Kementrian Lembaga: Jaksa Agung

  • Deretan Barang Mewah di Kasus ‘Mafia Peradilan’ Korupsi Ekspor CPO

    Deretan Barang Mewah di Kasus ‘Mafia Peradilan’ Korupsi Ekspor CPO

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) menyita uang miliaran hingga barang mewah dalam kasus suap hakim yang menangani perkara korupsi ekspor crude palm oil (CPO).

    Kasus ini mendapat perhatian banyak pihak karena melibatkan penegak hukum mulai dari pengacara hingga hakim di pengadilan.

    Sekadar informasi, kasus ekspor CPO atau mafia minyak goreng tiga perusahaan besar seperti Pertama Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group.

    Seperti kasus Ronald Tannur, ada tiga hakim yang menjadi tersangka dalam skandal ekpor CPO. Ketiganya antara lain Djuyamto (DJU), Agam Syarif Baharudin (ASB), Ali Muhtarom (AM). Kasus ini juga melibatkan nama Ketua PN Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta (MAN) dan Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan (WG).

    Kepala Pusat Penerangan Hukum alias Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar menyebutkan bahwa para hakim telah memberikan putusan lepas atau onslag pada perkara tersebut. Putusan ini dianggap janggal.

    Pasalnya, meskipun terdakwa sudah terbukti melakukan perbuatan dalam dakwaan primer, namun hakim menyatakan bahwa perbuatan itu tidak masuk dalam perbuatan pidana. Sehingga, 3 group korporasi yang terlibat dalam korupsi ekspor CPO itu dibebaskan dari tuntutan membayar uang pengganti.

    “Kan penyidik setelah putusan onslag ya tentu menduga ada indikasi tidak baik, ada dugaan tidak murni onslag itu,” kata Harli belum lama ini.

    Berdasarkan catatan pemberitaan Bisnis, para terdakwa di kasus ekspor CPO memperoleh vonis ringan. Ada empat terpidana dalam kasus ini, mereka menerima hukuman di kisaran 1- 1,5 tahun penjara atau jauh dari tuntutan jaksa penuntut umum.

    Hakim pada waktu itu juga tidak menjatuhkan pidana tambahan berupa uang pengganti kepada para terdakwa. Hanya saja mereka dijatuhi pidana denda Rp100 juta subsider dua bulan penjara. Padahal sebelumnya ketiga terdakwa dituntut untuk membayar uang pengganti Rp15 triliun.

    Sita Mobil Hingga Kapal Pesiar 

    Sekadar catatan, usai menetapkan tersangka, penyidik Kejagung langsung menggeledah tiga lokasi di dua provinsi terkait perkara pengurusan vonis lepas dari kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak goreng korporasi.

    Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda bidang Pidana Khusus Kejagung, Abdul Qohar membeberkan penggeledahan itu dilakukan di Apartemen Kuningan City Tower Lantai 9 Jakarta dan di sebuah rumah kantor serta rumah pribadi yang ada di Palembang.

    “Penggeledahan dilakukan di dua provinsi yaitu di Palembang dan Jakarta. Lokasinya di apartemen, rumah kantor dan rumah pribadi,” tuturnya di Kejagung, Selasa (15/4) malam.

    Mobil sitaan dari tersangka suap hakim PN Jaksel./JIBI

    Dari hasil penggeledahan tersebut, Qohar mengatakan bahwa tim penyidik berhasil menyita dua unit mobil Mercedes Benz, satu unit mobil Honda CR-V dan 4 unit sepeda mewah merek Brompton.

    “Penyidik telah melakukan penyitaan untuk dua unit mobil Mercedes Benz, satu mobil merk Honda CRV, kemudian ada 4 sepeda Brompton,” katanya.

    Tidak hanya itu, Qohar juga membeberkan bahwa penyidik telah menyita dokumen yang diduga kuat berkaitan dengan kasus pengurusan perkara CPO. “Ada juga beberapa barang bukti yang telah kami sita seperti dokumen,” ujarnya.

    Selang beberapa hari, penyidik Kejagung juga menyita 3 unit mobil dan 2 unit kapal milik tersangka kasus suap Ariyanto Bakri.

    Qohar mengemukakan tiga unit kendaraan roda empat yang disita itu telah dibawa ke Kejaksaan Agung untuk diamankan, sementara 2 unit kapal yang disita ditempatkan di Pantai Marina Ancol.

    “Ya tiga mobil dan kita juga mengamankan dua kapal yang di Pantai Marina,” tuturnya di Jakarta, Selasa (22/4/2025) dini hari pagi.

    Berdasarkan pantauan Bisnis di lokasi, ada sebanyak lima unit mobil mewah dari berbagai brand, mulai dari Porsche GT3 RS, Mini Cooper GP Edition, Abarth 697, Range Rover Deep Dive, dan Lexus LM 350h.

    Sementara di belakang kelima kendaraan itu terdapat sebuah motor gede Harley Davidson dan 11 sepeda berbagai jenis.

    Uang Tunai Rp5,5 Miliar 

    Selain barang mewah, penyidik ejaksaan Agung (Kejagung) juga menyita uang sekitar Rp5,5 miliar dari penggeledahan di kediaman Hakim Ali Muhtarom (AM) di Jepara.

    Kapuspenkum Kejagung RI, Harli Siregar mengatakan uang miliaran itu diperoleh dari 3.600 lembar mata uang asing pecahan US$100. Adapun, penggeledahan itu dilakukan pada (16/4/2025).

    “Dari rumah tersebut ditemukan sejumlah uang dalam mata uang asing sebanyak 3.600 lembar atau 36 blok yang dengan mata uang asing US$100, jadi kalau kita setarakan di kisaran Rp5,5 miliar ya,” ujarnya di Kejagung, Rabu (23/4/2025).

    Ilustrasi penyidik Kejagung menyita uang dari tangan koruptor./Ist

    Dia menambahkan, uang itu ditemukan di kamar tidur dari salah satu kamar di rumah milik tersangka kasus suap tersebut. Harli juga menyatakan bahwa temuan uang miliaran itu bakal didalami keterkaitannya dalam perkara suap vonis onstlag crude palm oil (CPO) korporasi.

    “Itu juga yang mau didalami. Apakah itu aliran itu yang belum digunakan atau memang itu simpanan dari yang lain, kita belum tahu,” tegasnya.

  • Belasan Negara Bagian AS Gugat Trump, Tuding Tarif Impor Bikin Kacau Ekonomi Dunia – Halaman all

    Belasan Negara Bagian AS Gugat Trump, Tuding Tarif Impor Bikin Kacau Ekonomi Dunia – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Sebanyak 12 negara bagian Amerika Serikat (AS) kompak melayangkan gugatan kepada Presiden Donald Trump buntut penerapan kebijakan tarif impor.

    Negara tersebut di antaranya Oregon, Arizona, Colorado, Connecticut, Delaware, Illinois, Maine, Minnesota, Nevada, New Mexico, New York, dam Vermont.

    Mengutip BBC International, gugatan ini diajukan belasan negara diatas ke Pengadilan Perdagangan Internasional AS di Manhattan, Rabu (23/4/2025).

    Adapun gugatan tersebut ditujukan untuk menentang penggunaan Undang-Undang Kekuasaan Ekonomi Darurat Internasional (IEEPA)yang digunakan Presiden Trump untuk mengenakan tarif yang luas terhadap impor dari negara-negara di seluruh dunia.

    Negara-negara bagian menilai UU menuduh tarif tersebut melangkahi otoritas Kongres karena pengenaan tarif biasanya adalah urusan legislatif, bukan eksekutif.

    Terlebih UU IEEPA hanya sah digunakan dalam situasi darurat nasional yang melibatkan ancaman asing nyata.

    Alasan ini yang mendorong belasan negara bagian AS itu untuk melayangkan gugatan, mendesak Koalisi agar memblokir penegakan tarif lebih lanjut dan menyatakan perintah tersebut tidak sah menurut Konstitusi dan hukum federal.

    “Presiden tidak memiliki kewenangan untuk menaikkan pajak sesuka hatinya, tetapi itulah yang dilakukan Presiden Trump dengan tarif ini,” kata Jaksa Agung New York Letitia James dalam sebuah pernyataan.

    “Donald Trump berjanji akan menurunkan harga dan meringankan biaya hidup, tetapi tarif ilegal ini akan berdampak sebaliknya pada keluarga Amerika.” imbuhnya.

    Gugatan hukum tersebut tidak hanya berfokus pada ekonomi.

    Gugatan tersebut menyatakan bahwa tarif tersebut tidak konstitusional karena merampas kewenangan kongres atas pajak dan perdagangan.

    Negara-negara bagian mengklaim bahwa tarif tersebut akan menaikkan harga konsumen secara signifikan.

    Selain itu mendorong inflasi, tarif itu menyebabkan hilangnya pekerjaan, dan menciptakan ketidakstabilan ekonomi yang meluas.

    “Tarif yang sembrono dari Presiden Trump telah meroketkan biaya bagi konsumen dan menimbulkan kekacauan ekonomi di seluruh negeri,” kata Gubernur Kathy Hochul.

    California Gugat Trump

    Sebelum gugatan dilayangkan, negara bagian California telah lebih dulu menggugat Trump buntut penerapan kebijakan tarif impor.

    Mengutip laporan Reuters, gugatan itu dilayangkan oleh Gubernur California Gavin Newsom dan Jaksa Agung Rob Bonta ke pengadilan federal di San Fransisco.

    Gubernur Gavin Newsom dan Jaksa Agung Rob Bonta menilai bahwa Trump dengan sengaja menyalahgunakan kekuasaanya secara berlebihan untuk memberlakukan tarif tanpa persetujuan Kongres.

    Selain itu, California berpendapat bahwa tarif impor Trump tidak sah secara konstitusional dan merugikan ekonomi negara bagian mereka.

    Ini lantaran tarif impor Trump membuat industri utama California dari Lembah Silikon hingga pertanian kehilangan miliaran dolar.

    Tak hanya itu, tarif impor Trump juga turut menciptakan ketidakpastian ekonomi yang berdampak negatif pada stabilitas ekonomi nasional.

    “Tidak ada negara bagian yang akan lebih terdampak daripada Negara Bagian California, karena hal ini terkait dengan kewenangan sepihak yang telah ditegaskan oleh pemerintahan Trump untuk mengenakan kenaikan pajak terbesar dalam sejarah Amerika modern,” tambah Newsom.

    Kritik ini mencerminkan ketegangan antara kebijakan proteksionis pemerintah federal dan dampaknya terhadap negara bagian yang bergantung pada perdagangan internasional, seperti California.

    (Tribunnews.com / Namira)

  • Dewan Pers Bakal Periksa Direktur Jak TV Soal Kasus Perintangan Kejagung

    Dewan Pers Bakal Periksa Direktur Jak TV Soal Kasus Perintangan Kejagung

    Bisnis.com, JAKARTA — Dewan Pers bakal memeriksa Direktur Pemberitaan Jak TV nonaktif, Tian Bahtiar terkait kasus dugaan perintangan sejumlah kasus di Kejaksaan Agung (Kejagung).

    Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu mengatakan pemeriksaan itu dilakukan untuk mengklarifikasi Tian terkait dugaan pelanggaran kode etik.

    “Pasti [Tian Bahtiar diperiksa], prosesnya akan menghadirkan para pihak ya,” ujarnya di Dewan Pers, Kamis (24/4/2025).

    Dia menambahkan, rencana pemeriksaan itu telah disampaikan ke Kapuspenkum Kejagung RI Harli Siregar agar bisa diteruskan ke Jaksa Agung (JA) ST Burhanuddin.

    “Jadi mohon juga dipertimbangkan pengalihan penahanan untuk mempermudah bagi kami melakukan pemeriksaan, karena kami juga akan menghadirkan pihak untuk kita dalami,” tutur Ninik.

    Adapun, untuk saat ini Dewan Pers telah menerima 10 bundel dokumen terkait dengan kasus perintangan tersebut dari penyidik Jampidsus Kejagung.

    Nantinya, dokumen itu akan dianalisis serta diklarifikasi dengan pihak terkait untuk menentukan apakah perilaku Tian telah melanggar kode etik jurnalistik atau tidak.

    “Nah, kewenangan etik itu terkait dengan konten berita maupun terkait dengan perilaku wartawan. Apakah bisa dipidana atau tidak dipidana dari perilaku itu? Kalau ada yang sifatnya tindak pidana tidak menutup kemungkinan, bisa,” pungkasnya.

  • Kejagung Serahkan 10 Bundel Dokumen Kasus Perintangan Penyidikan ke Dewan Pers

    Kejagung Serahkan 10 Bundel Dokumen Kasus Perintangan Penyidikan ke Dewan Pers

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) menyerahkan 10 bundel dokumen terkait perkara dugaan perintangan yang menyeret Direktur Pemberitaan JakTV non-aktif Tian Bahtiar ke Dewan Pers.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum atau Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar mengatakan penyerahan dokumen itu merupakan tindak lanjut dari pertemuan sebelumnya antara Jaksa Agung ST Burhanuddin dan Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu.

    “Puspenkum meneruskan berbagai dokumen yang diminta oleh Dewan Pers dan pada hari ini Puspenkum setelah menerima dari penyidik, kami teruskan ke Dewan Pers,” ujarnya di Dewan Pers, Kamis (24/4/2025).

    Harli tidak menjelaskan secara eksplisit bentuk dokumen yang diserahkan kepada Dewan Pers. Dia hanya menekankan bahwa itu terkait dengan kasus perintangan.

    Adapun, dokumen perkara dugaan perintangan itu yang diserahkan dari penyidik Jampidsus Kejagung ke Dewan Pers mencapai 10 bundel.

    “Ada beberapa bundel. Mungkin ada 10 bundel,” pungkas Harli.

    Dewan Pers Mendalami

    Sebelumnya, Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu menyatakan bahwa pihaknya akan melakukan pendalaman terkait dengan pemberitaan yang dianggap merintangi penyidikan oleh Kejagung.

    Nantinya, pemberitaan itu bakal dinilai apakah melanggar kode etik jurnalistik atau tidak. Selain itu, Dewan Pers juga akan mengklarifikasi sejumlah pihak terkait untuk membuat terang perkara ini.

    “Jadi kami akan mengumpulkan berita-berita yang selama ini digunakan menurut kejaksaan tadi digunakan untuk melakukan rekayasa permufakatan jahat,” ujar Ninik di Kejagung, Selasa (22/4/2025).

  • Kejagung ungkap Relasi Karen Agustiawan dengan Perusahaan Anak Riza Chalid

    Kejagung ungkap Relasi Karen Agustiawan dengan Perusahaan Anak Riza Chalid

    Bisnis.com, JAKARTA — Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) menyebut bahwa bekas Direktur Utama Pertamina (Persero) Karen Agustiawan meneken kontrak dengan PT Orbit Terminal Merak (OTM). 

    Dalam data pemilik manfaat atau beneficial owner yang dihimpun Bisnis, PT OTM adalah perusahaan milik Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) yang banyak dikaitkan dengan pengusaha, Mohammad Riza Chalid atau Riza Chalid.

    Seperti diketahui, Andrianto Riza adalah salah satu tersangka dalam perkara dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang. Kasus ini ditengarai merugikan negara triliunan rupiah

    “Pada 2014 itu, yang bersangkutan [Karen] memberikan persetujuan terhadap kontrak yang berlangsung selama kalau nggak salah 10 tahun, terhadap kontrak storage,” ujar Harli di Kejagung, Rabu (23/4/2025).

    Dia menambahkan, penyidik pada Jampidsus Kejagung masih perlu mendalami peran Karen pada perkara dugaan korupsi tata kelola minyak dan produk kilang tersebut.

    Di samping itu, Harli juga tidak ingin berandai-andai soal Karen bakal diperkarakan pada kasus ini. Sebab, pembuktian untuk pihak-pihak yang bertanggungjawab bakal bergantung penyidik.

    “Iya, semua itu berpulang bagaimana fakta hukumnya. Tapi bahwa penyidik melakukan pemeriksaan terhadap yang bersangkutan untuk memperkuat ya, peran-peran dari para tersangka ini,” pungkasnya.

    Pemeriksaan Karen

    Sekadar informasi, Karen diperiksa pada Selasa (23/4/2025). Selain Karen, Kejagung juga turut memeriksa lima saksi lainnya.

    Adapun saksi yang diperiksa itu yakni, GI selaku Advisor to CPO PT Berau Coal; AW selaku Assistant Manager Procurement Department PT Pamapersada Nusantara Group; RS selaku Analyst Product ISC Pertamina; AF selaku Assistant Operation Risk Division BRI; dan BP selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada 2021 di Kementerian Keuangan.

    “Tim jaksa penyidik pada Jaksa Agung Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) memeriksa KA (Karen Agustiawan) selaku Direktur Utama Pertamina periode 2009–2014,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar dikonfirmasi di Jakarta, Selasa (22/4/2025).

    Adapun Karen sebelumnya divonis hukuman 13 tahun penjara atas kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) di PT Pertamina pada tahun 2011—2021 yang diusut oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

    Keenam saksi tersebut diperiksa untuk sembilan tersangka dalam kasus ini. “Pemeriksaan saksi ini untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara tersebut,” ucapnya.

    Kejagung dalam kasus ini telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) pada tahun 2018—2023.

    Sembilan tersangka itu, yaitu Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Sani Dinar Saifuddin (SDS) selaku Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, Yoki Firnandi (YF) selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Agus Purwono (AP) selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, Maya Kusmaya (MK) selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, dan Edward Corne (EC) selaku VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga.

    Tersangka lainnya, yakni Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa, Dimas Werhaspati (DW) selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, dan Gading Ramadhan Joedo (GRJ) selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.

  • JakTV Copot Tian Bahtiar sebagai Direktur Pemberitaan, Diminta Fokus Jalani Proses Hukum di Kejagung – Halaman all

    JakTV Copot Tian Bahtiar sebagai Direktur Pemberitaan, Diminta Fokus Jalani Proses Hukum di Kejagung – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA – Tian Bahtiar dicopot atau dinonaktifkan dari jabatannya sebagai Direktur Pemberitaan JakTV.

    Menurut Direktur Operasional JakTV, Sony Soemarsono, manajemen JakTV telah resmi menonaktifkan Tian Bahtiar dari jabatannya sebagai Direktur Pemberitaan JakTV, setelah ia ditetapkan tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung)

    Tian Bahtiar dicopot dari jabatannya agar bisa fokus menjalani proses hukum yang sedang dilaluinya di Kejaksaan Agung.

    “Kami harap semua pihak, termasuk Pak Tian Bahtiar, dalam penanganan kasus ini dapat bersikap kooperatif menjalani proses hukum yang sedang berjalan. Tentu kami pun mendoakan yang terbaik untuk yang bersangkutan,” ujar Sony di Jakarta, Rabu (23/4/2025).

    Sony memastikan, JakTV mendukung penuh proses hukum yang saat ini sedang dilakukan.

    Sony menegaskan, pihaknya menghormati setiap langkah penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan kepada Tian.

    “Saat ini JakTV  akan kembali fokus terhadap kegiatan operasional kejurnalistikan yang selama ini dijalankan. JakTV menjunjung tinggi prinsip tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) serta mematuhi peraturan dan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia,” kata dia.

    “Kami percaya bahwa proses hukum merupakan bagian dari komitmen bersama dalam menjaga integritas dan transparansi dunia usaha,” ujar Sony.

    Sony mengatakan penonaktifan ini dilakukan agar aktivitas dan pelayanan perusahaan kepada seluruh mitra dan pemangku kepentingan tetap berjalan dengan baik dan profesional.

    “Kami akan terus bekerja sama dengan aparat penegak hukum dalam mendukung sepenuhnya proses yang sedang berlangsung dan berkomitmen menjaga stabilitas serta reputasi perusahaan,” pungkas Sony.

    Sebelumnya Tian Bahtiar ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice atas kasus-kasus yang ditangani oleh Kejagung.

    Penetapan tersangka ini dilakukan Kejagung karena Tian Bahtiar diduga menjadi aktor intelektual di balik upaya sistematis untuk merusak citra Kejagung.

    Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar mengungkapkan peran dari Direktur Pemberitaan JAK TV, Tian Bahtiar dalam kasus perintangan penyidikan yang kini menjeratnya. Diketahui sebelumnya Tian Bahtiar telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice terkait kasus-kasus yang ditangani oleh Kejagung. (Kolase Tribunnews (Humas Kejagung & JAK TV))

    Hal tersebut dilakukan Tian atas pesanan dari dua advokat yang telah menjadi tersangka Kejagung sebelumnya, yakni Marcella Santoso (MS) dan Junaedi Saibih (JS).

    Dalam upaya untuk merusak citra Kejagung, Tian diduga menyebarkan narasi-narasi yang menyesatkan tentang penanganan korupsi yang dilakukan oleh Kejagung.

    Terutama dalam kasus korupsi PT Timah dan ekspor crude palm oil (CPO).

  • Jaksa Agung Resmi Lantik Kuntadi Sebagai Kajati Jatim

    Jaksa Agung Resmi Lantik Kuntadi Sebagai Kajati Jatim

    Surabaya (beritajatim.com) – Jaksa Agung Republik Indonesia, ST Burhanuddin, secara resmi melantik enam Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) salah satunya adalah Dr. Kuntadi, S.H., M.H. sebagai Kajati Jawa Timur. Pelantikan Kajati baru tersebut diselenggarakan di Lantai 11 Gedung Utama Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (23/4/2025).

    Pelantikan ini menjadi bagian dari strategi penguatan kelembagaan dan upaya meningkatkan kepercayaan publik melalui regenerasi kepemimpinan yang profesional dan berintegritas.

    Enam Kajati yang dilantik yaitu Dr. Kuntadi, S.H., M.H. sebagai Kajati Jawa Timur, Danang Suryo Wibowo, S.H., LL.M. sebagai Kajati Lampung, Ahelya Abustam, S.H., M.H. sebagai Kajati Kalimantan Barat, Riono Budisantoso, S.H., M.A. sebagai Kajati D.I. Yogyakarta, Victor Antonius Saragih, S.H., M.H. sebagai Kajati Bengkulu, serta Yudi Triadi, S.H., M.H. sebagai Kajati Aceh.

    Dalam sambutannya, Jaksa Agung menekankan bahwa rotasi dan promosi jabatan merupakan langkah strategis untuk mendorong optimalisasi kinerja dan regenerasi sumber daya manusia di tubuh Kejaksaan. Ia menegaskan pentingnya integritas, kapabilitas, dan pengalaman sebagai kunci utama dalam memimpin lembaga penegak hukum di daerah.

    “Kepercayaan publik terhadap Kejaksaan saat ini mencapai 75 persen berdasarkan survei Lembaga Survei Indonesia. Ini adalah modal sosial yang harus dijaga dengan sikap profesional, transparan, dan berintegritas tinggi,” tegas Burhanuddin.

    Ia juga memberikan lima penekanan utama kepada para pejabat yang baru dilantik. Pertama, adaptif dan responsif terhadap dinamika hukum di wilayah masing-masing. Kedua, memperkuat peran Kejaksaan dalam pembahasan RUU KUHAP sebagai dominus litis.

    Ketiga, melakukan evaluasi menyeluruh terhadap penanganan perkara tindak pidana korupsi. Keempat, membangun sinergi dengan Satgas Penertiban Kawasan Hutan sesuai Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025. Kelima, memperkuat pengawasan internal dan pengelolaan anggaran yang efektif dan akuntabel.

    Burhanuddin secara tegas juga menyampaikan komitmennya dalam pemberantasan penyalahgunaan kewenangan di lingkungan Kejaksaan. “Saya tidak akan ragu mencopot jabatan siapa pun yang terbukti menyimpang,” tegasnya.

    Di akhir sambutannya, Jaksa Agung memberikan apresiasi kepada seluruh keluarga besar Adhyaksa, termasuk peran serta para istri pejabat yang dinilai turut andil dalam mendukung tugas dan pengabdian para jaksa di seluruh Indonesia.

    Pelantikan ini turut dihadiri oleh para Jaksa Agung Muda, Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan (Badiklat) Kejaksaan RI, Kepala Badan Pemulihan Aset, para staf ahli, pejabat eselon II, serta Ketua Umum Ikatan Adhyaksa Dharmakarini Pusat beserta jajaran. [uci/ian]

  • Jaksa Agung Resmi Lantik Kuntadi Sebagai Kajati Jatim

    Jaksa Agung Resmi Lantik Kuntadi Sebagai Kajati Jatim

    Surabaya (beritajatim.com) – Jaksa Agung Republik Indonesia, ST Burhanuddin, secara resmi melantik enam Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) salah satunya adalah Dr. Kuntadi, S.H., M.H. sebagai Kajati Jawa Timur. Pelantikan Kajati baru tersebut diselenggarakan di Lantai 11 Gedung Utama Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (23/4/2025).

    Pelantikan ini menjadi bagian dari strategi penguatan kelembagaan dan upaya meningkatkan kepercayaan publik melalui regenerasi kepemimpinan yang profesional dan berintegritas.

    Enam Kajati yang dilantik yaitu Dr. Kuntadi, S.H., M.H. sebagai Kajati Jawa Timur, Danang Suryo Wibowo, S.H., LL.M. sebagai Kajati Lampung, Ahelya Abustam, S.H., M.H. sebagai Kajati Kalimantan Barat, Riono Budisantoso, S.H., M.A. sebagai Kajati D.I. Yogyakarta, Victor Antonius Saragih, S.H., M.H. sebagai Kajati Bengkulu, serta Yudi Triadi, S.H., M.H. sebagai Kajati Aceh.

    Dalam sambutannya, Jaksa Agung menekankan bahwa rotasi dan promosi jabatan merupakan langkah strategis untuk mendorong optimalisasi kinerja dan regenerasi sumber daya manusia di tubuh Kejaksaan. Ia menegaskan pentingnya integritas, kapabilitas, dan pengalaman sebagai kunci utama dalam memimpin lembaga penegak hukum di daerah.

    “Kepercayaan publik terhadap Kejaksaan saat ini mencapai 75 persen berdasarkan survei Lembaga Survei Indonesia. Ini adalah modal sosial yang harus dijaga dengan sikap profesional, transparan, dan berintegritas tinggi,” tegas Burhanuddin.

    Ia juga memberikan lima penekanan utama kepada para pejabat yang baru dilantik. Pertama, adaptif dan responsif terhadap dinamika hukum di wilayah masing-masing. Kedua, memperkuat peran Kejaksaan dalam pembahasan RUU KUHAP sebagai dominus litis.

    Ketiga, melakukan evaluasi menyeluruh terhadap penanganan perkara tindak pidana korupsi. Keempat, membangun sinergi dengan Satgas Penertiban Kawasan Hutan sesuai Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025. Kelima, memperkuat pengawasan internal dan pengelolaan anggaran yang efektif dan akuntabel.

    Burhanuddin secara tegas juga menyampaikan komitmennya dalam pemberantasan penyalahgunaan kewenangan di lingkungan Kejaksaan. “Saya tidak akan ragu mencopot jabatan siapa pun yang terbukti menyimpang,” tegasnya.

    Di akhir sambutannya, Jaksa Agung memberikan apresiasi kepada seluruh keluarga besar Adhyaksa, termasuk peran serta para istri pejabat yang dinilai turut andil dalam mendukung tugas dan pengabdian para jaksa di seluruh Indonesia.

    Pelantikan ini turut dihadiri oleh para Jaksa Agung Muda, Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan (Badiklat) Kejaksaan RI, Kepala Badan Pemulihan Aset, para staf ahli, pejabat eselon II, serta Ketua Umum Ikatan Adhyaksa Dharmakarini Pusat beserta jajaran. [uci/ian]

  • Kejagung Geledah Rumah Hakim Ali Muhtarom, Temukan Uang Rp5,5 M di Bawah Tempat Tidur

    Kejagung Geledah Rumah Hakim Ali Muhtarom, Temukan Uang Rp5,5 M di Bawah Tempat Tidur

    PIKIRAN RAKYAT – Kejaksaan Agung (Kejagung) mengonfirmasi telah melakukan penggeledahan di rumah hakim Ali Muhtarom (AM) di Jepara, Jawa Tengah, pada 13 April 2025. Dalam penggeledahan itu, penyidik menemukan uang tunai dalam bentuk mata uang asing senilai Rp5,5 miliar.

    “Dari rumah tersebut ditemukan sejumlah uang dalam mata uang asing sebanyak 3.600 lembar atau 36 blok yang dengan mata uang asing 100 USD. Jadi kalau kita setarakan di kisaran Rp5,5 M,“ kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar di kantor Kejagung, Rabu, 23 April 2025.

    Harli mengatakan, uang tersebut ditemukan tersimpan di bawah tempat tidur setelah tim penyidik menggali keterangan Ali Muhtarom. Uang tersebut disita Kejagung sebagai barang bukti yang diduga ada kaitannya dengan kasus dugaan suap putusan onslag atau lepas tiga terdakwa korporasi dalam perkara korupsi ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak sawit mentah.

    “Jadi ketika saudara AM diperiksa di sini, berkomunikasi dengan keluarga di sana, akhirnya itu ditunjukan, dibuka, diambil bahwa uang itu ada di bawah tempat tidur,” tutur Harli.

    Saat ditanya apakah Ali Muhtarom mengakui uang tersebut merupakan hasil suap, Harli menjawab hal itu masih dalam proses pendalaman. Sebagaimana diketahui, Ali Muhtarom sudah berstatus tersangka dan sedang menjalani masa penahanan.

    “Itu yang terus didalami. Kalaupun itu yang kita bilang bahwa terhadap semua perampasan aset-aset ini kan dalam rangka bagaimana pemulihan terhadap kerugian dalam perkara ini setidaknya dikaitkan dengan apakah itu merupakan alat atau hasil kejahatan,” ucapnya.

    Sebelumnya, Kejagung menetapkan tiga tersangka baru terkait kasus dugaan suap putusan onslag atau lepas tiga terdakwa korporasi. Tiga tersangka merupakan hakim yang memeriksa dan mengadili perkara, yang diduga menerima suap sebesar Rp22,5 miliar.

    Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar, menyampaikan penetapan tiga tersangka diputuskan setelah pemeriksaan tujuh orang saksi dan pengumpulan bukti kuat. Mereka yang menyandang status tersangka adalah Ketua Majelis Hakim yang mengadili perkara yakni Djuyamto, Hakim AdHoc Ali Muhtarom, dan Agam Syarif Baharudin sebagai Hakim Anggota

    “Berdasarkan alat bukti yang cukup di mana penyidik sudah memeriksa 7 orang saksi maka pada malam hari tadi sekitar 11.30 WIB tim penyidik menetapkan 3 orang tersangka dalam perkara ini,” kata Abdul Qohar dalam konferensi pers, Senin, 14 April 2025.

    Bagaimana Kasus Suap Ini Terjadi?

    Abdul Qohar menjelaskan, kasus ini bermula dari adanya permintaan pengurusan perkara korupsi oleh pengacara perusahaan minyak goreng, Ariyanto Bakri kepada panitera Wahyu Gunawan. Permintaan tersebut agar perkara diputus onslag dengan komitmen awal Rp20 miliar.

    Selanjutnya hal tersebut disampaikan oleh Wahyu Gunawan kepada Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta. Kemudian Arif menyetujui permintaan untuk perkara CPO diputus onslag namun dengan meminta uang Rp20 miliar dikalikan 3 sehingga totalnya Rp60 miliar. Perlu diketahui, saat penanganan kasus CPO, Arif menjabat wakil ketua PN Jakarta Pusat.

    “Bahwa kemudian Wahyu Gunawan menyampaikan informasi tersebut kepada Ariyanto Bakri agar menyiapkan uang sebesar Rp60 miliar dan Ariyanto Bakri menyetujui permintaan tersebut,” tutur Abdul Qohar.

    Beberapa waktu kemudian Ariyanto menyerahkan uang Rp60 miliar dalam bentuk Dolar Amerika Serikat kepada Wahyu Gunawan. Kemudian Wahyu menyerahkan uang tersebut kepada Arif. Adapun Wahyu menerima jatah 50.000 Dolar Amerika Serikat dari Arif sebagai jasa penghubung.

    Setelah uang diterima, Arif menunjuk majelis hakim yang terdiri dari Djuyamto (DJU), Ali Muhtarom (AL), dan Agam Syarif Baharudin (ASB). Selanjutnya, Arif menyerahkan duit senilai Rp18 miliar yang dibagi untuk tiga hakim tersebut.

    Setelah terbit surat penetapan sidang, Arif memanggil Djuyamto dan Agam Syarif Baharudin untuk memberikan uang Rp4,5 miliar. Uang tersebut sebagai uang untuk “baca berkas” perkara.

    “Setelah menerima uang bila dirupiahkan sebesar Rp4,5 miliar tadi, oleh ASB dimasukkan ke dalam goodie bag kemudian setelah keluar dari ruangan, uang tadi dibagi kepada tiga orang yaitu masing masing ASB sendiri, kepada AL sebagai hakim anggota dan juga kepada DJU sebagai Ketua Majelis hakim dalam persidangan perkara dimaksud,” ucap Abdul Qohar.

    Lebih lanjut, Abdul Qohar mengungkapkan, penyerahan uang dilakukan di depan kantor salah satu bang yang berlokasi di Pasar Baru Jakarta Selatan. Dengan porsi Agam Syarif Baharudin menerima Rp4,5 miliar, Djuyamto Rp6 miliar, dan Ali Muhtarom Rp5 miliar.

    “Hakim mengetahui tujuan dari penerimaan uang agar perkara diputus onslag dan hal ini menjadi nyata ketika tanggal 19 Maret 2025 perkara korporasi minyak goreng telah diputus onslag oleh majelis hakim,” ujar Abdul Qohar.

    Adapun pasal yang disangkakan terhadap ketiga orang tersebut adalah Pasal 12 Huruf C Juncto Pasal 12 Huruf B Juncto Pasal 6 Ayat 2 Juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tidak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021 Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

    “Dimana ketiga tersangka tersebut dilakukan penahanan di Rutan Salemba Cabang Kejahatan Agung Republik Indonesia,” kata Abdul Qohar.

    Sebelumnya, Kejagung menetapkan empat tersangka yaitu Wahyu Gunawan (WG) selaku Panitera Muda pada Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Marcella Santoso (MS) selaku pengacara, Ariyanto (AR) selaku pengacara, dan Muhammad Arif Nuryanta (MAN) selaku Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Direktur JAK TV Dijerat Pasal Perintangan Penyidikan, Kejagung Harus Buktikan Penegakan Hukum Terganggu
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        23 April 2025

    Direktur JAK TV Dijerat Pasal Perintangan Penyidikan, Kejagung Harus Buktikan Penegakan Hukum Terganggu Nasional 23 April 2025

    Direktur JAK TV Dijerat Pasal Perintangan Penyidikan, Kejagung Harus Buktikan Penegakan Hukum Terganggu
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gajah Mada (UGM) Zaenur Rohman menyebut Kejaksaan Agung (
    Kejagung
    ) harus memiliki bukti yang bisa menunjukkan adanya gangguan terhadap proses penegakan hukum karena menggunakan Pasal 21 UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) untuk menjerat Direktur Pemberitaan JAK TV, Tian Bahtiar (TB).
    Sebab, dalam pandangannya, pengunaan
    Pasal 21 UU Tipikor
    tentang
    perintangan penyidikan
    atau
    obstruction of justice
    , kurang tepat.
    “Yang menjadi perdebatan adalah apakah ketika seorang tersangka itu berusaha untuk memengaruhi pendapat publik dengan melakukan upaya-upaya untuk menyebarkan informasi kasus yang sedang dialaminya, itu kemudian bisa berujung pada
    obstruction of justice
    ? Saya lihat belum tentu,” kata Zaenur kepada
    Kompas.com
    , Rabu (23/4/2025).
    Bahkan, menurut Zaenur, belum tentu Pasal 21 UU Tipikor tepat dipakai jika ada tersangka menggunakan uangnya untuk membuat media memuat berita dengan tujuan menguntungkan dirinya dan mendeskriditkan proses penegakan hukum.
    Pasalnya, Zaenur mengatakan, perbuatan bisa dikatakan
    obstruction of justice
    jika disengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan proses penegakan hukum di tahap penyidikan, penuntutan hingga persidangan.
    “Saya masih bertanya-tanya, apakah kalau sebuah berita negatif itu bisa berdampak misalnya, pada gagalnya atau terganggungnya, atau tercegahnya upaya penyidikan itu hingga tuntas? Saya melihat ini masih
    debatable
    ya. Saya melihat ini kok agak jauh ketika yang seperti ini kemudian dijerat menggunakan (pasal)
    obstruction of justice
    ,” ujarnya.
    Zanur lantas mencontohkan kasus yang mungkin bisa dijerat dengan Pasal 21 UU Tipikor, yakni jika seorang tersangka membayar media atau jurnalis untuk terus menerus menyudutkan seorang saksi. Padahal, sanksi itu merupakan saksi yang memberatkan untuk tersangka.
    Kemudian, akibat pemberitaan masif tersebut, saksi yang memberatkan itu menjadi enggan bahkan takut untuk memberikan kesaksian.
    “Sehingga, saksi itu menjadi tidak kooperatif dan kemudian penyidik mengalami hambatan karena saksinya dibunuh karakternya oleh media dengan sedemikian rupa hasil bayaran oleh tersangka. Menurut saya, mungkin itu bisa masuk pada
    obstruction of justice
    ,” katanya.
    “Untuk kasus ini, saya katakan, kecuali kejaksaan punya bukti yang menunjukkan adanya gangguan terhadap aspek penegakan hukumnya melalui jalur pemberitaan,” ujar Zaenur.
    “Seharusnya kan yang menjadi poin
    obstruction of justice
     adalah merusak alat bukti, kemudian membantu melarikan diri, membantu merusak alat bukti. Tapi, kalau membangun opini media dengan cara membeli awak media atau pejabat media, menurut saya itu belum tentu merupakan
    obstruction of justice
    ,” katanya lagi.
    Menurut Zaenur, penting bagi Kejagung memperlihatkan bukti tersebut karena bukan hanya mengacam kebebasan pers tetapi juga kebebasan berpendapat.
    “Nanti bagaimana dengan kritik yang bersifat murni terhadap penegakan hukum. Bagaimana dengan gugatan-gugatan para pakar, para ahli, atau LSM terhadap proses penegakan hukum yang misalnya dipertanyakan. Berisiko kalau Pasal 21 itu tidak digunakan dengan ketat,” ujarnya.
    Pasal 21 UU Tipikor berbunyi, ”
    Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan disidang pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau 33 denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah)
    ”.
    Sebagaimana diberitakan, Direktur Pemberitaan JAK TV, Tian Bahtiar (TB) disangkakan dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah undang-undang nomor 21 tahun 2021 jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
    Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar menyebut, Tian diduga membuat berita-berita berdasarkan pesanan dari Marcella Santoso (MS) dan Junaedi Saibih (JS) selaku advokat para tersangka maupun terdakwa kasus-kasus yang diusut oleh Kejagung.
    “Tersangka MS dan JS mengorder tersangka TB untuk membuat berita-berita negatif dan konten-konten negatif yang menyudutkan Kejaksaan terkait dengan penanganan perkara
    a quo
    , baik di penyidikan, penuntutan, maupun di persidangan,” ujar Qohar di Kantor Kejagung, Selasa (22/4/2025) dini hari.
    Untuk hal itu, Tian diduga menerima uang sebesar Rp 478.500.000 yang masuk kantong pribadi setelah memuat konten-konten negatif terkait Kejagung. Perbuatan Tian itu dilakukan tanpa sepengetahuan jajaran JAK TV.
    “Sementara yang saat ini prosesnya sedang berlangsung di pengadilan dengan biaya sebesar Rp 478.500.000 yang dibayarkan oleh Tersangka MS dan JS kepada TB,” kata Qohar.
    Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar dalam pernyataan terbarunya menegaskan bahwa perbuatan pidana yang disangkakan kepada Direktur Pemberitaan JAKTV, Tian Bahtiar, murni merupakan tindakan pribadi yang tidak berkaitan dengan aktivitas jurnalistik maupun institusi media tempatnya bekerja.
    “Perbuatan yang dipersangkakan kepada yang bersangkutan itu adalah perbuatan personal, yang tidak terkait dengan media. Itu tegas,” ujar Harli di Kejagung Jakarta, Selasa.
    Harli juga menegaskan bahwa yang menjadi perhatian Kejagung bukan soal pemberitaan, melainkan tindakan permufakatan jahat untuk merintangi proses hukum yang sedang berjalan.
    “Yang dipersoalkan oleh Kejaksaan bukan soal pemberitaan, karena kita tidak anti kritik,” kata Harli.
    “Tetapi yang dipersoalkan adalah tindak pidana permupatatan jahatnya antar pihak-pihak ini, sehingga melakukan perintangan terhadap proses hukum yang sedang berjalan,” ujarnya lagi.
    Lebih lanjut, Harli memastikan bahwa Kejagung menghormati otoritas Dewan Pers dalam menilai dan menangani persoalan etik atau dugaan pelanggaran dalam karya jurnalistik.
    “Ada rekayasa disitu, dan setelah mendapat penjelasan-penjelasan itu tentu terkait dengan penegakan hukum, Dewan Pers sangat menghormati itu,” katanya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.