Kementrian Lembaga: Jaksa Agung

  • Prabowo Bubarkan Satgas Sapu Bersih Pungli yang Dibentuk Jokowi pada 2016

    Prabowo Bubarkan Satgas Sapu Bersih Pungli yang Dibentuk Jokowi pada 2016

    Prabowo Bubarkan Satgas Sapu Bersih Pungli yang Dibentuk Jokowi pada 2016
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Presiden
    Prabowo Subianto
    mencabut aturan tentang Satuan Tugas (Satgas) Sapu Bersih Pungutan Liar (
    Saber Pungli
    ) yang dibentuk oleh Presiden ke-7 RI Joko Widodo pada tahun 2016.
    Keputusan ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 49 Tahun 2025 tentang Pencabutan Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar.
    “Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 202), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku,” tulis pasal 1 dalam salinan beleid yang dilihat Kompas.com, Rabu (18/6/2025).
    Sebagai informasi, Saber Pungli sebelumnya dibentuk sebagai bagian dari keseriusan pemerintah memberantas pungli secara masif.
    Saber Pungli dikendalikan oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
    Selain Menko Polhukam yang saat itu dijabat Wiranto sebagai penanggung jawab sekaligus pengendali satgas, komposisi satgas yang lain adalah Ketua Pelaksana Irwasum Polri, Wakil Ketua I Irjen Kemendagri, Wakil Ketua II Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan, dan sekretaris staf ahli di Kemenko Polhukam.
    Ruang lingkup fungsi Satgas Saber Pungli sangat luas, mulai dari membangun sistem pencegahan, koordinasi pengumpulan data, menggelar operasi tangkap tangan, hingga memberikan rekomendasi mengenai sanksi yang diberikan.
    Oleh karena kompleksnya tugas Satgas Saber Pungli, anggota Satgas terdiri dari beragam instansi penegak hukum.
    Selain dari Polri, Kejaksaan Agung, Kemendagri, dan Kemenpolhukam, juga dari Kemenkumham, PPATK, Ombudsman, BIN, dan POM TNI.
    Dilansir dari dokumentasi Harian Kompas, pembentukan Satgas Saber Pungli merupakan bagian dari paket reformasi kebijakan di bidang hukum yang dicanangkan oleh pemerintah.
    Paket kebijakan ini bertujuan untuk memulihkan kepercayaan publik, memberikan keadilan, dan kepastian hukum.
    Pemerintah berfokus pada tiga hal dalam reformasi ini, yakni penataan regulasi, pembenahan lembaga dan aparatur negara, serta pembangunan budaya hukum.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Uang Disita Rp11 Triliun, Perkara Wilmar Cs Bukan Pidana?

    Uang Disita Rp11 Triliun, Perkara Wilmar Cs Bukan Pidana?

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) terus mengejar pengembalian kerugian keuangan negara dalam perkara korupsi fasilitas ekspor crude palm oil alias CPO. Kasus ini menyeret tiga perusahaan, Wilmar Group, Musim Mas Group dan Permata Hijau. 

    Menariknya kasus penyitaan itu berlangsung ketika perkara belum berkekuatan hukum tetap. Selain itu, di pengadilan tingkat pertama, hakim telah memutuskan bahwa tindakan Wilmar Cs bukan suatu tindak pidana. 

    Seperti diketahui, pada selasa (18/6/2025) kemarin, penyidik gedung bundar telah menyita uang Rp11,8 triliiun. Sebagian uang yang disita tersebut dipamerkan dalam konferensi pers kemarin. 

    Direktur Penuntutan (Dirtut) Kejagung RI, Sutikno menyampaikan bahwa penyitaan ini baru diperoleh dari salah satu terdakwa korporasi yakni, Wilmar Group. Wilmar Group ini terdiri dari lima korporasi, mereka yakni PT Multimas Nabati Asahan; PT Multi Nabati Sulawesi; PT Sinar Alam Permai; PT Wilmar Bioenergi Indonesia; dan PT Wilmar Nabati Indonesia.

    “Seluruhnya sebesar Rp11.880.351.802.619,” ujarnya di Kejagung, Selasa (17/6/2025).

    Sutikno menambahkan, uang tersebut bakal disimpan dalam rekening penampungan milik Direktorat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) di Bank Mandiri.

    Berdasarkan pantauan Bisnis di ruangan Gedung Bundar Kejagung RI, sebagian uang tersebut tampak disusun rapi mengelilingi meja konferensi pers. Adapun, uang itu ditumpuk hingga 2 meter lebih.

    Uang dengan pecahan Rp100.000 ribu itu dibungkus dengan plastik. Tercatat, satu paket uang tersebut bernilai satu miliar. Total, uang yang ditampilkan pada konferensi pers kali ini mencapai Rp2 triliun.

    “Jadi, kenapa tidak kita rilis secara bersama senilai jumlah tersebut? Ini karena faktor tempat dan faktor keamanan tentunya, sehingga kami berpikir jumlah ini cukup untuk mewakili jumlah kerugian negara yang timbul,” imbuhnya.

    Adapun, uang tersebut juga akan dimasukkan dalam memori kasasi yang saat ini bergulir di Mahkamah Agung (MA). 

    Dengan demikian, penambahan uang sitaan ini diharapkan dapat dipertimbangkan oleh hakim dalam memvonis perkara yang sebelumnya telah diputus bebas atau ontslag di PN Tipikor Jakarta Pusat. “Uang sita tersebut enjadi bagian yang tidak terpisahkan dari memori kasasi sehingga keberadaannya dapat dipertimbangkan oleh Hakim Agung,” pungkasnya.

    Musim Mas dan Permata Hijau Menyusul?

    Di sisi lain, Kejagung meminta Musim Mas Group dan Permata Hijau Group menyerahkan uang terkait kerugian negara perkara pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) korporasi.

    Sutikno mengatakan langkah penyerahan kembali uang terkait kerugian negara itu telah dilakukan oleh Wilmar Group. “Saat ini yang telah mengembalikan kerugian keuangan negara akibat perbuatan korupsi yang dilakukan oleh lima grup Wilmar telah utuh dikembalikan,” ujarnya di Kejagung, Selasa (17/6/2025).

    Dia menambahkan, total uang yang telah diserahkan kembali dan disita Kejagung dari Wilmar Group mencapai Rp11,8 triliun. Uang belasan triliun itu berasal dari lima korporasi yang tergabung di Wilmar Group.

    Lima korporasi itu yakni PT Multimas Nabati Asahan; PT Multi Nabati Sulawesi; PT Sinar Alam Permai; PT Wilmar Bioenergi Indonesia; dan PT Wilmar Nabati Indonesia.

    Dalam hal ini, Sutikno berharap dua grup korporasi yang telah menjadi terdakwa lainnya agar bisa segera mengambil langkah serupa dengan Wilmar Group.

    “Untuk Permata Hijau dan Musim Mas Grup, kita berharap ke depan mereka juga membayar seperti yang dilakukan oleh Wilmar. Nanti akan kita rilis juga seperti kalau ada pengembalian yang dilakukan oleh kedua grup tersebut,” pungkasnya.

    Dalam catatan Bisnis, jaksa penuntut umum (JPU) sebelumnya telah menuntut uang pengganti kepada Permata Hijau Group mencapai Rp937.558.181.691,26. Sementara itu, Musim Mas Group Rp4.890.938.943.794,1. Keduanya juga dibebankan denda Rp1 miliar.

    Adapun, perkara CPO korporasi ini telah divonis ontslag atau bebas oleh hakim PN Tipikor Jakarta Pusat. Namun, Kejagung telah mengajukan kasasi terkait dengan vonis itu. Alhasil, saat ini perkara tersebut tengah bergulir di Mahkamah Agung (MA).

    Kronologi Kasus

    Dalam catatan Bisnis, kasus Wilmar, Musim Mas, dan Permata Hijau bermula dari perkara korupsi mafia minyak goreng. Dalam kasus itu tiga orang petinggi korporasi tersebut telah menjadi terpidana saat ini. Ketiga korporasi itupun kemudian telah ditetapkan sebagai tersangka korporasi. 

    “Jadi penyidik Kejaksaan Agung, pada hari ini juga menetapkan 3 korporasi sebagai tersangka,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung saat kasus itu terungkap, Ketut Sumedana di Kejagung, Kamis (15/6/2023).

    Ketut menjelaskan sesuai dengan putusan kasasi Mahkamah Agung, ketiga korporasi itu ditengarai sebagai pemicu kerugian negara dalam kasus mafia minyak goreng yang nilainya mencapai Rp6,47 triliun. 

    “Terbukti bahwa perkara yang sudah inkrah ini adalah merupakan aksi daripada 3 korporasi ini, sehingga pada hari ini juga kami tetapkan 3 korporasi ini sebagai tersangka,” ucap Ketut.

    Adapun kasus ini sejatinya belum memperoleh keputusan hukum tetap. Di laman resmi Mahkamah Agung, Kejagung masih mengajukan kasasi dan baru masuk pada tanggal 30 April 2025. 

    Menariknya di pengadilan tingkat pertama, hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat alias PN Jakpus, telah memutuskan bahwa tindakan Wilmar dan para terdakwa korporasi telah terbukti sebagaimana dakwaan jaksa. Namun demikian, hakim menetapkan bahwa tindak Wilmar Cs itu bukanlah suatu tindak pidana. Alhasil, PN Jakpus telah meminta penuntut umum untuk melepaskan dan memulihkan hak-hak Wilmar Cs. 

    Bisnis masih berupaya mencari kontak pihak Wilmar, Musim Mas dan Permata Hijau, guna mengklarifikasi ihwal penyitaan dan kronologi kasus tersebut. 

  • 4
                    
                        Tangis Marcella Saat Akui Bikin Isu Negatif soal RUU TNI hingga Prabowo
                        Nasional

    4 Tangis Marcella Saat Akui Bikin Isu Negatif soal RUU TNI hingga Prabowo Nasional

    Tangis Marcella Saat Akui Bikin Isu Negatif soal RUU TNI hingga Prabowo
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Di sebuah ruangan konferensi pers Gedung Bundar Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus)
    Kejaksaan Agung
    , Jakarta, wajah
    Marcella Santoso
    muncul di layar.
    Melalui tayangan video, suara Marcella terdengar lirih, pelan, namun penuh penyesalan.
    Ia bukan sedang membela diri. Sebaliknya, perempuan yang kini menyandang status tersangka dugaan
    perintangan penyidikan
    itu memilih mengakui perbuatannya.
    Ia berbicara tentang konten-konten yang pernah dibuat dan disebarkannya, konten yang secara langsung menyasar institusi Kejaksaan Agung dan sejumlah tokoh penting di dalamnya.
    “Antara lain, terkait dengan isu kehidupan pribadi Bapak Jaksa Agung, isu Jampidsus, isu Bapak Dirdik,” kata Marcella, dalam video yang diputar Selasa (17/6/2025).
    Pengakuannya bukan hanya soal Kejaksaan saja. Marcella juga menyebut narasi yang menyerang pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
    “Dan bahkan, terdapat juga isu pemerintahan Bapak Presiden Prabowo seperti petisi RUU TNI dan juga Indonesia Gelap,” lanjutnya.
    Marcella tidak menyebut secara perinci isi dari konten-konten tersebut.
    Namun, dalam pernyataannya yang terekam kamera, ia mengaku menyesal.
    Ia juga menyebut bahwa ada konten yang diproduksi timnya tanpa pemeriksaan lebih lanjut dari dirinya.
    “Bahwa saya sangat menyesali dan sangat menyadari bahwa apa pun dan bagaimanapun ceritanya, baik itu kelalaian saya yang tidak mengecek ulang isi konten, ataupun kelalaian dan luputnya saya mengecek dan meneliti kembali serta fokus terhadap apa yang saya sampaikan,” kata dia.
    Namun demikian, Marcella menekankan bahwa tak ada kebencian pribadi terhadap institusi kejaksaan maupun pemerintahan.
    “Bahwa saya sejujurnya tidak pernah merasa ada ketidaksukaan atau kebencian secara pribadi, baik dengan institusi, ataupun dengan pemerintahan, ataupun dengan personal,” ucapnya.
    Marcella bahkan mengeklaim pernah menyampaikan pujian terhadap kinerja para penyidik.
    “Karena di dalam chat saya dan institusi, masukkan dalam berita acara pemeriksaan (BAP). Salah satu itu terdapat percakapan antara saya dan rekan saya. Dan, saya sampaikan bahwa ada baiknya juga APH ini seperti Bapak Febrie (Jampidsus),” katanya.
    Permintaan maaf disampaikannya di akhir pernyataan, disertai suara bergetar dan isak.
    “Saya sebagai manusia, saya hanya bisa meminta maaf. Saya hanya mendoakan bahwa rasa sakit, rasa ketidaknyamanan yang dialami oleh pihak-pihak yang terkait dan terdampak akan dipulihkan,” ujar Marcella.
    Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, menyatakan bahwa penyidik Jampidsus tidak masuk lebih dalam ke isu konten dari institusi lain.
    Namun, karena konten-konten itu ditemukan dalam barang bukti elektronik, pertanyaan tetap diajukan.
    “Kemudian, untuk institusi lain, kami tidak masuk di wilayah itu. Tapi, karena di barang bukti elektronik ada, ini kami tanyakan, apa maksud dia membuat konten Indonesia Gelap,
    konten negatif
    ? Apa kaitan dengan RUU TNI, ini kami tidak tahu, tapi yang tahu mereka yang bersangkutan,” kata Qohar.
    Namun dalam konferensi pers, tidak satu pun konten yang dimaksud diperlihatkan secara terbuka kepada publik.
    Pihak kejaksaan juga menyatakan bahwa narasi-narasi negatif itu ditujukan untuk menggiring opini yang menyesatkan.
    “Itu (narasi negatif) adalah dengan maksud dan tujuan untuk menggagalkan penyidikan dan penuntutan. Dengan maksud dan tujuan memuat opini publik dan opini di masyarakat, ke majelis hakim, bahwa apa yang dilakukan penyidik itu adalah tidak benar,” ujar Qohar.
    Dalam perkara ini, Marcella tak sendirian. Kejaksaan telah menetapkan empat orang sebagai tersangka kasus perintangan penyidikan.
    Modusnya melibatkan penyebaran konten negatif hingga pengorganisasian aksi massa.
    Salah satu tersangka adalah Ketua Cyber Army, M Adhiya Muzakki. Dia disebut memimpin 150 buzzer dan menerima Rp 864,5 juta dari Marcella untuk menyebarkan narasi-narasi tersebut.
    Tersangka lain adalah Tian Bahtiar. Eks Direktur Pemberitaan JakTV itu diduga menerima Rp 487 juta dari Marcella untuk memberitakan konten yang dinilai menjatuhkan institusi kejaksaan.
    Marcella bukan satu-satunya advokat yang terlibat dalam perkara ini. Ia terjerat bersama pengacara bernama Junaedi Saibih.
    Keduanya disangka menyelenggarakan seminar dan aksi unjuk rasa yang ditujukan agar dapat diliput dan diangkat ke ruang publik oleh jaringan buzzer mereka.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Marcella Santoso Akui Buat Konten “Serang” Prabowo hingga Jaksa Agung

    Marcella Santoso Akui Buat Konten “Serang” Prabowo hingga Jaksa Agung

    Bisnis.com, JAKARTA — Pengacara sekaligus tersangka Marcella Santoso mengakui telah membuat konten yang telah menyudutkan Jaksa Agung (JA) ST Burhanuddin dan jajarannya.

    Hal tersebut disampaikan Marcella melalui video yang dikirimkannya kepada Kejaksaan Agung (Kejagung). Video itu kemudian diputar di sela-sela konferensi pers di Kejagung pada Selasa (17/6/2025).

    Awalnya, Dirdik Jampidsus Kejagung RI, Abdul Qohar mengungkit kembali perkara perintangan yang dilakukan oleh Marcella, Direktur Jak TV non-aktif Tian Bahtiar hingga pimpinan buzzer Adhiya Muzakki.

    Pada intinya, konten itu dibuat untuk menggiring opini publik yang dinilai dapat mempengaruhi penuntutan dan penyidikan alias kinerja Kejaksaan RI. 

    Di samping itu, Qohar juga menyatakan pihaknya telah mengantongi bukti Marcella Cs telah melakukan upaya perintangan atau obstruction of justice.

    “Untuk lebih jelasnya mungkin bisa diputar video Marcella Santoso,” ujar Qohar di Kejagung, Selasa (17/6/2025).

    Setelah itu, video klarifikasi Marcella diputar di depan awak media. Nampak, dia menggunakan kemeja putih dan dibalut dengan rompi tahanan khas Kejaksaan Agung RI.

    Dalam video itu, Marcella mengakui telah membuat konten yang menyerang Jaksa Agung Burhanuddin, Jampidsus Febrie Adriansyah hingga Presiden Prabowo Subianto.

    “Antara lain terkait dengan isu kehidupan pribadi Bapak Jaksa Agung, isu Bapak Jampidsus, isu Bapak Dirdik, dan bahkan terdapat juga isu pemerintahan Bapak Presiden Prabowo, seperti petisi RUU TNI dan juga Indonesia Gelap,” tutur Marcella dalam video tersebut.

    Kemudian, pengacara yang menangani perkara korupsi CPO hingga Timah itu menyampaikan permohonan maaf atas segala perbuatan yang telah merugikan pihak-pihak terkait.

    “Bahwa saya sejujurnya tidak pernah merasa ada ketidaksukaan atau kebencian secara pribadi, baik dengan institusi, ataupun dengan pemerintahan, ataupun dengan personal,” pungkas Marcella.

  • Amnesty Internasional Indonesia Sebut Fakta Kasus Pemerkosaan Massal Sudah Diterima Pemerintah

    Amnesty Internasional Indonesia Sebut Fakta Kasus Pemerkosaan Massal Sudah Diterima Pemerintah

    Bisnis.com, JAKARTA — Amnesty International Indonesia menegaskan fakta kasus tindak pidana perkosaan massal pada Mei 1998 sudah diserahkan Tim Pencari Fakta ke BJ Habibie dan Jaksa Agung masa itu.

    Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid menilai bahwa pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang menyebut kasus perkosaan massal itu hanya rumor, dinilai tidak tepat.

    Usman menuturkan bahwa  banyak warga Indonesia terutama perempuan yang tahu persis mengenai kasus perkosaan massal pada Mei 1998 tersebut, tidak seperti Fadli Zon yang dinilai gagal paham.

    “Dia [Fadli Zon] menggunakan istilah rumor dan ini artinya dia menilai kasus perkosaan massal itu diragukan kebenarannya. Jelas ini pernyataan yang fatal dan tidak berhati-hati,” tuturnya di Jakarta, Selasa (17/6/2025).

    Usman mengatakan bahwa pemerintah kala itu sudah membuat Tim Pencari Fakta untuk mencari bukti-bukti dan fakta terkait kasus perkosaan massal tersebut. 

    Menurutnya, temuan Tim Pencari Fakta itu juga sudah diserahkan kepada BJ Habibie, Menteri Kehakiman hingga Jaksa Agung di masa itu. 

    “Semua faktanya sudah diserahkan dan tidak ada Menteri Kebudayaan dilibatkan pada saat itu,” katanya.

    Maka dari itu, Usman menilai bahwa Fadli Zon sebagai Menteri Kebudayaan saat ini, tidak memiliki otoritas maupun wewenang menyebut kasus tindak pidana perkosaan massal itu hanya rumor semata.

    “Tidak adanya Menteri Kebudayaan yang dilibatkan pada saat itu dan ketiadaan Menteri Kebudayaan itu artinya dia tidak punya otoritas sama sekali dalam insiden itu. Jelas itu bukan wewenangnya, dia itu tidak punya kapasitas dalam menjelaskan hal itu,” ujarnya.

  • Kasus CPO, Kejagung Sita Duit Rp11,8 Triliun dari Wilmar Group

    Kasus CPO, Kejagung Sita Duit Rp11,8 Triliun dari Wilmar Group

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) menyita uang Rp11,8 triliiun terkait dengan kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) korporasi.

    Direktur Penuntutan (Dirtut) Kejagung RI, Sutikno menyampaikan penyitaan ini baru diperoleh dari salah satu terdakwa grup korporasi yakni, Wilmar Group.

    Dari Wilmar Group ini terdiri dari lima korporasi, mereka yakni PT Multimas Nabati Asahan; PT Multi Nabati Sulawesi; PT Sinar Alam Permai; PT Wilmar Bioenergi Indonesia; dan PT Wilmar Nabati Indonesia.

    “Seluruhnya sebesar Rp11.880.351.802.619,” ujarnya di Kejagung, Selasa (17/6/2025).

    Dia menambahkan, uang tersebut bakal disimpan dalam rekening penampungan milik Direktorat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) di Bank Mandiri.

    Berdasarkan pantauan Bisnis di ruangan Gedung Bundar Kejagung RI, sebagian uang tersebut tampak disusun rapi mengelilingi meja konferensi pers. Adapun, uang itu ditumpuk hingga 2 meter lebih.

    Uang dengan pecahan Rp100.000 ribu itu dibungkus dengan plastik. Tercatat, satu paket uang tersebut bernilai satu miliar. Total, uang yang ditampilkan pada konferensi pers kali ini mencapai Rp2 triliun.

    “Jadi, kenapa tidak kita rilis secara bersama senilai jumlah tersebut? Ini karena faktor tempat dan faktor keamanan tentunya, sehingga kami berpikir jumlah ini cukup untuk mewakili jumlah kerugian negara yang timbul,” imbuhnya.

    Adapun, uang tersebut juga akan dimasukkan dalam memori kasasi yang saat ini bergulir di Mahkamah Agung (MA). 

    Dengan demikian, penambahan uang sitaan ini diharapkan dapat dipertimbangkan oleh hakim dalam memvonis perkara yang sebelumnya telah diputus bebas atau ontslag di PN Tipikor Jakarta Pusat.

    “Uang sita tersebut enjadi bagian yang tidak terpisahkan dari memori kasasi sehingga keberadaannya dapat dipertimbangkan oleh Hakim Agung,” pungkasnya.

  • Marcella Santoso Minta Maaf Bikin Konten Negatif untuk Serang Kejagung

    Marcella Santoso Minta Maaf Bikin Konten Negatif untuk Serang Kejagung

    Marcella Santoso Minta Maaf Bikin Konten Negatif untuk Serang Kejagung
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Tersangka kasus perintangan penyidikan dan penuntutan kasus ekspor
    crude palm oil
    (CPO), Timah, dan kasus importasi gula,
    Marcella Santoso
    , menyampaikan permintaan maaf karena telah membuat sejumlah konten dan narasi negatif terhadap institusi
    Kejaksaan Agung
    .
    Marcella, yang merupakan pengacara dari terdakwa beberapa kasus ini, mengaku tidak memeriksa semua kasus yang dibuat oleh tim atas arahannya.
    “Bahwa saya sangat menyesali dan sangat menyadari bahwa apa pun dan bagaimanapun ceritanya, baik itu kelalaian saya yang tidak mengecek ulang isi konten, ataupun kelalaian dan luputnya saya mengecek dan meneliti kembali serta fokus terhadap apa yang saya sampaikan,” ujar Marcella melalui tayangan video yang diputar dalam konferensi pers di Gedung Bundar Jampidsus Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (17/6/2025).
    Dalam video yang ditayangkan ini, Marcella mengaku membuat konten dan narasi negatif terhadap Kejaksaan Agung, baik menyerang institusi maupun pribadi para penyidik.
    “Antara lain, terkait dengan isu kehidupan pribadi Bapak Jaksa Agung, isu Jampidsus, isu Bapak Dirdik,” kata Marcella.
    Marcella juga mengakui bahwa ada beberapa narasi negatif yang menyerang pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk menjatuhkan dan menghalangi kerja penyidik.
    “Dan bahkan, terdapat juga isu pemerintahan Bapak Presiden Prabowo seperti petisi RUU TNI dan juga Indonesia Gelap,” lanjut wanita berambut pendek itu.
    Dalam kesempatan itu, Marcella mengatakan dirinya tidak punya masalah pribadi terhadap institusi kejaksaan maupun pribadi para penyidik.
    “Bahwa saya sejujurnya tidak pernah merasa ada ketidaksukaan atau kebencian secara pribadi, baik dengan institusi, ataupun dengan pemerintahan, ataupun dengan personal,” lanjutnya.
    Marcella mengatakan, dalam satu percakapannya dengan rekannya, ia justru memuji kinerja penyidik.
    “Karena di dalam chat saya dan institusi, masukkan dalam berita acara pemeriksaan (BAP). Salah satu itu terdapat percakapan antara saya dan rekan saya. Dan, saya sampaikan bahwa ada baiknya juga APH ini seperti Bapak Febrie (Jampidsus),” katanya.
    Atas perbuatannya, Marcella meminta maaf dan berharap agar pintu maaf kepadanya dibukakan.
    “Saya sebagai manusia, saya hanya bisa meminta maaf. Saya hanya mendoakan bahwa rasa sakit, rasa ketidaknyamanan yang dialami oleh pihak-pihak yang terkait dan terdampak akan dipulihkan,” katanya lagi sambil terisak.
    Diberitakan, Pengacara Marcella Santoso (MS) ditetapkan sebagai tersangka untuk ketiga kalinya oleh Kejaksaan Agung.
    Kali ini, Marcella dan dua orang lainnya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait penanganan perkara di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
    “Bahwa penyidik pada jajaran Jampidsus sudah menetapkan tiga orang tersangka dalam perkara suap dan gratifikasi, juga ditetapkan tersangka dalam TPPU tindak pidana pencucian uang, yaitu saudara MS, yang ditetapkan sejak tanggal 23 April 2025,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum), Harli Siregar, saat ditemui di kawasan Kejaksaan Agung, Senin (5/5/2025).
    Adapun dua kasus sebelumnya, Marcella Santoso telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus vonis lepas alias onslag perkara crude palm oil (CPO) terhadap tiga korporasi.
     
    Kemudian, tersangka dalam kasus perintangan terkait penyidikan kasus korupsi di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
    Dalam kasus dugaan TPPU terkait penanganan perkara di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, dua tersangka lainnya adalah advokat Ariyanto Bakri (AR) dan Social Security Legal Wilmar Group Muhammad Syafei (MSY).
    Keduanya sudah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka pada 17 April 2025.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Prabowo Temui Pemimpin Singapura, Bahas Perjanjian Pertahanan hingga Area Latihan Militer

    Prabowo Temui Pemimpin Singapura, Bahas Perjanjian Pertahanan hingga Area Latihan Militer

    Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto menyatakan optimismenya terhadap hasil pertemuan Retret Pemimpin Indonesia–Singapura tahun 2025 yang digelar di Singapura.

    Dalam keterangan resmi seusai pertemuan bilateral tersebut, Prabowo menegaskan bahwa pertemuan ini tidak hanya berlangsung produktif, tetapi juga menghasilkan terobosan konkret dalam banyak sektor kerja sama strategis.

    “Retret Pemimpin kali ini, menurut saya, sangat produktif dan sangat sukses. Kami mengadakan pertemuan yang sangat produktif, empat mata, dan kami menghasilkan 19 hasil kerja sama di berbagai sektor kerja sama dalam retret tahun ini,” ujar Prabowo dikutip melalui YouTube Sekretariat Presiden, Senin (16/6/2025).

    Di bidang politik dan keamanan, Prabowo menegaskan kembali komitmen kedua negara dalam memperkuat hubungan pertahanan. Ia menyebut bahwa kedua pihak akan mempercepat pelaksanaan perjanjian kerja sama pertahanan yang sudah disepakati.

    “Kami menegaskan kembali komitmen kami untuk sepenuhnya mengimplementasikan perjanjian kerja sama pertahanan dan menyelesaikan semua rincian teknis untuk area pelatihan militer. Dan saya berharap ini akan dipercepat dengan sangat cepat,” jelasnya.

    Selain itu, Prabowo juga menyebut adanya kemajuan signifikan dalam mekanisme perjanjian ekstradisi antara kedua negara yang dinilainya akan menjadi fondasi penting bagi penegakan hukum yang lebih efektif.

    “Ini akan memperkuat penegakan hukum kami. Selain itu, kami menyambut baik pembaruan Nota Kesepahaman antara kedua Jaksa Agung kami,” ujarnya.

    Pada sektor ekonomi, Presiden Prabowo mengapresiasi posisi Singapura sebagai investor terbesar di Indonesia. Ia mencatat bahwa pada tahun lalu, sepertiga dari total investasi asing langsung (FDI) di Indonesia berasal dari Singapura.

    “Singapura mungkin tetap menjadi investor utama kami. Dan tahun lalu, saya pikir investasi dari Singapura mencakup sepertiga dari semua investasi asing langsung di Indonesia. Terima kasih atas kepercayaan yang Anda berikan kepada kami,” tutur Prabowo.

    Ia juga menyebutkan bahwa keenam kelompok kerja ekonomi bilateral menunjukkan perkembangan signifikan, termasuk dalam bidang zona ekonomi khusus, pertanian, pariwisata, tenaga kerja, dan transportasi.

    Prabowo berharap kerja sama antara Danantara dengan Temasek dari Singapura bisa diperluas ke berbagai sektor strategis.

    “Kami berharap dapat menjalin kerja sama yang erat antara Temasek dan Danantara di semua sektor, terutama sektor energi terbarukan, kawasan industri berkelanjutan, dan pengembangan kawasan Batam, Bintan, dan Karimun pada sektor energi rendah karbon dan infrastruktur penting,” ungkapnya.

    Indonesia juga menaruh perhatian pada sektor ketahanan pangan, di mana Prabowo menyambut baik tawaran dari Perdana Menteri Singapura Lawrence Wong untuk mentransfer teknologi pertanian modern.

    “Kami menyambut baik tawaran Perdana Menteri Wong untuk membuka peluang transfer teknologi dalam teknologi pertanian modern, termasuk pertanian perkotaan dan praktik pasca panen yang berkelanjutan,” kata Prabowo.

    Kerja sama ini diperkuat dengan penandatanganan nota kesepahaman sebagai landasan untuk kolaborasi strategis dalam keamanan pangan dan teknologi pertanian.

    Sementara di sektor kesehatan, Presiden Prabowo mengundang partisipasi aktif Singapura dalam proses transformasi sistem kesehatan nasional Indonesia.

    “Saya berencana untuk membuka lebih banyak perguruan tinggi kedokteran dan lebih banyak perguruan tinggi keperawatan. Dan ini, menurut saya, merupakan area di mana pengalaman Singapura dapat bermanfaat bagi kita,” ungkapnya.

    Di bidang ketenagakerjaan, Prabowo menekankan pentingnya lingkungan kerja yang baik bagi pekerja migran Indonesia di Singapura.

    “Kami menyambut baik kesempatan bagi pekerja migran Indonesia untuk bekerja di sini dalam lingkungan yang baik dan bersahabat. Perdana Menteri Wong dan saya sepakat bahwa ada potensi besar untuk memperkuat kerja sama dalam penempatan tenaga kerja terampil dari Indonesia dan Singapura,” katanya.

    Terkait konektivitas, Presiden menyatakan komitmennya untuk mengembalikan dan bahkan meningkatkan lalu lintas transportasi udara ke tingkat pra-pandemi.

    Orang nomor satu di Indonesia itu mengaku telah menginstruksikan masing-masing kementerian di Indonesia untuk meningkatkan pembukaan semua bandara guna mengarahkan koneksi maskapai asing ke bandara-bandara Indonesia, yang banyak di antaranya masih perlu dibuka.

    “Tentu saja, kami harus meningkatkan infrastruktur dan mekanisme keselamatan. Namun pada prinsipnya, saya ingin melihat akses yang lebih mudah dan cepat ke bandara kami,” ujar Prabowo.

    Dalam sesi penutupan, Presiden Prabowo juga menyinggung isu-isu geopolitik kawasan, khususnya konflik yang tengah berlangsung di Timur Tengah dan Asia Tenggara.

    “Kami menyatakan keprihatinan yang mendalam atas situasi di Gaza dan eskalasi konflik Israel-Iran. Kami menekankan pentingnya solusi damai, negosiasi, dan kami menyerukan gencatan senjata segera,” kata Prabowo.

    Terkait Myanmar, Prabowo menyampaikan harapannya agar pendekatan damai tetap menjadi prioritas utama dalam penyelesaian konflik.

    “Kami sepakat bahwa kami juga harus berkonsentrasi untuk mencapai keterlibatan dan hasil yang damai di Myanmar,” pungkas Prabowo.

     

    Sekadar informasi, sebanyak lima MOU dipertukarkan di hadapan Presiden Prabowo dan PM Lawrence Wong, yaitu:

    1. Joint Report to Leaders dari Enam Kelompok Kerja Sama Ekonomi Bilateral;

    2. MOU Kerja Sama Keamanan Pangan dan Teknologi Pertanian antara Kementerian Pertanian RI dan Kementerian Keberlanjutan dan Lingkungan Singapura;

    3. MOU Kerja Sama Pembangunan Kawasan Industri Berkelanjutan antara Kementerian Sumber Daya Energi dan Mineral RI dan Kementerian Perdagangan dan Industri Singapura;

    4. MOU Perdagangan Listrik Lintas Batas Kementerian Sumber Daya Energi dan Mineral RI dan Kementerian Perdagangan dan Industri Singapura;

    5. MoU Penangkapan dan Penyimpanan Karbon Kementerian Sumber Daya Energi dan Mineral RI dan Kementerian Perdagangan dan Industri Singapura

     

    Kelima kesepakatan ini menjadi landasan kerja sama konkret dalam mendorong ekonomi hijau, ketahanan pangan, dan konektivitas energi lintas batas.

    Selain itu, sejumlah MoU lainnya juga diumumkan dalam kesempatan tersebut, di antaranya adalah:

    1. Implementasi Kesepakatan Flight Information Regional (FIR) – berupa Penempatan Personil sipil dan militer pada Singapore Air Traffic Control Center (SATCC);

    2. Implementasi Kerja Sama Ekstradisi

    3. Joint Update Kerja Sama Pertahanan;

    4. MoU Kerja Sama Pengakuan Timbal Balik Sertifikasi Halal antara Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal RI dan Majelis Ugama Islam Singapura (akan  ditandatangani 18 Juni 2025);

    5. Kerja Sama Bilateral Pengaturan Keuangan antara Bank Indonesia dan Otoritas Moneter Singapura;

    6. MoU Kerja Sama Peningkatan Kapasitas bagi Pegawai pemerintah di Bidang Kelautan antara Kementerian Perhubungan RI dan Otoritas Maritim dan Pelabuhan Singapura;

    7. MoU Kerja Sama antara Kejaksaan Agung Indonesia dan Kejaksaan Agung Singapura;

    8. MoU Kerja Sama di Bidang Manajemen Perpustakaan dan Informasi antara Perpustakaan Nasional RI dan Dewan Perpustakaan Nasional Singapura;

    9. Kerja Sama pendirian Ciputra SMG Curie Cancer Center (CSCCC) antara Rumah Sakit Ciputra dan Singapore’s Curie Oncology, Singapore Medical Group (SMG);

    10. Investasi Nusantara Sembcorp Solar Energy Power Plant di Ibu Kota Nusantara;

    11. Kerja Sama antara Sembcorp and Panbil Group JV untuk Pengembangan 2 (dua) Kawasan Industri Rendah Karbon di Batam;

    12. Pengaturan Teknis Program Pertukaran Pemuda;

    13. Program Pengembangan Petani Muda;

    14. Launching penerbangan dari dan ke Singapura – Kertajati dan Padang oleh Maskapai Scoot.

  • 2 Hal dari Fadli Zon yang Dikritik Koalisi Sipil soal Perkosaan Massal ’98

    2 Hal dari Fadli Zon yang Dikritik Koalisi Sipil soal Perkosaan Massal ’98

    2 Hal dari Fadli Zon yang Dikritik Koalisi Sipil soal Perkosaan Massal ’98
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com

    Koalisi Masyarakat Sipil
    Melawan Impunitas mengecam keras pernyataan Menteri Kebudayaan
    Fadli Zon
    yang dinilai menyesatkan dan merendahkan perjuangan para korban kekerasan seksual dalam Peristiwa Mei 1998.
    “Pertama, ia menyatakan bahwa tidak terdapat bukti kekerasan terhadap perempuan, termasuk
    perkosaan massal
    , dalam peristiwa tersebut,” kata Koalisi, dilansir siaran pers di situs web KontraS, Senin (16/6/2025).
    Kecaman tersebut disampaikan dalam pernyataan bersama yang dirilis pada 12 Juni 2025, menanggapi pernyataan Fadli dalam video wawancara bertajuk “Real Talk: Debat Panas!! Fadli Zon vs Uni Lubis Soal Revisi Buku Sejarah” yang tayang di kanal YouTube IDN Times pada 10 Juni 2025.
    Poin kedua yang disoroti Koalisi, Fadli Zon mengeklaim bahwa isu tersebut hanyalah “rumor” dan tidak pernah tercatat dalam buku sejarah.
    Pernyataan ini dinilai merupakan bentuk manipulasi, pengaburan sejarah, serta pelecehan terhadap upaya pengungkapan kebenaran atas tragedi kemanusiaan yang terjadi, khususnya kekerasan terhadap perempuan.
    Koalisi menilai pernyataan tersebut juga melecehkan kerja-kerja investigatif Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) dan Komnas HAM yang telah mendokumentasikan secara rinci berbagai bentuk kekerasan seksual yang terjadi selama kerusuhan Mei 1998, termasuk perkosaan massal terhadap perempuan, mayoritas dari etnis Tionghoa.
    Menurut laporan akhir TGPF pada 23 Oktober 1998, ditemukan setidaknya 52 korban perkosaan, 14 korban perkosaan disertai penganiayaan, serta puluhan korban serangan dan pelecehan seksual lain di Jakarta, Medan, Surabaya, dan sejumlah wilayah lainnya.
    TGPF juga mencatat bahwa sebagian besar kekerasan seksual yang terjadi adalah “gang rape”, dilakukan oleh beberapa pelaku secara bergantian dan kerap disaksikan orang lain.
    Koalisi menyebut bahwa pernyataan Fadli Zon mengingkari bukti-bukti tersebut dan berpotensi memperkuat budaya impunitas atas pelanggaran berat HAM masa lalu.
    Lebih dari itu, sikap tersebut juga dianggap sebagai upaya sistematis untuk menghapus narasi kekerasan seksual Mei 1998 dari sejarah resmi Indonesia.
    “Pernyataan Fadli Zon mencerminkan upaya sistematis untuk menghapus jejak pelanggaran HAM di masa Orde Baru, dengan cara meniadakan narasi tentang peristiwa kekerasan seksual Mei 1998 dan pelanggaran berat HAM lainnya dari buku-buku sejarah yang sedang direvisi,” ungkap koalisi.
    Negara pun disebut mengalami kemunduran dalam menjamin perlindungan kepada perempuan jika sepakat dengan pernyataan Fadli Zon.
    Koalisi juga mengkritik peran Fadli Zon yang saat ini memimpin proyek revisi penulisan sejarah nasional dan menjabat sebagai Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK).
    Jabatan strategis ini dinilai memberi Fadli ruang untuk mengarahkan narasi sejarah nasional, termasuk potensi rehabilitasi politik terhadap figur-figur kontroversial dari era Orde Baru.
    Salah satu kekhawatiran Koalisi adalah menguatnya kembali wacana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden Soeharto.
    Padahal, Soeharto dinilai sebagai tokoh sentral dalam berbagai pelanggaran HAM berat dan praktik korupsi selama masa kepemimpinannya.
    “Fadli Zon secara terbuka pernah menyatakan bahwa Soeharto layak mendapat gelar pahlawan. Ini jelas bertolak belakang dengan fakta sejarah dan menyinggung rasa keadilan para korban dan keluarga korban pelanggaran HAM di masa lalu,” tutur koalisi.
    Dalam pernyataan tersebut, Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas menyampaikan sejumlah tuntutan:
    1. Menuntut Fadli Zon mencabut pernyataannya dan meminta maaf secara terbuka kepada para korban kekerasan seksual Mei 1998.
    2. Mendesak pembatalan pengangkatan Fadli Zon sebagai Ketua GTK (Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan -red)
    3. Meminta Kementerian Kebudayaan menghentikan proyek penulisan sejarah nasional yang dinilai tidak partisipatif dan berpotensi ahistoris.
    4. Menolak segala bentuk upaya rehabilitasi politik terhadap tokoh-tokoh bermasalah dari Orde Baru, termasuk wacana pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto.
    5. Mendesak Jaksa Agung segera menindaklanjuti berkas penyelidikan Komnas HAM sesuai UU Pengadilan HAM.
    6. Menegaskan pentingnya menjaga hasil kerja TGPF, Komnas HAM, dan Komnas Perempuan sebagai pijakan sejarah bangsa yang adil dan bermartabat.
    Sebelumnya, banyak pihak mengecam pernyataan Fadli Zon yang menyangkal terjadinya pemerkosaan massal pada Mei 1998 lalu.
    Dalam wawancara bersama IDN Times, Fadli Zon mengeklaim peristiwa pemerkosaan massal tahun 1998 tidak ada buktinya.
    Menurutnya, peristiwa itu hanya berdasarkan rumor yang beredar dan tidak pernah ada bukti pemerkosaan massal pada peristiwa Mei 1998.
    “Nah, ada perkosaan massal. Betul enggak ada perkosaan massal? Kata siapa itu? Itu enggak pernah ada proof-nya (bukti). Itu adalah cerita. Kalau ada, tunjukkan. Ada enggak di dalam buku sejarah itu? Enggak pernah ada,” ucap Fadli Zon dalam program Real Talk with Uni Lubis, Senin (8/6/2025).
    Fadli mengaku pernah membantah keterangan tim pencari fakta yang pernah memberikan keterangan ada pemerkosaan massal pada peristiwa Mei 98.
    “Saya sendiri pernah membantah itu dan mereka tidak bisa buktikan. Maksud saya adalah, sejarah yang kita buat ini adalah sejarah yang bisa mempersatukan bangsa dan tone-nya harus begitu,” ujar Fadli Zon.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Membaca Kembali Penyesalan Habibie atas Pemerkosaan Massal 1998, Saat Fadli Zon Menyebutnya Hanya Rumor

    Membaca Kembali Penyesalan Habibie atas Pemerkosaan Massal 1998, Saat Fadli Zon Menyebutnya Hanya Rumor

    Membaca Kembali Penyesalan Habibie atas Pemerkosaan Massal 1998, Saat Fadli Zon Menyebutnya Hanya Rumor
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Pada 15 Juli 1998, Presiden Ketiga Republik Indonesia,
    BJ Habibie
    , mengeluarkan pernyataan genting atas peristiwa yang turut menjadi warna kelam sejarah bangsa Indonesia untuk melahirkan era reformasi.
    Pernyataan itu berkaitan dengan kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dalam bentuk perkosaan yang terjadi dalam proses pergantian rezim saat itu.
    Habibie membacakan selembar kertas pernyataan yang kini diabadikan dalam prasasti yang terpampang di depan pintu masuk kantor Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan.
    Pernyataan itu dengan jelas memberikan pengakuan dan penyesalan negara atas peristiwa pemerkosaan yang pernah terjadi.
    “Setelah saya mendengar laporan dari ibu-ibu tokoh Masyarakat Anti Kekerasan terhadap Perempuan, dengan bukti-bukti yang nyata dan otentik, mengenai kekerasan terhadap perempuan dalam bentuk apa pun juga di bumi Indonesia pada umumnya dan khususnya yang terjadi pada pertengahan bulan Mei 1998, menyatakan penyesalan yang mendalam terhadap terjadinya kekerasan tersebut yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia,”
    kata Habibie.
    Dalam pernyataannya, Habibie atas nama kepala negara saat itu tidak hanya mengakui dan menyesal. Habibie juga menjanjikan pemerintah akan memberikan perlindungan keamanan kepada seluruh masyarakat untuk menghindari terulangnya kasus serupa yang disebut “sangat tidak manusiawi dalam sejarah bangsa Indonesia”.
    Habibie juga meminta agar masyarakat meningkatkan kewaspadaan dan melaporkan segera jika melihat adanya kekerasan terhadap perempuan di mana pun.
    Di akhir pernyataannya, Habibie kembali menegaskan atas nama pemerintah mengutuk aksi kekerasan dan peristiwa kerusuhan yang terjadi, termasuk kekerasan terhadap perempuan.
    Pergantian tampuk kepemimpinan negeri ini dari rezim Orde Baru menuju Era Reformasi diawali dengan pembentukan berbagai lembaga baru.
    Kelahiran pertama lembaga baru tersebut adalah Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (
    Komnas Perempuan
    ) yang ditetapkan lewat Presiden No. 181 Tahun 1998, pada tanggal 9 Oktober 1998.
    Karenanya, lembaga yang berkantor di Jalan Latuharhary Nomor 4B, Menteng, Jakarta Pusat ini sering dijuluki sebagai “Anak Sulung Reformasi”.
    Mereka kemudian dikuatkan oleh Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2005 Junto Peraturan Presiden No 8 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2005 Tentang Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan.
    Lembaga yang berusia 26 tahun ini ditugaskan untuk menjaga agar peristiwa perkosaan massal tidak terulang lagi.
    Namun, peristiwa yang telah diakui negara itu kini hanya disebut sebagai rumor oleh Menteri Kebudayaan Fadli Zon.
    Dalam wawancara bersama IDN Times, Fadli Zon mengeklaim peristiwa pemerkosaan massal tahun 1998 tidak ada buktinya.
    Menurutnya, peristiwa itu hanya berdasarkan rumor yang beredar dan tidak pernah ada bukti pemerkosaan massal pada peristiwa Mei 1998.
    “Nah, ada perkosaan massal. Betul enggak ada perkosaan massal? Kata siapa itu? Itu enggak pernah ada proof-nya (bukti). Itu adalah cerita. Kalau ada, tunjukkan. Ada enggak di dalam buku sejarah itu? Enggak pernah ada,” ucap Fadli Zon dalam program Real Talk with Uni Lubis, Senin (8/6/2025).
    Fadli mengaku pernah membantah keterangan tim pencari fakta yang pernah memberikan keterangan ada pemerkosaan massal pada peristiwa Mei 98.
    “Saya sendiri pernah membantah itu dan mereka tidak bisa buktikan. Maksud saya adalah, sejarah yang kita buat ini adalah sejarah yang bisa mempersatukan bangsa dan
    tone
    -nya harus begitu,” ujar Fadli Zon.
    Namun, laporan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Kasus Kerusuhan 13-15 Mei 1998 berkata lain dengan pernyataan Fadli Zon.
    Sebagai informasi, TGPF Kasus Kerusuhan 13-15 Mei 1998 dibentuk berdasarkan keputusan bersama Menteri Pertahanan/Panglima ABRI, Menteri Kehakiman, Menteri Dalam Negeri, Menteri Luar Negeri, Menteri Negara PEranan Wanita, dan Jaksa Agung.
    Adapun anggota TGPF terdiri dari unsur pemerintah, Komnas HAM, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan organisasi kemasyarakatan (ormas) lainnya.
    Dalam laporan tersebut, TGPF menemukan adanya tindak kekerasan seksual yang terjadi di Jakarta, Medan, dan Surabaya dalam kerusuhan 1998. Bentuk kekerasan seksual dibagi dalam empat kategori, yakni pemerkosaan (52 korban), pemerkosaan dengan penganiayaan (14 orang), penyerangan/penganiayaan seksual (10 orang), dan pelecehan seksual (9 orang).
    Hal ini yang menjadi pengakuan resmi negara terkait fakta kekerasan seksual terhadap perempuan dalam Tragedi Mei 1998, yang ditindaklanjuti dengan pembentukan Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) melalui Keppres No. 181 Tahun 1998.
    Komisioner Komnas Perempuan, Dahlia Madanih, mengatakan, sikap Fadli Zon yang menyebut fakta ini sebagai rumor sangat menyakitkan, khususnya bagi para korban.
    “Penyintas sudah terlalu lama memikul beban dalam diam. Penyangkalan ini bukan hanya menyakitkan, tapi juga memperpanjang impunitas,” katanya.
    Dia juga mengingatkan, dokumen TGPF dan pengakuan Presiden Habibie adalah produk resmi negara.
    Mengatakan perkosaan sebagai rumor bisa saja menyebut negara membuat sebuah kebohongan di tengah-tengah masyarakat.
    “Oleh karenanya, menyangkal dokumen resmi TGPF berarti mengabaikan jerih payah kolektif bangsa dalam menapaki jalan keadilan. Sikap semacam itu justru menjauhkan kita dari pemulihan yang tulus dan menyeluruh bagi para penyintas,” imbuh Dahlia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.