran perpajakan perusahaan atau wajib pajak pada 2016-2020 oleh oknum/pegawai pajak pada Direktorat Pajak Kementerian Keuangan Republik Indonesia,” kata Anang saat ditanya perihal nama-nama tersebut.

    “Ia (kelimanya saksi),” ucap Anang.

    Kejagung Usut Kasus Dugaan Korupsi Pajak

    Kejagung memang tengah mengusut dugaan suap di balik permainan pajak yang diduga dilakukan salah satu oknum pegawai di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) pada 2016-2020. Kejagung belum benar-benar mengungkap perkara itu meski sudah melakukan sejumlah penggeledahan.

    “(Modusnya) memperkecil kewajiban pembayaran perpajakan perusahaan atau wajib pajak 2016-2020 oleh oknum pegawai pajak,” kata Anang Supriatna.
    Anang belum mengungkap perusahaan mana yang menjadi wajib pajak tersebut.

    Yang jelas, menurut Anang, ada imbalan atau suap yang ditujukan kepada si oknum pegawai pajak itu untuk ‘memainkan’ besaran pajak yang seharusnya dibayarkan perusahaan itu.

    “Dia ada kompensasi untuk memperkecil. Kalau ini kan maksudnya ada kesepakatan dan ada pemberian itu, suaplah. Memperkecil (pembayaran pajak) dengan tujuan tertentu terus ada pemberian,” tutur Anang.

    Kasus ini sudah naik ke tahap penyidikan. Namun jaksa belum membeberkan detail duduk perkaranya.

    Halaman 2 dari 2

    (ond/maa)

  • Resmi! Kejagung Cabut Surat Pencekalan Bos Djarum Victor Hartono

    Resmi! Kejagung Cabut Surat Pencekalan Bos Djarum Victor Hartono

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi mencabut surat pencekalan terhadap Direktur Utama PT Djarum Victor Rachmat Hartono.

    Sebelumnya Victor masuk dalam list pihak yang dicekal oleh Kejagung dalam proses penyidikan perkara dugaan korupsi terkait perpajakan tahun 2016-2020. 

    Kabar tersebut telah dikonfirmasi langsung oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung RI, Anang Supriatna. “Benar terhadap yang bersangkutan telah dimintakan pencabutan oleh penyidik,” ujar Anang saat dihubungi, Sabtu (29/11/2025) malam.

    Anang menjelaskan penyidik memutuskan untuk mencabut pencekalan itu karena Victor dinilai kooperatif saat menjalani proses hukum kasus dugaan korupsi pajak periode 2016-2020.

    “Dikarenakan menurut penyidik yang bersangkutan kooperatif,” pungkasnya.

    Hanya saja, Anang belum menjelaskan nasib empat orang lain yang telah diajukan cekal oleh Kejagung dalam perkara ini.

    Selain Victor, Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Ken Dwijugiasteadi; Karl Layman merupakan pemeriksa pajak muda di Direktorat Jenderal Pajak; Ning Dijah Prananingrum selaku Kepala KPP Madya Dua Semarang; Heru Budijanto Prabowo selaku konsultan pajak juga turut dicekal dalam perkara ini.

    Sebelumnya, Corporate Communications Manager Djarum Budi Darmawan memastikan pihaknya bakal patuh dan menghormati prosedur hukum yang berlangsung.

    Dia pun memastikan bahwa saat ini Victor Hartono masih menjabat sebagai Chief Operating Officer PT Djarum. “Kami menghormati, patuh dan taat hukum. Kami akan mengikuti sesuai prosedur,” ujar Budi saat dihubungi, Jumat (21/11/2025).

  • Bea Cukai dan DJP Sang ‘Enak Emas’ Kemenkeu Kini jadi Sorotan

    Bea Cukai dan DJP Sang ‘Enak Emas’ Kemenkeu Kini jadi Sorotan

    Bisnis.com, JAKARTA — Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta Direktorat Jenderal Pajak kerap dianggap sebagai ‘anak emas’ Kementerian Keuangan, di antaranya terkait fungsi mereka dalam mengumpulkan penerimaan negara. Namun, kedua instansi itu kini menjadi sorotan, bahkan ada ancaman pembekuan langsung dari presiden.

    Presiden Prabowo Subianto memberikan ultimatum keras kepada Bea Cukai melalui pesannya ke Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. Ada waktu satu tahun bagi lembaga itu untuk berbenah dan memperbaiki kinerja.

    Menurut Purbaya, Prabowo akan membekukan Bea Cukai dan mengembalikan fungsi pemeriksaan kepabeanan kepada surveyor swasta internasional, Société Générale de Surveillance (SGS), layaknya era Orde Baru apabila kinerja dan citra publik mereka tak kunjung membaik.

    “Kalau kita gagal memperbaiki, nanti 16.000 orang pegawai Bea Cukai dirumahkan,” ujar Purbaya di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (27/11/2025).

    Purbaya mengakui bahwa saat ini persepsi publik terhadap instansi kepabeanan tersebut berada di titik kritis. Dalam rapat internal, dia secara terbuka menyampaikan kepada jajarannya bahwa citra Bea Cukai kurang bagus di mata media, masyarakat, hingga Prabowo.

    Hanya saja, di tengah ancaman pembubaran tersebut, Purbaya mengaku telah memasang badan. Dia telah meminta tenggat waktu satu tahun kepada Prabowo untuk melakukan bersih-bersih internal secara mandiri tanpa intervensi pihak luar.

    Purbaya mengatakan opsi pembekuan Bea Cukai bukanlah bentuk hukuman, melainkan langkah korektif agar kinerja lembaga itu bisa meningkat.

    “Waktu zaman Orde Baru, SDS yang menjalankan pengecekan di custom kita. Jadi, saya pikir dengan adanya seperti itu orang-orang Bea Cukai, tim saya di Bea Cukai semakin semangat. Pengembangan software-nya juga cepat sekali,” katanya.

    Kendati demikian, Purbaya tidak serta-merta ingin menyerahkan operasional Bea Cukai kepada pihak luar. Oleh sebab itu, dia tetap berharap fungsi Bea Cukai dapat dijalankan internal pemerintah, dengan syarat adanya perbaikan signifikan.

    “Saya pikir kita akan bisa menjalankan program-program yang di Bea Cukai dengan lebih bersih tanpa harus menyerahkan ini ke tangan orang lain. Jadi, teman-teman saya di Bea Cukai, staf saya, saya peringatkan itu dan mereka amat semangat untuk memperbaiki bersama-sama,” tuturnya.

    Purbaya turut merinci sejumlah persoalan yang sedang membelit Bea Cukai, mulai dari dugaan praktik under-invoicing hingga masuknya barang ilegal.

    “Ada under-invoicing ekspor yang nilainya lebih rendah. Ada juga barang-barang yang ilegal masuk yang enggak ketahuan segala macam. Orang kan nuduh, katanya Bea Cukai main segala macam,” katanya.

    Lebih jauh, dia memaparkan adanya temuan dari investigasi internal yang menyangkut ketidaksesuaian data perdagangan antara Indonesia, China, dan Singapura.

    “Ada jalan yang sebagian dari China tuh ke Singapura, baru Singapura ke Indonesia. Kalau orang pakai UN.com trade database, kalau cuma lihat satu sisi aja, itu enggak pas. Namun, kalau kita gabung yang sini sama yang sini ke sini itu akan sama. Jadi bedanya enggak banyak. Hanya beda CIF, FOB aja. Jadi antara ekspor sampai impor aja pengitungannya,” tuturnya.

    Oleh sebab itu, Purbaya pun memastikan investigasi lanjutan akan terus dilakukan, dan prosesnya akan makin cepat dengan pemanfaatan teknologi baru.

    “Untuk semua jenis ekspor, apakah seperti itu? Atau apakah ada penggelapan? Ini masih kita kerjakan manual. Nggak lama lagi kita akan kerjakan pakai AI [artificial intelligence]. Jadi, akan lebih cepat,” ujarnya.

    Sebagai langkah perbaikan, bendahara negara itu mulai mengadopsi teknologi kecerdasan imitasi alias AI di pos-pos pelayanan Bea Cukai. Teknologi ini difokuskan untuk mendeteksi praktik under-invoicing atau manipulasi faktur harga barang impor yang selama ini menjadi celah kebocoran penerimaan negara.

    Purbaya menilai, respons internal Bea Cukai terhadap ultimatum ini cukup positif. Dia meyakini sumber daya manusia (SDM) di instansi tersebut memiliki kapasitas intelektual yang mumpuni untuk berubah.

    “Saya pikir tahun depan sudah aman. Artinya, Bea Cukai akan bisa bekerja dengan baik dan profesional. Orang Bea Cukai pintar-pintar dan siap untuk merubah keadaan,” ujar Purbaya.

    Pelantikan Letjen TNI (Purn.) Djaka Budi Utama (kiri) sebagai ⁠Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, menggantikan Askolani (kanan) yang kini menjabat sebagai ⁠⁠Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan. Pelantikan berlangsung di Kementerian Keuangan, Jakarta pada Jumat (23/5/2025). / dok. KLI Kementerian Keuangan

    Pembekuan Bea Cukai Bukan Hal Baru

    Secara historis, pembekuan Bea Cukai bukan hal yang baru. Era Orde Baru, tepatnya periode pertengahan 1980-an hingga awal 1990-an mencatat babak penting tarik-ulur kewenangan di pelabuhan.

    Berdasarkan laporan Media Keuangan terbitan Kementerian Keuangan bertajuk Mengurai Sejarah Lembaga Bea Cukai, saat itu pelabuhan di Indonesia terkenal sangat korup: penyeludupan dan penyelewengan oleh petugas Bea Cukai sudah menjadi rahasia umum.

    Keluhan juga datang dari pengusaha, termasuk pengusaha Jepang. Aparat Bea Cukai disebut ribet, berbelit-belit, sehingga pada akhirnya melakukan pungutan liar.

    Masalah tersebut sampai ke Presiden Soeharto. Kepala negara dan pemerintah itu pun menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 1985 (Inpres 4/1985) setelah berdiskusi dengan para menteri dan mendapat penilaian dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

    “Bahwa kelancaran arus lalu lintas barang antar pulau, ekspor dan impor merupakan unsur penting dalam peningkatan kegiatan ekonomi pada umumnya dan peningkatan ekspor komoditi non migas pada khususnya,” jelas pertimbangan Inpres 4/1985.

    Soeharto mengerahkan belasan menteri hingga Panglima ABRI untuk memastikan instruksi ini berjalan, sebuah sinyal bahwa kemacetan di pelabuhan telah menjadi masalah keamanan dan stabilitas ekonomi nasional.

    Enam tahun berselang, kebijakan tersebut dievaluasi: pemerintah menilai Inpres 4/1985 telah sukses memperlancar arus barang. Hanya saja, dinamika perdagangan ekspor-impor menuntut penyesuaian baru.

    Pada 25 Juli 1991, Presiden Soeharto menandatangani Inpres No. 3/1991. Poin paling krusial dari aturan ini adalah pernyataan tegas bahwa Inpres 4/1985 dinyatakan tidak berlaku lagi.

    Dalam Lampiran Inpres 3/1991, ditegaskan kembali bahwa kewenangan pemeriksaan barang impor berada pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

    Kendati demikian, kewenangan ini tidak serta-merta kembali seperti era pra-1985. Pemerintah menerapkan sistem pengawasan berlapis menggunakan jasa Surveyor.

    “Berdasarkan pemeriksaan tersebut surveyor menerbitkan Laporan Pemeriksaan Surveyor-Ekspor (LPS-E) yang dipergunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam rangka pemeriksaan yang bersifat final,” tertulis dalam Lampiran Inpres 3/1991.

    Dijelaskan, barang impor hanya diizinkan masuk ke wilayah pabean Indonesia apabila dilengkapi Laporan Pemeriksaan Surveyor Impor (LPS-I) yang diterbitkan oleh surveyor di negara asal barang (tempat ekspor dilakukan).

    Dalam hal ini, pemerintah melibatkan PT Surveyor Indonesia (PT SI) untuk bekerja sama dengan SGS. Laporan surveyor ini menjadi ‘dokumen sakti’.

    Bea Cukai menggunakan LPS-I sebagai dasar pemeriksaan yang bersifat final. Artinya, petugas Bea Cukai di pelabuhan Indonesia tidak lagi memeriksa fisik barang secara acak, melainkan hanya melakukan pencocokan dokumen alias hanya ‘memberi stempel’.

    Kewenangan kemudian dikembalikan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai setelah Undang-Undang No. 10/1995 tentang Kepabeanan (UU Kepabeanan) diberlakukan secara efektif pada 1 April 1997.

    UU Kepabenan kembali memberikan wewenang pemeriksaan barang kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dan kontrak dengan SGS berakhir.

    Sorotan ke Mantan Bos Pajak dan Coretax

    Kejaksaan Agung (Kejagung) telah memeriksa mantan anak buah Menkeu Sri Mulyani dalam kasus dugaan korupsi terkait pembayaran pajak periode 2016—2020. Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung RI, Anang Supriatna mengatakan pihaknya telah memeriksa saksi berinisial SU.

    SU merupakan eks Staf Ahli Menkeu sekaligus eks Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Berdasarkan penelusuran Bisnis, SU ini mengacu pada nama Suryo Utomo.

    “SU selaku Mantan Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak dan Mantan Direktur Jenderal [Dirjen] Pajak Kementerian Keuangan RI diperiksa,” ujar Anang dalam keterangan tertulis, Selasa (25/11/2025) malam.

    Selain Suryo, Anang mengemukakan bahwa pihaknya juga telah memeriksa BNDP selaku Kepala KPP Madya Dua Semarang. Namun, dia tidak menjelaskan materi pemeriksaan keduanya secara detail, Anang hanya mengemukakan bahwa pemeriksaan ini dilakukan untuk melengkapi berkas perkara kasus pembayaran pajak periode 2016—2022.

    “Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,” pungkas Anang.

    Purbaya masih memantau apakah kasus yang sedang ditangani oleh Kejagung terkait pelaksanaan pengampunan pajak alias tax amnesty atau tidak. Dia ingin tahu apakah ada penyelewengan dalam kebijakan pengampunan pajak alias tax amnesty pada 2016.

    “Kita lihat apakah ada penyelenggaraan di waktu tax amnesty keluar,” katanya di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu (26/11/2025).

    Kendati demikian, mantan ketua dewan komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu menilai seharusnya tidak sewajarnya tax amnesty berujung ke kasus pidana. Menurutnya, jika memang ditemukan pelanggaran maka yang bersangkutan hanya perlu membayar denda.

    “Kalau ada pelanggaran, ya harusnya ada klausul di mana kalau misalnya aset yang dilaporkan ternyata lebih kecil daripada yang seharusnya ada dendanya. Saya pikir itu saja yang dikejar,” jelas Purbaya.

    Sorotan itu juga terjadi di tengah jalannya proyek prestisius dan ambisius Dirjen Pajak, yakni Sistem Inti Perpajakan alias Coretax System. Penerapan Coretax tidak sebanding dengan niat awalnya karena sering terkendala masalah teknis hingga persoalan teknisi yang dianggap tidak memenuhi kualifikasi.

    Purbaya pada akhir Oktober 2025 menyebut upaya pembenahan Coretax belum sepenuhnya tuntas. Salah satu aspek yang belum selesai dibenahi adalah perangkat lunak atau software yang digarap LG CNS-Qualysoft Consortium.

    Purbaya menjelaskan bahwa pihaknya sudah sebulan terakhir membenahi Coretax jelang penggunaannya untuk pelaporan SPT tahun depan.

    “Untuk software-software yang bisa dikendalikan langsung oleh tenaga dari Indonesia, kami sudah perbaiki. Cuma ternyata masih ada bagian-bagian yang terikat kontrak dengan pihak LG, di mana kami belum dikasih akses ke sana,” ujarnya kepada wartawan di kantor Kemenkeu, Jakarta, Jumat (24/10/2025) lalu.

    Dia mengatakan bahwa kontrak antara pemerintah Indonesia dengan LG untuk Coretax akan berakhir pada Desember 2025 mendatang. Mantan Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu blak-blakan menyampaikan bahwa sebelumnya Kemenkeu telah membentuk tim satgas untuk menindaklanjuti gangguan sistem Coretax yang dikerjakan oleh perusahaan asal Korea Selatan itu.

    “Sebelum kami jalankan tim special task force ini, mereka itu kalau ditanya, enggak peduli. Ditanya di sana, cuek dan, responnya lama,” paparnya.

    Kendati demikian, Purbaya menyebut saat ini pihak LG sudah mengirimkan tim untuk mengurus pembenahan sistem Coretax.

    “Jadi, orang sana enggak pintar-pintar amat. Jadi, kami optimalkan perbaikan dengan kendala yang ada dalam hal ini, sebagian masih dipegang LG,” tuturnya. (Anshary Madya Sukma, Dany Saputra)

    Mantan Dirjen Pajak Suryo Utomo, kini menjabat sebagai Kepala Badan Teknologi, Informasi, dan Intelijen Keuangan Kemenkeu. / Bisnis

  • Perintah Hakim Bikin Ammar Zoni Dkk Dipindah dari Nusakambangan

    Perintah Hakim Bikin Ammar Zoni Dkk Dipindah dari Nusakambangan

    Jakarta

    Hakim telah menolak eksepsi atau nota keberatan yang diajukan terdakwa kasus penjualan narkotika di Rutan Salemba, Muhammad Amar Akbar atau Ammar Zoni dkk. Hakim juga memerintahkan Ammar Zoni dkk, yang selama ini mengikuti sidang secara online, dihadirkan di ruang sidang.

    Dirangkum detikcom, Jumat (28/11/2025), Ammar Zoni kepergok mengedarkan narkoba jenis sabu dan tembakau sintetis dari dalam Rutan Salemba saat menjalani masa hukuman untuk kasus narkoba. Aksinya itu ketahuan saat petugas rutan mencurigai gerak-gerik Ammar Zoni.

    Singkat cerita, Ammar Zoni dan rekan-rekannya yang terlibat ditetapkan sebagai tersangka. Mereka juga dipindah ke Lapas Nusakambangan yang jauh lebih ketat.

    Pada Kamis (23/10), Ammar Zoni dkk menjalani sidang perdana. Mereka hadir melalui Zoom yang tersambung pada layar di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

    Majelis hakim mengawali sidang dengan memeriksa identitas terhadap para terdakwa. Selain Ammar Zoni, lima terdakwa lainnya adalah Asep, Ardian Prasetyo, Andi Muallim alias Koh Andi, Ade Candra Maulana, dan Muhammad Rivaldi.

    Adapun sidang dipimpin oleh Dwi Elyarahma sebagai ketua majelis. Jaksa penuntut umum mendakwa Ammar Zoni menjual narkotika jenis sabu di Rutan Salemba. Ammar Zoni menerima sabu itu dari seseorang bernama Andre, lalu dijual dan diedarkan di dalam rutan.

    “Melakukan tindak pidana percobaan atau pemufakatan jahat tanpa hak atau melawan hukum, menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan narkotika golongan I dalam bentuk bukan tanaman beratnya melebihi 5 (lima) gram, perbuatan tersebut dilakukan oleh para terdakwa,” ujar jaksa.

    Jual beli narkoba itu disebut sudah terjadi sejak 31 Desember 2024. Saat itu, terdakwa Rivaldi mendapat narkoba langsung dari Ammar Zoni.

    Ammar Zoni disebut menyerahkan narkoba jenis sabu itu di tangga Blok I Rutan Salemba. Ammar Zoni mengaku mendapat sabu itu dari seseorang bernama Andre sebanyak 100 gram. Andre berstatus DPO.

    Sabu 100 gram itu dibagi-bagi ke tahanan lain yang menjadi terdakwa dalam kasus ini. Setiap terdakwa mendapat jatah 50 gram. Mereka berkomunikasi menggunakan aplikasi Zangi.

    Transaksi jual beli narkoba itu berlanjut hingga 3 Januari 2025 sekitar pukul 11.OO WIB. Transaksinya sama dilakukan di tangga Rutan, akan tetapi kali ini para terdakwa menaruh barang haram tersebut di bungkus rokok.

    Sabu itu pun dibawa mereka ke dalam kamar. Melihat gerak gerik aneh para tahanan itu, Karupam Rutan Salemba Hendra Gunawan langsung mendatangi kamar dan menggeledah.

    Di sana, Hendra masuk ke dalam kamar dan menemukan sabu di dalam bungkus rokok. Hendra juga menemukan ponsel.

    Ammar Zoni Minta Dibebaskan dari Dakwaan

    Ammar Zoni tak terima didakwa kasus narkoba. Dia meminta segera dikeluarkan dari tahanan.

    “Bahwa dakwaan tidak didukung alat bukti yang sah menurut hukum,” ujar pengacara Ammar Zoni.

    Selain itu, Ammar Zoni juga meminta hadir langsung di ruang sidang. Permintaan itu disampaikannya beberapa kali saat sidang secara daring.

    Eksepsi Ditolak

    Pada Kamis (27/11/2025), majelis hakim menolak eksepsi Ammar Zoni dkk. Hakim menyatakan materi keberatan yang disampaikan tim kuasa hukum Ammar dkk masuk pokok perkara.

    “Mengadili, satu, menyatakan keberatan dari Terdakwa I Asep bin Sarikin, Terdakwa II Ardian Prasetyo bin Arie Ardih, Terdakwa III Andi Muallim alias Koh Andi, Terdakwa IV Ade Candra Maulana bin Mursalih, Terdakwa V Muhammad Rivaldi, Terdakwa VI Muhammad Amar Akbar tersebut tidak diterima,” ujar ketua majelis hakim Dwi Elyarahma Sulistiyowati saat membacakan putusan sela di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

    Hakim menyatakan dalil keberatan nebis in idem Ammar tidak diterima karena perkara narkotika Ammar sebelumnya diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada tahun berbeda. Hakim menyatakan surat dakwaan jaksa sudah memenuhi syarat formil dan materiel.

    “Telah pula menguraikan pasal-pasal yang didakwakan,” ujar hakim.

    Hakim menyatakan surat dakwaan jaksa telah menguraikan dugaan perbuatan pidana yang dilakukan Ammar dkk. Hakim memerintahkan jaksa menghadirkan saksi untuk membuktikan dakwaannya dalam sidang selanjutnya.

    Hakim Perintahkan Jaksa Hadirkan Ammar Zoni di Ruang Sidang

    Hakim juga memerintahkan jaksa menghadirkan Ammar Zoni secara langsung di ruang sidang PN Jakpus. Hakim meminta Ammar Zoni dihadirkan saat proses pemeriksaan saksi-saksi berjalan.

    “Menetapkan, satu, menentukan sidang pada hari Kamis tanggal 4 Desember 2025 pukul 10.00 WIB dan selama proses persidangan dilakukan di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,” ujar ketua majelis hakim Dwi Elyarahma Sulistiyowati saat membacakan penetapan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

    Hakim memerintahkan jaksa untuk berkoordinasi dengan Ditjen Pemasyarakatan untuk menghadirkan Ammar Zoni dkk secara langsung di sidang selanjutnya. Persidangan ini akan dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi pada Kamis (4/12).

    “Atas permohonan penasihat hukum terdakwa VI (Ammar Zoni) dengan alasan untuk menjaga persidangan yang baik, lancar dan efektif, agar terdakwa berhak menyampaikan permasalahannya secara jelas di depan majelis hakim, untuk meminimalkan produk kesalahpahaman dan mempermudah proses persidangan, untuk menjaga kondisi psikologis terdakwa lebih stabil dan menegakkan akses praduga terbuka untuk umum,” ujar hakim.

    Hakim mengatakan penetapan sidang secara offline juga bertujuan agar proses pembuktian berjalan lancar. Hakim memerintahkan jaksa menghadirkan Ammar dkk secara langsung di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Kamis (4/12) untuk agenda pemeriksaan saksi

    “Menimbang bahwa agar lancarnya proses pembuktian perkara a quo, majelis hakim perlu menetapkan persidangan dilaksanakan di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dan memerintahkan penuntut umum untuk menghadirkan para terdakwa di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,” ujar hakim.

    Kejaksaan pun menyatakan siap melaksanakan perintah hakim. Jaksa akan berkoordinasi dengan Ditjen Pemasyarakatan untuk pemindahan penahanan Ammar Zoni.

    “Jaksa penuntut umum akan melaksanakan penetapan tersebut dan akan berkoordinasi dengan pihak rutan atau lapas karena saat ini para terdakwa ada di Nusakambangan sedang menjalani pidana,” kata Kapuspenkum Kejaksaan Agung RI, Anang Supriatna.

    Halaman 2 dari 5

    (haf/lir)

  • Jaksa Agung Resmi Lantik Kepala BPA hingga Dirdik Jampidsus Baru

    Jaksa Agung Resmi Lantik Kepala BPA hingga Dirdik Jampidsus Baru

    Bisnis.com, JAKARTA — Jaksa Agung Republik Indonesia ST Burhanuddin resmi melantik sembilan pejabat di lingkungan Kejaksaan RI.

    Proses pelantikan dan pengambilan sumpah sembilan pejabat baru Kejaksaan RI ini dilantik di Aula Lantai 11 Gedung Utama Kejaksaan Agung pada hari ini, Kamis (27/11/2025).

    Dalam amanatnya, Jaksa Agung menyampaikan bahwa jabatan yang baru ini kepercayaan dan amanah dari negara dan masyarakat yang harus dijalankan dengan penuh integritas, dedikasi, dan sungguh-sungguh. 

    Menurutnya, pelantikan ini menjadi momentum penting untuk meneguhkan komitmen dalam penguatan pelaksanaan tugas, fungsi, dan wewenang agar berjalan secara profesional.

    “Jabatan adalah amanah, bukan sekadar kehormatan. Setiap penugasan harus dijalankan dengan integritas dan moral, agar marwah institusi senantiasa terjaga,” tutur Burhanuddin dalam keterangan tertulis, Kamis (27/11/2025).

    Daftar Nama sembilan pejabat Kejagung yang dilantik hari ini:

    1.Kuntadi sebagai Kepala Badan Pemulihan Aset.

    2. Hendrizal Husin sebagai Inspektur II pada Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan.

    3. Agus Sahat Sampe Tua Lumban Gaol sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.

    4. Nurcahyo Jungkung Madyo sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah.

    5. Jefferdian sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Papua.

    6. Irene Putrie sebagai Direktur Pertimbangan Hukum pada Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara.

    7. Syarief Sulaeman Nahdi sebagai Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus.

    8. Hari Wibowo sebagai Direktur A pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum.

    9. I Putu Gede Astawa sebagai Direktur III pada Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen.