Kementrian Lembaga: Kapolda Metro jaya

  • Gibran Singgung soal Ledakan di SMAN 72: Sekolah Harus Jadi Tempat Aman, Bebas Bullying

    Gibran Singgung soal Ledakan di SMAN 72: Sekolah Harus Jadi Tempat Aman, Bebas Bullying

    Gibran Singgung soal Ledakan di SMAN 72: Sekolah Harus Jadi Tempat Aman, Bebas Bullying
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka sempat mengingatkan perihal sekolah harus bebas
    bullying
    atau perundungan sehingga menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi anak-anak.
    Hal itu disampaikan
    Gibran
    saat menyinggung perihal kejadian ledakan di SMA Negeri 72 Kelapa Gading, Jakarta Pusat pada Jumat, 7 November 2025.
    Pasalnya, diduga pelaku peledakan adalah siswa dari
    SMAN 72 Jakarta
    tersebut. Pelaku juga diduga menjadi korban
    bullying
    di sekolah.
    “Sekolah itu harus menjadi tempat yang aman, nyaman bagi anak-anak kita, tempat yang bebas dari perundungan,” kata Gibran dalam Rapat Koordinasi Nasional Percepatan Penurunan Stunting di Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Jakarta, Rabu (12/11/2025).
    Dalam kesempatan itu, Gibran juga mengingatkan bahwa semua pihak harus saling menjaga dan peka agar kejadian seperti di SMAN 72 Jakarta tidak terulang.
    “Saya titip, untuk kita semua saling menjaga, saling peka, dan juga saling mengingatkan agar kejadian-kejadian yang terjadi kemarin di salah satu SMA di Jakarta tidak terulang kembali,” ujarnya.
    Sebelumnya diberitakan, Kapolda Metro Jaya, Irjen Asep Edi Suheri mengungkapkan bahwa terduga pelaku dalam peristiwa ini adalah seorang siswa aktif di SMAN 72 Jakarta.
    “Berdasarkan hasil penyelidikan awal, pelaku merupakan anak di bawah umur dan siswa aktif di sekolah tersebut,” kata Asep dalam konferensi pers pada 11 November 2025.
    Kemudian, Asep mengungkapkan, ledakan tersebut mengakibatkan sebanyak 96 orang mengalami luka berat hingga ringan dan dirawat di empat rumah sakit.
    Dari jumlah korban tersebut, 72 di antaranya mengalami gangguan pada gendang telinga.
    “Total korban akibat peristiwa tersebut tercatat sebanyak 96 orang dengan rincian 67 orang luka ringan, 26 luka sedang, dan tiga orang luka berat,” ujar Asep.
    Hingga Selasa, 68 pasien sudah dipulangkan. Sementara 28 lainnya masih di rawat di Rumah Sakit Yarsi, Rumah Sakit Islam Jakarta, dan Rumah Sakit Kramat Jati.
    Kemudian, berdasarkan penyelidikan mendalam, terduga pelaku yang berinisial ABH diketahui sebagai pribadi penyendiri.
    Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Iman Imanuddin menjelaskan bahwa ABH merasa kesepian dan tidak memiliki sosok untuk berbagi cerita dan keluh kesahnya.
    “Dia merasa tidak ada yang menjadi tempat untuk menyampaikan keluh kesahnya, baik itu di lingkungan keluarga, kemudian di lingkungannya itu sendiri, maupun di lingkungan sekolah,” kata Iman.
    Kasubdit Kontra Naratif Direktorat Pencegahan Densus 88 AKBP Mayndra Eka Wardhana mengatakan, bahwa keluh kesah itu berubah jadi rasa marah terhadap orang-orang di sekitarnya.
    “Merasa kesepian, tidak ada harus menyampaikan kepada siapa. Lalu, yang bersangkutan juga memiliki motivasi dendam,” ujar Mayndra.
    Berangkat dari rasa dendamnya, ABH diduga mencari cara untuk melampiaskan emosinya itu. Lalu, mulai berselancar di internet, dan berlabuh pada konten bermuatan kekerasan yang membahayakan nyawa orang lain.
    Kemudian, terduga pelaku diduga jatuh makin dalam dan menemukan sebuah komunitas pengagum kekerasan. Lalu, memilih bergabung karena merasa memiliki minat yang sama.
    “Yang bersangkutan juga mengikuti sebuah komunitas media sosial yang bisa dikatakan di situ juga mereka sangat mengagumi kekerasan,” katanya.
    Di komunitas itu, anggotanya akan mendapatkan apresiasi jika melakukan tindak kekerasan.
    Menurut Mayndra, perhatian yang didambakan ABH ini pun memacunya untuk melakukan hal serupa, dengan meledakkan tujuh bom di sekolahnya.
    “Nah, motivasi yang lain ketika beberapa pelaku itu melakukan tindakan kekerasan lalu meng-upload ke media tersebut, ya, maka komunitas tersebut mengapresiasi sebagai sesuatu yang heroik,” ujarnya.
    (Sumber: Hanifah Salsabila/Reporter | Akhdi Martin Pratama/Editor)
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Siswa Pelaku Ledakan SMAN 72 Tak Terhubung Jaringan Teror

    Siswa Pelaku Ledakan SMAN 72 Tak Terhubung Jaringan Teror

    Jakarta – Polda Metro Jaya mengungkap hasil penyelidikan kasus ledakan bom di lingkungan SMAN 72 Jakarta. Total ada tujuh bom yang ditemukan di tempat kejadian perkara (TKP).

    Dansat Brimob Polda Metro Jaya Kombes Henik Maryanto menyampaikan pihaknya menemukan dua bom yang meledak di TKP. Kemudian polisi pun langsung melakukan penjinakan beberapa bom lain yang masih aktif.

    “Kami melakukan penjinakan bom yang masih aktif dan mengamankan bahan peledak di TKP. Dan kemudian melakukan observasi di tempat kejadian ledakan, kemudian melakukan sterilisasi ulang,” kata Henik dalam konferensi pers di Polda Metro Jaya, Jakarta Pusat, Selasa (11/11/2025).

    Henik merincikan terkait lokasi ledakan, bom meledak, dan yang sempat ditemukan masih aktif. Berikut rinciannya:

    – 2 bom di dalam masjid
    – 4 bom di bank sampah
    – 1 bom di taman baca

    Kapolda Metro: Pelaku Tak Terhubung Jaringan Teror

    Sementara itu, Kapolda Metro Jaya Irjen Asep Edi Suheri mengungkap siswa pelaku ledakan di SMAN 72 Jakarta, beraksi secara mandiri. Dia menyebut siswa itu tidak terhubung jaringan teror.

    “Berdasarkan hasil penyelidikan sementara, anak yang berkonflik dengan hukum atau yang disingkat ABH yang terlibat dalam ledakan tersebut diketahui merupakan siswa SMA aktif yang bertindak secara mandiri dan tidak terhubung dengan jaringan teror mana pun,” ujar Asep dalam konferensi pers di Polda Metro Jaya, Jakarta Pusat, Selasa (11/11/2025).

    Hal senada juga disampaikan oleh Densus 88. Densus 88 memastikan insiden ledakan tidak terkait tindak pidana terorisme. Tindakan itu murni kriminal umum.

    “Densus 88 melakukan cek terkait dengan jaringan teror baik itu global, regional maupun domestik, sampai dengan saat ini tidak ditemukan adanya aktivitas terorisme yang dilakukan ABH, jadi murni tindakan yang dilakukan adalah tindakan kriminal umum,” kata PPID Densus 88 Anti Teror Polri ⁠AKBP Mayndra Eka Wardhana, Selasa (11/11/2025).

    Hal itu diketahui berdasarkan pemeriksaan alat bukti dan keterangan yang didapat dari para saksi yang kemudian dicek oleh Densus 88.

    “Jadi tidak ada kaitan dengan jaringan apa pun sehingga dalam analisa Densus 88 kejadian ini belum termasuk tindak pidana terorisme sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 5 Tahun 2018,” ujar Mayndra.

    Pendampingan-Konseling Cegah Insiden Serupa

    Saat ini, Kapolda Metro Jaya Irjen Asep Edi Suheri bersama stakeholder terkait juga melakukan pendampingan dan konseling sebagai upaya pencegahan agar insiden yang sama tidak terjadi lagi.

    “Peristiwa ini duka dan keprihatinan dan mendalam bagi kita semuanya, kami semua turut merasakan kesedihan yang dialami para korban, guru, dan keluarga besar SMAN 72 Jakarta,” kata Irjen Asep.

    “Yang paling utama dari kejadian ini kita bisa memahami bahwa dampak dari hal tersebut sangat besar sekali. Untuk itu, kami bersama seluruh stakeholder terkait merasa perlu untuk hadir dengan empati serta melakukan pendampingan dan mengupayakan langkah langkah pencegahan termasuk konseling agar peristiwa tersebut tidak terulang kembali,” lanjutnya.

    Sebagaimana diketahui, peristiwa ledakan itu terjadi pada Jumat (7/11/2025) saat khotbah salat Jumat. Diketahui, sebanyak 96 orang menjadi korban ledakan.

    Pelaku ledakan itu sendiri merupakan siswa di SMAN 72 Jakarta. Densus 88 Antiteror Polri menyebut pelaku kerap mengakses situs gelap atau dark web.

    Pelaku disebut merakit sendiri peledak dengan mengakses cara-caranya di internet. Pelaku juga sudah ditetapkan sebagai anak yang berhadapan dengan hukum (ABH).

    Polisi menemukan tujuh peledak di SMAN 72 Jakarta, empat di antaranya meledak. Polisi juga sudah menggeledah rumah siswa pelaku dan menyita beberapa alat bukti.

    Sejumlah korban masih dirawat di empat rumah sakit di Jakarta. Polri bersama stakeholder terkait terus memantau para korban dan memberikan trauma healing usai insiden tersebut.

    Saksikan pembahasan selengkapnya hanya di program detikPagi edisi Senin (12/11/2025). Nikmati terus menu sarapan informasi khas detikPagi secara langsung (live streaming) pada Senin-Jumat, pukul 08.00-11.00 WIB, di 20.detik.com, YouTube dan TikTok detikcom. Tidak hanya menyimak, detikers juga bisa berbagi ide, cerita, hingga membagikan pertanyaan lewat kolom live chat.

    “Detik Pagi, Jangan Tidur Lagi!”

    (vrs/vrs)

  • Densus 88 Pastikan Insiden Ledakan SMAN 72 Tidak Terkait Jaringan Teroris

    Densus 88 Pastikan Insiden Ledakan SMAN 72 Tidak Terkait Jaringan Teroris

    Bisnis.com, JAKARTA — Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti-teror Polri menyatakan pelaku dalam insiden ledakan SMAN 72 Jakarta tidak terkait dengan jaringan teroris.

    Juru Bicara Densus 88 Antiteror Polri, AKBP Mayndra Eka Wardhana mengatakan perbuatan pelaku itu murni dari dorongan diri sendiri.

    “Tidak ditemukan adanya aktivitas terorisme yang dilakukan ABH. Jadi murni tindakan yang dilakukan adalah tindakan kriminal umum,” ujar Mayndra di Polda Metro Jaya, Selasa (11/11/2025).

    Dia menambahkan, kesimpulan itu berdasarkan dari gelar perkara yang dilakukan berdasarkan Densus 88, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Kejagung hingga Polda Metro Jaya.

    “Di dalam analisa Densus, tindakan ini belum termasuk teroris,” pungkasnya.

    Di samping itu, Kapolda Metro Jaya Irjen Asep Edi Suheri telah menetapkan bahwa pelaku ini sudah berstatus anak berkonflik hukum (ABH).

    Berdasarkan pemeriksaan terhadap 16 saksi yang ada. Pelaku juga dikenal sebagai orang yang cenderung tertutup dan tertarik dengan konten kekerasan dan hal-hal yang ekstrem.

    “Dari hasil sidik sementara anak yang berkonflik dengan hukum atau ABH yang terlibat dalam ledakan merupakan siswa SMA aktif,” tutur Asep.

  • Tak Terima Roy Suryo Cs Jadi Tersangka, Amien Rais Balik Sindir Polisi: Kenyataannya Jokowi Tidak Punya Ijazah

    Tak Terima Roy Suryo Cs Jadi Tersangka, Amien Rais Balik Sindir Polisi: Kenyataannya Jokowi Tidak Punya Ijazah

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA – Ketua Majelis Syura Partai Ummat, Amien Rais, ikut buka suara soal langkah Polda Metro Jaya yang menetapkan delapan orang tersangka dalam kasus dugaan ijazah palsu Presiden ke-7 RI, Joko Widodo.

    Melalui video yang diunggah di kanal YouTube Amien Rais Official, Amien menilai penetapan tersangka itu tidak masuk akal. Ia bahkan menyindir balik dengan pernyataan tajam soal nama baik Presiden Jokowi.

    “Bagaimana bisa mencemarkan nama Jokowi, wong namanya sudah sangat tercemar,” ujar Amien Rais.

    Amien kemudian menyarankan agar penyidik Polda Metro Jaya benar-benar memahami duduk perkara sebelum mengambil kesimpulan.

    Ia meminta para penyidik meluangkan waktu beberapa hari untuk membaca buku berjudul Jokowi’s White Paper yang disusun oleh Roy Suryo, Tifauzia Tyassuma alias dr. Tifa, dan Rismon Sianipar.

    “Silakan membaca buku setebal 700 halaman itu. Buku ini seperti tesis untuk meraih PhD di kampus-kampus ternama,” kata Amien.

    Menurutnya, dengan membaca buku tersebut, penyidik akan memiliki dasar yang kuat dan tidak terburu-buru dalam menyimpulkan sesuatu.
    “Karena kenyataannya Jokowi tidak punya ijazah. Kalau punya ijazah (ditunjukkan) ini lho. Selesai,” tegasnya.

    Sebelumnya, Kapolda Metro Jaya Irjen Asep Edi Suheri mengumumkan delapan nama tersangka dalam kasus dugaan ijazah palsu Jokowi. Mereka adalah Eggi Sudjana, Kurnia Tri Rohyani, Damai Hari Lubis, Rustam Effendi, Muhammad Rizal Fadillah, Roy Suryo, Rismon Hasiholan Sianipar, dan Tifauzia Tyassuma alias dr. Tifa. (Wahyuni/Fajar)

  • Orang Tua Siswa Korban Ledakan SMAN 72 Masih Menanti Pihak Sekolah Datang

    Orang Tua Siswa Korban Ledakan SMAN 72 Masih Menanti Pihak Sekolah Datang

    Jakarta

    Orang tua siswa korban ledakan SMAN 72 Kelapa Gading, Andri, meminta pihak sekolah bertanggung jawab dan menemuinya. Andri mengatakan saat ini anaknya masih terbaring di ICU akibat luka bakar yang dialaminya.

    “Saya buat hari ini sampai detik ini saya mengharap pihak yang bertanggung jawab pertama sekali itu kan pihak sekolah. Saya dari kemarin sampai detik hari ini saya menunggu pihak sekolah, pihak sekolah yang datang buat temuin saya,” kata Andri kepada wartawan di sela-sela menemani anaknya di RS Islam Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Selasa (11/11/2025).

    Menurutnya, insiden ledakan tersebut harus menjadi tanggung jawab pihak sekolah lantaran berada di lingkungan sekolah. Dia meminta pihak sekolah untuk menjawab keresahan para orang tua korban.

    “Itu kan tanggung jawab mereka. Kalau saya boleh katakan kalau anak saya tidak sekolah di situ berarti kan anak saya tidak kena. Berarti dia yang punya masalah sama saya bukan saya yang punya masalah sama dia,” tegasnya.

    Andri berharap pihak sekolah segera menemuinya. Dia pun mengancam akan membawa ke jalur hukum, jika pihak sekolah tak datang menemuinya.

    Andri menerima kabar bahwa Kepala Sekolah masih trauma, sehingga belum mengeluarkan pernyataan ke media atau menghubungi keluarga korban secara langsung. Namun, dia menilai trauma yang dialami Kepala Sekolah tak seberat yang dirasakan oleh korban dan keluarganya.

    “Dia bilang, wali kelasnya hari ini mau kunjungan, seperti itu. Cuma kan kemarin saya dapet info karena udah diliput sama teman-teman media juga, ya dia bilang ya seperti itu. ‘Kepala sekolahnya masih trauma’. Dia bilang kepala sekolah masih trauma. Saya sebagai orang tua berapa kali dia trauma, saya bisa seribu kali atau sepuluh kali trauma dari dia,” katanya.

    Sebelumnya, Kapolda Metro Jaya, Irjen Asep Edi Suheri, mengatakan total ada 96 korban ledakan di SMAN 72 Jakarta yang berlokasi di Kelapa Gading, Jakarta Utara (Jakut). Sebanyak 3 orang di antaranya mengalami luka berat.

    “Total korban akibat peristiwa tersebut tercatat sebanyak 96 orang dengan rincian 67 orang luka ringan, 26 luka sedang, dan 3 orang luka berat,” kata Irjen Asep dalam jumpa pers di Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (11/11/2025).

    Dia mengatakan jumlah korban ini mengalami sedikit penambahan dari data awal karena ada beberapa siswa yang baru melaporkan keluhan luka dan gangguan pendengaran setelah beberapa hari kejadian. Untuk diketahui, ledakan di SMAN 72 Jakarta terjadi pada Jumat (7/11) siang saat prosesi salat Jumat.

    (amw/amw)

  • Polisi: Pelaku Ledakan di SMAN 72 sebagai Anak Berkonflik Hukum

    Polisi: Pelaku Ledakan di SMAN 72 sebagai Anak Berkonflik Hukum

    Bisnis.com, JAKARTA — Polda Metro Jaya resmi menyatakan status pelaku ledakan SMAN 72 Jakarta, Kelapa Gading, Jakarta Utara sebagai anak berkonflik hukum (ABH).

    Kapolda Metro Jaya Irjen Asep Edi Suheri mengatakan bahwa pelaku peledakan SMAN 72 tersebut diduga memiliki sifat tertutup dan jarang bergaul dengan orang lain.

    “Dari keterangan yang kami himpun Anak yang Berkonflik dengan Hukum [ABH] yang terlibat dikenal pribadi tertutup dan jarang bergaul,” ujar Asep di Polda Metro Jaya, Selasa (11/11/2025).

    Asep juga mengemukakan bahwa ABH ini memiliki ketertarikan dengan konten kekerasan dan hal-hal yang ekstrem.

    Hal tersebut bisa diketahui dari hasil analisis digital forensik terhadap ponsel milik pelaku ledakan ini.

    “[Pelaku] tertarik konten kekerasan dan hal ekstrem,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, kasus ledakan ini terjadi di SMAN 72 Jakarta Kelapa Gading, Jakarta Utara, Jumat (7/11/2025) sekitar 12.15 WIB. Saat olah TKP, petugas kepolisian telah menemukan ada tujuh peledak, empat di antaranya telah meledak.

    Kemudian, berdasarkan data terakhir yang diungkap kepolisian, total ada 96 korban dari peristiwa itu. Puluhan korban ini langsung dilarikan ke rumah sakit terdekat. Misalnya, RS Islam Cempaka Putih, RS Yarsi hingga RS Pertamina. 

    Sementara dari korban berstatus siswa SMAN 72 yang hampir mencapai seratus orang itu, sebagian telah dipulangkan ke kediamannya masing-masing.

  • Sebelum Diadili Pastikan Dulu Ijazah Jokowi Asli atau Tidak

    Sebelum Diadili Pastikan Dulu Ijazah Jokowi Asli atau Tidak

    GELORA.CO – Penetapan sejumlah nama, termasuk Roy Suryo, sebagai tersangka dalam kasus dugaan pengeditan ijazah Presiden Joko Widodo (Jokowi) memicu polemik hukum.

    Guru Besar sekaligus ahli komunikasi, Profesor Henry Subiakto, angkat bicara dan mempertanyakan dasar penerapan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) serta tuntutan pembuktian yang seharusnya dipenuhi oleh penegak hukum.

    Menurut Prof. Henry, penetapan tersangka atas dasar tuduhan mengedit ijazah Jokowi seharusnya didahului oleh pembuktian forensik yang kuat.

    “Kalau tersangka Roy Suryo dkk dinyatakan oleh Polisi mengedit ijazah Jokowi maka, penegak hukum tersebut harus membuktikan bahwa ada informasi elektronik milik Jokowi yang asli, lalu dibandingkan dengan informasi elektronik yang sama yang sudah diubah atau diedit,” tegasnya dikutip dari laman X pribadinya, Senin (10/11/2025).

    Syarat Mutlak Bukti Digital Forensik

    Prof. Henry Subiakto menjabarkan bahwa pembuktian ini harus didukung dengan bukti digital forensik yang minimal mencakup:

    Bukti Intrinsik: Bukti teknis adanya perubahan di dalam file itu sendiri.Bukti Ekstrinsik/Sistem: Bukti jejak perubahan di luar file (pada sistem).Bukti Perilaku (Behavior): Bukti perilaku tersangka yang menunjukkan dilakukannya perubahan menggunakan perangkat elektronik tertentu.Jejak Digital: Penegak hukum harus menemukan meta data, waktu edit, dan software device ID yang mereka gunakan.Perbedaan Kompresi/Noise: Harus ditemukan perbedaan kompresi JPEG di area ijazah yang diedit, bukti pola noise kamera dengan noise edit, serta adanya Digital Signature/Hash Mismatch (tanda tangan atau hash berubah).

    “Tanpa bukti-bukti itu semua, berarti unsur-unsur pasal 32 dan pasal 35 UU ITE tidak tepat dipakai penegak hukum,” kritik Prof. Henry.

    Kedudukan Hukum Foto Ijazah di Media Sosial

    Lebih lanjut, Prof. Henry Subiakto menegaskan adanya perbedaan antara ijazah fisik yang legal dan otentik dengan hasil scan atau foto yang beredar di ranah publik.

    “Sepengetahuan saya, ijazah asli itu bukan informasi elektronik. Tapi kertas ijazah yang legal dan otentik yang dikeluarkan oleh institusi pendidikan yang berwenang yaitu dalam hal ini adalah UGM,” ujar Prof. Henry.

    Ia menjelaskan bahwa foto atau hasil scan ijazah yang sudah diunggah orang di media sosial bukan lagi informasi elektronik yang legal dan otentik yang dilindungi secara spesifik oleh pasal 32 dan 35 UU ITE.

    Hasil scan atau foto di medsos dianggap sebagai informasi biasa di ranah publik, dan jika pun diubah, hal itu lebih mengarah pada pelanggaran etika.

    “Baru ada ancaman pidana jika itu dipakai untuk menipu, itupun kenanya KUHP bukan ITE. Maka jelas tidak tepat jika urusan hasil scan ijazah ataupun upload foto copy itu dianggap ada pelanggaran UU ITE,” tambahnya.

    Soal Keaslian Ijazah Harus Lewat Pengadilan

    Mengenai pasal 27A UU ITE yang baru terkait pencemaran nama baik (fitnah), Prof. Henry menekankan bahwa unsur fitnah baru bisa terpenuhi jika pokok persoalan utamanya sudah terbukti.

    “Disebut ada fitnah dan pencemaran nama baik itu jika pokok persoalan utamanya sudah terbukti, dimana ijazah pak Jokowi benar-benar asli berdasar putusan pengadilan yang telah diuji dan dievaluasi keabsahannya secara terbuka oleh para ahli,” kata Prof. Henry Subiakto.

    Ia menyimpulkan bahwa persoalan hukum serius seperti ini tidak cukup hanya didasarkan pada klaim atau pernyataan di luar pengadilan.

    “Tanpa proses pembuktian di pengadilan, polisi tidak bisa dan tidak punya kewenangan menyimpulkan ijazah Jokowi asli. Yang berwenang hanyalah pengadilan yang terbuka dilengkapi proses pengujian,” pungkasnya.

    Sebagai informasi, Polda Metro Jaya menetapkan Roy Suryo dan ada tujuh orang tersangka lainnya dalam perkara pencemaran nama baik, fitnah, dan manipulasi data yang dilaporkan oleh Bapak Ir H Joko Widodo.

    Kapolda Metro Jaya Irjen Asep Edi Suheri menyampaikan penetapan tersangka itu telah melalui asistensi dan gelar perkara yang melibatkan internal dan eksternal.

    Delapan tersangka kasus tudingan ijazah palsu yang dilaporkan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) itu dijerat pasal berlapis. 

    Kedelapan tersangka yang dibagi dalam dua klaster, dijerat UU KUHP dan juga UU ITE.

    Kapolda menyebut tersangka klaster pertama dalam kasus ini terdiri dari 5 orang. Mereka dikenakan pasal pencemaran nama baik, fitnah, hingga penyebaran dokumen elektronik dengan tujuan menghasut.

    “Lima tersangka dari klaster pertama atas nama ES, KTR, MRF, RE dan DHL. Untuk tersangka dari klaster ini dikenakan Pasal 310 dan/atau Pasal 311 dan/atau Pasal 160 KUHP dan/atau Pasal 27A juncto Pasal 45 ayat 4 dan/atau Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45A ayat 2 UU ITE,” ucapnya, Jumat (7/11/2025) kemarin.

    Adapun Pasal 310 KUHP mengatur soal pencemaran/penghinaan, sedangkan pasal 311 KUHP tentang fitnah. Sementara itu, pasal 160 KUHP mengatur penghasutan di muka umum. 

    Pasal UU ITE yang dijerat kepada delapan tersangka mengatur pidana penyebaran dokumen elektronik tanpa hak dengan tujuan menghasut dan menimbulkan kebencian, hingga manipulasi informasi atau data elektronik agar dianggap seolah-olah otentik.

    “Untuk klaster kedua, ada 3 orang yang kami tetapkan sebagai tersangka antara lain atas nama RS, RHS dan TT. Tersangka pada klaster dua dikenakan Pasal 310 dan/atau Pasal 311 KUHP dan/atau Pasal 32 ayat 1 juncto Pasal 48 ayat 1 dan/atau Pasal 35 juncto Pasal 51 ayat 1 dan/atau Pasal 27A juncto Pasal 45 ayat 4 dan/atau Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45A ayat 2 UU ITE,” ungkap Asep.  (*)

  • Usai Jadi Tersangka Kasus Ijazah Jokowi, Kini Rismon Sianipar Dilaporkan Andi Azwan ke Polisi

    Usai Jadi Tersangka Kasus Ijazah Jokowi, Kini Rismon Sianipar Dilaporkan Andi Azwan ke Polisi

    GELORA.CO – Perkara hukum yang harus dihadapi ahli digital forensik Rismon Hasiholan Sianipar kini bertambah.

    Setelah ditetapkan sebagai salah satu tersangka dalam kasus ijazah Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi), Rismon Sianipar kini dilaporkan oleh Wakil Ketua Umum Jokowi Mania (Joman), Andi Azwan, ke polisi.

    Relawan pendukung Jokowi tersebut melaporkan Rismon ke Polres Metro Jakarta Selatan atas dua tuduhan.

    Pertama, tuduhan bahwa Andi Azwan ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dalam kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan terseret kasus eks Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) RI Immanuel Ebenezer alias Noel.

    Kedua, tuduhan yang menyebut Andi Azwan adalah keturunan pendukung Partai Komunis Indonesia (PKI).

    Selain Rismon, ada dua orang lain yang dilaporkan oleh Andi Azwan, yakni podcaster Mikhael B. Sinaga dan seseorang bernama James Siahaan.

    “Siang ini tadi, saya sudah di dalam [kantor Polres Metro Jakarta Selatan] untuk meneruskan pelaporan saya terhadap tiga orang ya, Rismon Sianipar, kemudian Michael B. Sinaga, dan juga James Siahaan,” kata Andi Azwan kepada wartawan di Polres Metro Jakarta Selatan, Senin (10/11/2025), dikutip dari tayangan Sindo Siang.

    “Terhadap tuduhan mereka kepada saya sebagai tersangka TPPU kasus dari Immanuel Ebenezer, eks Wamenaker, dan juga ada satu lagi tuduhan itu mengenai PKI kepada saya itu,” tambahnya.

    “Ini Alhamdulillah sudah diterima oleh Polres Jakarta Selatan dan sudah ada laporannya di sini dan kita akan kawal terus untuk menindaklanjuti atas tuduhan mereka,” pungkas Andi.

    Laporan tersebut teregistrasi dengan Nomor LP/B/4196/XI/2025/SPKT/POLRES METRO JAKSEL/POLDA METRO JAYA.

    Andi Azwan sudah melakukan klarifikasi mengenai tuduhan yang dilayangkan oleh Rismon Sianipar cs tersebut.

    Pria kelahiran Jakarta, 6 Juni 1968 itu pun menegaskan tuduhan itu sangat keji dan bertujuan membunuh karakternya.

    Apalagi, tidak ada surat dari KPK yang menunjukkan bahwa dirinya menjadi tersangka TPPU, sebagaimana yang ia sebut dituduhkan oleh Rismon cs.

    “Saya sudah klarifikasi melalui video testimoni saya dan ini merupakan suatu fitnah yang keji karena memang ingin membunuh karakter saya,” kata Andi, dikutip dari tayangan yang diunggah di kanal YouTube Cumicumicom, Sabtu (8/11/2025) lalu.

    “Selama ini tidak ada yang namanya surat satu pun baik dari KPK maupun dari pihak kepolisian.”

    “Jadi ini murni yang dilakukan oleh mereka ini adalah tuduhan-tuduhan keji.”

    “Dan bukan hanya itu, dia juga menuduh bahwa saya ini adalah keturunan PKI dan ini sangat luar biasa. lebih-lebih lagi nih.”

    “Untuk itu, maka banyak sekali teman-teman mengatakan, ini harus dilaporkan kepada pihak kepolisian, karena ini sudah melanggar undang-undang dan ini sudah ada mens rea-nya.”

    “Untuk itu saya berketetapan hati untuk segera mengadukan hal ini kepada pihak kepolisian.”

    Jadi Tersangka Kasus Ijazah Jokowi

    Beberapa hari sebelumnya, Rismon resmi ditetapkan sebagai salah satu tersangka kasus dugaan pencemaran nama baik atau fitnah terhadap Mantan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) buntut tudingan ijazah palsu.

    Penetapan Rismon sebagai tersangka bersama tujuh orang lainnya, sebagaimana disampaikan Kapolda Metro Jaya, Irjen Asep Edi Suheri, dalam konferensi pers di Polda Metro Jaya, Jumat (7/11/2025).

    Kapolda Metro Jaya Irjen Asep Edi Suheri menjelaskan, kedelapan tersangka tersebut dibagi ke dalam dua klaster.

    “Untuk klaster pertama, tersangkanya adalah ES, KTR, MRF, RE, dan DHL,” ujar Asep di Mapolda Metro Jaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (7/11/2025), dilansir Wartakotalive.

    Nama-nama tersebut ialah Eggi Sudjana (ES), Kurnia Tri Rohyani (KTR), M Rizal Fadillah (MRF), Rustam Effendi (RE), dan Damai Hari Lubis (DHL).

    Sementara itu, mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Roy Suryo (RS), dokter Tifauziah Tyassuma alias dr Tifa (TT), serta ahli digital forensik Rismon Hasiholan Sianipar (RHS) masuk klaster kedua.

    Menurut Asep, penetapan status tersangka dilakukan usai penyidik menemukan bukti bahwa para terduga diduga menyebarkan tuduhan palsu serta melakukan manipulasi dokumen ijazah dengan metode yang tidak ilmiah.

    “Penyidik menyimpulkan bahwa para tersangka telah menyebarkan tuduhan palsu dan melakukan pengeditan serta manipulasi digital terhadap dokumen ijazah dengan metode analisis yang tidak ilmiah dan menyesatkan publik,” katanya. 

    Pasal Berlapis

    Klaster pertama dengan tersangka Eggi Sudjana, Kurnia Tri Rohyani, M Rizal Fadillah, Rustam Effendi, dan Damai Hari Lubis dijerat dengan Pasal 310 mengenai pencemaran nama baik dan fitnah, Pasal 311 tentang fitnah, Pasal 160 KUHP mengenai menghasut dan/atau Pasal 27A juncto Pasal 45 Ayat (4) dan/atau Pasal 28 Ayat 2 juncto Pasal 45A Ayat 2 UU ITE.

    Pasal UU ITE yang dimaksud mengenai mengubah, manipulasi, menghasut, mengajak, menyebarkan informasi yang bertujuan menimbulkan kebencian hingga menyerang orang dengan cara menuduh.

    Klaster kedua dengan tersangka Roy Suryo, Rismon Sianipar, dan Tifauzia Tyassuma dijerat dengan Pasal 310 KUHP mengenai pencemaran nama baik dan fitnah, Pasal 311 KUHP tentang fitnah, Pasal 32 Ayat 1 juncto Pasal 48 Ayat 1, Pasal 35 juncto Pasal 51 Ayat 1, Pasal 27A juncto Pasal 45 Ayat 4, Pasal 28 Ayat 2 juncto Pasal 45A Ayat 2 Undang-Undang ITE. 

    Sementara pasal UU ITE tersebut mengenai mengubah, manipulasi, menghasut, mengajak hingga menyebarkan informasi yang bertujuan menimbulkan kebencian, serta menyerang orang dengan cara menuduh.

    Dirkrimum Polda Metro Jaya Kombes Iman Imanuddin menjelaskan, pembagian klaster ini ditetapkan berdasarkan perbuatan delapan tersangka itu.

    “Dan itu sesuai dengan apa yang dilakukan atau perbuatan hukum yang dilakukan oleh masing-masing tersangka, sehingga ini akan menentukan pertanggungjawaban hukum seperti apa yang harus dihadapi oleh tersangka. Jadi, clustering itu didasarkan pada perbuatan yang telah dilakukan,” jelas Iman, Jumat. 

    Perbedaan dua klaster ini terdapat pada Pasal 160 KUHP yang hanya dijeratkan pada lima tersangka dalam klaster pertama yang disebut telah menghasut publik.

    Klaster kedua dijerat dengan Pasal 32 Ayat 1 juncto Pasal 48 Ayat 1 dan tambahan Pasal 35 juncto Pasal 51 Ayat 1.

    Kedua sangkaan pasal ini membahas tentang perbuatan menghilangkan atau menyembunyikan informasi elektronik, dan memanipulasi atau memalsukan informasi agar terlihat asli.

  • Dukungan Penetapan Tersangka Roy Suryo Cs Meluas, IPW: Bukan Kriminalisasi

    Dukungan Penetapan Tersangka Roy Suryo Cs Meluas, IPW: Bukan Kriminalisasi

    GELORA.CO -Dukungan kepada Polda Metro Jaya yang telah menetapkan status tersangka terhadap Roy Suryo dan tujuh orang lainnya terkait tuduhan ijazah palsu Joko Widodo (Jokowi) semakin meluas.

    Selain Indonesia Police Watch (IPW), Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), Gereja Pusat Pantekosta Indonesia (GPPI), Majelis Ulama Indonesia (MUI), sejumlah tokoh nasional menyatakan langkah penyidik Polda Metro Jaya sudah sesuai prosedur hukum dan bukan bentuk kriminalisasi.

    “Penetapan tersangka terhadap Saudara Roy Suryo dan kawan-kawan bukanlah kriminalisasi, karena terdapat perbuatan faktual yang dilakukan secara terbuka di muka umum dan melalui media massa maupun media sosial. Perbuatan yang dipersangkakan  bukan hanya sebatas ekspresi lisan atau opini, melainkan tindakan aktif yang lebih spesifik,” ujar Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi di Jakarta, Senin 10 November 2025.

    Roy Suryo cs diduga telah menyebarkan tuduhan palsu dan melakukan edit serta manipulasi digital terhadap dokumen ijazah Jokowi dengan metode analisis yang tidak ilmiah dan menyesatkan publik. Ini yang menurut Kapolda Metro Jaya Irjen Asep Edi Suheri, perbuatan pidana yang diselidiki yang menjelaskan mengapa jeratan pasalnya melampaui sekadar Pasal 310 KUHP.

    “Penetapan tersangka ini tidak bisa disebut misalnya sebagai kriminalisasi terhadap kebebasan berpendapat, karena memang ada tindakan atau perbuatan yang dinilai merendahkan martabat seorang subjek hukum, dalam hal ini Jokowi yang adalah Presiden ke-7 RI,” kata Sugeng lagi.

    Menurut Sugeng, pernyataan dan unggahan yang mempersoalkan keaslian ijazah Joko Widodo sebagai lulusan Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) telah mencemarkan nama baik Presiden. Apalagi, kata dia, tuduhan itu sebelumnya telah diuji secara hukum dan dinyatakan tidak terbukti. 

    ”Bareskrim Polri telah melakukan pemeriksaan menyeluruh bersama ahli, termasuk pihak UGM serta saksi-saksi teman seangkatan Joko Widodo, dan telah menerbitkan surat penghentian penyelidikan karena tidak terdapat cukup bukti terjadinya pemalsuan ijazah,” ujarnya.

    Sugeng menjelaskan, surat penghentian penyelidikan dari Bareskrim menjadi fakta hukum bahwa peristiwa pidana pemalsuan ijazah tidak ada. Karena itu, ketika tuduhan tersebut terus diproduksi dan disebarkan di ruang publik, termasuk di media sosial, tindakan tersebut bisa dikategorikan sebagai pencemaran nama baik. 

    Ia menambahkan, penyidik Polda Metro Jaya telah memeriksa 117 saksi serta menghadirkan berbagai ahli, mulai dari ahli pidana, hukum IT, sosiologi, hingga psikologi massa, sebelum menetapkan tersangka. Proses penyelidikan juga disertai gelar perkara dengan menghadirkan pihak eksternal penyidik.

    ”Dengan demikian, penetapan tersangka oleh penyidik Polda Metro Jaya sudah sesuai dengan prosedur hukum pidana dan sah secara hukum,” kata Sugeng.

    Meski demikian, IPW menegaskan, para tersangka tetap memiliki hak konstitusional untuk mengajukan upaya hukum. ”Dalam negara hukum yang demokratis, para tersangka berhak menempuh praperadilan guna menguji keabsahan proses hukum yang dilakukan oleh Polda Metro Jaya,” tutur Sugeng.

    Dukungan juga diberikan oleh Ketua Umum MUI KH Anwar Iskandar yang menilai langkah Polda Metro Jaya sudah tepat. Ia mengingatkan semua pihak agar menggunakan kebebasan berpendapat dengan penuh tanggung jawab. 

    ”Sudah tepat (penetapan status tersangka), supaya menjadi pelajaran bagi siapa pun untuk tidak menyalahgunakan kebebasan berpendapat justru untuk caci maki,” kata Kiai Anwar.

    Ia berharap, setelah penetapan ini tidak ada lagi penyebaran informasi yang tidak benar. ”Semoga Pak Jokowi selalu diberikan kesehatan lahir dan batin,” imbuhnya.

    Sementara itu, Ketua Umum PP GMKI, Prima Surbakti juga menilai penetapan tersangka Roy Suryo, dkk sudah tepat. Karena  opini yang digiring terkait tudingan ijazah palsu Joko Widodo sudah menimbukan kegaduhan dalam masyarakat.

    Selaras dengan IPW, GMKI dan MUI, tokoh nasional dari Jawa Timur, Ir. Ridwan Hisjam, mantan anggota DPR RI lima periode berpendapat serupa. Dengan penetapan tersangka terhadap Roy Suryo, dkk dapat memberikan kepastian hukum serta  membuat dugaan pidana yang dipersangkakan dapat diuji secara terbuka di pengadilan. 

    “Apabila ternyata tidak terbukti, hakim bakal membebaskan Roy Suryo, dkk. Akan tetapi apabila hakim berkeyakinan dakwaan terbukti, Roy Suryo, dkk akan menjalani hukuman yang harus dihormati semua pihak” ujarnya.

    Penetapan tersangka Roy Suryo, dkk sebelumnya diumumkan oleh Kapolda Metro Jaya Irjen Asep Edi Suheri dalam konferensi pers. Kasus ini berawal dari laporan Presiden Joko Widodo atas dugaan pencemaran nama baik terkait tuduhan ijazah palsu yang telah berulang kali dibantah pihak UGM dan aparat penegak hukum. 

    Polda Metro Jaya telah menjadwalkan pemeriksaan terhadap Roy Suryo dkk sebagai tersangka kasus tudingan ijazah palsu Jokowi pada Kamis pekan ini, 13 November.

    ”Panggilan tersangka untuk diambil keterangan Kamis, 13 November 2025, Roy Suryo, Rismon, dan Tifauzia,” ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Bhudi Hermanto

  • Pramono harap tak ada “bully” lagi di lingkup sekolah Jakarta

    Pramono harap tak ada “bully” lagi di lingkup sekolah Jakarta

    yang bersifat perundungan atau bullying tidak boleh terulang kembali karena ini bisa menjadi motivasi atau pemicu

    Jakarta (ANTARA) – Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung Wibowo berharap tidak ada lagi perundungan atau bullying di lingkungan sekolah di ibu kota.

    “Jadi yang paling utama yang bersifat perundungan atau bullying tidak boleh terulang kembali karena ini bisa menjadi motivasi atau pemicu,” kata Pramono saat dijumpai di Balai Kota Jakarta, Senin.

    Kendati demikian, saat dimintai tanggapan terkait pelaku ledakan SMA Negeri 72 yang diduga merupakan korban bullying, Pramono masih enggan berkomentar.

    Meski saat meninjau tempat kejadian perkara (TKP) Pramono mendengar terkait isu tersebut, namun Ia mengatakan masih menunggu proses dari pihak kepolisian terkait hal tersebut.

    “Sampai hari ini, karena ini yang berwenang sepenuhnya adalah kepolisian, mari kita tunggu bersama-sama apa yang sebenarnya terjadi. Jadi untuk itu, saya tidak komentar, tetapi sekali lagi kita tunggu apa yang menjadi temuan yang sebenarnya,” ujar Pramono.

    Sebelumnya, Polda Metro Jaya menyebutkan masih mendalami motif terduga pelaku ledakan di SMA Negeri 72, Kelapa Gading Barat, Jakarta Utara, pada Jumat siang (7/11) yang disebut adalah korban “bully” atau dirundung oleh siswa lain.

    “Kita di malam ini sengaja meluruskan informasi sehingga tidak simpang siur, tadi disampaikan oleh Bapak Kapolda Metro Jaya, ini juga masih dilakukan pendalaman terhadap motif, apakah yang bersangkutan korban bullying? Ini juga masih kita dalami,” kata Kabid Polda Metro Jaya, Kombes Pol Budi Hermanto.

    Budi juga menjelaskan pihaknya belum dapat meminta sejumlah keterangan dari para saksi karena mayoritas masih dalam penanganan Rumah Sakit.

    “Karena saksi-saksi yang ada juga adalah menjadi korban dan butuh pemulihan dalam penanganan medis. Jadi, kemungkinan besok Bapak Kapolda Metro Jaya yang akan menyampaikan,” katanya.

    Pewarta: Lifia Mawaddah Putri
    Editor: Syaiful Hakim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.