Kementrian Lembaga: Jaksa Agung

  • Aset di Prancis Terancam Disita Buntut Kasus Navayo, Yusril: Kan Banding

    Aset di Prancis Terancam Disita Buntut Kasus Navayo, Yusril: Kan Banding

    Jakarta

    Aset Pemerintah Indonesia di Prancis terancam disita setelah Kementerian Pertahanan RI kalah sengketa dari Navayo International AG. Menteri Koordinator bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra mengatakan Pemerintah RI mengajukan banding terkait putusan itu.

    “Ya dinyatakan disita oleh Pengadilan Paris tapi kan sekarang banding. Jadi belum inkrah dan putusan bandingnya belum ada,” kata Yusril kepada wartawan di Depok, Jawa Barat, Minggu (15/6/2025).

    Yusril mengatakan putusan banding Pemerintah RI di Pengadilan Prancis masih berjalan. Pemerintah RI sudah mengajukan bukti-bukti, namun persidangan ditunda.

    “Navayo ini, proses persidangannya sedang berjalan di Pengadilan Paris dan ketika Pemerintah Indonesia juga mengajukan bukti-bukti di Pengadilan Paris, Majelis Hakim itu menunda putusan,” tuturnya.

    “Jadi masih beberapa bulan lagi baru akan disidangkan kembali oleh Pengadilan Tinggi Paris terhadap bukti-bukti yang diajukan oleh Pemerintah Indonesia maupun pihak lain dalam kasus Navayo ini. Jadi kasusnya belum final,” imbuhnya.

    Dalam kasus ini, Navayo International AG dan Hungarian Export Credit Insurance PTE LTD menang melawan Kemhan RI di International Chambers of Commerce (ICC) Singapore. Kemhan dihukum denda ratusan miliar rupiah.

    Navayo International AG dan Hungarian Export Credit Insurance PTE LTD mengajukan gugatan ke ICC Singapore dan dikabulkan. Kemhan dihukum membayar denda USD 103.610.427.89.

    Pada 2022, perusahaan asal Eropa itu mengajukan permohonan eksekusi sita ke pengadilan Prancis untuk menyita aset pemerintah Indonesia di Paris, Prancis. Adapun pada 2024, pengadilan Prancis memberikan wewenang kepada Navayo untuk melakukan penyitaan atas hak dan properti milik pemerintah Indonesia di Paris. Salah satu aset tersebut adalah rumah-rumah tinggal pejabat diplomatik RI.

    Di sisi lain, Kejaksaan Agung telah melakukan proses hukum terhadap pihak-pihak yang terkait tindak pidana korupsi dalam pengadaan satelit tersebut. Pihak Navayo telah dipanggil beberapa kali oleh penyidik Kejagung tetapi mangkir. Kejagung juga akan melakukan gelar perkara untuk menentukan potensi tersangka dalam kasus tersebu

    Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar mengatakan saat ini penyidikan perkara Navayo International AG terkait kasus sengketa dengan pemerintah RI sedang berproses. Penyidik koneksitas Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Militer (Jampidmil) telah melakukan pengumpulan bukti-bukti.

    “Seperti pemeriksaan saksi dari pihak militer dan sipil, penyitaan barang bukti dan pemeriksaan ahli,” kata Harli kepada wartawan, Sabtu (22/3).

    Sedangkan untuk pemeriksaan terhadap pihak Navayo, kata dia, memiliki mekanisme atau prosedur di mana terhadapnya harus dipanggil secara patut dahulu sebelum ditentukan langkah hukum berikutnya.

    “Dan apakah dipatuhi atau tidak, jika tidak dipatuhi baru diambil langkah-langkah hukum selanjutnya,” jelasnya.

    (wnv/gbr)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Hampir Rampung, Revisi KUHAP Diserahkan ke DPR Seusai Reses

    Hampir Rampung, Revisi KUHAP Diserahkan ke DPR Seusai Reses

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Hukum dan HAM Supratman Andi Agtas menyatakan, daftar inventarisasi masalah (DIM) revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) hampir selesai dan akan segera diserahkan kepada DPR.

    Sebelum diserahkan, DIM tersebut terlebih dahulu akan diparaf oleh empat institusi utama, yaitu menteri hukum, Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo, Jaksa Agung ST Burhanuddin, dan Ketua Mahkamah Agung (MA) Sunarto. 

    “DIM-nya sudah hampir rampung, tinggal menunggu tanda tangan dari empat pihak tersebut sebelum kami serahkan ke DPR,” kata Supratman di Jakarta Sabtu (14/6/2025).

    Ia menegaskan, seluruh kementerian/lembaga terkait telah satu suara dalam menyusun DIM sehingga pembahasan di tingkat parlemen diharapkan akan berjalan lancar.

    Supratman menyebutkan, penyusunan revisi KUHAP sudah melalui proses partisipatif dengan melibatkan berbagai kalangan. Bahkan, sosialisasi terakhir yang dilakukan berhasil menjaring masukan dari hampir 20.000 peserta, termasuk dari kampus dan berbagai pemangku kepentingan.

    Revisi KUHAP akan segera dibahas di DPR begitu masa sidang kembali dibuka setelah reses berakhir pada 23 Juni 2025. “Mudah-mudahan masa sidang berikutnya sudah bisa mulai dibahas di parlemen,” ujar Supratman.

    Sementara itu, Ketua Komisi III DPR Habiburokhman menyatakan pihaknya akan menggelar rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan elemen mahasiswa untuk menyerap aspirasi pada 17 Juni 2025. “Kami terbuka terhadap seluruh masukan dari masyarakat terkait RUU KUHAP,” tegas Habiburokhman.

  • Usman Hamid Respons Fadli Zon soal Tidak Adanya Perkosaan Mei 1998: Upaya Pemutihan Dosa – Page 3

    Usman Hamid Respons Fadli Zon soal Tidak Adanya Perkosaan Mei 1998: Upaya Pemutihan Dosa – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid menyatakan, dirinya bersama Koalisi Masyarakat Sipil berdiri bersama mengecam pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon, yang menyebut tidak terdapat bukti kekerasan terhadap perempuan, termasuk perkosaan massal dalam peristiwa Mei 1998.

    “Kekerasan seksual Mei 1998 bukan rumor belaka, lawan upaya culas negara dalam memutihkan dosa Orde Baru,” tutur Usman dalam pesan singkatnya, Sabtu (14/6/2025).

    Usman mengatakan, pernyataan Fadli Zon menunjukan sikap nirempati terhadap korban dan seluruh perempuan yang berjuang bersama. Hal itu pun dinilai sebagai upaya mendiskreditkan kerja Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang telah melakukan penyelidikan atas peristiwa Mei 1998, dengan kekerasan seksual sebagai bagian di dalamnya.

    “Jelas keliru ucapan yang bilang perkosaan massal saat kerusuhan rasial 13-15 Mei 1998 adalah rumor dan tidak ada buktinya. Rumor adalah cerita atau laporan yang beredar luas di masyarakat tapi kebenarannya diragukan karena tidak ada otoritas yang mengetahui kebenarannya. Padahal waktu itu ada otoritas yang mengetahui kebenarannya, yaitu Tim Gabungan Pencari Fakta, yang dibentuk Presiden BJ Habibie selaku Kepala Negara,” jelas dia.

    Usman mengulas, TGPF pada 23 Juli 1998 dibentuk berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Pertahanan Keamanan/Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, Menteri Kehakiman, Menteri Dalam Negeri, Menteri Luar Negeri, Menteri Negara Peranan Wanita, dan Jaksa Agung.

    Tim Gabungan itu bekerja dalam rangka menemukan dan mengungkap fakta, pelaku, dan latar belakang peristiwa 13-15 Mei 1998. Mereka terdiri dari unsur pemerintah, Komnas HAM, LSM, dan organisasi kemasyarakatan lainnya.

    Sebagian rekomendasi TGPF pun dipenuhi Habibie, dengan membentuk Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan alias Komnas Perempuan. Presiden dan DPR RI saat itu juga meratifikasi Konvensi Anti Penyiksaan, serta mengupayakan program perlindungan saksi dan korban melalui UU Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban.

  • Menkum: Revisi KUHAP Akan Dibahas Usai Masa Reses DPR

    Menkum: Revisi KUHAP Akan Dibahas Usai Masa Reses DPR

    Menkum: Revisi KUHAP Akan Dibahas Usai Masa Reses DPR
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Hukum
    Supratman Andi Agtas
    memastikan pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (
    RKUHAP
    ) akan segera dilakukan setelah
    masa reses DPR
    berakhir pada 23 Juni 2025.
    Dia menyebut, pembahasan akan dimulai dalam waktu dekat karena proses di internal pemerintah sudah nyaris rampung.
    “Kalau RUU
    KUHAP
    kita akan bahas dalam waktu yang singkat ini,” kata Supratman di Kementerian Hukum Jakarta, Sabtu (14/6/2025).
    Dia menegaskan, sebenarnya pemerintah sudah satu suara dan tidak ada masalah di internal.
    “Daftar Inventarisasi Masalah (DIM)-nya sudah hampir rampung,” tambahnya.
    Ia menjelaskan bahwa tahap selanjutnya tinggal menunggu paraf dari sejumlah pejabat tinggi sebelum DIM diserahkan secara resmi ke DPR.
    “Dengan demikian, begitu nanti diparaf oleh Menteri Hukum, Kapolri, Jaksa Agung, dan MA, DIM-nya akan kita serahkan ke DPR,” katanya.
    Supratman juga memastikan bahwa aspirasi masyarakat sudah diakomodasi dalam proses penyusunan DIM tersebut.
    “Semua sudah. Ini belum pernah terjadi sebelumnya karena kita ikutin. Bahkan kita kemarin lakukan sosialisasi itu diikuti hampir 20.000 peserta. Dan semua kampus, semua stakeholder, semuanya kita dengar,” tegasnya.
    Sebelumnya, DPR akan mempercepat pembahasan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (
    RUU KUHAP
    ) yang telah lama masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
    Pimpinan DPR telah mengeluarkan izin untuk menggelar rapat dengar pendapat dan pembahasan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada saat reses.
    “Jadi semua nunggu KUHAP. Nunggu KUHAP. KUHAP-nya selesai. Makanya KUHAP dikebut, minta izin rapat-rapat pada saat reses,” ujar Wakil Ketua DPR Adies Kadir di Gedung DPR RI, Rabu (28/5/2025).
    “Jadi itu supaya kebut, ya kita izinkan biar kebut, karena dua undang-undangnya nunggu,” kata dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 7
                    
                        Fadli Zon Terbantahkan Laporan TGPF: 52 Orang Jadi Korban Pemerkosaan '98
                        Nasional

    7 Fadli Zon Terbantahkan Laporan TGPF: 52 Orang Jadi Korban Pemerkosaan '98 Nasional

    Fadli Zon Terbantahkan Laporan TGPF: 52 Orang Jadi Korban Pemerkosaan 98
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS,com
    – Menteri Kebudayaan
    Fadli Zon
    dalam beberapa waktu terakhir dikecam atas pernyataannya yang menyebut tidak adanya pemerkosaan pada
    kerusuhan Mei 1998
    .
    Fadli Zon mengatakan, peristiwa itu hanya berdasarkan rumor yang beredar dan tidak pernah ada bukti pemerkosaan massal pada peristiwa Mei 1998.
    “Nah, ada perkosaan massal. Betul enggak ada perkosaan massal? Kata siapa itu? Itu enggak pernah ada proof-nya (bukti). Itu adalah cerita. Kalau ada, tunjukkan. Ada enggak di dalam buku sejarah itu? Enggak pernah ada,” ucap Fadli Zon dalam program Real Talk with Uni Lubis, Senin (8/6/2025).
    Namun, laporan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Kasus Kerusuhan 13-15 Mei 1998 berkata lain dengan pernyataan Fadli Zon.
    Sebagai informasi, TGPF Kasus Kerusuhan 13-15 Mei 1998 dibentuk berdasarkan keputusan bersama Menteri Pertahanan/Panglima ABRI, Menteri Kehakiman, Menteri Dalam Negeri, Menteri Luar Negeri, Menteri Negara PEranan Wanita, dan Jaksa Agung.
    Adapun anggota TGPF terdiri dari unsur pemerintah, Komnas HAM, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan organisasi kemasyarakatan (ormas) lainnya.
    Dalam laporan tersebut, TGPF menemukan adanya tindak kekerasan seksual yang terjadi di Jakarta, Medan, dan Surabaya dalam kerusuhan 1998.
    Bentuk kekerasan seksual dibagi dalam empat kategori, yakni pemerkosaan (52 korban), pemerkosaan dengan penganiayaan (14 orang), penyerangan/penganiayaan seksual (10 orang), dan pelecehan seksual (9 orang).
    “Selain korban-korban kekerasan seksual yang terjadi dalam kerusuhan Mei, TGPF juga menemukan korban-korban kekerasan seksual yang terjadi sebelum dan setelah kerusuhan Mei. Kasus-kasus kekerasan seksual ini ada kaitannya dengan kasus-kasus kekerasan seksual yang terjadi selama kerusuhan,” bunyi laporan tersebut.
    Berdasarkan hasil analisis TGPF, kekerasan seksual telah terjadi selama kerusuhan dan merupakan satu bentuk serangan terhadap martabat manusia yang telah menimbulkan penderitaan yang dalam dan rasa takut dan trauma yang luas.
    “Kekerasan seksual terjadi karena adanya niat tertentu, peluang, serta pembentukan psikologi massa yang seolah-olah membolehkan tindakan tersebut dilakukan sehingga melipatgandakan terjadinya perbuatan tersebut,” bunyi laporan TGPF.
    Laporan itu juga menjelaskan, adanya kesimpangsiuran terkait jumlah korban pemerkosaan jika mengacu pada hukum yang mensyaratkan adanya laporan korban, ada/tidaknya tanda-tanda persetubuhan, dan/atau tanda-tanda kekerasan serta saksi dan petunjuk.
    “Di pihak lain, keadaan traumatis, rasa takut yang mendalam serta aib yang dialami oleh korban dan keluarganya, membuat mereka tidak dapat mengungkapkan segala hal yang mereka alami,” bunyi laporan itu.
    Sejarawan dan aktivis perempuan, Ita Fatia Nadia menilai, pernyataan Fadli Zon yang menyebut tidak ada pemerkosaan pada kerusuhan Mei 1998 adalah sebuah dusta.
    Ita yang pernah menjadi Tim Relawan Kemanusiaan yang digagas Presiden ke-4 Republik Indonesia Abdurrahman Wahid atau Gus Dur bercerita bahwa ia dan relawan lainnya sampai kewalahan menangani banyaknya pemerkosaan di Jakarta pada Mei 1998.
    “Jadi apa yang disampaikan oleh Menteri Kebudayaan Fadli Zon, itu adalah sebuah dusta,” kata Ita dalam konferensi pers yang digelar secara daring, Jumat (13/6/2025).
    Ita menuturkan, seorang menteri semestinya mengembalikan memori atau ingatan sebagai reparasi untuk menyembuhkan trauma bangsa ini.
    “Untuk menyembuhkan trauma dari kaum perempuan yang menjadi korban. Tetapi justru dia menegasikan, menyangkal tentang peristiwa perkosaan Mei 1998,” tegas Ita.
    Oleh karena itu, Ita menuntut Fadli Zon untuk menyampaikan permintaan maaf kepada korban karena sampai saat ini masih tertekan dengan kasus pemerkosaan yang terjadi pada Mei 1998.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 7
                    
                        Fadli Zon Terbantahkan Laporan TGPF: 52 Orang Jadi Korban Pemerkosaan '98
                        Nasional

    5 Fadli Zon Sebut Tak Ada Pemerkosaan Massal Mei 1998, Usman Hamid: Kekeliruan yang Fatal Nasional

    Fadli Zon Sebut Tak Ada Pemerkosaan Massal Mei 1998, Usman Hamid: Kekeliruan yang Fatal
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia,
    Usman Hamid
    , menyampaikan bahwa pernyataan Menteri Kebudayaan
    Fadli Zon
    yang menyebut tidak ada pemerkosaan pada kerusuhan Mei 1998 adalah sebuah kekeliruan yang fatal.
    “Fadli Zon menyatakan bahwa pemerkosaan selama kerusuhan Mei 1998 adalah rumor, pernyataan ini mengandung kekeliruan yang fatal,” kata Usman saat konferensi pers bersama para aktivis perempuan yang digelar secara daring, Jumat (13/6/2025).
    Menurut Usman, rumor merupakan cerita yang tidak dapat diterima sebagai bukti di pengadilan tanpa adanya otoritas yang mengetahui kebenarannya.
    Sementara itu, kasus pemerkosaan Mei 98 sudah diakui secara faktual oleh otoritas yang diputuskan bersama Menteri Pertahanan, Menteri Keamanan, Menteri Kehakiman, Menteri Dalam Negeri, Menteri Luar Negeri, hingga Jaksa Agung.
    “Jadi otoritas yang mengetahui kebenaran peristiwa itu, dengan demikian, pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon kehilangan kredibilitasnya,” imbuhnya.
    Padahal, kata Usman, kasus pemerkosaan yang terjadi pada kerusuhan Mei 98 itu telah disimpulkan oleh Komnas HAM sebagai
    pelanggaran HAM
    berat.
    “Jadi kesimpulannya pemerkosaan massal itu ada, dan seluruhnya merupakan pelanggaran HAM,” ujarnya.
    Karena itu, menurut Usman, pernyataan Fadli Zon justru seperti penyangkalan terhadap sebuah pelanggaran HAM.
    “Satu saja perempuan diperkosa, itu adalah sebuah tragedi, itu adalah sebuah pelanggaran HAM. Jadi saya kira pernyataan menteri ini lebih tampil sebagai penyangkalan,” ucapnya.
    Sebelumnya, dalam wawancara bersama IDN Times, Fadli Zon mengeklaim peristiwa pemerkosaan massal tahun 1998 tidak ada buktinya.
    Menurutnya, peristiwa itu hanya berdasarkan rumor yang beredar dan tidak pernah ada bukti pemerkosaan massal pada peristiwa Mei 1998.
    “Nah, ada perkosaan massal. Betul enggak ada perkosaan massal? Kata siapa itu? Itu enggak pernah ada proof-nya (bukti). Itu adalah cerita. Kalau ada, tunjukkan. Ada enggak di dalam buku sejarah itu? Enggak pernah ada,” ucap Fadli Zon.
    Fadli mengaku, pernah membantah keterangan tim pencari fakta yang pernah memberikan keterangan ada pemerkosaan massal pada peristiwa Mei 98.
    “Saya sendiri pernah membantah itu dan mereka tidak bisa buktikan. Maksud saya adalah, sejarah yang kita buat ini adalah sejarah yang bisa mempersatukan bangsa dan tone-nya harus begitu,” ujar Fadli Zon.
    Diketahui, saat ini pemerintah tengah menggodok penulisan ulang sejarah oleh Kementerian Kebudayaan dari era Presiden Soekarno.
    “Jadi, yang kita inginkan tone-nya dari sejarah kita itu adalah tone yang positif. Dari era Bung Karno sampai era Presiden Jokowi dan seterusnya,” tutur dia saat ditemui di Cibubur, Depok, Jawa Barat, Minggu (1/6/2025).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kejagung Periksa Fiona Eks Stafsus Nadiem Terkait Korupsi Chromebook Rp9,9 Triliun – Page 3

    Kejagung Periksa Fiona Eks Stafsus Nadiem Terkait Korupsi Chromebook Rp9,9 Triliun – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali memeriksa mantan staf khusus (stafsus) bekas Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim, Fiona Handayani (FH). Fiona diperiksa sebagai saksi terkait pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbudristek senilai Rp9,982 triliun.

    “Ini menjadi pemeriksaan lanjutan untuk lebih mendalami lagi terkait dengan peran yang bersangkutan sebagai stafsus dan dalam kaitan dengan bagaimana proses pengadaan Chromebook ini dilakukan,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (13/6/2025) dilansir Antara.

    Harli mengatakan penyidik pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) akan mendalami dan menyandingkan keterangan stafsus Nadiem Makarim itu dengan sejumlah barang bukti elektronik (BBE) yang telah diperoleh.

    “Kami harapkan dengan pemeriksaan lanjutan ini akan semakin banyak lagi informasi, fakta yang diperoleh penyidik dapat membuat semakin terang tindak pidana ini,” ujar Harli.

    Fiona Handayani bersama dua anggota kuasa hukumnya tiba di Gedung Jampidsus Kejaksaan Agung, Jakarta, pada pukul 12.47 WIB.

    Kuasa hukum Fiona, Indra Haposan Sihombing, memperkirakan bahwa substansi pemeriksaan hari ini adalah terkait kronologi pengadaan Chromebook di Kemendikbudristek. “Belum ke teknis,” katanya.

    Terkait dokumen, dia mengatakan bahwa pihaknya masih membawa dokumen yang sama seperti pemeriksaan pertama pada Selasa (10/6/2025).

    Tiga Mantan Stafsus Nadiem Dicekal

    Sebelumnya, Kejagung menerbitkan surat cegah dan tangkal alias pencekalan terhadap tiga staf khusus (stafsus) mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim, terkait kasus kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan digitalisasi pendidikan Kemendikbud Ristek Tahun 2019-2023.

    Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar menyampaikan, tiga stafsus tersebut adalah Fiona Handayani (FH), Jurist Tan (JT), dan Ibrahim Arief (IA) yang juga Tenaga Teknis. Mereka mangkir dari panggilan pemeriksaan, sehingga penyidik mengambil langkah cekal.

    “Sudah dijadwal bahwa tiga orang ini tidak menghadiri, tidak hadir dalam pemeriksaan yang sudah dijadwal kemarin dan dua hari yang lalu,” tutur Harli di Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis (5/6/2025).

    Harli mengingatkan agar ketiga stafsus Nadiem Makarim itu bersikap kooperatif memenuhi panggilan pemeriksaan penyidik. Adapun rencananya, panggilan kedua akan dilayangkan terhadap Fiona Handayani, Jurist Tan, dan Ibrahim Arief, pada pekan depan.

    “Oleh karenanya, seperti yang sudah kami sampaikan penyidik mempertimbangkan untuk melakukan upaya cegah tangkal terhadap yang bersangkutan, itu sudah dilakukan per tanggal 4 Juni 2025,” kata Harli.

     

    Penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan laptop di lingkungan Kemendikbudristek terus berlanjut. Kejagung periksa staf khusus mantan Mendikbudristek. Nadiem Makarim pun juga buka suara. Ada fakta baru terungkap? Kita Diskusi.

  • Pramono Minta Tiang Mangkrak Monorel Dibongkar, Adhi Karya Buka Suara

    Pramono Minta Tiang Mangkrak Monorel Dibongkar, Adhi Karya Buka Suara

    Jakarta

    PT Adhi Karya Tbk (ADHI) membuka ruang diskusi dengan seluruh pihak terkait wacana pembongkaran tiang monorel mangkrak di sepanjang jalan HR Rasuna Said hingga Asia Afrika. Hal ini diungkap perseroan menyusul rencana Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung yang hendak merapikan tata kota.

    “Kami sampaikan bahwa akan dilakukan diskusi bersama dengan seluruh pihak terkait,” ujar Sekretaris Perusahaan Rozi Sparta dikutip dari Keterbukaan Informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), Minggu (13/6/2025).

    Rozi menerangkan, perseroan mendukung langkah-langkah strategis Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta untuk melakukan penataan dan penertiban ruang kota untuk kepentingan publik.

    “Perseroan mengapresiasi komunikasi yang akan dibangun oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan terbuka untuk berkoordinasi lebih lanjut guna menyelesaikan permasalahan ini secara konstruktif dan sesuai ketentuan yang berlaku,” terangnya.

    Diberitakan sebelumnya, Pemprov DKI Jakarta bakal menyurati Adhi Karya untuk membongkar tiang monorel yang mangkrak di Jalan Rasuna Said dan Jalan Asia Afrika. Pasalnya, keberadaan tiang monorel yang sudah berdiri dua dekade itu dinilai mengganggu estetika Kota Jakarta.

    Pramono mengatakan, pihaknya telah melakukan rapat dengan jajarannya untuk pembongkaran tiang monorel.

    “Pertama, karena tiang monorel itu miliknya PT Adhi Karya,” kata Pramono dikutip dari detikNews, Selasa (10/6/2025).

    Dia menilai pihak yang memiliki kewenangan untuk membongkar tiang monorel itu memang PT Adhi Karya. Keputusan itu diambil lantaran sudah ada keputusan dari pengadilan negeri (PN) dan Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun).

    “Walaupun sudah ada keputusan PN dan juga pemerintah Jakarta sudah mendapatkan arahan dari Jamdatun, untuk kemudian yang berhak untuk membongkar adalah Adhi Karya,” ujarnya.

    (acd/acd)

  • Terungkap! Bocoran Susunan Badan Penerimaan Negara yang Mau Dibikin Prabowo

    Terungkap! Bocoran Susunan Badan Penerimaan Negara yang Mau Dibikin Prabowo

    Jakarta

    Pembentukan Badan Otorisasi Penerimaan Negara (BOPN) sempat menjadi salah satu janji politik Presiden Prabowo Subianto di era kampanye. Mantan Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Edi Slamet Irianto mengungkapkan Prabowo sudah sempat membentuk struktur lengkap badan tersebut di TKN.

    Edi mengungkapkan pembentukan badan ini urgensinya cukup besar, ada beberapa alasannya. Pertama, selama ini peraturan pemungutan negara terlalu rumit, dia menilai agak sulit membedakan mana instrumen pajak dan bukan pajak karena banyak pihak yang memungut.

    Kedua, birokrasi penerimaan negara nampak berbelit dan panjang, di setiap kementerian dan lembaga yang melakukan pemungut memiliki aturan berbeda dan berdampak pada lambatnya pelayanan yang diberikan.

    “Terakhir kerumitan peraturan dan panjangnya birokrasi penerimaan negara membuka peluang terjadinya kebocoran di sektor penerimaan negara dan membuat penerimaan jadi jeblok. Ini kenapa kita harus melakukan pembentukan Badan Otorisasi Penerimaan Negara itu penting,” papar Edi dalam ISNU Forum on Investment, Trade, and Global Affairs, Rabu (11/6/2025) kemarin.

    Berdasarkan bahan paparan yang disampaikan Edi, BPON akan bertanggung jawab kepada presiden dan dipimpin seorang Menteri Negara atau Kepala yang akan didampingi Wakil Kepala Operasi (Waka OPS) dan Wakil Kepala Urusan Dalam (Waka Urdal).

    BPON juga memiliki Dewan Pengawas yang diisi beberapa jabatan ex officio seperti Menko Perekonomian, Panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung, dan Kepala PPATK. Akan ada juga 4 orang independen yang ikut masuk dalam Dewan Pengawas.

    Di bawah Menteri atau Kepala BPON dan wakilnya akan ada Inspektorat Utama Badan dan juga Sekretaris Utama Badan. Di bawahnya lagi ada jejeran kedeputian, mulai dari Deputi Perencanaan dan Peraturan Penerimaan, Deputi Pengawasan dan Penerimaan Pajak, Deputi Pengawasan dan Penerimaan PNBP, Deputi Pengawasan Kepabeanan, Deputi Penegakkan Hukum, serta Deputi Intelijen.

    Selanjutnya ada juga Pusat Data Sains dan Informasi dan Pusat Riset dan Pelatihan Pegawai. BPON pun akan memiliki Kepala Perwakilan di setiap Provinsi yang dipimpin pegawai setara Eselon 1b.

    Edi yang juga merupakan seorang Guru Besar Bidang Hukum Politik Perpajakan Nasional di Universitas Islam Sultan Agung itu mengatakan struktur yang dia paparkan itu dibuat langsung saat zaman kampanye. Dia meyakinkan Prabowo sudah melihat bahkan ikut menyusun struktur tersebut.

    “Itu dulu pembahasan TKN itu sendiri. Pak Prabowo sudah lihat. Tapi ini bisa berubah tergantung situasi nanti. Kami kan di luar pemerintahan, hanya bisa mendorong mudah-mudahan janji politik presiden bisa diwujudkan,” beber Edi.

    (acd/acd)

  • Kembali Digelar, Sidang Gugatan Wanprestasi Nikita Mirzani Fokus Periksa Legalitas Pihak Turut Tergugat

    Kembali Digelar, Sidang Gugatan Wanprestasi Nikita Mirzani Fokus Periksa Legalitas Pihak Turut Tergugat

    JAKARTA – Persidangan kasus wanprestasi yang melibatkan artis Nikita Mirzani terhadap pengusaha kosmetik Reza Gladys kembali digelar.

    Pada sidang kali ini, agenda utama adalah memeriksa kehadiran para turut tergugat yaitu suami Reza Gladys, dr. Attaubah Mufid, menjadi pihak tergugat, Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, dan PT Bumi Parama Wisesa menjadi turut tergugat. yang disebut dalam perkara tersebut.

    “Hari ini adalah pemeriksaan pihak yang dipanggil. Jadi dalam hal ini akan diperiksa apakah turut tergugat satu, turut tergugat dua, dan turut tergugat tiga hadir,” jelas Fahmi Bachmid di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu, 11 Juni.

    Ia menambahkan, pemeriksaan tersebut penting untuk menilai keabsahan para wakil yang hadir mewakili pihak-pihak tergugat dalam sidang perdata tersebut.

    “Apabila mereka hadir, nanti akan diperiksa legalitasnya siapa yang mewakili. Nah setelah itulah baru nanti majelis hakim akan mengambil sikap sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung,” lanjutnya.

    Lebih jauh, Fahmi juga menyampaikan bahwa apabila seluruh pihak yang terkait dalam perkara sudah dinyatakan lengkap dan memenuhi syarat formal, maka tahap berikutnya adalah proses mediasi. Hal ini merupakan bagian dari prosedur yang ditetapkan oleh peraturan pengadilan.

    “Apabila para pihak sudah lengkap atau sudah memenuhi syarat untuk diteruskan, maka harus dilakukan mediasi. Sebagaimana Peraturan Mahkamah Agung. Itulah mekanisme hari ini persidangannya,” ujar Fahmi.

    Meski fokus utama sidang kali ini adalah memeriksa kehadiran turut tergugat, dua pihak tergugat utama dan penggugat disebut sudah dinyatakan hadir dan tidak perlu dipanggil ulang.

    “Jadi hari ini hanya memeriksa kehadiran turut tergugat 1, turut tergugat 2, dan turut tergugat 3. Sedangkan tergugat 1 dan 2 dianggap sudah hadir dan tidak perlu dipanggil kembali. Termasuk kami, penggugat 1 dan 2,” pungkasnya.