Kementrian Lembaga: Jaksa Agung

  • Kita Harus Cinta Produk Dalam Negeri

    Kita Harus Cinta Produk Dalam Negeri

    GELORA.CO –  Kejaksaan Agung (Kejagung) meminta masyarakat untuk tetap memilih bahan bakar minyak atau BBM produksi Pertamina maupun produk lainnya untuk berkegiatan sehari-hari, dan tidak beralih ke produk lain.

    Demikian disampaikan Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Febrie Adriansyah, di tengah penanganan kasus dugaan korupsi Pertamina yang merugikan negara ratusa triliun rupiah.

    “Kami mengimbau masyarakat untuk tidak meninggalkan Pertamina. Kita harus mencintai produk dalam negeri,” kata Febrie di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (5/3/2024).

    Febrie memastikan produk-produk Pertamina telah memenuhi standar kualitas, dan aman untuk dikonsumsi masyarakat. Pihaknya pun telah berkoordinasi dengan Pertamina terkait kualitas produknya, terutama BBM yang dipasarkan.

    Dari koordinasi tersebut, kata dia, Pertamina lantas melakukan pengujian untuk memastikan kualitas produknya sesuai standar yang berlaku.

    Oleh karena itu, ia meminta masyarakat tidak perlu ragu untuk membeli bahan bakar maupun produk lainnya dari perusahaan pelat merah tersebut.

    “Kami sudah meminta Pertamina secara terbuka untuk menguji produknya, dan saya dengar ini sudah dilakukan,” ujar Febrie.

    “Jadi, masyarakat tidak perlu ragu dan khawatir saat membeli produk di Pertamina.”

    Febrie karena itu mengajak masyarakat untuk tetap mendukung Pertamina sebagai perusahaan kebanggaan nasional. Menurut dia, keberhasilan bisnis Pertamina akan berdampak positif bagi ekonomi nasional.

    “Pertamina adalah kebanggaan kita semua. Kita harus menjaga agar bisnisnya terus berkembang dengan baik,” ujarnya.

    Seperti diketahui, masyarakat sempat khawatir membeli produk Pertamina jenis Pertamax usai kasus dugaan korupsi di PT Pertamina Patra Niaga mencuat.

    Sebab, selain merugikan negara hingga Rp 193,7 triliun, terungkap modus dugaan korupsi yang dilakukan para tersangka, yakni mencampur BBM kualitas rendah agar bisa dijual dengan harga yang lebih tinggi.

    Dalam fakta transaksi hasil penyidikan ditemukan bukti RON 90 dicampur dengan RON 92 dan dipasarkan seharga RON 92 atau Pertamax. Hal ini terjadi dalam kurun 2018 sampai 2023.

    “Dalam pengadaan produk kilang, tersangka RS (Riva Siahaan, Direktur PT Pertamina Patra Niaga) membeli (membayar) untuk Ron 92 (Pertamax). Padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 (Pertalite) atau lebih rendah,” demikian pernyataan Kejagung.

    “Kemudian dilakukan blending di Storage/Depo untuk menjadi Ron 92. Hal tersebut tidak diperbolehkan.”

  • Korupsi Pertamina Patra Niaga Bukan Rp980 Triliun? Begini Beber Jaksa Agung

    Korupsi Pertamina Patra Niaga Bukan Rp980 Triliun? Begini Beber Jaksa Agung

    Surabaya (beritajatim.com) – Isu dugaan korupsi di PT Pertamina Patra Niaga kembali menjadi sorotan publik setelah muncul klaim bahwa kerugian negara akibat tata kelola minyak mentah dan produk kilang mencapai Rp980 triliun atau hampir 1 Kuadriliun.

    Angka yang fantastis ini memicu berbagai spekulasi dan reaksi dari berbagai pihak. Namun, benarkah angka tersebut akurat? Berikut pernyataan resmi dari Pertamina dan Kejaksaan Agung.

    Direktur Utama PT Pertamina, Simon Aloysius Mantiri, menegaskan bahwa hingga kini proses penyelidikan masih berlangsung. Investigasi ini dilakukan juga untuk mengetahui wilayah mana saja yang terdampak akibat distribusi minyak ilegal dalam rentang waktu 2018 hingga 2023 tersebut.

    “Proses ini masih berlangsung,” ujar Simon dalam konferensi pers bersama Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin, Kamis (6/3/2025).

    Simon menambahkan bahwa Pertamina berkomitmen untuk mendukung penuh penyelidikan ini dan akan terus berkoordinasi dengan aparat penegak hukum guna mengungkap fakta yang sebenarnya.

    Hingga saat ini, pihaknya belum dapat memastikan total kerugian yang ditimbulkan dari dugaan korupsi tersebut.

    Menanggapi kasus ini, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menegaskan bahwa pihaknya akan menindak tegas para pelaku yang terbukti bersalah.

    Mengingat kejahatan ini diduga terjadi dalam jangka waktu yang lama dan bertepatan dengan masa pandemi COVID-19, opsi hukuman mati menjadi salah satu kemungkinan yang dipertimbangkan.

    “Dalam kondisi seperti ini, hukuman mati bisa saja diterapkan. Namun, kita harus menunggu hasil penyelidikan lebih lanjut,” kata Sanitiar.

    Sebelumnya, Sanitiar Burhanuddin mengungkapkan bahwa dugaan kerugian negara akibat korupsi di PT Pertamina, subholding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) mencapai Rp193,7 triliun dalam satu tahun.

    “Yang pasti Rp190 triliun itu untuk satu tahun,” ujar Sanitiar dalam pernyataannya pada Selasa (25/2/2025).

    Kerugian tersebut berasal dari berbagai pelanggaran, di antaranya:

    Kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri mencapai mencapai Rp35 triliun, kerugian impor minyak mentah melalui broker sebesar Rp2,7 triliun, kerugian pemberian kompensasi mencapai Rp126 triliun, dan kerugian pemberian subsidi sebesar sebesar Rp21 triliun.

    Total kerugian ini dihitung hanya untuk tahun 2023. Dengan demikian, jika kasus ini terjadi selama beberapa tahun, angkanya tentu bisa jauh lebih besar. Namun, hingga kini, angka Rp980 triliun masih perlu diverifikasi lebih lanjut dalam penyelidikan.

    Jika kerugian tersebut benar, maka angka ini setara dengan hampir sepertiga dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia, yang tentunya berdampak besar terhadap sektor ekonomi, khususnya industri energi dan subsidi bahan bakar.

    Kejaksaan Agung menegaskan bahwa penyelidikan masih terus dilakukan. Langkah-langkah lebih lanjut akan ditentukan setelah perhitungan total kerugian negara benar-benar valid.

    Sementara itu, masyarakat diharapkan menunggu informasi resmi dari pemerintah terkait perkembangan kasus ini. (fyi/ian)

  • Jaksa Agung Buka Peluang Tuntut Hukuman Mati Tersangka Korupsi Pertamina

    Jaksa Agung Buka Peluang Tuntut Hukuman Mati Tersangka Korupsi Pertamina

    Bisnis.com, JAKARTA – Jaksa Agung ST Burhanuddin memastikan akan memperberat hukuman sembilan tersangka kasus korupsi tata kelola minyak mentah di PT Pertamina (Persero). Dia menjelaskan tidak menutup kemungkinan para tersangka juga akan dihukum mati.

    Burhanuddin menjelaskan alasan sembilan tersangka itu diperberat hukumannya karena seluruh tersangka melakukan perbuatan pidana di masa Covid-19 yaitu tahun 2018-2023. 

    “Apakah ada hal-hal yang memberatkan dalam situasi Covid-19, dia [tersangka] melakukan perbuatan itu dan tentunya ancaman hukumannya akan lebih berat,” tuturnya saat konferensi pers di Kejagung, Kamis (6/3).

    Ketentuan mengenai pemberatan hukuman bagi para koruptor yang melakukan tindak pidana saat Covid-19 tersebut tertuang dalam pasal 2 Undang-Undang Tipikor ayat (2).

    Pasal itu menyebutkan bahwa tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan kepada terdakwa. 

    Maka dari itu, Burhanuddin mengemukakan bahwa pihaknya masih mendalami peran sembilan tersangka dalam perkara korupsi tata kelola minyak mentah di Pertamina.

    “Dalam kondisi demikian [Covid-19] bisa-bisa hukuman mati. Tapi kita akan lihat dulu bagaimana hasil penyidikan ini,” ujarnya.

    Dalam kasus ini penyidik Kejaksaan Agung telah menetapkan sembilan tersangka. Tiga tersangka merupakan pihak swasta dan 6 lainnya dari internal Subholding Pertamina.

    Untuk tersangka dari internal Subholding Pertamina, yakni Maya Kusmaya selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga Pertamina Patra Niaga, Edward Corne selaku VP Trading Produk Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Sani Dinar Saifuddin selaku Direktur Feed stock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, Yoki Firnandi selaku Dirut PT Pertamina International Shiping, dan Agus Purwoni selaku VP Feed stock Management PT Kilang Pertamina International.

    Sementara itu, tersangka dari pihak swasta adalah Muhammad Kerry Andrianto Riza selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, Dimas Werhaspati selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, dan Gading Ramadhan Joedo selaku Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Dirut PT Orbit Terminal Merak.

  • Kejagung Bantah Keterlibatan Erick Thohir di Kasus Pertamina, Eks Jubir Gus Dur: Setelah Ketemuan hingga Malam

    Kejagung Bantah Keterlibatan Erick Thohir di Kasus Pertamina, Eks Jubir Gus Dur: Setelah Ketemuan hingga Malam

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Eks Juru Bicara (Jubir) Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Adhie Massardi meminta Erick Thohit bertanggung jawab. Terkait korupsi di Pertamina.

    “Sebagai Menteri BUMN Erick Thohir harus tanggungjawab atas korupsi di BUMN (Pertamina) yang gila-gilaan oplosan,” kata Adhie dikutip dari unggahannya di X, Kamis (6/3/2025).

    Adhie menyoroti pertemuan Erick Thohir bersama dengan Kejaksaan Agung. Pertemuan itu disebut membahas kasus korupsi Pertamina.

    Setelah pertemuan itu, Adhie mengatakan kejaksaan menegaskan Erick tak terlibat dalam kasus tersebut.

    “Tapi Why after ketemuan hingga malam dengan Jaksa Agung, Erick Thohir lekas dinyatakan tak ada bukti,” jelasnya.

    Ia lalu membandingkan dengan Tom Lembong. Meski belum ada bukti ditahan terlebih dulu.

    “Bukan bilang belum nemukan bukti, hingga harus ditahan seperti Tom Lembong?” pungkasnya.

    Adapun pernyataan kejaksaan disampaikan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar pada Rabu (5/3).

    Dia memastikan hal itu setelah mendapat informasi dari penyidik. Bahwa, tidak ada informasi dugaan keterlibatan Erick dan Boy Thohir. 

    “Nggak ada informasi fakta soal itu,” ujarnya saat dikonfirmasi. 

    Harli justru mempertanyakan dasar informasi yang beredar berkaitan dengan dugaan keterlibatan Erick dan Boy Thohir dalam kasus tersebut. Sebab, informasi tersebut tidak berbasis pada fakta-fakta penyidikan yang sudah disampaikan oleh penyidik. 

    “Dari mana sebenarnya informasi-informasi seperti itu,” imbuhnya.  

  • Usai Bertemu Jaksa Agung, Dirut Pertamina Klaim Hasil Uji Kualitas BBM Telah Sesuai Standar

    Usai Bertemu Jaksa Agung, Dirut Pertamina Klaim Hasil Uji Kualitas BBM Telah Sesuai Standar

    loading…

    Dirut PT Pertamina (Persero) Simon Aloysius Mantiri bertemu dengan Jaksa Agung ST Burhanuddin dan menyatakan kualitas BBM Pertamina telah sesuai standar. Foto/Achmad Al Fiqri

    JAKARTA – Dirut PT Pertamin a (Persero) Simon Aloysius Mantiri mengklaim, pihaknya bersama Lemigas Kementerian ESDM telah memggelar uji kualitas BBM di puluhan titik yang tersebar di Indonesia. Hasilnya, kualitas BBM Pertamina telah sesuai standar.

    Hal itu disampaikan Simon usai bertemu dengan Jaksa Agung ST Burhanuddin di Kejaksaan RI, Jakarta Selatan, Kamis (6/3/2025). Usai pertemuan, Simon mengklaim pihaknya kerap menggelar uji rutin kualitas BBM bersama Lemigas.

    Simon menegaskan, uji rutin kualitas BBM tak gencar dilakukan pasca terungkapkanya kasus dugaan korupsi terkait tata kelola minyak di Pertamina.

    “Beberapa kesempatan lalu juga kami sudah melakukan uji sampel bersama Lemigas di 75 tempat termasuk di Terminal Pertamina Plumpang, begitu juga di 33 SPBU yang tersebar antara lain di Jakarta, Depok, Bogor dan Tanggarang Selatan,” kata Simon.

    “Dan hasil dari pengujian itu menunjukkan adalah kualitas produk BBM Pertamina sudah sesuai standar spesifikasi teknis yang dipersyaratkan oleh Dijen Migas Kementerian SDM,” tambahnya.

    Bahkan, kata dia, pihaknya juga melibatkan surveyor independen seperti Surveyor Indonesia dan TUV Rheinland Indonesia untuk melakukan uji dari produk BBM Pertamina.

    “Hasilnya juga sudah sesuai dengan standar spesifikasi teknis seperti yang dipersyaratkan Dirjen Migas SDM,” ujarnya.

    Ia mengatakan, uji kualitas BBM akan dilakukan terus di seluruh tanah air. Simon pun mengklaim, proses uji kualitas BBM itu dilakukan secara terbuka dan,m masyarakat juga dapat ikut serta untuk mengawasi.

    “Dengan demikian untuk memberikan rasa percaya ke masyarakat bahwa produk yang dihasilkan oleh Pertamina adalah produk yang betul-betul sesuai, begitu juga dalam distribusinya sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” klaimnya.

    (shf)

  • Jaksa Agung: Korupsi Minyak Mentah Saat Pandemi Bisa Dihukum Mati

    Jaksa Agung: Korupsi Minyak Mentah Saat Pandemi Bisa Dihukum Mati

    Jakarta, Beritasatu.com – Jaksa Agung ST Burhanuddin menegaskan bahwa ancaman hukuman mati bisa diterapkan bagi pihak yang terbukti terlibat dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah.

    “Tindak pidana ini terjadi pada 2018–2023, termasuk saat pandemi Covid-19. Dalam kondisi demikian, bisa-bisa hukuman mati. Namun, kita lihat nanti,” ujar Burhanuddin.

    Ia menegaskan Kejaksaan Agung akan terus memantau perkembangan penyidikan kasus korupsi minyak mentah yang diduga merugikan negara hingga Rp193 triliun per tahun. Jika terbukti bahwa tindak pidana ini dilakukan selama masa pandemi, sanksinya bisa lebih berat.

    “Tentu hukumannya akan lebih berat dan bisa hukuman mati,” tegasnya.

    Burhanuddin juga meminta Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) untuk segera menuntaskan kasus ini agar kepercayaan masyarakat terhadap Pertamina dapat dipulihkan.

    “Saya meminta Jampidsus untuk segera menyelesaikan kasus ini agar dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat,” lanjutnya.

    Sebagai informasi, pandemi Covid-19 secara resmi ditetapkan pada 11 Maret 2020 melalui Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Kedaruratan Kesehatan Masyarakat. Selain itu, Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 menetapkan pandemi sebagai bencana nasional.

    Sementara itu, Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyebutkan hukuman mati bisa dijatuhkan jika korupsi, seperti yang terjadi dalam kasus korupsi minyak mentah, dilakukan dalam keadaan tertentu, termasuk saat bencana nasional.

  • Jaksa Agung Minta Masyarakat Tak Takut Beli Pertamax: Sudah Bagus dan Sesuai Standar

    Jaksa Agung Minta Masyarakat Tak Takut Beli Pertamax: Sudah Bagus dan Sesuai Standar

    Bisnis.com, JAKARTA – Jaksa Agung ST Burhanuddin mempromosikan produk BBM jenis pertamax yang dijual PT Pertamina (Persero).

    Burhanudin mengatakan bahwa bensin jenis pertamax yang saat ini beredar bukanlah bensin bermasalah seperti yang ditangani tim penyidik JAMPidsus Kejaksaan Agung.

    Burhanudin mengatakan bensin bermasalah yang tengah diselidiki adalah bensin periode 2018-2023, sehingga tidak ada kaitannya dengan bensin jenis pertamax pada tahun 2024-2025.

    “Artinya bahwa mulai 2024 ke sini itu tidak ada kaitannya dengan yang sedang kami selidiki. Artinya kondisi pertamax yang ada sudah bagus dan sudah sesuai dengan standar yang ada di Pertamina,” tuturnya di Jakarta, Kamis (6/3/2025).

    Selain itu, menurutnya, kondisi bensin yang kini dijual oleh pertamina juga diklaim telah sesuai dengan spesifikasi yang ada, tidak berkaitan dengan peristiwa hukum saat ini.

    “Bahan bakar minyak sebagai produk kilang yang didistribusi atau dipasarkan oleh PT Pertamina saat ini adalah baik, dalam kondisi yang baik dan sudah sesuai dengan spesifikasi tetap tidak terkait dengan peristiwa hukum yang sedang disidik,” kata Burhanuddin.

    Burhanuddin menyebut bensin bermasalah yang dipasarkan pada periode 2018-2023 lalu itu sudah tidak dipasarkan lagi di tahun 2024, sehingga bensin produksi 2024-2025 dipastikan oleh Burhanudin aman.

    “Karena bahan bakar minyak adalah barang habis pakai dan jika dilihat dari sisi lamanya stok kecukupan BBM yang bersekitar antara 21-23 hari maka BBM yang dipasarkan pada tahun 2018-2023 tidak ada lagi stok di dalam tahun 2024. Artinya yang kita sidik tetap sampai 2023. Ini tidak ada kaitannya,” ujarnya.

  • Pertamax yang Beredar Sesuai Standar, Bukan Hasil Oplosan

    Pertamax yang Beredar Sesuai Standar, Bukan Hasil Oplosan

    Jakarta, Beritasatu.com – Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin menegaskan bahan bakar minyak (BBM) Pertamax yang beredar di pasaran saat ini telah sesuai standar Pertamina dan tidak terkait dengan kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada 2018–2023.

    “Pertamax yang ada saat ini sudah sesuai standar Pertamina dan tidak ada kaitannya dengan perkara yang sedang disidik,” ujar Burhanuddin dalam konferensi pers di gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (6/3/2025).

    Menurutnya, penyidikan kasus ini hanya mencakup periode 2018–2023, sementara Pertamax yang beredar mulai 2024 sudah tidak terkait dengan perkara tersebut.

    Jaksa Agung juga menjelaskan BBM adalah barang habis pakai dengan stok yang hanya bertahan sekitar 21–23 hari. Artinya, BBM dari periode 2018–2023 sudah tidak lagi tersedia di pasaran pada 2024.

    “BBM yang saat ini dipasarkan oleh Pertamina dalam kondisi baik dan sudah sesuai spesifikasi,” tegasnya.

    Selain itu, Burhanuddin menegaskan meskipun ada dugaan kecurangan dalam pengelolaan BBM, tindakan tersebut dilakukan oleh segelintir oknum, bukan kebijakan Pertamina.

    “Kami tegaskan, perbuatan ini dilakukan oleh oknum yang telah ditetapkan sebagai tersangka dan tidak terkait dengan kebijakan resmi Pertamina,” ucapnya.

    Dalam kasus yang sedang disidik, ditemukan praktik manipulasi kualitas BBM. Pertamina Patra Niaga membeli BBM RON 92, tetapi yang diterima adalah BBM RON 88 atau 90.

    BBM tersebut disimpan di depo PT Orbit Terminal Merak dan diblending sebelum dipasarkan. Namun, Jaksa Agung menekankan praktik ini hanya dilakukan oleh segelintir oknum yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka.

    “Kami harap masyarakat tidak terprovokasi oleh isu yang tidak benar. Pertamina tetap berkomitmen menjaga kualitas BBM,” katanya.

    Lebih lanjut, Burhanuddin menegaskan penegakan hukum dalam kasus ini merupakan bagian dari sinergi antara Kejaksaan Agung dan Pertamina untuk meningkatkan tata kelola perusahaan yang lebih baik.

    “Ini adalah bagian dari upaya membersihkan BUMN agar lebih transparan dan akuntabel,” katanya.

    Kejaksaan Agung juga memastikan penyidikan ini dilakukan tanpa intervensi pihak mana pun, murni sebagai bentuk penegakan hukum demi mendukung visi Indonesia Emas 2045.

    Saat ini, penyidik terus bekerja sama dengan ahli keuangan untuk menghitung kerugian negara yang nyata dari kasus ini. Burhanuddin juga meminta masyarakat untuk mendukung Pertamina dan Kejaksaan Agung dalam menjalankan tugasnya.

    “Kami mendukung Pertamina dalam menjaga pasokan BBM (termasuk Pertamax), khususnya menjelang Ramadan dan Idulfitri 1446 H,” tutupnya.

  • Kejagung: Jangan Tinggalkan Pertamina, Harus Tetap Cintai Produk Sendiri

    Kejagung: Jangan Tinggalkan Pertamina, Harus Tetap Cintai Produk Sendiri

    Bisnis.com, JAKARTA – Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung), Febrie Adriansyah menyampaikan kepada masyarakat agar jangan khawatir untuk membeli produk di PT Pertamina (Persero).

    Pertamina, kata Febrie, sudah melakukan pengujian produk Pertamax dan produk-produk lain yang menjadi konsumsi masyarakat. Dari hasil pengujian itu, disebut sudah memenuhi standar.

    “Saya sampaikan kepada masyarakat, ini Pertamina menjadi kebanggaan kita semua, sehingga kita tetap harus menjaga Pertamina ini bisnisnya bisa berlangsung lebih baik,” tuturnya seusai rapat tertutup dengan Komisi III DPR RI, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (5/3/2025).

    Akan tetapi, dia juga menerangkan bahwa kasus BBM yang dipolos hingga memengaruhi RON pada produk Pertamina terjadi hingga 2023. Namun, saat ini produk Pertamina sudah sesuai dengan spesifikasinya.

    “Kemarin yang jelas naik penyidikan itu ‘kan pasti ada. Ya, pasti ada kesalahan sampai 2023. Ingat ya sampai 2023,” tegasnya.

    Dia kembali menegaskan, Kejagung dan Pertamina juga terus berkoordinasi, sehingga pihaknya bisa memastikan produk yang beredar di tengah masyarakat telah sesuai dengan standar.

    Sebab itu, Febrie mengimbau agar masyarakat jangan beralih dari Pertamina. Menurutnya, masyarakat harus tetap mencintai produk dalam negeri.

    “Kepada masyarakat, kami imbau, jangan tinggalkan Pertamina. Karena kita harus tetap mencintai produk kita sendiri,” tegasnya.

  • Pengadilan Fasilitasi Layar Besar untuk Saksikan Sidang Tom Lembong

    Pengadilan Fasilitasi Layar Besar untuk Saksikan Sidang Tom Lembong

    Pengadilan Fasilitasi Layar Besar untuk Saksikan Sidang Tom Lembong
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat menyediakan layar besar di lobi gedung pengadilan untuk menayangkan jalannya sidang mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong.
    Tom Lembong
    merupakan terdakwa dalam kasus dugaan korupsi
    impor gula
    di Kementerian Perdagangan pada 2015-2016.
    Berdasarkan pantauan Kompas.com, layar besar tersebut menampilkan gambar dari ruang sidang Muhammad Hatta Ali, tempat Tom Lembong menjalani persidangan.
    Para pengunjung yang tidak dapat masuk ke dalam ruang sidang tetap dapat mengikuti jalannya sidang melalui tayangan di lobi.
    Dalam kasus ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan total 11 orang tersangka.
    Penyidik menyatakan bahwa para tersangka terlibat dalam praktik impor gula secara ilegal pada periode tersebut, yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 578 miliar.
    Kerugian ini berdasarkan laporan hasil audit yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
    Meski begitu, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, menyebutkan bahwa Tom Lembong tidak dibebankan kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi impor gula.
    Qohar menjelaskan bahwa uang pengembalian kerugian negara yang diperoleh Kejaksaan Agung dalam kasus ini berasal dari praktik korupsi yang terjadi tidak pada masa jabatan Tom Lembong sebagai menteri.
    “Ini adalah kerugian di tahun 2016 yang pada saat itu pejabatnya bukan Pak Menteri Perdagangan saat itu, bukan Pak Thomas Lembong,” kata Qohar, di Kantor Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (25/2/2025).
    “Jadi, karena bukan pada masa beliau, maka kerugian itu tidak dibebankan pada para tersangka yang disangkakan melanggar ketentuan tindak pidana korupsi bersama-sama dengan Pak Thomas Lembong,” ujar dia.
    Qohar menambahkan, sejauh ini Kejaksaan Agung telah memperoleh pengembalian kerugian negara senilai total Rp 565.339.071.925,25 atau Rp 565 miliar dari 9 tersangka yang berstatus pihak swasta.
    Selain Tom Lembong, Kejaksaan Agung menetapkan Charles Sitorus (CS) selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI sebagai tersangka.
    Sembilan tersangka lainnya adalah Direktur Utama PT AP berinisial TW; Presiden Direktur PT AF berinisial WN; Direktur Utama PT SUC berinisial HS; Direktur Utama PT MSI berinisial IS; dan Direktur PT MP berinisial TSEP.
    Kemudian, Direktur PT BSI berinisial HAT; Direktur Utama PT KTM berinisial ASB; Direktur Utama PT BFM berinisial HFH; dan Direktur PT PDSU berinisial ES.
     
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.