Jaksa Agung Jenguk Pegawainya yang Jadi Korban Pembacokan di Depok
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
–
Jaksa Agung
Sanitiar Burhanuddin menjenguk pegawainya inisial DSK yang menjadi korban
pembacokan
di Sawangan, Depok, Jawa Barat.
Kepala Pusat Penerangan Hukum
Kejagung
Harli Siregar mengatakan Jaksa Agung menjenguk DSK yang menjabat staf Pusat Data Statistik Kriminal dan Teknologi Informasi Kejagung di rumah sakit pada Senin (26/5/2025).
“Kemarin siang kami mendampingi Bapak Jaksa Agung menjenguk korban di RS,” ucap Harli saat dikonfirmasi, Selasa (27/5/2025).
Menurut Harli, Jaksa Agung menjenguk setelah korban selesai dioperasi pada bagian tangannya.
Dari foto yang dibagikan Harli, tampak Jaksa Agung sempat berbincang hingga tertawa dengan korban.
Terlihat juga tangan kanan DSK yang terluka sehingga diperban.
Harli menyebut, tangan kanan korban sudah dioperasi.
“Kondisi korban stabil, sudah dilakukan operasi,” tuturnya.
Saat menjenguk korban, Jaksa Agung turut memberi pesan agar korban dan semua aparat Kejaksaan berhati-hati, khususnya jika pulang malam hari.
“Pesan beliau untuk korban dan semua aparat Kejaksaan agar lebih berhati-hati dan penuh kewaspadaan dalam menjalankan tugas apalagi ketika malam hari,” ungkap Harli.
Sebagai informasi, kejadian pembacokan pegawai di Kejagung ini terjadi di Pengasinan, Sawangan, Depok, pada Sabtu (24/5/2025) pukul 02.30 WIB.
Pegawai di Pusat Data Statistik Kriminal dan Teknologi Informasi (Daskrimti) Kejagung ini sempat dihadang dua orang tak dikenal (OTK) kemudian dibacok di bagian pergelangan tangan kanan.
Dari kejadian ini, kata Harli, DSK mengalami luka berat di pergelangan tangan kanan.
Kasus tindak pidana ini juga telah mendapatkan atensi dari Polsek Bojongsari Polres Depok dan Polda Metro Jaya.
“Akibat dari tindak pidana tersebut saudara DSK menderita luka berat di pergelangan tangan kanan, dengan diagnosis sementara urat kelingking kanan saudara DSK putus dan tidak bisa lagi digerakkan,” tuturnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kementrian Lembaga: Jaksa Agung
-

Staf Kejagung Dibacok OTK di Depok, Alami Luka Berat
GELORA.CO – Kasus penyerangan yang dialami oleh pihak kejaksaan kembali terjadi. Kali ini dialami oleh anggota Pusat Data, Statistik Kriminal, dan Teknologi Informasi (Daskrimti) berinisal DSK (44).
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Harli Siregar membenarkan adanya peristiwa penyerangan oleh orang tak dikenal (OTK) yang dialami oleh DSK selaku Kasi Perangkat Keras dan Jaringan.
“Terjadinya tindak pidana penganiayaan berat (pembacokan) terhadap salah seorang anggota Pusat Daskrimti Kejaksaan Agung,” ujar Harli dalam keterangannya, Selasa, 27 Mei 2025.
Harli menyebutkan bahwa korban mengalami pembacokan menggunakan senjata tajam ketika berada di jalan pulang menuju rumahnya yang berada di kawasan Sawangan, Depok, Sabtu, 24 Mei 2025 dini hari.
Akibat serangam yang dialami itu, korban mengalami luka berat di bagian pergelangan tangan kanan dan didiagnosa sementara urat bagian kelingking kanan korban putus dan tak bisa digerakkan.
Terkait dengan peristiwa tersebut, korban telah melaporkannya ke Polsek Bojongsari Polres Depok dan Polda Metro Jaya untuk proses penyelidikan.
Peristiwa tersebut, Haeli menambahkan, telah dimonitor oleh Jaksa Agung ST Burhanuddin berupa kunjungan
“Sudah ditangani Polri. Sudah dikunjungi Pak JA sifatnya dari orangtua ke anak,” kata Harli.
-
/data/photo/2025/04/28/680f03a68eda4.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Pegawai Kejagung Dibacok di Depok Nasional 27 Mei 2025
Pegawai Kejagung Dibacok di Depok
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Seorang pegawai
Kejaksaan Agung
(Kejagung) berinisial DSK dibacok orang tak dikenal di kawasan Pengasinan, Sawangan,
Depok
.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar menyebutkan, kejadian tersebut terjadi pada Sabtu (24/5/2025) pukul 02.30 WIB.
“Pegawai Kejaksaan yang peristiwanya di Depok,” ucap Harli saat dikonfirmasi, Selasa (27/5/2025).
Menurut Harli, DSK merupakan pegawai atau staf di Pusat Data Statistik Kriminal dan Teknologi Informasi Kejaksaan Agung.
“Staf di Pusdaskrimti,” kata dia.
Harli menegaskan kasus ini sudah ditangani oleh jajaran Kepolisian.
Selain itu, Jaksa Agung
Sanitiar Burhanudin
juga sudah mengunjungi pihak keluarga korban.
“Sudah ditangani Polri. Tadi sudah dikunjungi Pak JA, sifatnya dari orangtua ke anak,” ucap Harli.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Kejagung Mulai Penyidikan Dugaan Korupsi Pengadaan Laptop Chromebook di Kemendikbudristek
JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) sedang menyidik perkara dugaan korupsi dalam pengadaan digitalisasi pendidikan berupa laptop Chromebook di Kemendikbudristek (Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi) pada tahun 2019–2023.
Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar menerangkan penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus (Jampidsus) mendalami dugaan adanya permufakatan jahat oleh berbagai pihak dengan mengarahkan tim teknis agar membuat kajian teknis terkait pengadaan bantuan peralatan yang berkaitan dengan pendidikan teknologi pada tahun 2020.
“Supaya diarahkan pada penggunaan laptop yang berbasis pada operating system (sistem operasi) Chrome,” katanya dilansir ANTARA, Senin, 26 Mei.
Padahal, kata dia, penggunaan Chromebook bukanlah suatu kebutuhan lantaran pada tahun 2019, telah dilakukan uji coba penggunaan 1.000 unit Chromebook oleh Pustekom Kemendikbudristek dan hasilnya tidak efektif.
“Kenapa tidak efektif? Karena kita tahu bahwa itu berbasis internet, sementara di Indonesia internetnya itu belum semua sama,” imbuhnya.
Dari pengalaman tersebut, tim teknis pun merekomendasikan untuk menggunakan spesifikasi dengan sistem operasi Windows. Namun, Kemendikbudristek saat itu mengganti kajian tersebut dengan kajian baru yang merekomendasikan untuk menggunakan operasi sistem Chrome.
Adapun dari sisi anggaran, Kapuspenkum mengatakan pengadaan itu menghabiskan dana sebesar Rp9,982 triliun.
Dana hampir puluhan triliun tersebut terdiri dari Rp3,582 triliun dana satuan pendidikan (DSP) dan sekitar Rp6,399 triliun berasal dari dana alokasi khusus (DAK).
Usai ditemukan indikasi tersebut, Jampidsus pun menaikkan status perkara tersebut dari tahap penyelidikan menjadi tahap penyidikan pada 20 Mei 2025.
-

Pengamat militer: Perpres 66 harus memiliki batasan yang ketat
“Perlu SOP yang ketat, batasan yang jelas, dan durasi yang terukur agar tidak menimbulkan kesan militerisasi atau tumpang tindih kewenangan,”
Jakarta (ANTARA) – Pengamat pertahanan dan keamanan dari Institute for Security and Strategic Studies (ISSES) Khairul Fahm menilai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 66 Tahun 2025 tentang Pelindungan Negara terhadap Jaksa Dalam Melaksanakan Tugas dan Fungsi Kejaksaan Republik Indonesia harus memiliki batasan yang ketat demi membatasi wewenang TNI.
“Perlu SOP yang ketat, batasan yang jelas, dan durasi yang terukur agar tidak menimbulkan kesan militerisasi atau tumpang tindih kewenangan,” kata dia saat dikonfirmasi Antara, Sabtu.
Menurut Fahmi, prinsip dasar dari terbentuknya perpres tersebut harus didukung yakni mengerahkan TNI untuk melindungi seluruh komponen Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam menjalankan tugas.
Namun demikian, Fahmi juga tidak menyalahkan masyarakat yang khawatir lantaran perpres tersebut memfasilitasi TNI untuk campur tangan dalam kerja kejaksaan yakni di bidang pengamanan.
“Kekhawatiran sebagian pihak bahwa ini bisa membuka celah keterlibatan TNI yang terlalu luas dalam urusan sipil adalah hal yang sah dan wajar dalam demokrasi,” jelas Fahmi.
Karenanya, Fahmi menilai baik TNI dan Polri harus tunduk pada ketentuan perpres yakni porsi kerja dua instansi tersebut hanya sebatas pengamanan saja.
“Perpres ini menegaskan bahwa TNI dan Polri tidak mengambil alih fungsi penegakan hukum, melainkan hadir dalam bentuk perlindungan terbatas terhadap jaksa,” kata Fahmi.
Fahmi melanjutkan, komitmen TNI dan Polri juga perlu diawasi oleh publik agar dua instansi itu taat dengan ketentuan di dalam perpres.
Dengan keterbukaan untuk diawasi, Fahmi yakin kepercayaan publik akan TNI maupun Polri dalam menjalankan perpres tersebut akan meningkat.
“Pengawasan dan akuntabilitas kelembagaan, serta komunikasi publik yang terbuka, tetap menjadi kunci untuk memastikan bahwa profesionalisme tetap terjaga, kepercayaan publik tetap tumbuh, dan demokrasi tetap sehat,” jelas Fahmi.
Sebelumnya, Perpres Nomor 66 Tahun 2025, yang terdiri atas 6 bab dan 13 pasal, ditetapkan oleh Presiden Prabowo Subianto di Jakarta, Rabu (21/5), kemudian diundangkan pada hari yang sama oleh Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi.
Dalam perpres itu, yang salinannya diterima Antara di Jakarta, Kamis, jaksa beserta keluarganya berhak mendapatkan pelindungan negara yang nantinya diberikan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).
Pasal 4 Perpres No. 66/2025 mengatur pelindungan negara untuk jaksa dan Kejaksaan diberikan oleh Polri dan TNI. Kemudian, Pasal 5 dan Pasal 6 merinci pelindungan negara yang diberikan khusus oleh Polri kepada jaksa.
Pasal 5, yang terdiri atas tiga ayat, lengkapnya berbunyi sebagai berikut: 1. Pelindungan negara yang dilakukan oleh Polri diberikan kepada jaksa dan/atau anggota keluarga; 2. Anggota keluarga sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) merupakan orang yang mempunyai hubungan darah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah, dan garis menyamping sampai derajat ketiga, orang yang mempunyai hubungan perkawinan, atau orang yang menjadi tanggungan dari jaksa; 3. Dalam memberikan pelindungan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Polri dapat berkoordinasi dengan instansi lain.
Sementara itu, Pasal 6 Perpres No. 66/2025 berbunyi sebagai berikut: Pelindungan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 diberikan dalam bentuk pelindungan atas keamanan pribadi, tempat tinggal, tempat kediaman baru atau rumah aman, harta benda, kerahasiaan identitas, dan/atau bentuk pelindungan lain sesuai dengan kondisi dan kebutuhan.
Dalam perpres yang sama, Pasal 8 dan Pasal 9 mengatur pelindungan negara yang diberikan oleh TNI kepada Kejaksaan dan pengawalan jaksa.
Pasal 9, yang terdiri atas dua ayat, lengkapnya sebagai berikut:
1. Pelindungan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diberikan dalam bentuk: (a) pelindungan terhadap institusi Kejaksaan, (b) dukungan dan bantuan personel TNI dalam pengawalan jaksa saat menjalankan tugas dan fungsi, dan/atau (c) bentuk pelindungan lain sesuai dengan kondisi dan kebutuhan yang bersifat strategis;2. Bentuk pelindungan lain sesuai dengan kondisi dan kebutuhan yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan hal yang berkaitan dengan kedaulatan dan pertahanan negara.
Dalam perpres tersebut, ketentuan lebih lanjut mengenai pelindungan negara yang diberikan oleh Polri terhadap jaksa sebagaimana diatur dalam Pasal 5 dan Pasal 6 mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan, sementara untuk ketentuan lebih lanjut pelindungan negara yang diberikan oleh TNI sebagaimana diatur dalam Pasal 8 dan Pasal 9 ditetapkan bersama-sama oleh Jaksa Agung dan Panglima TNI.
Kemudian, Pasal 11 Perpres No. 66/2025 mengatur soal sumber dana dalam pelindungan negara baik yang diberikan oleh Polri maupun TNI kepada Kejaksaan dan jaksa. Biaya-biaya yang muncul itu dibebankan seluruhnya kepada anggaran Kejaksaan dalam APBN. Namun, untuk pelindungan yang diberikan Polri, anggarannya juga bisa diperoleh dari sumber pendanaan lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Terlepas dari itu, pelindungan negara yang berhak diterima oleh jaksa itu hanya akan diberikan manakala ada permintaan dari Kejaksaan.
Di samping soal pelindungan, Perpres No. 66/2025 juga mengatur ketentuan lain, terutama terkait kerja sama Kejaksaan dengan Badan Intelijen Negara (BIN) dan Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI.
Pasal 12 Perpres No. 66/2025 lengkapnya berbunyi sebagai berikut: 1. Dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi, Kejaksaan dapat melakukan kerja sama dengan BIN dan BAIS; 2. Kerja sama dilakukan dalam bentuk paling sedikit pendidikan dan pelatihan, dan/atau pertukaran data dan informasi; 3. Ketentuan lebih lanjut mengenai kerja sama ditetapkan bersama oleh Jaksa Agung dan Kepala BIN/Panglima TNI sesuai dengan kewenangannya.
Pewarta: Walda Marison
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-
:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/liputan6/watermark-color-landscape-new.png,1100,20,0)/kly-media-production/medias/5213898/original/064147200_1746703245-IMG-20250508-WA0022.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Jampidum Supervisi Penanganan Perkara Tipidum di Wilayah Hukum Kejati Sulsel
Liputan6.com, Makassar Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan kegiatan supervisi penanganan tindak pidana umum di wilayah hukum Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel), Kamis (8/5/2025).
Wakil Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Wakajati Sulsel) Teuku Rahman didampingi Asisten Tindak Pidana Umum (Aspidum) Kejati Sulsel Rizal Syah Nyaman menerima rombongan Jampidum yang dipimpin Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda, Nanang Ibrahim Soleh.
Wakajati Sulsel, Teuku Rahman mengatakan Kejati Sulsel mendapat kepercayaan dari Jampidum sebagai pilot projet dalam desentralisasi pengendalian dan pengawasan penyelesauan perkara berdasarkan keadilan restoratif secara mandiri.
“Kepercayaan tersebut kami manfaatkan dengan sangat baik. Kami pastikan penyelesaian perkara dengan keadilan restoratif semata-mata untuk memberikan pelayanan hukum terbaik bagi masyarakat yang tidak dinodai adanya transaksi suap, gratifikasi maupun perbuatan tercela lainnya,” kata Teuku Rahman.
Dia melaporkan pelaksanaan RJ di wilayah hukum Kejati Sulsel sejak Januari sampai Desember 2024 sejumlah 138 perkara disetujui dan 7 perkara tidak disetujui. Kemudian pada periode Januari sampai Mei 2024, terdapat 67 perkara yang disetujui dan 1 perkara tidak disetujui.
Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda, Nanang Ibrahim Soleh mengatakan kegiatan supervisi ini menjadi wadah untuk mengevaluasi kinerja berdasarkan hasil monitoring pelaksanaan Restorative Justice (RJ) di wilayah hukum Kejati Sulsel.
Termasuk untuk menyamakan persepsi, memperkuat koordinasi serta meningkatkan akurasi dan konsistensi dalam pelaksanaan tugas dan fungsi penuntutan maupun penyelesaian perkara pidana umum.
“Kejati Sulsel sebagai salah satu satuan kerja yang dipilih untuk pilot projet dalam desentralisasi pelaksanaan RJ telah menjalankan tugas dengan baik. Meski ada beberapa catatan yang masih perlu dibenahi,” kata Nanang.
Dia menyebutkan masih kurangnya kesadaran dan kesungguhan dalam melaksanakan kegiatan RJ terhadap perkara yang terindikasi dapat dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.
“Masih kurangnya pemahaman untuk perkara yang layak dan tidak layak untuk dilakukan RJ. Tingkatkan pemahaman dan pembelajaran untuk semua Jaksa yang menangani perkara,” tutup Nanang .
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejagung Noor Rachmad menyatakan pihaknya memiliki alasan khusus ketika menangguhkan eksekusi 10 terpidana mati, Namun Dia enggan menyebutkan alasan tersebut.
-

Kejagung Beberkan Peran Tiga Tersangka Kasus Korupsi Proyek Satelit Kemhan, Ada Warga Negara Amerika – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kejaksaan Agung melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Militer (Jampidmil) menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi proyek pengadaan user terminal satelit slot orbit 123 derajat bujur timur di Kementerian Pertahanan (Kemhan) RI tahun 2016.
Ketiganya memiliki peran berbeda dalam perkara koneksitas ini, yaitu sebagai pejabat pembuat komitmen, perantara, dan pelaksana kontrak pengadaan.
Mereka adalah Laksamana Muda TNI (Purn) Leonardo (LNR), Anthony Thomas Van Der Hayden (ATVDH), dan Gabor Kuti (GK). Dua nama terakhir masing-masing adalah Warga Negara Amerika Serikat dan Hungaria.
Direktur Penindakan Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer (Jampidmil) Kejagung, Brigjen TNI Andi Suci, menyebut tersangka LNR saat itu menjabat Kepala Badan Sarana Pertahanan dan sekaligus selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Kemhan.
Dia berperan untuk menandatangani kontrak dengan GK, yang merupakan CEO Navayo International AG.
Kontrak tersebut adalah untuk penyediaan terminal pengguna dan peralatan yang terkait (Agreement for The Provision of User Terminal and Related Service and Equipment).
Nilai kontrak yang ditandatangani adalah 34,1 juta dollar AS yang kemudian berubah menjadi 29,9 juta dollar AS.
Andi Suci juga mengatakan penunjukan Navayo dilakukan tanpa adanya proses pengadaaan barang dan jasa.
“Penandatanganan kontrak itu dibuat tanpa adanya anggaran,” ujar Andi Suci dalam konferensi pers di Kejagung, Rabu (7/5/2025) malam.
Tersangka kedua, ATVDH, adalah tenaga ahli satelit yang ditunjuk Kemhan. Dia juga berperan sebagai perantara atau broker dalam proyek tersebut.
ATVDH merupakan Warga Negara Amerika Serikat yang sebelumnya sudah terjerat kasus pengadaan satelit slot orbit 123 derajat BT di Kemhan pada 2023.
“Fungsinya, dia (ATVDH) adalah sebagai perantara, sehingga nanti diputuskan dalam perkara yang berbeda,” jelas Andi.
Sementara tersangka ketiga adalah GK, CEO dari perusahaan Navayo International AG yang berbasis di Hungaria.
GK diduga menjadi pelaksana kontrak tanpa melalui prosedur lelang dan menyerahkan invoice fiktif kepada Kemhan.
Bahkan perusahaan tersebut mengklaim telah mengerjakan proyek dengan mengajukan empat surat Certificate of Performance (CoP) yang ternyata tidak pernah diverifikasi.
“CoP tersebut telah disiapkan oleh tersangka ATVDH dan GK tanpa dilakukan pengecekan atau pemeriksaan barang yang dikirim Navayo terlebih dahulu,” ungkap Andi.
Dari hasil pemeriksaan, pekerjaan Navayo International AG dinilai tidak mampu menghasilkan sistem user terminal yang layak.
“Hasil pemeriksaan laboratorium terhadap handphone sebanyak 550 buah tidak ditemukan Secure Chip, inti dari pekerjaan User Terminal,” ujar Andi.
Akibat CoP yang telah diteken, pemerintah RI kemudian digugat ke arbitrase internasional di Singapura dan dinyatakan harus membayar lebih dari 20 juta dolar AS.
Sementara menurut perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), pekerjaan yang telah dilaksanakan oleh Navayo International AG telah menimbulkan kerugian negara sebanyak 21,3 juta dollar AS atau sekitar Rp 300 miliar.
Tidak hanya itu, ada juga permohonan untuk menyita Wisma Wakil Kepala Perwakilan Republik Indonesia, rumah dinas Atase Pertahanan dan rumah dinas (apartemen) Koordinator Fungsi Politik KBRI di Paris oleh Juru Sita (Commissaires de justice) Paris.
Penyitaan itu berdasar putusan pengadilan Paris yang mengesahkan Putusan Tribunal Arbitrase Singapura tanggal 22 April 2021 yang dimohonkan oleh Navayo International AG atas putusan Arbitrase International Commercial Court (ICC) Singapura.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 juncto Pasal 64 KUHP.
Selain itu, tersangka pun dijerat dengan subsider Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 juncto Pasal 64 KUHP.
Lebih Subsider, Pasal 8 juncto Pasal 18 UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 juncto Pasal 64 KUHP.
/data/photo/2025/05/27/68354baf92a13.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)


